Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8 - Cara lain

Tap!

Tap!

Tap!

Langkah kaki Grace yang seharusnya biasa saja itu mampu membuat semua orang di arena merinding. Para penonton bungkam, tak lagi riuh seperti tadi. Jejak-jejak darah muncul dari setiap langkahnya. Tombak yang ada ditangannya pun meneteskan darah setiap ia melangkah.

Ia berjalan selangkah demi langkah ke arah Kokoci yang diam ditempatnya.

"Grace!!" pekik [name] dari jauh. Jelas ada yang tidak beres. Grace sudah diluar kendali, ia merasa mereka pun tidak bisa menghentikannya.

Berhenti tepat si depan Kokoci. Ia mengacungkan tombak itu tepat ke arah wajah sang pemimpin. Mata yang tertutup kacamata hitam itu, tidak bisa ditebak apa isi pikirannya. Hanya diam ditempat.

"Ada kata terakhir?"

Mendengar pertanyaan seperti itu. Kokoci malah tersenyum. "Kau ... sangat mirip dengan Noel ya."

Mata Grace membulat. Rahangnya mengeras. "Kenapa kau tahu tentangnya?!"

"Dia anak yang cerdas. Aku adalah salah satu pengikutnya, namun tertinggal di sini." Ia tertawa singkat sebelum melanjutkan percakapan itu. "Kami sudah tahu bahwa Noel akan menghancurkan pulau rintis."

"Kalau kalian sudah tahu, kenapa diam saja?"

Kokoci melepas kacamata hitamnya. Ia tertawa remeh sembari mengingat memori lama. "Karena meski kami melakukannya, hal itu akan jadi sia-sia."

Ia menunjuk ke arah Grace dengan jari telunjuknya. "Karena kau adalah penghancur kedua setelah Noel."

"Cukup basa basinya." Ia mengangkat tombaknya tinggi, hendak menebas. "Aku mual mendengarmu berbicara omong kosong."

Mata [name] membelalak. Ia lantas berteriak kencang. "GRACE!! JANGAN!! SUDAH CUKUP!!"

Sayangnya suara [name] tidak mampu menjangkau Grace. [Name] panik, memukul-mukul kerangkeng. Manik hazel itu terlihat bergetar.

"GRACEEEEE!!!"

Grace baru hendak menebas. Tapi tangannya kaku. Tombak itu berhenti di udara. Seolah ada yang menahannya. Namun bukan hanya Grace yang merasa hal itu aneh, melainkan [name] juga.

Di sela-sela udara. [Name] seolah melihat Rena dan Rayn berdiri di dekat Grace. Tanpa sadar, air matanya jatuh.

Grace bahkan membelalak tak percaya. Hanya sebatas ilusi dan siluet, namun Rena dan Rayn menatap ke arahnya.

"Rena? Rayn?"

Rena terlihat tersenyum. Menahan tangan Grace yang memegang tombak. Meluncur air mata tanpa ia sadari. "Rena ..."

"Jangan, kau tidak boleh menjadi seperti Noel. Membunuh bukan satu-satunya jalan."

Suara Rena terdengar halus. Di sisi lain, ada Rayn yang memegang pundaknya sambil tersenyum juga.

"Kenapa kau selalu bekerja sendirian? Meminta tolong sekali-kali juga boleh kok."

Dua sosok yang telah tiada itu. Muncul dihadapan Grace dengan memakai pakaian serba putih. Wujud mereka pun adalah mereka saat masih SD. Kemunculan mereka benar-benar menyadarkan Grace sepenuhnya.

"Kau dan [name] akan baik-baik saja."

Selesai mengatakan itu. Tubuh mereka berdua menghilang. Sekilas Rayn melihat ke arah [name] yang berada di kerangkeng. Tersenyum ke arahnya lalu melambai.

"Hiduplah yang lama untuk kami, ya?"

Mereka hilang sepenuhnya. [Name] jatuh terduduk. Tidak dapat menahan tangisnya. Dua orang yang sangat berperan dalam membantu mereka. Kini lagi-lagi membantu meski mereka telah tiada.

Mereka selalu ada bersama [name] dan Grace. Menjaga mereka. Meskipun mereka sudah tidak ada lagi.

"Rena! Rayn!" [Name] sesenggukan. Rasa rindu kembali menjalar. Memori-memori mereka kembali terkenang. Hati serasa sakit karena mengingat bahwa hal tersebut tak bisa lagi kembali terulang.

Grace diam di tempat. Mengusap matanya. Ia melempar tombak itu ke sembarang arah.

Seperti kata Rena. Jalan keluar bukan hanya membunuh. Ia tidak boleh seperti Noel.

"Kau selamat kali ini," ujar Grace. Ia mengambil handphone miliknya dan menelepon seseorang.

"Kemari, aku punya tugas untukmu."

.

.

.

"Astaga kak, kau terlihat seperti pembunuh berantai. Kalau bukan karena aku, mereka pasti mengira kau pembunuhnya." Grace memutar bola mata malas saat mendengar orang yang ia panggil sibuk mengoceh.

"Selesaikan tugasmu lalu pergilah," usir Grace.

Bukannya takut atau pergi. Ia malah menghampiri yang lain, [name] dan abang-abangnya. "Wah hai, kalian teman Grace? Perkenalkan, aku Luke, sepupu jauh Grace. Salam kenal!" Ia menjabat tangan [name] dengan penuh energik.

"Eh oh iya salam kenal, aku [name]."

Mendengar nama itu. Luke langsung membelalak. "Wah [name]! Aku sering mendengar namamu dari Grace, tak kusangka secantik ini. Kau sudah ada pacar? Mau coba pacaran denganku?"

"Minggir!" Grace langsung menarik [name] lepas dari Luke. Luke juga menyadari tatapan abang-abang [name] yang sudah menusuk seperti ingin membunuh orang. Walau lebih seram Grace tentunya.

"Kau jangan mau sama dia, dia lebih psiko," tunjuk Grace pada Luke. "Fetishnya aneh, nanti kau diikat."

"Diikat?" [Name] bingung.

"Luke itu gak waras, pokoknya jauhi dia." Lalu Grace melihat ke arah Luke. "Dan kau, cepat bawa semua orang itu dan enyah sana!"

"Ah~ Kak Grace ga asik." Ia manyun. Namun akhirnya memilih beranjak dari sana saat melihat bahwa semua orang telah dievakuasi. "Sudah semua, kalau begitu aku pamit dulu. Babay!"

Ia melambai dengan semangat seperti anak kecil. Lalu beranjak pergi dari sana dengan mobil box besar. Mereka kemari dengan kapal lain, jadi kapal Grace yang berada di pulau ini masih aman.

Selesai urusan dengan semua penduduk di sini. Sekarang pemukiman ini pun menjadi sepi. Taufan sudah ada di tangan mereka. Mereka telah mendapatkan satu abang mereka yang hilang.

"Um, anu ..." Taufan mendekati Grace. Tampak ragu-ragu. Ia terlihat membawa kotak P3K di tangannya. "T-terima kasih, bisakah aku membersihkan luka di kepalamu?"

Grace bahkan bisa lupa dengan luka di kepalanya itu karena terlalu banyak berpikir. Padahal darah sudah melumuri bagian wajah dari atas kepala sampai mengenai hidung.

"Baiklah." Grace mencari tempat duduk dan duduk di sana. Taufan sumringah. Ia berjalan ke arah Grace dan membuka kotak P3K tersebut. Lalu mengobati kepala Grace seteliti mungkin.

"Itu kotak P3K punyamu sendiri?" tanya Grace. Taufan mengangguk. "Aku sering menggunakannya untuk mengobati tuan lamaku ketika habis duel melawan yang lain. Tapi aku sudah berganti tuan."

Selesai membersihkan darah di kepala Grace dan mengobatinya dengan betadine. Ia mengambil perban dan melilitkannya dengan rapi.

Grace mendengkus malas. Ia memejam mata. "Aku bukan tuanmu, kau punya keluarga. Kau bebas."

Taufan tidak menjawab. Hanya menyelesaikan tugasnya sampai akhir.

"Terima kasih, omong-omong tubuhmu kumal, kapan kau terakhir mandi?" tanya Grace. Ia tidak bohong. Taufan terlihat kumal. Tubuhnya bahkan terlihat lebih pendek daripada Duri yang notabenenya adalah anak keenam.

"Aku ..." Taufan terlihat berpikir. "Tidak tahu."

"....."

Sudahlah, Grace jadi makin pusing.

Grace berdiri dan pergi dari sana. Namun hampir menabrak Halilintar yang sedari tadi bersender di samping mobil. Hampir saja Grace mengumpat.

Halilintar menatap Grace. Grace naik alis sebelah. "Apa? Ada yang mau kau bicarakan?"

Halilintar tidak menjawab. Melainkan mengambil tisu dari sakunya lalu mengelap bagian dagu Grace. Grace sampai terbengong. Setelah itu ia menatap tisu tersebut sembari tersenyum tipis.

Hingga pergi begitu saja tanpa mengucap apapun.

"Hah?" Grace memiringkan kepala. Ia melihat ke samping, ada [name] ternyata yang mengintip.

[Name] hanya senyum-senyum lalu pergi dari sana. Ia lantas bergumam. "Yes! Kakak iparku sultan!"

.

.

.

"Eh? Kak Taufan mana?" Duri melihat ke sana kemari. Mencari sosok sang kakak yang baru saja ditemukan. Hari sudah gelap, mereka terlalu sibuk melihat para penduduk yang dibawa menggunakan mobil box besar dan para polisi yang dibawa langsung dari pulau sebelah.

"Eh iya ya? Kita bahkan belum haru-haruan sama kak Taufan," ujar Blaze sekenanya.

"Terakhir kulihat Kak Taufan lagi mengobati Grace kan?" terka [name]. Tapi tidak ingat juga. Soalnya dia langsung kabur waktu itu saat setelah melihat kejadian yang cukup mengejutkan.

"Eh, itu Kak Taufan!" tunjuk Gempa ke arah Taufan kembali bersama Grace. Mereka entah darimana. Namun Taufan berbeda dari tadi, dia terlihat habis mandi.

"Kak Taufan!!" teriak Blaze dan Duri menghampiri Taufan.

"Kak! Kak Taufan masih tidak ingat kami? Habis mandi pasti ingat kan?" rengek Duri. Blaze langsung melihatnya dengan bingung. "Apa hubungannya mandi dan ingatan?"

"Tidak ada sih, mana tau habis mandi otak Kak Taufan ikut segar." Duri tertawa saat mengatakan itu. Halilintar hanya geleng-geleng mendengar percakapan random adik-adiknya.

"Maaf." Hanya itu lagi yang diucapkan oleh Taufan. Mereka hanya menghela nafas, sedangkan Duri terlihat ingin menangis lagi.

"Eh Grace? Lihat, ada busa di pipimu." [Name] mendekat dan menunjuk busa mandi di pipi Grace. Grace langsung melap busa itu dengan tangannya. "Oh, aku tidak sadar."

"Apa kau juga mandi tadi?"

Grace menggeleng. "Tidak, aku hanya memandikan Taufan."

"... Apa?"

Mereka semua kini menatap horor ke arah Grace yang terlihat santai. "Aku memandikannya, dia terlihat kumal."

"M-memandikan?" ulang Gempa lagi untuk memastikan apakah mereka salah dengar. Grace jadi malas mengulang-ulang jawaban yang sama. "Ya."

[Name] terlihat shock. Dia waktu kelas 6 SD mau dimandikan Halilintar saja sudah seperti nyawa mau melayang karena takut. Tapi Grace dengan santainya memandikan seseorang yang lebih tua darinya?

"K-kak Taufan beneran dimandiin sama Grace?" tanya Blaze ke Taufan. Taufan mengangguk.

"EEHHHHHH?!!!"

"Tunggu, otakku konslet." Blaze bengong. Gimana bisa semuanya berakhir begini. Lebih masuk akal jika dirinya bersama Taufan mandi bersama karena sama-sama saudara.

"Apa yang kalian pikirkan? Aku memandikan, soalnya dia tidak patuh." Grace melempar handuk yang dari tadi berada di pundaknya ke wajah Halilintar. Halilintar lebih dulu menangkap handuk itu sebelum mengenai wajahnya.

"Oh, omong-omong. Sepertinya saudara kalian itu trauma terhadap seseorang terutama laki-laki." Grace berbisik kecil di dekat Halilintar dan Grace saat mengatakan itu. Kemudian ia berlalu pergi.

"Ya sudah, ayo pergi!"

Halilintar menatap tak percaya ke arah Taufan. Trauma terhadap laki-laki katanya? Kenapa bisa?

Halilintar jelas penasaran. Ia langsung mendekati Taufan guna mengetesnya. Ia tarik tangan Taufan dan memeluknya. Semua yang melihat langsung terdiam.

"Apa kak Hali sedang mengeluarkan emosinya yang terpendam?" ujar Blaze asal.

Sepertinya yang dikatakan Grace benar. Buktinya Taufan selain terkejut, langsung mendorong Halilintar menjauh. Lalu terjatuh di tanah dan ketakutan. Air mata berlinang di pelupuk matanya.

Grace mendengkus kecil saat melihatnya, lalu masuk ke dalam mobil.

Halilintar jauh lebih shock dari siapapun. Tugas mereka bukan hanya menemukan keluarga mereka yang hilang.

Namun harus menerima kekurangan keluarga mereka yang di dapat setelah lima tahun berpisah.

.

.

.

***tbc***

A/n:

Akhirnya komandan Kokoci ga jadi dibunuh karena kemunculan Rena dan Rayn walau sekadar bayang-bayang. Pas nulis part kemunculan Rena sama Rayn, tiba-tiba Ruru sedih heh TwT kebayang banget.

Lalu ada tokoh baru nih. Namanya Luke. Akankah dia jadi tokoh penting atau sekadar lewat?

Si Halilintar kenapa tuh? Kok bersihin dagu Grace? Memangnya ada apa sih? Inget gak?

Taufan dimandiin sama Grace? Hehehehehhehee 🌚

Kok bisa Taufan trauma sama orang lain terlebih pada laki-laki?

Yes! Makin dalam ceritanya hehehehe 🌚

See you in the next chapie! Babay!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro