Gue duduk di sini, di ruang kepala sekolah.  Menanti eksekusi dari atasan mengenai nasib gue yang sepet-pait.

Mau gimana lagi? Demi memenuhi mandat emak-bapak gue di kampung yang ga pengin anaknya jadi pengangguran di kota besar, akhirnya gue putuskan buat terjun ke dunia pendidikan---jadi guru.

Hari itu gue nglamar pekerjaan ke yayasan Niconico Douga, alhasil gue diterima kerja sebagai seorang guru SD di SD Niconico.

Di depan gue sekarang berdiri sang kepala sekolah SD Niconico.  Kepala SD yang satu ini cukup antimainstream. Kenapa? Karena biasanya kepala sekolah dasar itu identik sama bapak-bapak atau ibu-ibu yang kelihatan ramah, bersahabat, dan sudah sepuh. Tapi kepala sekolah di depan gue beda dengan muka yanderenya yang terkesan malah bakal bikin anak kecil pada lari sambil nangis njerit-njerit, beliaulah Bapak Sekihan.

"Hmmm...  Jadi, Anda Bapak Shoose, umur 2* tahun, lulusan Oxford university jurusan tataboga. Mulai hari ini, anda ditugaskan mengajar di kelas sekolah ini. "

"Iya, Pak, itu benar" jawab gue berusaha sesopan mungkin. Jaga imej, coyy... Jangan sampe gue dipecat di hari pertama gara-gara salah ngomong sama atasan.

Kepsek itu manggut-manggut, terus menghela napas panjang. "Ah, saya heran. Padahal SD ini lagi kekurangan tenaga pengajar, tapi kenapa anda malah ditugaskan di sini, sih? Heran saya. "

Justru gara-gara itu saya ditugaskan di mari, Pak...

Sayangnya gue nggabisa ngomong gitu. Takut kena sleding mengingat Bapak Sekihan ini punya tampang sadis. Yha,gue ngerti, don't judge a book by it's cover. Tapi ga ada salahnya gue hati-hati. Mencyurygakan soalnya.

Kemudian Bapak Sekihan tersenyum, kali ini ngga yandere, tapi kayak om-om nawarin permen ke anak kecil. Sama ngerinya.

"Mari, Pak, saya antarkan ke Kelas dimana Anda mengajar!"

Yak, dan dimulailah karir baru gue sebagai seorang guru.