Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

L-01.

Pagi itu, si anak perempuan mulai merengek untuk bisa diajak oleh sang Ayah untuk pergi ke pelabuhan. Padahal, usianya masih sangat belia. Akan tetapi, ia malah nekat dengan cara memeluk kaki sang Ayah. Iya, dirinya bersikeras untuk ikut ke sana.

Pada akhirnya, sang Ayah mau tak mau mengajak anak perempuan semata wayangnya ke sana. Tujuannya, adalah agar mereka bisa selalu bersama. Mengingat selama di kota itu hanya mereka berdua saja.

Biasanya, ketika sang Ayah berpergian ke pelabuhan. Dirinya akan dititipkan ke tetangganya. Si Ibu berada di kota kelahiran putri kecilnya, ia tidak sanggup untuk meninggalkan tempat itu. Bahkan, karena dagangannya juga. Sehingga, mau tak mau ia berusaha merelakan kejadian seperti barusan.

Untung saja, ketika langit menjelang sore mereka akan segera pulang. Artinya, sudah tidak lama lagi. Dan sepertinya, untuk kali ini akan menjadi momen yang paling lama untuk mereka berada di kota itu.

Si Ayah sudah menyibukan diri dengan aktivitasnya dikala mereka sampai, sang anak disuruh menunggu disana sembari sang Ayah menyelesaikan urusannya. Akan tetapi, ketika deru ombak kencang mulai merasuk hingga ke kulit. Tandanya, waktu telah habis.

Namun, ketika sang anak mulai bermain ke sana kemari. Pelabuhan itu terlihat sudah mulai berjalan, dengan banyaknya kapal yang mulai menurunkan barang bawaan mereka. Apakah artinya tidak akan lama lagi? Begitulah pikirnya.

Berdasarkan pengamatan netra si gadis cilik itu, tak terbendung rasa menenangkan baginya. Ketika mengikuti sang Ayah tercinta membantu di area tersebut. Walaupun, kini ia hanya berdiam diri dengan seorang anak laki-laki.

Iya, seorang anak laki-laki, yang ternyata ikut orang tuanya bekerja dan tinggal tidak jauh dari sini. Itulah yang dikatakan oleh anak tersebut. Sampai akhirnya, panggilan nama si anak laki-laki itu mulai terdengar, dan menandakan bahwa inilah perpisahan mereka.

"Faiza, sampai jumpa besok, ya!" serunya.

Langit senja silir berganti suasana malam. Menunggu kedatangan yang tak pasti, sang Ayah mulai menepuk bahunya. Suara serak mulai memenuhi indra pendengaran anak semata wayangnya.

Ah, ini sudah menjelang malam.

"Kita akan kembali ke rumah."

Terdengar pilu, sambutan hangat dibalik kata-kata kembali pulang. Sehingga, rapuhlah janji yang telah dibuat oleh kedua anak kecil itu. Ternyata, takdir berkehendak lain.

Faiza, nama gadis itu. Tidak akan bisa menepati janji yang telah dibuat. Meskipun dia tidak benar-benar bisa mengucapkan kata, "Ya," saat itu terjadi. Agak bersyukur kalau dia hanya melambaikan tangan sejenak sampai akhirnya anak itu tidak lagi di hadapannya.

"Wah, Ayah sudah selesai? Kita akan pulang? Hore!" Ia menunjukkan ekspresi yang terbaik menyambut sang Ayah. Tidak ingin si Ayah merasa sedih, melihat dirinya karena telah dipisahkan oleh teman barunya.

Setidaknya, mereka sempat berkenalan tadinya.

"Iya, Nak. Kita akan pulang. Ibu juga sudah menunggu kita untuk pulang, bukan? Rindu bertemu Ibu?" tanya Ayahnya, mencoba mengalihkan suasana mereka yang mungkin sempat terdiam satu sama lain.

"Tentu saja! Aku sangat-sangat rindu Ibu, Ayah!"

Rambut milik anak kecil itu diacak-acak oleh Ayahnya, sehingga membuat dirinya merengut. "Uhh, jangan begitu dong, Ayah! Rambutku jadi berantakan," sahutnya.

"Ya sudah, ayo kita pulang ke rumah."

Namun, ditengah perjalanan pulang tadi. Seketika sang Ayah mulai bertanya mengenai sosok anak laki-laki tadi. "Tadi, Faiza mendapatkan teman baru, ya? Siapa namanya?"

Anak kecil itu terdiam sejenak, dengan tangan kecil yang menggandeng tangan besar sang Ayah. "Hmm, kalau tidak salah namanya Mahardika apa gitu. Aku lupa kepanjangannya! Tetapi, Ayah dia baik sekali. Aku diberitahu tentang apa saja di pelabuhan," jawab Faiza semangat.

"Oh, ya? Apakah dia tinggal di daerah sana? Sepertinya dia banyak tahu tentang pelabuhan begitu." Si Ayah mulai tertarik dengan pembahasan anak semata wayangnya ini.

"Katanya dia tinggal di daerah sana, tetapi daerah mananya aku tidak tahu. Aku hanya mengangguk saja, saat dia berbicara banyak, hehe~"

Sang Ayah menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan kelakuan putri sulung kecilnya ini. Ia mulai tersenyum kecil kepada Faiza, yang sepertinya terlihat ceria kembali.

"Maafkan Ayah, Faiza."

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro