3 - Rumah lama
Orang-orang yang keluar dari mobil itu terlihat membawa alat-alat seperti pemukul baseball bahkan barang lain. Melihat hal seperti itu, sudah pasti mereka bukan orang yang bisa diajak bicara baik-baik.
"Diamlah di sini, aku akan bicara dengan mereka." Grace membuka pintu mobil dan keluar. Namun Halilintar ikutan membuka pintu mobil, "Aku ikut."
[Name] menghela nafas. Ia tahu Grace bukan tipe-tipe yang berbicara seperti itu. Grace paling sulit dalam hal sabar. Mungkin karena pengaruh kejadian sejak masih kecil.
"Aku akan membantu mereka juga, bang Gempa dan Duri jaga [name] ya!" Blaze meloncat dari kursi belakang dan langsung membuka pintu di samping Gempa. Akhirnya [name] dan kedua abangnya memperhatikan dari dalam mobil.
Grace maju paling depan. "Ada apa?"
"Bukankah kau satu-satunya yang tersisa dari perusahaan Greenland?" tanya satu orang paling depan. Ia terlihat memakai kaos dan kemeja. Serta tongkat baseball yang ditaruh di atas pundak.
"Ya," jawab Grace singkat. Orang tadi langsung menyeringai, lantas mengacungkan tongkat baseballnya ke depan wajah Grace dengan lancang.
"Kalau begitu, serahkan perusahaanmu pada kami."
Sejenak Grace terdiam, lalu tertawa remeh. Halilintar dan Blaze di belakang sudah was-was. "Apa ini? Perampokan perusahaan? Sepertinya kau tidak pernah tahu desas-desus tentang perusahaan itu ya?"
"Jika tidak mau menyerahkan, maka kau harus mati!" Orang itu mengayunkan senjatanya. Grace dengan gesit menghindar dan langsung menyerang orang tadi dengan tackle.
Orang-orang di belakangnya yang berjumlah 5 orang ikut menyerbu. Halilintar dan Blaze langsung maju untuk mengalahkan mereka.
"Mereka--" [Name] menggigit bibirnya. Ia sadar jika keluar pun tidak akan menyelesaikan apa-apa. Meski bisa karate, ia tidak bisa menganggu jika sudah ada Grace. Grace bahkan bisa melumpuhkan tiga orang sekaligus.
"Apa kita benar-benar hanya harus diam di sini?" tanya Duri dengan sedikit bingung. Mau keluar, Duri juga tidak bisa banyak membantu. Apalagi Gempa yang sedari awal tidak mempelajari karate atau boxing seperti Blaze.
"Tidak apa, kita tidak boleh menganggu mereka," ujar Gempa yang langsung disetujui oleh [name].
Selagi Halilintar dan Blaze bertarung masing-masing dengan satu orang. Grace sendirian melawan tiga orang sekaligus. Sepertinya orang-orang ini mengincar dirinya sebagai salah satu keluarga yang tersisa di perusahaan terbesar.
Halilintar menyelesaikan satu orang tersebut. Langsung berlari membantu Grace.
Grace yang baru sadar dari koma lima tahun lamanya tidak sefit dulu. Baru bertarung sebentar saja, nafasnya sudah tidak beraturan.
Bruak!
Grace melempar salah satu orang tadi ke atas kap mobil. Saat satu lagi menyerang. Ia lompat ke atas mobil dan menendang satu orang itu hingga terpelanting. Satu lagi mengejar, ia buru-buru baik ke paling atas mobil dan lompat menghantam orang tadi.
Ia mengunci pergerakan orang tersebut dan membuatnya pingsan.
Satu orang yang tadi bertarung bersama Grace sudah dikalahkan Halilintar. Begitu juga Blaze yang sudah selesai. Grace langsung menangkap satu orang yang tersisa dan menyudutkannya ke mobil. Menahan kedua tangannya dan membuatnya berbalik.
"Katakan, siapa yang menyuruh kalian?"
Orang itu terlihat tidak mau berbicara. Bahkan masih berusaha lepas.
"KATAKAN!"
Krek!
"AAAKH!!"
Grace dengan sengaja mematahkan kaki orang tersebut. Bunyinya mampu membuat Halilintar dan Blaze yang berada di dekat gadis itu pun merinding.
"Masih tidak mau?"
Grace bersiap-siap mematahkan satu kaki lagi hingga orang tersebut langsung buru-buru berbicara.
"Iya! Iya! Aku akan bicara!" Suaranya sampai bergetar. Keringat bercucuran karena rasa sakit di kakinya. "Kami ... kami tidak tahu siapa orang itu. D-dia menyuruh kami untuk menunggu di pulau ini dan membunuhmu begitu kau sampai di sini."
"Siapa? Kau tidak tahu atau tidak mau memberitahu?" tanya Grace dengan nada mengancam.
"D-dia tidak memberitahu namanya. Tapi ... tapi wajahnya mirip sepertimu, d-dan dia laki-laki."
"... bohong."
"Aku tidak bohong, wajah m--AAAKHHHH!!"
Grace dengan raut horor, mematahkan jari orang tersebut. "Bohong."
Krek!
"AAAAAAA!!"
"BOHONG!"
Krek!
"BOHONG! BOHONG! BOHONG!!"
Suara teriakan orang itu melengking dan terdengar pilu. Melihat Grace yang sudah diluar kendali dan terlalu berlebihan. Halilintar langsung menarik gadis itu menjauh dari orang tadi. Blaze memapah orang tadi, nyilu melihat tiga jari orang tersebut bengkok.
"Hei! Tenanglah!" Halilintar kewalahan. Tenaga gadis ini tidak main-main. Apalagi ia terus memberontak.
"BOHONG!! DIA SUDAH MATI!!"
"Grace!!" [Name] berlari keluar dari mobil. Bersama dengan Gempa dan Duri yang khawatir dan panik.
"Tenanglah Grace!" [Name] berusaha menenangkan Grace yang kedua tangannya masih ditahan oleh si sulung. Grace melihat [name]. Wajahnya terlihat ketakutan.
"Grace, Noel sudah mati. Aku yakin ada orang lain." [Name] memegangi pundak Grace. Memberinya tatapan yakin.
"Dia sudah mati." Grace mulai tenang. Tapi wajahnya yang sendu itu membuat [name] turut ikut sedih. Halilintar melepas Grace dan membiarkan [name] memeluk gadis bule itu. Sambil menepuk-nepuk pundaknya untuk menenangkan.
"Iya, sudah mati," bisik [name] lembut.
.
.
.
"Apa tidak apa-apa kita membiarkan orang tadi di sana?" tanya Gempa. Mereka kali ini sudah melanjutkan perjalanan dengan Halilintar kembali sebagai pengemudi.
"Habisnya kita juga tidak bisa membawanya kan?" Blaze melirik-lirik Grace yang dari tadi diam menatap jalanan. Duri mengangguk-angguk paham. Sedangkan [name] hanya menghela nafas.
[Name] ikut melihat keluar melalui jendela mobil. Menatap betapa sunyi pulau ini. Bahkan beberapa pemukiman yang kosong telah dipenuhi tanaman liar. Benar-benar seperti pulau tak berpenghuni.
"Eh?"
[Name] membelalakkan mata saat melihat sosok seseorang yang berdiri di salah satu sisi rumah. Namun karena jauh, [name] jadi tidak bisa melihat dengan jelas.
"Apa apa?" tanya Duri. Melihat gelagat aneh sang adik yang terus mengucek matanya.
"Itu," tunjuk [name]. "Tadi [name] kayak lihat ada orang di salah satu rumah."
"Salah lihat kali?" sahut Blaze.
"Mungkin orang-orang suruhan yang sama seperti yang tadi menyerang kita?" terka Gempa. Tapi mereka juga tidak yakin. Apakah benar-benar ada penduduk di pulau tak berpenghuni seperti ini?
"Jangan-jangan hantu!" Blaze mulai menakut-nakuti. Duri terlihat terkejut. "Ih masa sih?"
[Name] hanya diam. Sembari memikirkan hal tadi. Tiba-tiba ia merasa ngantuk.
"[Name] ngantuk? Sini tidur aja dulu, perjalanannya masih lumayan jauh." Gempa menepuk-nepuk pahanya. Menyuruh [name] untuk berbaring di sana.
Mereka telah dewasa, [name] tahu itu. Tapi tak masalah menurutnya untuk bermanja dengan sang abang. Habisnya beberapa tahun terakhir terlalu banyak tragedi sehingga tidak merasakan bagaimana rasanya bersama keluarga.
"Okeh." [Name] berbaring di sana. Gempa terkekeh dan mengusap-usap rambut [name].
"Eh, nanti [name] juga boleh kok tidur di paha Duri!" Duri terlihat ingin juga. Mengundang tawa dari [name]. Bahkan Halilintar yang sedang menyupir pun mendengkus.
"Tidur di ketek bang Blaze juga ayok!" seru Blaze semangat entah apa. [Name] lantas melempar sepatunya ke wajah sang abang. "Adoh!"
"Abang sih, malu-maluin. Siapa juga yang tidur di ketek."
"Kamu waktu kecil sering tidur di ketek abang, nah kan ga inget." Blaze cemberut. Mengembalikan lagi sepatu [name] yang terkena wajahnya.
"Halah fitnah!" ujar [name] tak terima.
"Hei sudah, [name] ga jadi tidur nih." Gempa masih lanjut mengusap-usap kepala [name]. Hingga akhirnya gadis itu terbawa ke alam mimpi.
.
.
.
"[Name], bangun, sudah sampai nih."
"Ngh." [Name] bangun dari tidurnya. Lantas duduk dan mengucek kedua matanya. Ia melihat ke luar jendela untuk melihat tempat tujuan mereka.
Ternyata mereka ada di rumah mereka dulu.
"Ini ..."
"Yap, rumah kita." Gempa tersenyum sedih saat mengucapkan itu. [Name] langsung saja keluar dari mobil.
Rumahnya tidak sehancur rumah lain yang ada di pinggir pulau. Sepertinya tidak terkena ledakan terlalu keras. Hanya pagarnya saja yang rusak. Lalu banyak tanaman merambat yang menutupi atap rumah.
"Sepertinya kita harus tidur di sini malam ini," ujar Grace. Ia melihat-lihat kiri kanan. "Tidak akan ada hotel di tempat seperti ini."
"Iya sih." [name] menggaruk kepalanya meski tidak gatal.
"Aku akan berkeliling," ujar Grace. [Name] langsung menarik tangannya. "Jangan, bisa saja nanti ada orang-orang seperti tadi saat kau berjalan sendirian."
"Tidak apa-apa." Grace melepas tangan [name].
"Setidaknya bawa bang Hali atau bang Blaze."
Grace menggeleng sambil tersenyum. "Aku hanya berada di sekitar sini. Lagipula tugas mereka kemari adalah untuk melindungimu sebagai adik mereka, bukan aku." Grace beranjak menjauh. "Dah ya."
[Name] hanya bisa menatap punggung Grace dari belakang. Menurut [name], seperti melihat dirinya sendiri.
Grace berjalan kaki. Tidak perlu sampai membawa mobil. Lagipula ia hanya berkeliling di sekitar sini.
"[Name], ayo masuk," panggil Duri. "Eh? Grace mana?"
"Dia mencari udara segar, nanti juga kembali. Udah bang Duri, ayo masuk." [Name] tersenyum. Mengambil tangan Duri dan menggandengnya untuk masuk ke dalam rumah.
Dalam rumah kondisinya tidak terlalu buruk. Meski ada beberapa serangga menyebalkan yang menguasai rumah.
[Name] masuk ke kamar miliknya. Sama seperti dulu, tidak berubah sama sekali. Hanya karena tanaman rambat dan mungkin sarang laba-laba yang membuatnya kotor.
[Name] keluar dari kamarnya. Ia melihat pintu kamar abangnya yang terakhir itu terbuka sedikit. Ia lantas mengernyit heran, ia yakin belum ada yang naik tadi.
Rasa penasaran mendorongnya masuk. Menemukan kondisi kamar yang sebelas-duabelas dengan kamar miliknya.
Ia membuka gorden. Membiarkan cahaya masuk ke dalam kamar yang suram ini. Lantas beralih ke kasur. Ia menyentuh kasur itu.
"Hangat," gumamnya.
"[Name]! Kamu dimana?" panggil salah satu abangnya. [Name] langsung buru-buru keluar. "Iya bang, sebentar."
[Name] menutup kembali pintu kamar tersebut. Lantas menuruni tangga dengan terburu-buru.
Namun ia sontak berhenti. Badannya kaku. Pandangannya mengarah ke lantai dua. Tepat ke pintu kamar abang terakhirnya. Yang menghilang tanpa jejak di pulau ini.
"Tunggu, hangat?"
.
.
.
***tbc***
A/n:
Apakah Noel benar-benar sudah mati? Lalu siapa sebenarnya yang dilihat sama orang-orang suruhan itu?
Kenapa Grace begitu heboh saat mendengar kemungkinan bahwa Noel masih hidup?
Kira-kira siapa sosok orang yang [name] lihat sewaktu di dalam mobil?
Kasur Solar hangat? Kok bisa?
Masih daring kan? Tetap semangat!
Semangat juga bikin teori ya. Berhasil bikin teori book Ruru dijamin pintar deh.g
Ruru kasih liat pict Grace nih, mari kita sayang Grace banyak-banyak *peluk Grace*
See you ✌
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro