Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

vi. almost is never enough

Pelajaran sosiologi kali ini kosong karena Pak Bayu harus pergi ke rumah sakit. Anak perempuannya yang masih kecil mengalami sesuatu yang akupun tidak tahu apa itu, tapi katanya hal tersebut sangat darurat.

Aku duduk termangu di bangkuku sambil menatap nanar ke arah papan tulis yang kosong, aku terlarut dalam pikiranku sendiri. Terlalu banyak kemungkinan. Terlalu banyak angan-angan. Terlalu banyak hal-hal yang seharusnya tak kupikirkan, tapi tetap tak mau enyah dari kepalaku.

"Heh, galau aja bocah," kata Ayla yang tiba-tiba muncul dan berdiri di samping mejaku. Sebelah tangannya memegang ponsel, dan tangan yang satu lagi menumpu pada meja. "Laper nih, ke kantin yuk!"

"Nggak ah males," jawabku tak bersemangat. Ia mengernyitkan dahinya dan duduk di sebelahku.

"Ada apa sih?" tanyanya, kali ini serius.

"Nggak apa-apa," jawabku singkat. Aku tahu dia tak akan menyerah jika aku menjawab seperti ini.

"Nad, gue capek dikibulin lo terus. Nggak usah pura-pura. Pasti masalah Daffa lagi kan?" tebaknya lagi-lagi tepat sasaran.

Aku hanya diam tanpa menjawab apa-apa. Sebetulnya aku juga tidak mengerti apa yang harus kupertanyakan lagi. Aku mengaguminya, oke, mungkin menyukainya. Dan perasaan itu hanya satu arah, tak berbalik padaku. Harusnya aku sudah tahu. Tapi aku merasa masih ada yang mengganjal di hatiku.

"Dia nggak akan suka gue," gumamku, tapi aku tahu Ayla mendengarnya.

"Sok tahu lo," cibirnya. "Lo tahu dari mana seluk-beluk perasaan dia? Emang lo turunan Mama Lauren?"

Aku hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa. Perkataan Ayla ada benarnya. Aku tidak tahu isi hatinya.

Ayla tersenyum lembut dan berkata, "kalau lo suka sama orang, bilang sama orang itu. Kecuali lo udah siap ngeliat orang itu dicintai sama orang lain."

Aku cuma tersenyum tipis, menimbang-nimbang apa yang di katakan oleh Ayla. Tak dapat kupungkiri, sebagian kecil dari diriku ingin ia tahu perasaanku yang sebenarnya. Tapi aku takut.

Tapi aku juga butuh kepastian.

Entah keberanian dari mana, aku mengambil ponselku dan mencari namanya di kontak LINE-ku.

Now or never.

Nada: Daf, gue mau ngomong.

Tak ada satu menit, ponselku berdering tanda ada LINE masuk. Ternyata dia cepat juga. Tumben.

Daffa: Mau ngomong apa, Nad?

Nada: Entar aja. Mm, Ivory Cafe pas pulang sekolah bisa nggak?

Daffa: Oke.

Jantungku berdetak tak karuan. Tidakkah ini terlalu cepat? Bagaimana jika reaksinya tidak sesuai harapanku? Bagaimana jika aku malah merajut jarak di antara aku dan dia?

Lagi-lagi puluhan kemungkinan dengan mudahnya berlari-lari di benakku.

"Jangan terlalu dipikirin, jalanin aja," ujar Ayla.

Aku cuma bisa tersenyum.

-:-:-

Bel pulang sekolah akhirnya berdering. Biasanya aku akan senang dan merasa lega, tapi kali ini berbeda. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya. Kini waktunya. Dalam beberapa waktu lagi aku akan tahu apa yang akan terjadi di antara aku dan dia. Entah baik ataupun buruk.

Aku berjalan keluar sekolah menuju Ivory Cafe, tempat yang kuusulkan padanya beberapa jam yang lalu. Aku terus berjalan dengan hati yang tak tenang. Bagaimana bisa tenang? Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupku aku akan menyatakan perasaanku pada orang yang kusuka?

Kini aku sampai ke tikungan sebuah sekolah. Sekolah mantannya Daffa. Jangan tanya aku mengetahuinya dari mana. Kemampuan stalking-ku melebihi anjing pelacak.

"Daf, lo lucu banget deh!" telingaku menangkap sebuah suara cempreng yang entah bagaimana membuatku menoleh.

Dan di situ aku melihat ada dia dan seorang gadis berambut panjang sedang mengobrol sambil tertawa-tawa. Tak jarang gadis itu menyentuhnya. Mereka terlihat sangat cocok satu sama lain. Aku hanya memandangi mereka sampai kesadaran menghantamku.

Itu mantan Daffa.

Atau mungkin, mereka sudah kembali menjadi sepasang kekasih?

Rasanya bagai ada palu godam yang menghantam dadaku. Sangat sesak. Aku mengusap air mataku yang mulai mengalir dari pelupuk mataku. Tidak. Aku tidak mau menangis karena alasan yang bodoh.

Nada: Daf, nggak jadi ya. Maaf. Gue nggak enak badan.

-:-:-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro