Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 6 ❭ Status Teman Dekat

Saat Vano masih kecil, ia sangat mengagumi ibunya yang seorang wanita karier. Melihat ibunya yang tampil di televisi membuatnya merasa bangga, hingga ia pun memiliki keinginan untuk berada di sana, seperti ibunya. Lalu dengan sedikit usaha, ia membujuk kedua orang tuanya sampai mereka setuju. Setelah itu, ia menjadi seorang model untuk anak-anak dan berlanjut sampai remaja.

Vano kecil yang tampan menunjukkan kesan menggemaskan. Namun, seiring banyaknya waktu, Vano bertumbuh menjadi remaja tampan yang penuh pesona dan memiliki banyak penggemar di mana-mana. Vano mendapat banyak sekali sorotan. Ia seringkali diundang ke stasiun televisi sebagai bintang tamu. Vano menjadi lebih dikenal sebagai model dengan banyaknya prestasi, terlebih saat kabar bahwa Vano mengikuti olimpiade Matematika tingkat nasional dan berhasil meraih peringkat pertama. Sehingga, Vano dijuluki sebagai anak jenius diusia yang masih muda.

Vano yang sedang naik daun saat itu membuat ibunya kian menggila. Dia menjadi sangat haus akan kepopuleran yang menghasilkan tumpukan uang. Ibunya memonopoli Vano untuk keuntungannya seorang diri. Menjadi sibuk sebagai manager Vano hingga lupa perannya sebagai seorang ibu yang penuh kasih.

Perlahan-lahan Vano melupakan segala perasaan yang mengatasnamakan cinta dan hanya mendapat banyak paksaan seolah ia sebuah boneka yang dapat dipermainkan sesuka hati.

Vano mencapai titik jenuh pada waktu itu. Dengan berhati-hati ia meminta izin untuk rehat dari dunia model yang mengharuskannya tampil di depan banyak kamera. Sayangnya, sang ibu menentang dengan keras. Ibunya malah lebih mengkhawatirkan kepopuleran yang sedang memuncak itu melorot jika ia mengambil cuti.

Hingga pada suatu hari, ayahnya ikut bersuara dengan menunjukan sebuah kertas berisi surat perceraian. Ayahnya sama-sama merasa muak dengan perilaku istrinya yang lebih mementingkan dunia entertainment dibanding keluarga, dan Vano ikut pergi bersama ayahnya, memulai hidup baru.

Akan tetapi, yang terjadi bukan hal-hal yang membahagiakan. Ayahnya membawa seorang wanita berusia 20 tahunan akhir dan menjadikannya seorang istri.

Siapa yang akan mengira bahwa ternyata wanita itu seorang fans fanatiknya Vano? Tidak ada satu orang pun. Wanita itu berhasil menyelinap masuk ke kehidupan pribadinya, membuat Vano tertidur dengan berbagai macam perasaan gelisah. Tanpa diketahui ayahnya, dia diam-diam melecehkan Vano dengan bersikap vulgar.

"Wanita itu gila. Dia berani bilang ke gue soal fantasinya juga," ucap Vano begitu terbukanya menceritakan sebagian hidupnya pada seorang gadis yang belum lama ini dikenalnya. Keyra sampai dibuat kaget dengan kejujuran Vano saat ini.

Keyra menatap Vano yang dengan santai menyender pada pintu gerbong bianglala yang terkunci. Dengan latar belakang langit berwarna biru muda yang cerah, Vano duduk dengan raut wajah menahan kesal.

"Fantasi apaan? Jangan bilang itu ...." Keyra menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Matanya melotot penuh dengan pupil yang mengecil.

"Iya. Seperti apa yang lo pikir. Dia berfantasi tentang gue saat lagi berhubungan badan sama ayah,"Vano menggertakkan gigi. "Karena ayah sama gue itu lumayan mirip. Fantasinya kian menjadi."

"Agaknya gue ngerti kenapa lo sampai berapi-api saat gue malah merasa bersalah ke orang yang udah lecehin gue. Tapi Van, kenapa lo ceritain ini semua ke gue? Seinget gue, dulu kita nyapa aja hampir gak pernah. Kenapa lo bisa sampai naruh rasa percaya segampang ini?"

Vano merenung.

"Sama. Karena gue dan lo itu sama-sama korban pelecehan, mungkin? Gue merasa percaya dan aman. Lo juga ngerasa, kan?"

Keyra yang menutup mulut itu seolah mengiyakan. Sebenarnya, ia merasa sedikit ragu. Hanya saja perasaan nyaman yang timbul saat berada dekat dengan Vano tak dapat ia pungkiri. Keyra merasa bebas untuk berbicara mengenai topik apapun tanpa perlu menahan diri. Keyra juga dapat dengan leluasa membicarakan kecemasan dan ketakutan yang biasa ia tutup-tutupi. Setidaknya saat bersama Vano, Keyra dapat menjadi dirinya sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, saat keduanya berpisah setelah obrolan panjang di taman kota, Keyra pulang disambut teriakan lantang Padmarini dari dalam kamar yang terkunci. Keyra panik dan tak menemukan kunci cadangan yang biasa tersimpan di vas bunga. Kemudian, ia tanpa sadar mengambil telepon dan meminta bantuan pada Vano dengan suara penuh tekanan yang terdengar seperti memohon sambil berkata, "Enggak ada yang bisa gue mintain tolong, kecuali lo. Jadi, tolong. Gue butuh bantuan lo sekarang, Van."

Lantas, tak sampai memakan waktu 15 menit, Vano datang dengan keringat yang bercucuran. Menghampiri Keyra yang tengah menggedor pintu memanggil-manggil ibunya. Dengan hati-hati menepikannya dari sana dan menendang pintu kayu itu hingga engselnya terlepas.

Itu adalah hari penuh adegan dramatis layaknya sebuah film. Di mana Vano membantu Keyra menyelamatkan ibunya dari delusi. Keyra pada saat itu benar-benar tidak berdaya dan hanya dapat menangis menyalahkan diri sendiri seperti anak kecil yang tengah tersesat. Hingga Vano turut menenangkan Keyra. Untuk pertama kalinya Keyra memperlihatkan dirinya yang terpuruk pada orang lain. Bahkan saat di depan Alvaska saja ia tak berani menunjukkan sisinya yang lemah seperti itu.

Pipi Keyra memerah panas saat kembali teringat kejadian memalukan itu.

"Lo merah kenapa sekarang?" Vano bertanya dengan tampang dinginnya. Matanya yang menyorot tajam di balik bingkai itu seolah mengejek.

"Enggak ada. Mungkin ini gara-gara cuaca panas." Elaknya sembari mengipaskan tangan ke area wajah dengan terburu.

Vano mengalihkan pandangan ke luar seraya bertopang dagu. Ia berkata, "Key, gue udah janji buat jagain lo."

"Iya, gue tahu. Dan makasih untuk bantuan lo selama ini."

"Key," panggil Vano lagi.

"Apa?"

Vano meliriknya. "Gue ... pengen kenal sama lo lebih jauh. Apa gak masalah kalo gue mendekat selangkah lagi?"

"Ya. Tapi buat sekarang, segini udah lebih dari cukup."

Vano menegakkan tubuh dan menghadap penuh pada Keyra. "Oke. Gue ngerti." Ia memberikan tangan kanannya pada Keyra untuk digenggam. Bianglala berhenti dan gerbong tempat keduanya sedari tadi duduk berbincang terbuka. Vano keluar lebih dulu disusul Keyra yang mengeratkan pegangan tangannya pada Vano.

Mereka jalan keluar dari kerumunan, mencari tempat yang lebih sepi untuk beristirahat. Keduanya masih bertaut tangan dengan jantung yang saling memompa lebih cepat dibanding biasanya. Serangan kejut berupa sengatan listrik mengalir lewat kulit lengan yang bersentuhan.

Keyra yang merasa malu setengah mati itu memulai obrolan dengan sedikit gugup.

"Besok ibu gue ada jadwal terapi. Lo nanti bisa anter gue, kan?"

Vano melarikan matanya pada Keyra dengan singkat. Lalu mengangguk dengan kurva tipis yang terbit di sudut bibirnya.

Keyra begitu ceria hari ini. Pipinya seringkali terangkat naik saat ia tersenyum lebar dengan mata yang berkerut. Membuat Vano yang berada di sebelahnya ikut banyak tersenyum dengan ramah. Dia mungkin merasa bangga dapat membuat Keyra lepas dari jeratan frustasi yang akhir-akhir ini datang secara berturut-turut.

Hubungan mereka menjadi sedikit lebih dekat dan terbuka. Meskipun begitu, status mereka tak lebih dari sekadar teman dekat, tetapi mungkin dengan banyak waktu yang dihabiskan nanti, itu semua akan berubah.

❬✧✧✧❭

K

eyra berjalan menuju ruang guru dan berpapasan dengan Radit di ambang pintu. Ia sempat menolehnya. Tampak Radit sedang menunggunya selesai menyimpan tumpukan buku dibanding pergi menemuinya nanti.

"Ada apa?" tanyanya.

"Hubungan lo sama Vano apa? Gue udah banyak denger gosipnya tapi semuanya enggak ada yang beres sama sekali."

"Kita cuma temen. Enggak ada yang lebih dari itu."

Radit dengan kasar menunjukkan raut tak percaya. Ia berpangku tangan, "Serius?"

Keyra mundur sebagai bentuk pertahanan. "Gue serius."

"Aneh, ya. Belakangan ini kalian deket banget sampai-sampai Vano ngajakin lo jalan sebanyak dua kali! Enggak mungkin gak ada apa-apa, kan? Vano bukan orang yang gampang deket kek gitu. Lo gak maksain dia, kan?" Radit berucap rendah penuh tekanan. Dia tampak sedang mengancam Keyra agar tak bertindak terlalu jauh pada Vano.

Keyra dengan sikap tenangnya menjawab, "Enggak ada sekali pun paksaan. Kita cuma merasa senasib sampe bisa punya hubungan deket kayak gini. Apa sekarang lo udah puas? Gue masih ada urusan di kelas. Jadi, tolong minggir dari sana, lo ngalangin jalan.

Radit patuh menyingkir. Membiarkan Keyra sepenuhnya pergi.

Dia menggaruk kepala belakangnya, merasa tak enak hati telah bersikap kasar padanya. Yah, semua ini untuk melindungi Vano. Sebagai teman yang tumbuh bersama, Radit hanya ingin melindungi Vano dari para lalat yang mengerubungi si mantan model itu. Karena meski Vano telah berhenti sepenuhnya menjadi model, penggemarnya masih tersebar banyak dan seringkali menimbulkan masalah.

Padahal Vano telah sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya dengan kacamata berbingkai besar. Namun, sia-sia saja usahanya itu. Orang penuh pesona seperti Vano tak akan dapat menyembunyikan seluruh karismanya dengan benar.

Radit menghela napas. Berurusan dengan Vano itu melelahkan, tetapi ia tetap saja berada di samping Vano apapun yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa Radit adalah definisi dari sahabat sejati.

[A/N]

Halo! Selamat pagi menjelang siang (?)

Oke, tanpa basa-basi lagi.

Jangan lupa buat tinggalkan jejak! 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro