6. Not Bad
B-red berarti kemampuan untuk memutus benang merah seseorang. Kemampuan ini masih sedikit menjadi bahan perbincangan karena dengan rela memutus benang merah suatu pasangan. Tapi sebagian orang telah menerima bahwa mereka bisa dikatakan sebagai penyelamat.
"Penyelamat? Apa aku seorang yang sangat berarti?" Raina terdiam tak bisa menampik untuk terus memikirkan kemampuannya. Kemampuan yang sangat tidak diinginkannya malah semakin terlihat menajamkan aksinya.
Semua karena hal itu saat dia hampir saja memutuskan ikatan benang Yuna dan pasangannya, Galih. Tapi dia bersyukur bahwa ternyata hanya tangannya saja yang bisa memutuskannya. Semua itu membuatnya sedikit khawatir, jika ia marah sedikit saja dan menarik benang merah seseorang yang tak bersalah, dia pasti akan sangat menyesal karena merubah kemampuannya menjadi sebuah kutukan. Ia pasti akan dijauhi karena hal ini.
Benang merah adalah benda yang sakral, kehilangan benang merah sama saja kehilangan jati diri. Kehilangan jati diri itu sama saja mati.
"Mungkin tidak buruk aku bisa memiliki kemampuan ini. Mungkin aku hanya harus belajar saja."
Raina terkekeh pelan. "Kekuatanku itu hanya perlu disembunyikan, aku pasti tidak akan dipaksa memutus benang merah jika saja mereka semua tidak tahu ... termasuk Ghea bahkan orang tuaku sendiri."
Raina memilih pilihan mantap untuk menyembunyikan kemampuannya.
"Mungkin aku akan menceritakan secepatnya kepada orang tuaku ... tapi itu nanti." Raina menyadari bahwa ia tidak akan pernah memberitahu kemampuannya kepada orang lain kecuali ada sesuatu.
Tapi karena hal ini ... apa dia menyebut ayah dan ibunya adalah orang lain?
Itu menjadi urusan nanti, sekarang aku harus membiasakan diri dulu."
»»——⍟——««
Raina membuka bukunya saat ia telah menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Ia segera mengambil buku yang ia pinjam di perpustakaan itu setelah mengobrak-abrik lemari pakaiannya. Setelahnya dia langsung menidurkan dirinya di kasur yang muatnya bahkan bisa sampai untuk ayah dan ibunya tidur di sini. Seprei warna biru laut itu hanyalah sebuah garis yang sangat simpel. Dia sebenarnya tidak menyukai seprei bergambar kartun karena sudah cukup besar untuk itu.
Tapi ya terkadang ... entah ada masalah apa sebenarnya malah membelikannya seprei yang bermotif kartun sponge bahkan ada juga kartun tiga beruang dan lain sebagainya. Entah apa tujuan tapi ayahnya memang sangat menguji mentalnya saat itu juga. Jika itu Ghea, dia pasti akan menendangnya saat itu juga.
Buku itu telah ia buka sekitar ratusan halaman dan ia sampai di cerita penghujung sebagai penutup dari beberapa kisah sebelumnya yang sangat ekstrim dan juga romantis. Mungkin romantis dalam artian mereka sama-sama saling cinta tanpa ada masalah orang ketiga yang menganggu. Kalau ekstrim ... ia membaca salah satu kisah yang sangat menakutkan, ketika seorang lelaki yang selingkuh rela mati demi perempuannya untuk terus hidup. Itu mungkin baginya cerita yang tragis apalagi perempuan itu merasakan sakit di selingkuhi bahkan ditinggal pergi oleh lelaki yang ia cintai. Karena hal itu perempuan itu ikut mati karena merasa sudah tidak kuat ditinggali. Cerita itu sangat ekstrim—mungkin bisa dikatakan juga sangat menyedihkan. Kisah itu sudah ia baca sebanyak 3 kali, tapi entah bagaimana ia ikut merasakan sakit yang sama.
Ditinggali orang yang sangat kamu cintai bisa membuatmu sangat terpuruk, tapi pasanganmu tidak akan pernah menyukai semua itu.
"Ohh iya, aku baru sadar tentang Yuna itu ...." Raina segera membuka halaman yang ia tandai dan menemukan sebuah kisah tentang benang merah yang bisa sangat cerah dan bahkan remang akan putus.
Kisah itu hanya diambil dari penjelasan seseorang sebagai tambahan materi. Raina melihat benang merah Yuna yang ... seakan bahkan remang akan mau putus.
"Aku merasakan benang merah sejoli itu menempel di perutku, itu sangat mengkhawatirkan dan untungnya aku bisa menjaga situasi untuk tidak berteriak dan menyadarinya tepat saat di sana."
Benang merah itu ada beberapa hal yang harus dipelajari. Ketika kamu tepat berumur 18 tahun, kamu sudah mempunyai benang merah yang akan terikat dengan pasanganmu di jari kelingking. Saat itu benang merah seperti terlihat bercahaya seakan menggabungkan benang merah satu orang ke orang lainnya. Setelah itu jika mereka sama-sama sudah dekat dan saling mencintai, warna benang merah itu bahkan akan bersinar terang bahwa cinta mereka sudah sebesar harapan mereka untuk melangsungkan pernikahan.
"Benang merah mereka ... kenapa terlihat transparan ya? Apa ada yang salah?" Raina berpikir tentang Yuna, perempuan yang menjadi orang nomer satu yang selalu mengganggunya di sekolah maupun sekedar iseng mengirim chat padanya. Sebenarnya ia tidak memblokir nomer kontaknya karena sempat satu kelompok dengannya.
"Aku selalu melihat statusnya dan dia terus memamerkan cowoknya setiap hari ... tapi apa yang salah?" Sebenarnya dia benci dengan orang yang sangat ingin tahu, tapi entah kenapa dia ingin sekali memojokkan Yuna dengan status benang merahnya saat ini.
"Orang jahat itu ... apa perlu aku sebarkan rumornya?" Tanyanya bingung sendiri hingga suara mobil yang tampak asing seperti dekat dengannya. Ia membuka sedikit jendela dan melihat Ayahnya yang pulang diantar oleh pria seumurannya.
"Arghh!" Telinga kirinya seketika berdenging dan itu terasa menyakitkan. Tak lama sakit itu menghilang dan menyadarkannya pada teriakan Ayahnya dari lantai bawah dan mobil yang sudah bergerak jauh.
"Rain, kenapa kamu memegang telingamu? Apa ada yang sakit?" Raina menggeleng cepat pada Ayahnya. Tak lama ia segera menutup jendelanya setelah Bagas masuk ke dalam rumah.
"Apa ini?" Raina merasakan perasaan aneh setelah ia masih memegang telinga kirinya mencari suatu hal yang terjadi padanya.
"Rain! Buka pintunya!"
Tok!
Tok!
Suara gemuruh yang ditimbulkan Bagas membuat Raina beranjak dan membuka pintunya menatap Ayahnya yang segera memeluknya. "Kamu enggak apa-apa, 'nak?" Raina mengangguk pelan dalam pelukan erat Ayahnya.
Bagas segera mengelus rambut anaknya pelan dan segera memegang telinga kiri anaknya yang sedikit memerah. "Apa kamu ... sudah menemukan pasanganmu?" Raina sedikit terbelalak dan segera menggeleng dalam pelukan Ayahnya.
"Telingamu ini ... kamu sudah menemukannya jodohmu pertama kali di suatu tempat. Kalau kamu belum pernah menemukannya ... berarti kalian tidak menyadarinya."
"Bagaimana Ayah bisa tahu?"
Bagas terkekeh dan segera mengusak gemas rambut anaknya hingga berantakan. "Kamu ini enggak pernah belajar ya? Anak TK saja tahu kalau kedua telinganya memerah kesakitan berarti dia baru pertama kali bertemu dengan jodohnya. Kalau salah satu? Berarti mereka sudah bertemu sebelumnya—OHH JADI JODOHMU ADA DI KAMPUNG KITA!" Bagas bersemangat dan segera berpikir sejenak. "Telingamu baru sakit saat Ayah memanggilmu 'kan?"
Raina mengangguk mengiyakan. "Tadi yang lewat di depan rumah siapa aja ya?" Bagas berpikir bahwa tadi ada banyak remaja laki-laki lewat dan itu membuatnya mengeluh kesal.
Di tempat lain, seseorang yang baru bangun dari tidurnya segera memegang telinga kanannya yang sedikit sakit. "Tumben kebangun?" Lelaki muda disebelah Ayahnya yang menyetir hanya menggeleng pelan tak menjawab apapun dan hanya memegang telinganya yang tidak disadarinya memerah.
"Telingaku kenapa bisa sakit ya? Kayak kejadian di pesta ulang tahun itu ...." Rama segera mengingat bahwa dia bahkan menabrak seorang perempuan saat itu karena telinganya berdenging. Sang Ayah melihat Rama ingin bertanya tapi segera abai karena jalanan yang seperti arena balapan liar.
"Kenapa telingamu memerah?"
"Sepertinya digigit semut, sudah biarkan saja." Tindakan abai Rama itu sebenarnya dia masih memikirkan apa yang terjadi padanya. Sedangkan Ayahnya yang berpikir bahwa itu bukan sekedar sakit biasa.
"Apa anakku sudah bertemu jodohnya?" Gumamnya pelan.
»»——⍟——««
"Ternyata aku tidak salah lihat, benang mereka ternyata memang mau putus." Raina terdiam sejenak masih membayangkan di mana benang itu terasa menembus hingga perutnya. Seketika ia merinding sendiri.
"Hello, friend!" Raina merasakan rangkulan Ghea hingga entah bagaimana rangkulan itu menjadi sebuah cekikan kuat dan beberapa orang yang lewat di depan kelas melihatnya.
"Kamu utang cerita ya ... soal kejadian kamu lari itu. Ini udah dua hari loh kamu enggak jelasin! Kamu mau tetep diejek Yuna?" Raina menggeleng cepat. Tapi seketika bibirnya kelu saat mengingat bahwa janji yang telah ia bicarakan sejak beberapa hari yang lalu, ia tidak mau kekuatannya diketahui oleh siapapun. Tapi dia harus berbohong apa ke Ghea?
"Raina? Rain?!" Raina tersentak dan segera melihat Ghea yang meresponnya dengan sedikit amarah.
"Ngomongnya nanti aja ya, 10 menit lagi kita ada ulangan ... benar 'kan?"
Raina melihat Ghea melotot panik. "Ulangan apa?"
"Ulangan matematika Ghea ...."
"HUAAAA!!!" Ghea segera beranjak masuk ke dalam kelas dan mulai hilang kendali mencari buku matematika yang entah berada di mana. "Haduhhh bukunya di mana sih?!" Raina terkekeh dan segera mengabaikan Ghea untuk melihat Yuna berpisah dengan pasangannya dan pergi ke arahnya dengan pandangan penuh dendam.
"Mau apa kau melihat Alan?!" Yuna menatap Raina jijik. "Kau mau merebutnya ya! Tapi itu tidak mungkin ... kau—"
"Untuk apa juga, tidak masuk akal." Raina mendecih saat Yuna seakan bertindak meremehkannya.
"Tidak masuk akal katamu! Aku ini pasangannya dan kau mau merebutnya hah?!" Ucapan berbisik Yuna membuat Raina sedikit miris melihatnya.
"Aku cuma tahu ini dari sepupuku ... janganlah bertindak gegabah apalagi benang merahmu itu mau putus. Kira-kira ... apa yang dilakukannya sampai buta melihat kau sejahat ini!" Raina merasakan bahwa tubuh Yuna bergetar bahkan jatuh duduk di lantai depan kelasnya.
"Aku bukan pelakunya ... kau SALAH?!" Raina hanya bisa diam melihat Yuna yang jatuh terduduk dan hal itu sedikit menyesakkan bagi Raina.
"Lalu kenapa kau diam saja? Apa pemikiranmu sebodoh ini?!"
"Iya aku bodoh, aku mencintainya, puas?!" Raina terdiam merasakan bahwa persoalan Yuna mungkin sudah diambang batas.
"Kau mengakuinya ... apa kau mendapatkan balasan?"
Yuna seketika diam tak berkutik. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" Yuna seketika menggeleng pelan dan melihat ke arah lain, Raina merasakan bahwa Yuna memiliki sesuatu yang disembunyikan.
Jadi yang Raina simpulkan ... pasangannya itu yang bermasalah.
"Sudah berapa lama kau merasakan hal seperti ini?" Yuna mulai merasakan tubuhnya bergetar dan akhirnya segera menarik Raina untuk mendengarkan ceritanya di UKS dan melewatkan jam pertamanya yang ternyata gurunya kebetulan sedang tidak masuk.
"Raina ... kenapa kau jadi merasa simpati padanya?" Gumamnya yang tidak percaya terhadap dirinya sendiri. Ia sekarang melihat Yuna yang menangis kesakitan, sangat berbanding terbalik saat kelakuannya membully dia saat itu.
Sekarang sosoknya sangatlah rapuh, Raina bisa saja mengungkapkan kata kasar untuknya. Tapi dia masih punya hati untuk itu.
"Raina ... Alan dekat dengan adik kelasku yang ternyata tetangganya sendiri. Mereka menjalani hubungan dibelakangku ... apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa menyimpannya lagi saat ku sadar sudah lewat 6 bulan ini?!"
"Enam bulan?!" Raina merasakan bahwa Yuna bertindak bodoh. "Kau pasti tahu 'kan kejadian sekarang ini ... kenapa kau membiarkannya?"
"Maaf ... orang tuaku memaksaku agar terus bersamanya padahal aku sudah menceritakan semua ini ...." Raina tidak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya menghadiahkan sebuah pelukan hangat yang pasti sangat ingin Yuna rasakan.
Pelukan sebagai tanda bahwa seseorang bahagia, tapi pelukan juga membuat seseorang yang jatuh kembali bangkit.
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan? Sadarkanlah Alan sebelum terlambat."
»»——⍟——««
"Hey! Kenapa kau dan pembully itu bisa berjalan bersama?" Ghea hanya bisa menatap mereka kaget bahkan teman sekelas pun kaget menyaksikan semua hal yang tampak aneh ini.
Raina tersenyum dan mulai menegur Ghea. "Lagian karena ini, aku bisa menambah pertemanan, bukan?" Ghea hanya mengangguk tidak bisa melanjutkan pembicaraannya.
"Ohh iya, apa kamu dekat karena kejadian berteriak di depan Yuna dan Alan itu?" Raina tersenyum mengangguk dan mereka mulai menatap Yuna yang terlihat cemas. "Sepertinya kamu terlihat seperti membuat Yuna ketakutan."
Raina terdiam kelu antara dia yang harus membicarakan ini ke Ghea atau tidak. "Apa kau bisa menjaga rahasia?"
Ghea terkekeh mendengarnya. "Memang sejak kapan aku selalu mengumbar rahasia?" Ghea yakin bahwa dia tidak pernah melakukannya karena dia selalu menjaga rahasia.
"Kamu 'kan ... gabung sama grup gosip."
Hening.
»»——⍟——««
"Kamu ikut ya ke acara pesta teman Ayah." Anggukan yang didapati Raina hingga dia menyesal saat malamnya datang ke pesta itu.
"Yah ... enggak lucu ya aku masa gabung ngobrol sama bapak-bapak!" Raina menjerit kesal dan Ayahnya hanya terkekeh karena bisa mengerjainya. Pantas saja Ibu tidak datang ke sini.
"Kamu aja ya, Rain. Ibu ada kumpul sama temen nanti malam." Raina harusnya sadar saat Ibunya mengatakan itu. Ibunya pasti cuma alasan apalagi dengan saluran TV kesukaannya saat malam hari yang tidak bisa diganggu gugat.
"Yah, aku pulang aja ya—"
"Makanannya enak loh, kamu pasti senang di sana," rayu Bagas kepada anaknya yang mukanya udah kelewat seram.
"Udah biasa makan enak, Ayah 'kan sering beliin aku steak juga." Bagas menghela napas panjang. Seharusnya kalau begini sebulanan ini dia kasih anaknya makan tahu sama tempe aja. Tapi sebelum itu, pasti istrinya itu udah ngeluarin senjatanya yaitu sapu untuk mukul pantat dia.
"Kamu mau masuk apa Ayah tinggalin di sini?" Bagas tersenyum singkat membuat anaknya merenggut dan pergi jalan duluan untuk masuk ke dalam.
Perusahaan ini milik temannya yang bernama Alex, pria itu asli Australia yang mengenyam dan memulai karir di Indonesia dengan didampingi istrinya, Ria yang sayangnya sudah meninggal sekitar 5 tahun yang lalu.
Bagas menyusul Raina yang telah menaiki tangga demi tangga menuju acara pesta ulang tahun perusahaan milik Alex yang telah berdiri sekitar belasan tahun lamanya.
"Liat, pestanya bagus 'kan?" Tanya Bagas untuk memberikan Raina kesan pada pesta ini.
"Biasa aja, udah sering aku liat setiap pesta ulang tahunku." Bagas menghela napas panjang. Kalau begini caranya seharusnya dia tinggalkan saja anaknya di tengah jalan. Dia juga bisa pulang sendiri ke rumah ... tapi sayangnya dia tidak bisa memutar balikkan waktu.
Acara pesta ini berlangsung meriah dengan dihadiri pejabat kalangan atas dan sederet aktor dan aktris terkenal yang sering berada di televisi kesukaan Ibunya.
"Pasti Ibu menyesal karena tidak datang ke sini." Raina terkekeh dan mengingat bagaimana Ibunya yang tidak bisa meninggalkan acara TV itu sedikit pun, sungguh mengherankan baginya karena Ibunya tidak beranjak sekalipun hingga akhirnya tayangan itu habis. Alasannya katanya karena takut acaranya diganti sama Ayah yang suka sekali menonton acara berita dan lawak di saluran lain.
Bagas sedikit terkekeh dan mulai memotret aktris kesayangan istrinya dan mengirimkannya ke dalam pesan. Setelah acara TV itu selesai pasti Lea akan mengomelinya kasar karena tidak diajak ke sini.
Sungguh mengasyikkan sekali mengerjai istrinya itu. Seharusnya sekali-kali istrinya juga bisa tidur di luar, sekalian merasakan apa yang aku rasakan selama ini.
"Ayah, aku mau makan itu dulu ya!"
"Hey tapi!" Bagas menghela napas kasar, padahal dia ingin memperkenalkan anaknya dengan teman-temannya itu. Bagas segera bergegas untuk mendatangi teman-temannya, sedangkan Raina asyik untuk memilih makanan tidak untuk dia makan. Tentu saja dia harus pamer kepada Ghea yang pasti akan gigit jari melihat ini. Sebenarnya dia ada sedikit rasa kemanusiaan ingin membawa kue ini untuk Ghea, tapi enggak lucu nanti pas trending kalau anak CEO malah suka bawa plastik kresek buat makanannya di bawa pulang. Enggak lucu itu.
"Arghh!" Suara berdenging itu sampai di telinga Ghea membuatnya merintih kesakitan dengan segera menyadari apa yang akan dia alami.
"Apa aku ... akan bertemu dengan jodohku di sini?" Raina segera berpikir sejenak sembari melihat beberapa banyak orang yang benang merahnya melekat di jari kelingking mereka. Ada rasa iri dan sedikit ketakutan yang sudah entah bagaimana menghilang dengan cepat. Ia akhirnya paham bahwa dirinya sudah membiasakan diri lebih baik untuk belajar melihat benang merah itu. Kemampuannya tidak bisa dihentikan. Dia harus sadar bahwa ini takdirnya.
Raina memilih untuk mengambil minuman bersoda dan menenggaknya perlahan sembari melihat keadaan sekitar.
"Argh, aku tidak menyukai ini." Raina mengeluh karena selalu saja dia tidak bisa menikmati minuman bersoda ini. Ibunya selalu melarangnya dan dia tidak terbiasa jadinya.
Sebenarnya juga minuman bersoda itu berbahaya sih buat kesehatan ....
"Sudah lah aku minum yang lain saja." Raina segera mencari air putih atau paling tidak jus jikalau ada.
Duk!
Raina merasakan soda miliknya tumpah ke karpet yang untungnya tidak mengenai baju putihnya. Ia melihat lelaki dengan jas hitam yang melekat pada kulit putihnya. Lelaki itu berbalik dan menatap Raina dengan tatapan teduh.
"Maaf aku harus pergi." Dia berjalan pergi membuat Raina merenggut dan segera menunduk tapi dia sadar akan sesuatu.
Tunggu, jarinya!
Raina tersentak saat jarinya terhubung dan menatap benang merah miliknya tersambung dengan pria tadi. Saat Raina akan berteriak pria itu malah berlari sambil memegang ponselnya seperti tengah sibuk akan sesuatu.
Raina menghela napas gusar saat pasangannya itu tidak menyadarinya.
"Dengan cara apa aku bisa bertemu dengannya lagi?" Raina tidak tahu namanya bahkan tidak bisa tahu apa dia balik lagi ke pesta atau tidak. Sepertinya dia sangat sibuk hingga tidak tahu jari kelingkingnya melekat benang merah itu. Tapi pemikiran untuk bertemu dengannya itu bisa nanti karena ....
"Apa dia benar jodohku?" Raina menutup mulutnya terkejut saat menyadari bahwa pria itu ternyata seorang bule.
"Tuhan pasti baik padaku hingga memberiku pria tampan itu. Senangnya ...." Raina cengar-cengir hingga dia ditatap oleh Bagas yang menemukan anaknya yang bergerak menari memancarkan kebahagian dengan dilihat banyak orang.
"Dosa apa aku punya anak seperti dia." Bagas menghela napas untuk menghampiri dan membawa anak itu kembali ke penangkarannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro