Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

⭐ Bab 2: Segelas Susu

Angin malam berhembus pelan, ketika Tara berjalan pulang dari kafe setelah jam kerja selesai. Langit di atasnya gelap tanpa bintang dan suara gemericik air sungai di kejauhan terdengar samar. Tara merapatkan jaketnya, berusaha menghalau rasa dingin yang mulai menusuk kulit. Kakinya melangkah menyusuri jalan setapak menuju kontrakan, pikiran gadis tersebut masih melayang pada pemuda misterius yang ia lihat di kafe tadi siang.

Bayangan pemuda yang terlihat sangat kaya tersebut tidak kunjung hilang dari benaknya. Yang terlihat begitu putus asa, seolah dunia telah memunggunginya.

'Haruskah aku tadi menanyakan keadaannya?' pikir Tara. Ia sudah berusaha melupakan pemuda tersebut, tetapi rasa bersalah terus menghantuinya. Mungkin ada sesuatu yang lebih dari apa yang terlihat.

Saat melintasi jembatan kecil di atas sungai, langkah Tara terhenti. Dari kejauhan, ia melihat seseorang berdiri di tepi sungai. Tubuhnya tampak goyah dan seolah angin malam bisa kapan saja menerbangkannya. Jantung Tara berdegup kencang. Itu pemuda yang sama, pemuda misterius yang tadi siang ada di kafe. Sekarang, pemuda tersebut berdiri di tepi sungai, seolah bersiap untuk melompat.

Tanpa berpikir panjang, Tara berlari menuju ke arah pemuda tersebut. “Hei, tunggu!” teriak Tara berharap pemuda tersebut mendengar teriakkannya. Tara mempercepat larinya dan sebelum ia bisa menghentikan pemuda misterius itu, pemuda tersebut sudah lebih dulu melompat ke dalam sungai.

"Sial," umpat Tara kesal sambil melempar tas, jaket dan sepatunya ke sembarang arah.

Lalu, tanpa ragu langsung melompat ke sungai. Air yang dingin menusuk kulitnya, saat ia mulai berenang menuju ke arah pemuda yang sudah tenggelam. Tara berjuang melawan arus, tangannya mengayuh cepat sambil berusaha mencapai pemuda tersebut sebelum terlambat.

"Hei, cepat pegang tanganku!” teriak Tara, suaranya tenggelam di antara gemericik air. Dengan sisa tenaganya, ia berhasil meraih tangan pemuda tersebut dan berusaha menariknya ke permukaan. Pemuda yang ia pegang terlihat lemas dan tidak melawan. Tara memeluk tubuhnya erat, lalu dengan susah payah mulai berenang ke tepi.

Butuh beberapa menit, yang terasa seperti seumur hidup bagi Tara untuk sampai di tepi sungai. Nafasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar karena kedinginan, tetapi ia tidak berhenti menarik tubuh pemuda tersebut keluar dari sungai. Sesampainya di daratan, ia pun terjatuh ke samping sambil mencoba mengatur nafasnya yang berantakan.

Namun, belum sempat Tara bernapas lega. Pemuda misterius yang ia selamatkan ternyata masih sadar, pemuda tersebut berdiri dengan tiba-tiba dan membentaknya.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menyelamatkanku? Siapa yang memintamu untuk menyelamatkanku?!” teriak pemuda itu matanya penuh dengan kemarahan.

Tara tertegun. Ia tidak menyangka pemuda yang baru saja diselamatkan akan bereaksi seperti itu. Amarah pun mulai memanas dalam dirinya. Ia basah kuyup, kedinginan dan baru saja mempertaruhkan nyawanya. Orang tersebut bukannya berterima kasih, malah membentaknya.

“Kenapa kau marah? Aku baru saja menyelamatkanmu!” balas Tara dengan suara tinggi, nadanya tak kalah tegas.

“Aku tidak butuh diselamatkan!” seru pemuda tersebut. "Aku—"

Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Tara lebih dulu menampar wajah pemuda tersebut dengan keras. Suara tamparan itu bergema di udara malam yang sunyi. Pemuda tersebut terdiam, memegang pipinya yang memerah. Tara yang biasanya sabar, kini tidak bisa lagi menahan dirinya.

“Kau bodoh sekali!” maki Tara, matanya menatap tajam ke arah pemuda tersebut. "Aku tidak tahu siapa kau, akan tetapi hidupmu itu lebih berharga. Kau ingin mati, tapi kau tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang! Kau ingin melompat dan menghilang, tapi bagaimana dengan orang-orang yang peduli denganmu?”

Pemuda itu terdiam terlihat terkejut oleh kata-kata Tara dan tamparan yang barusan diterimanya. Ia tidak mengatakan apa pun lagi, hanya menunduk. Tara menarik napas panjang, mengumpulkan kekuatannya.

“Sudah cukup drama untuk malam ini. Sekarang, kau ikut aku!” kata Tara.  Akhirnya, nada suaranya berubah menjadi lebih tenang. “Kau butuh sesuatu yang hangat untuk diminum.”

Tanpa menunggu jawaban, Tara menarik lengan pemuda tersebut dan menyeretnya kembali ke kafe. Yang lengannya ditarik hanya bisa pasrah dan mengikuti Tara dengan wajah lesu. Saat mereka tiba di kafe yang sudah tutup, Tara membuka pintu dengan kunci cadangan dan membawa pemuda itu masuk.

Setelah mengeringkan dirinya sebisanya, Tara menyeduh segelas susu hangat dan meletakkannya di depan pemuda tersebut. “Minum ini,” katanya tegas.

Pemuda tersebut menatap susu hangat di depannya dengan tatapan haru, lalu dengan perlahan mengambil susu itu dan menyeruputnya tanpa berkata apa-apa. Tara duduk di hadapan pemuda tersebut terlihat kelelahan, tapi dirinya merasa sangat lega.

Setelah beberapa menit dalam keheningan, pemuda tersebut akhirnya mau mengeluarkan suara. “Namaku Chandra,” gumamnya pelan dengan suaranya yang serak, "juga, aku minta maaf soal tadi.”

Tara menatapnya dalam diam. Meski lelah, ia merasa telah melakukan hal yang benar. Mungkin, di sinilah segalanya dimulai. Segala sesuatu yang jauh lebih rumit, dari pada yang bisa dirinya bayangkan.

.

.

.


.

.


TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro