Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 17

Ruang keluarga terasa lebih mencekam daripada biasanya, apalagi pendingin ruangan dihidupkan hingga mencapai 15 derajat celcius. Walaupun televisi berukuran 100 inch dinyalakan dan menampilkan komedi, tetap saja hati Salsa tidak bisa tenang.

Sebelum pulang sekolah tadi, ia sempat dipanggil ke ruang guru untuk menghadap wali kelas. Gadis itu melihat sendiri nilainya di beberapa mata pelajaran semakin menurun, bahkan merosot sangat jauh dan nyaris sama dengan rata-rata.

Di depan Salsa duduk, Safira melipat tangan di depan dada dan berjalan bolak-balik sambil melihatnya. "Mama heran, ya, sama kamu. Kok, bisa menurun gitu? Apa selama ini kamu gak belajar dengan serius? Di sekolah dan les ngapain aja?" Wanita itu tak henti berdecak kesal memikirkan nilai Salsa. Hal tersebut membuat gadis yang memakai piyama bergambar Nobita semakin menundukkan kepala.

"Papa juga sempat tanya guru di tempat les, akhir-akhir ini kamu kurang aktif bertanya atau menjawab pertanyaan di kelas," sambung Bram.

Dalam hati, Salsa berharap cemas jika keadaan ini cepat berlalu. Ia tidak bisa membela diri, lagi pula pelajaran yang sedang dipelajari sekarang susah masuk di otaknya. Sementara ketika les, gadis itu tak berani melakukan seperti yang dikatakan Bram tadi.

"Akhir minggu ini mama mau dengar laporan kalau nilai kamu udah stabil atau melebihi yang sebelumnya. C'mon, Salsa, jangan malu-maluin keluarga!" tuntut Safira.

Belum sampai di situ, Safira kembali melanjutkan ucapannya. "Otak bodoh kamu, tuh, asalnya dari mana, sih? Perasaan dari keluarga papa dan mama semuanya pintar dan sukses. Kenapa kamu malah kayak gini?"

Hati Salsa seolah diremas oleh tangan tak kasat mata. Patah, remuk, hancur hingga tidak berbentuk. Air matanya ingin mendesak keluar sedari tadi, tetapi sebisa mungkin ditahan. Ia melampiaskan sesak dengan meremas bantal sofa yang dipeluk, sesekali juga menyubit punggung tangannya sendiri dengan kuat agar sakit di hatinya tidak terlalu kentara.

"Cepat ambil buku, bawa ke sini!" perintah Bram.

Segera mungkin Salsa beranjak menuju kamar agar tidak kembali dimarahi, ia mengambil buku dari beberapa pelajaran yang nilainya merosit. Gadis itu menghapus air mata yang tak sengaja keluar dengan punggung tangan, lalu memukul dada pelan saat isakan terlepas dari mulutnya.

Ketika sampai di anak tangga, Salsa mencoba bersikap seperti biasa. Ia meletakkan buku di atas meja, lalu berlalu meninggalkan ruang keluarga dan menuju ke dapur. Ketika di depan westafel, gadis itu berkaca sebentar. "Kamu menyedihkan, Salsa!" cibirnya.

"Iya, Bu. Saya minta tolong Salsa diperhatian lebih dekat lagi. Tadi guru beberapa mata pelajaran sempat menghubungi saya, katanya nilai Salsa anjlok," ucap Safira melalui sambungan telepon.

Walaupun Salsa sedang berada di dapur, ia masih mendengar jelas suara mamanya yang bisa dipastikan sedang menghubungi wali kelas. Tidak heran jika Safira memiliki nomor para guru SMA Salsa, sejak masih duduk di sekolah dasar pun mamanya seperti itu. Setiap mendaftar atau ketika kenaikan kelas, wanita itu meminta nomor guru yang mengajar untuk menerima laporan perkembangan belajar Salsa.

"Oh, iya. Terima kasih, Bu."

Tangan Salsa berhenti mengaduk susu cokelat yang dibuatnya, gadis itu langsung kembali ke ruang keluarga begitu Safira selesai menelepon. Ia hanya menghindar agar tak kembali diomeli, lagi pula apakah mamanya tidak lelah berbicara terus-menerus seperti tadi?

Namun, bukannya sudah selesai, Safira kembali menghubungi kesiswaan untuk memastikan jika Salsa masih termasuk di daftar siswa berprestasi. Ia benar-benar tidak bisa berpikir kenapa kedua orang tuanya begitu mendambakan sosok yang sempurna, padahal setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

"Buruan belajar!" seru Safira ketika Salsa baru duduk di atas karpet.

Ia belajar dengan diawasi langsung oleh kedua orang tuanya meskipun mereka juga ikut sibuk sendiri. Tangan Salsa sedari tadi tak henti menggaruk kepala karena bingung dan frustrasi, tetapi ingin bertanya atau membuka aplikasi belajar online untuk mendengarkan penjelasan materi saja nyalinya sudah menciut.

"Jangan dibaca aja, tapi dipahami, Salsa!" kata Safira.

Rasanya Salsa juga ingin melakukan hal tersebut, tetapi otak minimalisnya menolak mentah-mentah. Berapa kali pun membaca materi yang dihadapkan, ia masih tidak mengerti. Gadis itu mencoba mengerjakan soal fisika yang ada, lalu mencocokkan dengan rumus dan mengerjakan. Hanya saja, hasilnya tidak ketemu.

"Pa, Ma, Salsa belajar di kamar aja, ya?" pinta gadis itu.

"Ya udah, tapi awas kalau kamu gak belajar!"

Setelah mendapatkan izin, ia langsung bergegas menuju kamar dan menata buku agar lebih nyaman belajar. Gadis itu meraih ponsel untuk sekadar menghidupkan lagu agar pikirannya lebih relaks, sementara laptop digunakan untuk membuka aplikasi belajar online.

Cause if you like the way you look that much
Oh, baby, you should go and love yourself
And if you think that I'm still holdin' on to somethin'
You should go and love yourself

For all the times that you made me feel small
I fell in love, now I feel nothin' at all
Had never felt so low when I was vulnerable
Was I a fool to let you break down my walls?

Cause if you like the way you look that much
Oh, baby, you should go and love yourself
And if you think that I'm still holdin' on to somethin'
You should go and love yourself
Cause if you like the way you look that much
Oh, baby, you should go and love yourself
And if you think that I'm still holdin' on to somethin'
You should go and love yourself

Sepotong lirik dari lagu Justin Bieber membuat Salsa kembali berpikir ulang dengan dirinya selama ini. Bahkan, ia tak pernah melakukan self talk untuk tahu apa yang harus dilakukan dan diinginkan.

"Benar. Gimana orang mau suka sama aku kalau aku gak mencintai diriku sendiri."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro