Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jadilah Bijaksana *my fiction 13

Jika kalian para pembaca, ditanya tentang apa yang menurut kalian paling penting didunia ini, kalian akan menjawab apa?

Cinta? Uang? Kasih sayang?
Kepercayaan? Teman? Kebahagiaan? Atau yang lain?

Mungkin bagi kalian yang sudah punya kekasih, kalian akan menjawab cinta.

Mungkin bagi kalian yang miskin, kalian akan menjawab uang.

Mungkin bagi kalian yang kesepian, kalian akan menjawab kasih sayang dan teman.

Mungkin bagi kalian yang tertimpa masalah terus menerus, maka kalian akan menjawab kebahagiaan.

Tapi kali ini aku hanya akan membahas satu hal.

Tentang apa?

Cinta.

Apa kalian percaya bahwa cinta kalian itu cinta sejati? Bukan sekedar cinta asmara? Jika itu menyinggung mohon maaf. Tapi bisakah kalian menjawabnya jika terjadi hal seperti ini?

Jika orang yang kamu sukai mengatakan padamu bahwa ia menyukai teman/sahabatmu dan sudah hidup bersama, jadian atau menikah dengan teman/sahabatmu itu, apa yang akan kalian jawab padanya?

Apa kalian akan merelakannya bersama orang lain? Atau membiarkannya mendapatkan kebahagiaannya sendiri?

Silakan jawab disini.

Sudah?

Baiklah, aku akan memulai cerita ini.

***

Hatinya bagaikan tertusuk sebilah pedang tajam. Sekarang, kekasihnya telah berbaring dikasur rumah sakit. Sang lelaki yang mendengar hal itu segera pergi kerumah sakit itu, dia segera bertanya nomor ruangan inapnya dan langsung melesat kesana.

Didalam, nampak sang kekasih tengah berbaring dengan jarum infus dan alat bantu pernapasan, serta kepalanya diperban menampakkan noda merah disebelah kiri kepalanya.

Sang lelaki menatapnya sendu, dalam hati dia memaki merutuki dirinya yang tak bisa menjaga gadisnya.

Sial! Kenapa aku membiarkannya memakai motor tadi!? Sialan!!

Sang lelaki menjambak rambutnya kesal bercampur marah. Dia merasa tak berguna telah membiarkan sang gadis sendirian mengendarai motor.

"Avalyn.." panggilnya lirih. Sang lelaki menggenggam tangan kanan sang gadis sembari menatap gadisnya. "Maaf.. Aku tidak bisa diharapkan.." ucapnya lagi, tapi tetap tak ada reaksi apapun dari sang empu.

Seseorang masuk kedalam, "Arnold, sebaiknya kamu pulang saja. Biar saya yang menjaganya." ucap ibunya Avalyn memegang bahu Arnold.

"Tidak tante, saya mau menjaga Avalyn disini," ujar Arnold tak melepas pandangannya dari Avalyn.

"Nak, pulanglah. Orang tuamu oasti khawatir karna kamu belum pulang." ibu Avalyn melirik jam dinding. Jam itu menunjukkan pukul 17.58.

"Pulanglah," lanjutnya.

Arnold menatap ibu Avalyn sejenak, lalu mengangguk kaku, ia masih tak rela meninggalkan gadisnya disana. Dengan lesu, dia berjalan meninggalkan rumah sakit dengan pandangan kosong. Hingga tanpa sadar, dia menabrak seorang gadis.

"Aw! Hei jalan tuh liat-liat!" maki Arnold, dia langsung mengubah ekspresi wajahnya ketika seorang gadis berumur 10 tahun itu berdiri lalu membersihkan pakaiannya.

"Maaf, Kak." ucapnya menyesal. Dia menatap mata Arnold agak lama, yang membuat Arnold merasa aneh.

"Ada apa?" tanyanya pada akhirnya.

Gadis kecil itu tetap tak berkedip, namun ekspresinya tetap datar. "Kakak sedang mengkhawatirkan pacar kakak, 'kan?" tanyanya membuat Arnold terkejut, dia tersenyum. "Besok aku tidak sekolah. Apa kakak mengizinkanku melihatnya sebentar?"

Arnold menatap gadis kecil ini tak mengerti. "Hanya sebentar, 5 menit, tidak lebih."

"Dia berada diruangan nomor berapa? Aku akan mencatatnya." dia mengeluarkan buku note dan pensil dari tasnya. "Kak?"

"E-eh, kenapa kamu mau menemui pacar kakak?" tanya Arnold. Gadis kecil itu terkekeh, "Tidak boleh ya?" Arnold mengangguk saja, toh dia cuma anak kecil.

**

"Aku tak tau kenapa kamu mau menjenguknya," ucap Arnold pada gadis kecil itu.

"Kak," panggil gadis kecil itu, menghiraukan perkataan Arnold barusan.

"Ya?"

"Pacar kakak ... cantik ya." jawabnya jujur.

Arnold tersenyum.

"Tapi dia tak akan bertahan lama."

Arnold menatapnya tak mengerti. "Maksudmu?"

"Dia tak akan bertahan lebih lama, Kak. Dia akan segera mati."

Arnold mendengus marah, "KAU!!"

"Aku punya nama, Kak. Namaku Reina." ucapnya datar.

"Kau, apa maksudmu?" nada bicara Arnold mulai meninggi, tapi Reina tetap tenang.

"Bukankah sudah kubilang, dia tak akan bertahan lama. Lepaskan dia. Biarkan dia terbang bebas."

"KAU!!!" Arnold mengepalkan tangannya. "Dia, tidak akan mati. Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau mau menjenguknya? Apa hubunganmu dengan dia?" tanya Arnold beruntun.

"Satu, aku Reina. Dua, karna ingin. Tiga, dia salah satu keluargaku." Reina menjawab semua pertanyaan Arnold dengan datar.

"Keluarga?" sikap Arnold mulai melembut.

"Ya, keluarga. Dia salah satu keluarga besarku. Kakak juga termasuk keluarga besarku."

Arnold menatapnya tak mengerti. Dia menggenggam tangan Avalyn erat.

"Kakak tau perumpamaan 'kita satu keluarga'?" tanya Reina mendekati kasur Avalyn.

"Karna itulah aku menganggap kalian berdua, dan semua orang adalah keluargaku."

"Oh, kakak sangat bersedih ya?" Arnold tetap diam.

"Apa kakak yakin kalau cinta kakak itu cinta sejati? Bukan cinta asmara semata?" Arnold tetap diam membisu, sebenarnya kenapa gadis ini ikut campur urusannya?

"Mau tau kebenaran, Kak?"

"Pacar kakak tidak akan selamat. Dia akan bebas, dia tak akan lagi dikekang. Bukankah kakak seharusnya senang karna nanti pacar kakak akan bahagia? Dia itu jahat, dan itu semua karna kakak. Dia itu sempurna, tapi kakaklah yang membuatnya tak sempurna."

Arnold menatap Reina marah. Seenaknya saja gadis ini mengada-ngada.

"Dengar! Pergi kau sekarang juga! Pergi!" usir Arnold.

Reina mengendikkan bahu cuek, berbalik badan, lalu melanjutkan kata-katanya.

"Dan," kata Reina, "Jangan mengikutiku, Kak."

Dia keluar dari ruang inap Avalyn meninggalkan Arnold yang wajahnya sudah memerah menahan marah.

"Hhh.." suara itu mengalihkan perhatian Arnold.

Dia tersenyum lebar, "Avalyn!!" dia langsung memeluk gadisnya. "Kamu membuatku khawatir!" ucapnya masih memeluk Avalyn.

"Aku baik-baik saja, Ar." ucap Avalyn membalas pelukan Arnold. "Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?"

"Baru sehari kok." Arnold tersenyum. "Apa masih sakit?" Avalyn menggeleng, ikut tersenyum. "Kamu bisa jalan?" Avalyn menggeleng, "Kakiku sakit sekali, Ar. Sepertinya aku belum bisa berjalan sekarang." ucap Avalyn memandang kakinya yang terbalut selimut.

Arnold mengangguk, lalu tersenyum. "Kamu lapar? Aku belikan makanan ya." Arnold segera keluar setelah Avalyn mengangguk.

Di perjalanan menuju kantin rumah sakit, dia teringat kata-kata Reina.

Heh, kamu salah anak kecil! Lihatlah! Avalyn saja masih hidup. Dan kamu mengatakan kalau dia akan mati? Dasar anak kecil!

"Apa-apaan dia. Seenaknya saja!" kata-kata itu yang keluar dari mulut Arnold.

Dikantin, semua orang sedang makan dan berbicara disana. Tapi pandangannya terfokus pada seseorang.

"Dia!"

Reina berbalik, menaikkan alis.

"Kenapa kamu masih disini? Pergi!" usir Arnold. Reina mengerutkan kening.

"Hah? Kenapa emangnya?"

"Kata-katamu barusan tidak benar! Kamu tau, dia sekarang sudah sadar!" pekik Arnold, Reina ber'oh' panjang lalu kembali berjalan setelah menerima 6 buah donat berbagai topping dan rasa.

"Hei, kamu belum menjawabku!" Arnold menahan Reina.

"Kak," katanya datar. "Bukankah sudah kubilang jangan mengikutiku?"

Arnold berdecih, "Siapa juga yang mengikutimu, dasar gadis aneh!"

Reina tertawa, Arnold mengangkat alis bingung. "Kenapa kamu malah tertawa?"

"Astaga ... ckckck ..." Reina berbalik keluar dari rumah sakit. "Kakak sangat bodoh." ucapnya setelah itu hilang dari pandangan Arnold.

"Apa-apaan. Apa maksudnya bodoh?" tanya Arnold. Dia memutuskan untuk membeli makanan lalu pergi menuju Avalyn.

**

Setelah beberapa bulan. Barulah dia mengerti apa arti perkataan Reina waktu itu. Dia sungguh bodoh, dengan anak kecil saja dia sudah galham.

Coba kalian ingat baik-baik perkataannya.

"Pacar kakak tidak akan selamat. Dia akan bebas, dia tak akan lagi dikekang. Bukankah seharusnya kakak senang kalau dia akan bahagia?
Dia itu jahat, dan itu semua karna kakak. Dia itu sempurna, tapi kakaklah yang membuatnya tidak sempurna."

Ternyata ada makna dibalik ucapannya itu.

Coba artinya dibalikkan. Akan jadi seperti ini kata-katanya.

"Pacar kakak akan selamat. Dia tak akan bebas, dia akan dikekang. Bukankah kakak seharusnya sedih kalau dia akan menderita? Dia itu baik, dan itu semua karna kakak. Dia itu tidak sempurna, tapi kakaklah yang membuatnya sempurna."

Itulah maknanya. Bodohnya Arnold selama ini. Dia kalah bijaksana dengan gadis berusia 10 tahun. Sepuluh tahun, lho!

Dia merasa dirinya sangat bodoh, anak kecil saja paham dengan perumpamaan itu.

Dan dia sekarang mengerti apa maksudnya, dengan membiarkan Avalyn hidup, Avalyn mungkin akan menderita, tapi bisa saja dia senang. Avalyn baik karna dirinya. Dan Avalyn menjadi sempurna karna ada Arnold dalam hidupnya.

Mungkin itu pesan yang ingin disampaikan Reina padanya saat itu. Tapi dia sangat lelet. Benar-benar memalukan.

Tapi dia tak tau, dimana Reina sekarang berada.

***END***

Hai semua! Vanne up lagi, yey~. Chapter kali ini gimana? Gaje? Ada yang galham? Atau pada ngerti semua? Mudah ketebak ya? Maaf kalau agak membingungkan. Soalnya aku baru bikin tadi, idenya ngalir gitu aja dikepalaku. Maaf ya kalau gaje>///<tapi kalian tetap tau apa kesimpulannya kan? Ya semua pasti taulah ya.

Jangan lupa, Vomment nya dong!! Buat lapak ini rame!!/ngibar-ngibarbendera/:v

Makasih bagi yang udah baca.

Big Thank you from me for you, Everyone!!

See you next chapter!!

Vanne💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro