Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Satu--C]

Reina sesekali melirik ke arah pintu kelas, sambil tetap mengerjakan soal latihan yang sudah diberikan gurunya. Tara belum juga muncul. Padahal jam pertama pelajaran sudah dimulai. Tara sepertinya memang sengaja membolos.

Pikirannya lalu melayang pada saat dia melihat Tara di jalan. Buat apa Tara di sana? Bukannya ke sekolah tapi malah bermain-main di jalanan. Menurutnya, Tara terlalu menganggap enteng urusan sekolah. Masa depan seperti apa yang akan diperoleh Tara kalau kelakuannya terus menerus seperti itu?

Reina sebenarnya tidak mau ambil pusing, tapi dirinya juga nanti yang harus berurusan langsung dengan Tara kalau ada tugas yang harus dikerjakan cowok itu.

Namun, bangku di sebelah Reina sepertinya tak perlu berlama-lama lagi untuk kosong, karena Tara tiba-tiba sudah muncul di muka pintu kelas. Yang langsung menarik mata semua siswa untuk melihat ke arah cowok itu.

Tara dengan santainya berjalan memasuki kelas. Mengucap salam kepada guru Matematika yang menggeleng-gelengkan kepala, tapi tak berkata apa-apa. Mungkin masih lebih baik Tara datang terlambat daripada tidak hadir sama sekali.

Reina pura-pura tak acuh dengan kehadiran Tara. Dia mencoba sibuk dengan soal matematika yang sedang dikerjakannya. Namun, diam-diam Reina mencuri pandang ke arah Tara, yang ternyata sedang menyalin soal latihan ke buku tulis.

Baguslah kalau begitu. Reina pun berkonsentrasi penuh pada deretan angka yang sedikit membuat kepalanya pusing. Mata pelajaran yang menurutnya terlalu sulit untuk dicerna otak setengah matangnya.

Reina masih berkutat di soal nomor tiga. Beberapa kali meminta bantuan teman yang duduk di depannya. Reina sesekali melirik Tara yang hanya memutar-mutar bolpoin dan menyangga kepalanya dengan salah satu tangan di atas meja. Sedangkan belum ada satu soal pun yang dia kerjakan. Soal yang dia salin tetap dibiarkan kosong tanpa jawaban.

Ya ampun ... ini cowok santai banget!

"Sekarang, Ibu minta beberapa di antara kalian untuk maju ke depan dan menuliskan jawaban kalian di papan tulis," kata Bu Fani lalu mulai memanggil satu per satu siswa yang dipilih secara acak.

Lalu ketika nama Tara yang mendapat giliran mengerjakan soal terakhir, Reina merasa perlu memberikan bantuan. Tara sama sekali tidak mengerjakan latihan soal itu. Sehingga pasti dia akan kebingungan sendiri di depan kelas. Apalagi soal terakhir adalah soal yang paling sukar. Ia segera mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkan situasi Tara.

"Lo lihat jawaban gue aja," bisik Reina sembari mendorong bukunya yang berada di atas meja ke arah Tara.

Walau Reina tidak yakin seratus persen kalau jawabannya tepat, tapi itu lebih baik daripada mempermalukan diri sendiri dengan tak melakukan apa-apa di depan kelas.

Tara tak menjawab. Untuk beberapa saat dia hanya diam menatap Reina. Dan alih-alih menerima bantuan yang disodorkannya, Tara malah berjalan ke depan kelas tanpa membawa buku yang bisa menjadi penyelamatnya.

Reina sudah sangat yakin kalau Tara akan kebingungan di depan sana. Akan tetapi yang terjadi selanjutnya mematahkan dugaannya. Tara dengan cepat menyelesaikan soal tersebut. Membuat Reina takjub dengan kemampuan Tara yang di luar prediksinya.

Bu Fani memeriksa hasilnya dan mengangguk-angguk puas dengan yang sudah dikerjakan Tara.

Ketika Tara kembali ke bangkunya, Reina masih memperhatikan cowok itu dengan pandangan tak percaya.

"Kenapa?" tanya Tara yang risih diperhatikan seperti itu oleh Reina.

Reina buru-buru menggeleng dan mengalihkan perhatiannya ke arah lain.

"Lo pasti mengira gue nggak bisa kerjain soal itu, kan?"

Kata-kata Tara membuat Reina menoleh. "Ya habisnya lo tadi sama sekali nggak ngerjain. Gue jadi berpikir kalau lo nggak bisa."

Raut wajah Tara tetap datar. Yang selalu membuat Reina heran dengan kelihaian Tara menyembunyikan ekspresinya.

"Lo sepertinya adalah tipe manusia yang selalu menilai orang lain dari luarnya aja," ujar Tara.

"Nggak juga, sih," sanggah Reina lalu melanjutkan lagi ucapannya, "Tapi menurut gue wajar kalau orang akan selalu menilai seseorang itu dari apa yang dilihatnya pertama kali."

"Terus apa yang bisa lo nilai dari gue?" tanya Tara, yang masih dengan kedataran ekspresinya.

Apa perlu Reina memberitahu Tara, kalau di matanya dia adalah orang yang sombong, kejam, dan tidak berperiketemanan?

Namun, Reina memilih jawaban lain. "Seenggaknya gue tahu kalau lo bukan orang yang ramah dan asyik untuk gue jadiin teman."

Nah!

Reina kemudian tak melanjutkan obrolannya dan kembali fokus pada penjelasan Bu Fani di soal latihan lainnya. Tanpa dia sadari kalau Tara diam-diam masih memperhatikannya.

•••

"Tara aslinya nggak seseram yang lo kira, Rei," ujar Dito yang pernah sekelas dengan Tara. Cowok itu melewatkan jam istirahatnya dengan bergabung bersama Reina dan Vaya di kantin.

"Tuh, Rei, dengerin apa kata Dito." Vaya menyikut lengan Reina yang duduk di sebelahnya.

Reina lalu menceritakan saat Tara mampu menyelesaikan soal Matematika yang tergolong sulit. Dito kemudain malah membeberkan fakta yang cukup menarik tentang Tara.

"Sebenarnya Tara itu pintar. Gue aja waktu di kelas sepuluh suka dikasih contekan sama dia kalau ulangan."

Jari Vaya refleks mencubit lengan pacarnya itu. Membuat Dito mengaduh, karena cubitan Vaya cukup sakit.

"Nggak sering-sering, kok, Vay. Pas lagi kepepet aja aku minta bantuan dia," koreksi Dito yang berusaha membela diri sambil mengelus lengannya.

"Kamu itu anak Wakasek. Jadi harus jaga image, Dit. Malu kalau masih nyontek aja!" omel Vaya. Temannya itu memang paling tidak bisa menolerir masalah persontekkan.

"Iya, iya, janji nggak nyontek lagi, Vay." Dito memilih menurut daripada memperpanjang urusan dengan Vaya.

Obrolan mereka dijeda dengan kedatangan tiga mangkok mi ayam yang diletakkan oleh Bang Ropik di atas meja. Mi ayam Bang Ropik terkenal enak di sekolah ini. Tak salah kalau Reina dan juga Vaya sepakat kalau memasukkan mi ayam Bang Ropik dalam daftar makanan yang harus dicoba sebelum kamu mati.

Kalau Dito yang pesan mi ayamnya, Bang Ropik pasti akan memberi tambahan banyak toping ayam dan juga pangsit. Maklum pengaruh anak wakil kepala sekolah sampai juga ke area kantin.

"Oh iya, lanjut soal Tara tadi. Gue juga heran kenapa nilai-nilainya dia bisa nggak bagus-bagus amat. Tapi kemungkinannya, sih, dia memang sengaja nggak serius waktu ngerjain soal."

"Maksud lo dia sengaja bikin nilainya jelek?" tanya Reina.

"Iya. Kayaknya begitu. Soalnya gue dan anak-anak yang pernah sekelas sama dia, tahulah kapasitas otak dia itu jauh di atas rata-rata. Mungkin dia malah bisa ngalahin si Yura," terang Dito yang menyebut juga nama salah satu temannya di kelas sepuluh yang sempat menjadi juara kelas.

Reina hampir tak bisa mencerna apa yang dikatakan Dito. Mana ada orang yang malah sengaja membuat nilainya jelek?

Orang tuanya pasti akan bangga kalau Tara berprestasi. Namun, kalau memang benar Tara sengaja membuat keadaannya terbalik, lalu apa yang sebenarnya menjadi tujuannya?

•••☆•••

Jangan lupa Vote-nya ya

Terima kasih ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro