Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 2 ❭ Laporan Palsu Vano

Vano tampak sedang menyeret paksa Alvaska. Kejadian tersebut disaksikan oleh seluruh pasang mata yang berada di dalam maupun luar kelas.

"Lepas!" teriak Vaska berulang kali. Namun, Vano tak mengindahkan dan terus menyeret Alvaska menuju ujung lorong yang tak tersinari matahari.

Alvaska telah kembali mengenakan kemejanya. Itu karena Vano tadi memerintahkannya untuk memakai pakaiannya sebelum menyeretnya seperti sekarang.

Mereka sampai di depan ruangan yang ia tuju. Kemudian, Vano mendorong pintu dengan sebelah tangannya yang menganggur. Ia mendorong masuk Alvaska lalu melepasnya hingga cowok itu jatuh bersujud di depan Keyra yang berdiri serta sudah didampingi seorang guru wanita yang merupakan wali kelas mereka.

Vaska mendongak dan bertatapan dengan Keyra yang menatapnya dengan amarah.

"Karena kalian sudah berada di sini. Jadi, mari kita selesaikan masalah ini dengan cepat. Bapak ingin mendengar rincian cerita sesuai fakta. Bisa kamu jelaskan, Keyra?"

Alvaska telah berdiri di samping Vano yang menatapnya jijik, yang juga dibalas dengan sinis olehnya.

Mereka semua menatap Keyra yang berada dalam rangkulan menenangkan milik Bu Fatma.

"Saat saya mau keluar dari Lab setelah pelajaran Biologi selesai, Alvaska tiba-tiba nerobos masuk. Karena kebetulan saya juga orang yang terakhir keluar dari sana. Saya kira dia cuma mau nemuin saya karena saya pacarnya, tapi Vaska malah ngambil handphone yang ada di meja paling ujung. Saya tahu itu bukan ponsel punya Alvaska jadi saya coba buat nyegah dia. Tapi dia malah nyeret saya dan banting saya ke lantai."

Alvaska menatap Keyra heran. Di sisi lain, Vano menatapnya tajam. "Yang jelas Alvaska menyakiti Keyra. Saya kebetulan datang buat nyari handphone saya yang ketinggalan di sana dan malah liat Keyra sama Alvaska adu mulut. Dia juga sempat cengkeram lengan Keyra."

Kepala Sekolah menghela napas begitu berat. "Kenapa kamu melakukan ini Alvaska? Kamu adalah salah satu murid berprestasi di sekolah ini. Tapi kenapa kelakuanmu sekarang seperti ini?" Pria tua itu menggelengkan kepalanya.

Alvaska tersenyum miring saat tahu jika ia diseret dengan kasus pencurian ponsel, bukan kasus mengenai pelecehan yang dilakukannya pada Keyra. Bukankah hal ini cukup menguntungkan dia sebagai pelaku? Toh, masalah yang sepele seperti itu tak akan berpengaruh apapun untuknya.

"Ya, Pak. Saya akui, jika saya mencurinya dan itu untuk menyalin soal yang diberikan bu Fatma."

Bu Fatma tampak terkejut dengan pengakuan Alvaska, "Ibu tahu kalian selalu bersaing dalam hal akademik maupun non akademik. Tapi, Vaska ... tindakan kamu ini udah keterlaluan."

"Ah, kalau tidak salah ingat, kalian berdua yang akan ikut serta dalam olimpiade matematika, bukan? Bu Fatma, sebagai guru matematika yang bertanggung jawab tentang olimpiade ini, apa ada sebuah persiapan sebelumnya?"

"Benar. Tadinya saya ingin mengetes kemampuan mereka berdua dengan mengirim soal-soal yang diberi melalui file, tetapi juga sebelumnya saya telah memberikan data-data sebagai referensi untuk olimpiade nanti."

Vano ikut angkat suara.

"Maaf, jika saya menyela. Saya tidak mengerti maksud mencuri soal itu, bukankah soal yang dibagikan itu sama? Kamu sebenarnya ingin menyalin jawabannya, 'kan? Karena saya telah menyelesaikan hampir keseluruhan soal. Sedangkan kamu? Satu pun pasti belum selesai, tentu saja. Yah ... lagipula selama ini kamu cuma menyontek dan bergantung pada kepintaran Keyra. Wajar aja kelakuanmu seperti itu, karena kamu takut ketahuan berbohong."

Meski laporan saat ini adalah kejadian palsu, tetapi sebagian dari kata-kata Vano adalah kebenaran hingga Alvaska naik pitam dan menghantam wajah Vano di depan guru.

Bu Fatma seketika menjadi tameng bagi Keyra yang tersentak mundur. Sedangkan guru BK itu masih memperhatikan.

"Bacot, Anjing! Lo yang enggak tahu apa-apa tentang gue, jangan sok deh!"

Vano meringis saat pukulan telak itu mendarat tepat di tulang rahangnya. Ia tak melawan, membiarkan Alvaska menarik kasar kerah kemejanya hingga berantakan.

"Lo yang sedari lahir dianggap jenius enggak akan tahu penderitaan orang biasa kayak gue! Jadi, tutup mulut lo!" Teriakan marah itu terlontar tepat di wajah Vano yang dingin.

Mata Vano meredup tak suka. Ia menahan gejolak panas di dadanya. Dia benci dikatai jenius karena pada kenyataannya, Vano belajar lebih giat dan lebih keras dari siapapun.

"Alvaska! Berhenti!" Lerai guru BK itu dengan raut wajah yang kecut.

Alvaska diam membatu. Matanya masih menyorot tajam penuh dengki pada Vano. Ia melepas genggaman kemeja itu dan melangkah menjauh. Bersandar pada dinding untuk melepas emosi yang masih bersarang.

"Bapak sudah menentukan hukumanmu. Tak ada toleransi meski kamu salah satu anak dari penyumbang dana terbesar di sekolah ini."

"Kamu akan dikeluarkan dari olimpiade Matematika karena telah berlaku curang pada Vano."

"Hah? Enggak bisa dong, Pak!" seru Alvaska. Tampak bahwa dia tidak terima dengan hukumannya. Melihat reaksi Alvaska membuat seringai tipis terbit di sudut bibir Vano.

"Perbuatanmu juga akan bapak laporkan pada orangtuamu. Lalu setiap jam istirahat selama satu minggu ini, Bapak akan menugaskanmu sebagai penjaga di perpustakaan, sekaligus untuk menenangkan diri kamu. Dan jika diketahui kamu enggak melaksanakannya, bapak akan menambah porsi hukuman ini."

"Pak! Apa bapak bisa untuk enggak melibatkan orang tua saya?"

"Tentu aja enggak. Sebagai orang tua yang mendidik kamu di rumah, mereka tentu harus tahu masalah yang kamu timbulin di sekolah. Kamu mengerti, Vaska?

"Iya, mengerti, Pak!" ucap Alvaska munafik. Tangannya terkepal kuat, ia menatap Vano dan Keyra secara bergantian dengan tatapan penuh kekesalan. Ia kemarah-marahan hingga merasa ingin menghancurkan dua orang itu.

Tanpa mereka ketahui, salah seorang murid mendengar pembicaraan mereka dari luar pintu. Ia bergegas dengan bersemangat segera mengumumkan hal itu pada orang-orang yang penasaran dengan masalah Vano dan Alvaska.

Selayaknya bensin yang tersulut api. Berita itu menyebar sangat cepat dan menjadi buah bibir dimana-mana. Perlahan tapi pasti, reputasi dari Alvaska Ivander tercemar seperti sungai kotor.

*****

Keyra diberi izin untuk pulang lebih cepat karena kondisinya yang buruk dipandang mata. Sementara itu, Vano di tugaskan untuk mengantar Keyra pulang dengan selamat sampai rumah sebagai bentuk pertanggung jawabannya.

"Vano," panggil Keyra yang berjalan lebih dulu di depannya.

Vano bergumam, menyahut.

"Makasih ya. Karena lo udah nyetujui ucapan gue." Bibir Keyra membentuk kurva tipis.

Vano balas mengangguk saja.

"Maaf juga karena gara-gara lo nyelametin gue, kacamata lo jadi korbannya. Entar biar gue yang ganti, deh."

"Iyalah. Harus! Gue tunggu." Vano berucap ketus.

Vano agaknya tampak kesal karena kacamata berharganya itu remuk tak lagi dapat dipakai. Padahal kan masih sangat baru. Ia jadi jengkel sendiri.

Keyra diantar menggunakan motor milik Vano yang selalu ia bawa sebagai alat transportasi. Dengan sesekali Keyra menunjukan arah menuju rumahnya. Mereka sampai dalam waktu belasan menit.

Rumah dua lantai bercat abu mengkilat dengan bentuk minimalis itu berada di depannya. Rumah Keyra sepi seperti tak berpenghuni, tetapi yang membedakannya adalah tempat itu bersih terawat.

"Lo tinggal sendiri, Ra?"

"Enggak, tuh, gue tinggal sama ibu. Kebetulan aja sekarang ibu lagi terapi."

"Terapi?" tanya Vano sekadar memastikan.

"Iya terapi. Ibu gue depresi jadi ya ... harus selalu terapi, meskipun enggak sering banget sih. Sesekali doang tiap traumanya mulai kambuh lagi."

Vano membisu. Ia bingung bagaimana harus menanggapi.

"Ya udah, gue balik ke sekolah lagi." Putusnya kemudian. "Hati-hati ya, Ra. Meski lo ada di rumah dan juga ada satpam di depan sana, lo belum tentu bener-bener aman."

"Em. Lo juga hati-hati di jalan," balas Keyra berbasa-basi.

Vano menjauh dari rumahnya. Sedangkan, Keyra masuk ke kediamannya.

Tak lama setelah itu, Keyra kembali keluar tanpa mengenakan seragamnya dan digantikan dengan sweater oversize serta bawahan celana jeans, tetapi masih memakai sepatu yang sama seperti saat sekolah.

Keyra pergi dengan ojek daring. Berencana untuk menjemput ibunya yang berada di tempat psikiater.

❬ TBC ❭

[AN]

Tiara ada pesan nih buat kalian; Seseorang yang kita kenal dengan baik, belum tentu selamanya baik. Suatu saat nanti, dia bisa menjadi musuh yang akan menghancurkan hidupmu.

Semoga kalian selalu ambil sisi positif dari apa-apa yang kalian baca, ya! 😄

Sekian aja. Jangan lupa vote dan komennya, ya.😅

Terimakasih!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro