Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

Sudah dua hari berlalu semenjak dirinya mulai berubah. Dia kini lebih banyak diam, menghabiskan waktu berjalan-jalan sendiri, membeli beberapa barang-barang imut, aktif di media sosial berniat menjadi selebgram dan yang pasti masih bertukar pesan dengan Kuudere-kun.

Apa dia berubah jadi baik? Oh, tentu saja tidak. Dia hanya lebih tenang. Dia tidak menggangu selagi tidak diganggu. Dia kini berusaha tidak membuat masalah sebisa mungkin. Ayolah, jujur saja itu sulit. Setelah bersiap rapi dengan seragam sekolah. Langkah kaki Cassandra berjalan riang menuju pintu keluar, terlalu malas menghabiskan paginya yang berharga dengan keluarga sampah.

"San."

Langkah gadis itu terhenti, rambutnya yang terkepang rapi sedikit bergoyang ketika tubuhnya berbalik. Menatap Lucius yang duduk di kursi menatapnya lekat-lekat. Dia menaikkan sebelah alis, tubuhnya sedikit miring sembari memegang kunci mobil. "Apa Pah? Ada masalah?"

Lucius menghembuskan napas resah, kini mulai sadar dengan perubahan sikap sang putri. Biasanya gadis ini bahkan tanpa disuruh sudah ada di meja makan paling awal, selalu cari muka agar diperhatikan. Sekarang dengan cuek dia berjalan keluar, bahkan ketika dipanggil hanya bertanya seolah harus ada topik penting untuk bicara dengan Cassandra. "Pertunangan kamu itu masih belum bisa dibatalkan."

Perkataan dari Lucius membuat ekspresi damai Cassandra pudar. Dahinya mengerut dengan pandangan tidak terima. "Kok bisa? Papah bilang bisa Papah urusin. Terus apa-apaan?" Dia menaikkan suara menatap kesal pada sang Ayah yang kini mendengus, mata emas itu mulai menatap tajam."Duduk dulu bisa? Ke mana sopan santun kamu?"

Cassandra berdecih, bukannya duduk dia malah menyelonong pergi. Dia tidak sudi harus berlama-lama dengan pembunuh ini. Begitu juga dengan dua anak haram yang bungkam sedari tadi. "Cassandra gak mau tahu, Pah. Pokoknya pertunangan itu harus batal. Atau Cassandra sebar tuh gambar-gambar si curut dan bajingan." Lucius mengepalkan tangannya erat sementara Cassandra sudah hilang di pintu, meninggalkan rumah bahkan tanpa pamit.

Brak!

Tinju Lucius menghantam meja, membuat dua putra-putrinya kini tersentak menatap pria tua dengan mata emas menyala yang membara. "Jangan buat lagi kesalahan. Mau kamu. Atau kamu. Cukup diam dan bergerak seperti boneka. Jangan usik anak saya. Paham?!" Mikala mengangguk dengan ekspresi gelap sementara Naureen sudah gemetaran. Lucius kini menyisir rambutnya dengan sebelah tangan frustasi, berjalan pergi dari meja makan.

Sialan. Keluarganya benar-benar hancur karena benih-benih sialan yang dia tinggalkan di tempat kotor menjijikkan.

.

.

.

Cassandra sedari tadi pagi menghindari mantan pacarnya yang mencari dia sedari tadi. Pikirannya penuh dengan umpatan dan makian pada bajingan Avner. 'Persetan, semua orang di sini sepenuhnya sampah. Eneg lama-lama harus nyium bau membusuk yang makin kuat aromanya dari hari ke hari.' Cassandra menatap jalanan yang disusurinya, langkahnya tergesa berjalan menuju gedung olahraga-- lebih tepatnya ke lapang basket, dia melirik sekitar yang sepi menghembuskan napas memijat kepalanya yang nyeri.

Sejujurnya ada alasan dia menghindar, seperti yang Lucius katakan bahwa pertunangan mereka masih belum resmi dibatalkan. Dan mengingat posisi penting keluarga Avner dalam pemerintahan--- yakni salah satu empat menteri koordinator membuat batalnya pertunangan ini semakin rumit. Terlebih dia tahu seberapa gigihnya pria itu akan menariknya untuk kembali terikat jika tahu dia sungguh-sungguh ingin berpisah, seperti yang dikatakan sebelumnya dia adalah istri ideal yang memiliki latar keluarga nyaris sempurna. Banyak cara pintar yang membuatnya pusing untuk berurusan dengan pria licik seperti Avner. Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya sakit. Apakah dia bisa sekali saja tenang?

"San! Gue bilang gue minta maaf. Ayo, kita obrolin lagi."

Mata ruby Cassandra mendelik apatis ketika perutnya serasa mual mendengar suara yang dikeluarkan sampah yang sudah dibuangnya. Dia berusaha mencari tempat persembunyian, maniknya terus bergulir mencari persembunyian ketika sampai di pojokan. Di mana tempat gudang penyimpanan peralatan olahraga. Bibirnya membentuk senyum miring, bergegas masuk ke dalam sana berbarengan dengan suara langkah kaki yang mendekat.

Ceklek.

Cassandra membuka pintu gudang lantas menutupnya, berpikir aman dia terduduk nyaman bersandar pada pintu mulai terduduk, sebelum matanya menemukan seorang pria yang kini setengah tertidur di antara matras dengan kaos olahraga yang melekat, balik menatapnya dengan wajah bantal. "Ali?" gumamnya pelan sebelum mendengar suara dari luar yang memanggil namanya.

"San!"

Cassandra mengumpat tertahan ketika perlahan bangkit menatap Ali sebentar, sebelum mengalihkan pandangan mencari tempat persembunyian. Mengabaikan keberadaan Ali yang masih terdiam menatapnya. Pemuda itu terus melirik gerak-gerik Cassandra, gadis itu seperti kelinci kecil yang meloncat-loncat mencari lubang untuk bersembunyi.

Brak!

Cassandra kini menggigit bibirnya frustasi, dia tanpa sengaja menyenggol salah satu lemari besi tempat bola-bola berada dan membuat salah satu bola terjatuh. Suara bising itu mengundang perhatian Avner yang mendekati sumber suara terus memanggil namanya. Cassandra yang kepalang panik menarik tangan Ali dengan wajah memelas. "Ssstt! Bantuin gue ngumpet."

Ali yang masih terdiam tidak bersuara menatap gadis di depannya, dia bisa melihat kepangan rambut ungu milik Cassandra mulai berantakan, wajah cantik ini panik, ada semburat merah di wajah karena tegang yang dirasakan sang gadis. Mengangguk pelan masih membisu Ali menarik Cassandra bersembunyi di balik tumpukan matras sementara Ali kembali berdiri ketika menemukan pintu terbuka.

Ruang temaram gudang yang kentara tidak terlalu jelas membuat Avner menyipitkan mata menelisik ruangan lantas bersitatap dengan Ali. Mendengkus dengan ekspresi mengerut tidak nyaman Avner berbicara. "Lo liat Cassandra?" Avner yang menemukan Ali berdiri dari belakang matras tertumpuk menggeleng membuat sang empu mendengkus sebelum mendekati pemuda pendiam yang setia menutup mulut.

"Jangan sentuh Cassandra. Walau dia ngasih coklat ke elo. Dia tetep milik gue. Inget itu."

Ali masih dalam rupa yang sama, diam seribu bahasa tidak menanggapi. Membuat Avner semakin kesal ketika berdecih, keluar dari ruangan membanting pintu. Sementara Cassandra yang mendengar penuturan Avner langsung menggerutu sebal. Apa-apaan bajingan itu? Sungguh tidak waras! "Sialan, udah bajingan gak tahu diri bajingan lagi. Sok-sokan minta kesempatan kedua dan bilang gue milik si bajingan? Najis."

Cassandra masih menggerutu perlahan bangkit, lupa dengan Ali yang masih menatapnya dalam diam, walau begitu tanpa disadari tatapan itu mendalam, memperhatikan dia secara lebih jelas dalam jarak dekat karena Cassandra berdiri tepat di sampingnya. Tanpa bicara matanya seolah mengobservasi, mendalami, menghayati apa yang ada di hadapan, mata samudera milik pemuda itu memantulkan rupa Cassandra dengan jelas.

"Eh, oh iya. Maaf, maaf. Maaf gue udah ganggu lo, ya? Sorry banget." Cassandra kini menatap pemuda dengan mata samudera, dia sedikit menunjukkan wajah bersalah. Tentu saja karena dia sudah mengganggu waktu bolos anak ini, sebagai sesama anak yang suka bolos dia tahu perasaan tidak mau diganggu, perlahan senyum mekar ketika menyadari siapa pemuda ini dari jarak yang dekat. "Oh, iya. Lo Ali, 'kan? Hey, seneng banget bisa ketemu lo lagi. Pokoknya thanks buat hari ini dan udah nerima coklat gue kemarin."

Cassandra tersenyum cerah ketika menepuk tangan Ali dengan ramah, walau setelahnya dia mulai canggung menemukan Ali yang hanya menatapnya tetap diam. Mendapatkan tatapan lekat Ali-- Cassandra tersenyum tipis, dia tidak keberatan diperhatikan seperti itu. Astaga ini pasti karena dia cantik. Tiba-tiba narsisnya kambuh ketika tertawa kecil mulai berjalan keluar dari tempat persembunyian. "Sebagai tanda terima kasih. Mau gue traktir di luar?" Sejujurnya dia tidak terlalu berharap mendapatkan respon, karena sedari tadi Ali masih setia bungkam. Mengalihkan perhatian dia sibuk membuka handphone yang bergetar segera mengecek notifikasi, perlahan suara yang dia dengar tempo hari kembali hadir.

"Boleh."

Singkat. Walau begitu jawaban singkat itu membuat Cassandra mengalihkan atensinya dari layar ponsel tersenyum lebar mengangguk. "Okay! Kalau gitu gue minta nomor hp lo. Biar bisa kontak-kontak lagi nanti," serunya bersemangat. Bisa dibilang Cassandra tidak seramah ini dengan orang lain. Dia bersikap baik seperti sekarang karena itu Ali. Orang yang menerima coklatnya saat valentine juga alasan dia merasa bisa mengubah hidupnya perlahan-lahan.

"Hp lo."

Cassandra bisa mendengar lagi suara serak yang dikeluarkan Ali. Pria ini seolah-olah sudah terlalu banyak diam, tidak bicara sama sekali hingga suaranya sangat serak jika dikeluarkan. Dia sejujurnya mengira Ali bisu jika tidak pernah mendengar suara pria itu tempo hari. Mengangguk dan memberikan ponsel, pria di depannya ini menulis nomornya untuk di-save.

"Okay, okay. Gue nanti bakal hubungin lo. Btw, gue cabut duluan. Tenang, gue juga suka mabal kok, gak bakal cepu."

Cassandra mengambil ponsel dari tangan Ali mengangguk senang ketika memberikan isyarat tangan jahil mengedipkan sebelah mata tertawa manis. Dia kini bisa melihat lebih jelas bagaimana rupa Ali--- tubuh tinggi yang kekar dibalut kaos olahraga. Rambut hitam pekat yang rapi, mata samudera yang selalu menatapnya penuh atensi. Jujur saja sebagai pecinta perhatian dia senang dengan tingkah pendiam Ali dan terus memperhatikannya. Menurutnya itu imut.

"Lusa."

Cassandra mengangguk ketika mendengar satu kata singkat dari Ali sebelum dia beranjak pergi. "Okay, lusa ya. Nanti malam gue langsung chat." Melambaikan tangan dengan hangat langkah kaki gadis dengan rambut berkepang ungu itu keluar dari gudang. Sementara Ali masih terdiam di posisi yang sama, menghirup udara di sekitarnya dalam-dalam. Dia masih bisa mencium sisa aroma parfum yang ditinggalkan oleh Cassandra--- seakan gadis itu masih ada di sana.

Bersambung ....

20 Oktober 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro