Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lilac 1 - Pertemuan Pertama & Permintaan

"Waah. Cantiknya!"

Ucapan singkat dari seseorang mengalihkan perhatian mereka. Kekehan-kekehan kecil dan obrolan singkat lantas terhenti. Keempat orang yang tengah duduk di halaman istana beralaskan rumput hijau itu menoleh ke sumber suara di dekatnya.

Tiga dari mereka cepat-cepat berdiri dari tempatnya dan langsung membungkuk hormat, sedangkan yang satu lagi-gadis lima tahun berambut putih panjang-tetap diam sambil menatap kebingungan. "Siapa?" tanyanya polos.

Lelaki yang menjulang tinggi di hadapannya itu melukiskan senyum di wajah tampannya. Cahaya mentari memantul indah di iris biru terangnya. Gadis cilik itu seperti melihat langit cerah tidak hanya menggantung di atas kepalanya, tetapi juga di mata yang menatap penuh kelembutan. Entah dia tidak dengar atau mengabaikan Valmera, orang tersebut mendekat, kemudian berjongkok di dekatnya.

Ia terdiam untuk beberapa saat. "Apa kau membuat tiara itu sendiri?" tunjuknya ke sebuah benda yang menghiasi kepala Valmera. Sebuah mahkota yang terbuat dari ranting-ranting kecil yang dibentuk melingkar. Aksesori itu juga dilengkapi bunga-bunga kecil berwarna-warni. Membuatnya semakin mencolok sekaligus indah.

Valmera menggeleng. "Dara dan Nera membantuku." Dua gadis tersebut mengangguk sopan, ketika pemuda yang lebih tua tiga tahun dari sang putri menoleh ke arahnya.

"Benar-benar indah. Sangat cocok untuk perempuan secantik dirimu, Putri Valmera."

Semburat halus di pipi tidak bisa disembunyikan olehnya. Disebut cantik oleh laki-laki tampan yang entah datang darimana-sepolos apapun Valmera, ia tetap merasa berbunga-bunga dengan sanjungan itu. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Dengan kepala sedikit ditundukkan, dan pandangan yang dibuang ke sembarang arah, dia berbisik, "Te...terima kasih...."

Sekali lagi pemuda itu menyunggingkan senyum. "Lanjutkan kegiatanmu, Putri. Aku akan kemba-" Dia berhenti bergerak. Sebuah tangan menyambar baju kremnya. Ia kembali menengok ke belakang. "Ada apa, Putri?"

Sang gadis malu-malu. Tangan kecilnya lantas terulur dengan tiga kembang kecil bermahkota ungu, merah, dan kuning di genggaman. "Untukmu."

"A-Ah... Ti-tidak, Putri Valmera. Terima kasih...." tolak Neal gelagapan. Nampak semu-semu kemerahan muncul di kulitnya yang putih dan membuatnya begitu kontras. Mulai dari hidung, pipi, hingga ke telinganya.

Menerima penolakan itu, binar di mata Valmera seketika meredup. Tangannya turun dan suaranya menjadi pelan. "Begitu.... M-Maaf...." Suaranya bergetar. Kepalanya tertunduk dalam dan genggaman pada pakaian si pangeran mulai melonggar.

Ugh! Bagaimanapun juga Neal tidak kuasa melihat anak perempuan di depannya memasang tampang seperti itu. Dadanya seketika terasa sakit, dan kepalanya berkali-kali berbisik agar ia segera melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Neal menarik napas dan menghembuskannya panjang. Akhirnya dia berbalik dan merendahkan badan. Sang putri yang matanya telah berkaca-kaca mendongak. Senyum lebar tertangkap di iris magentanya."Terima kasih, Putri. Aku senang bisa menerimanya darimu," ucapnya halus. "Kita bertemu lagi lain waktu, ya, Putri Valmera."

Anggukan kecil namun penuh keantusiasan menjadi jawabannya. Lambaian tangan saling bertukar, dan perlahan punggung lelaki asing itu mulai menjauh lalu menghilang dari pandangannya.

"Pangeran Neal benar-benar baik, ya."

"Hu'um. Sudah baik, tampan pula! Kalau saja dia sepantar denganku, pasti sudah aku kejar habis-habisan."

"Hush!" Dara menyikut perempuan yang berbicara lancang di sampingnya.

Valmera memperhatikan dayang-dayangnya itu sambil mengernyitkan dahi. "Pangeran...siapa?"

"Pangeran Neal Astagnon, Nona. Dia dari Kerajaan Vorenia. Sepertinya datang ke sini bersama Ayahnya, Raja Varnard," terang perempuan berambut coklat tersebut.

Gadis kecil itu mengulang nama yang sama beberapa kali di benak. Neal Astganon...? Nama yang benar-benar asing di telinganya. Dia belum pernah dengar orang itu-baik dari Raja, Ratu, maupun orang-orang terdekatnya. Padahal sebagai seorang putri raja, dia dituntut untuk tahu dan ingat semua orang yang memiliki hubungan dengan kerajaan, apalagi jika itu adalah orang penting seperti penguasa dari negara lain.

Aku akan tanya Ayah nanti, pikirnya sembari lanjut memilin ranting-ranting lentur di tangannya.

"Oh, benar juga!" Seruan tiba-tiba dari Nera membuat Valmera menghentikan lagi pekerjaannya. Mata bulat magentanya menatap dayangnya dengan tatapan penuh tanda tanya. Ada apa?

"Pesta Tahun Baru Kerajaan! Itu sebentar lagi, kan?"

Dera membenarnkan, sedangkan Valmera hanya mengangguk singkat. Kalau tidak salah ia juga mendengar dari Raja Arther kalau acara tahunan ini akan diadakan sekitar satu minggu lagi. Mengingat hal itu membuat Valmera merasa tidak sabar. Gaun cantik, hiasan-hiasan lucu dan berkilau, juga makanan lezat di atas meja panjang akan terpampang di hadapannya. Bertemu orang-orang baik dari kalangan atas maupun rakyat setempat pun membuatnya sangat bersemangat. Namun, kenapa tiba-tiba Nera menanyakan hal itu? Valmera bertanya dalam hati.

"Berarti Pangeran Neal akan datang juga. Itu artinya Nona akan segera bertemu lagi dengannya!" ucapnya kegirangan.

"Memang kalau sudah begitu kenapa, Nera?" tanya Valmera tidak mengerti.

"Nanti saya bisa melihat Anda berdampingan dengan Pangeran Neal yang tampan. Kalian akan berdansa, bercengkrama, lalu kalian akan semakin dekat. Mungkin tidak hanya masa depan Llaeca yang akan bersinar, tetapi juga masa depan Nona akan ikut berbinar!"

Valmera mengerjapkan matanya berkali-kali. Mahkota yang dipakainya sedikit merosot ketika kepalanya dimiringkan. Nampak jelas ketidakpahaman gadis cilik itu akan semua runtutan kalimat tanpa jeda yang dilontarkan si dayang. Memang apa yang akan terjadi kalau dia dan pangeran tadi mengobrol? Apa maksud Nera dengan masa depan berbinar?

Rasa penasaran mendadak menggebu-gebu di dalam hatinya. Tanpa sadar, semua kalimat penuh tanda tanya itu keluar dari mulutnya. Lebih banyak. Mengucur deras seperti air terjun di tebing belakang istana. Serangan itu baru bisa diberhentikan ketika Dera duduk di sampingnya dan berkata, "Nona akan tahu ketika waktunya tiba nanti." Ia melanjutkan, "Matahari mulai terbenam. Nona harus membersihkan badan dan bersiap untuk makan malam. Mari."

Anak itu mengangguk, lantas mengikuti langkah dua perempuan di sampingnya kembali ke kediaman. Sekilas, meski tidak jelas, bola mata Valmera menangkap siluet kecil putih mirip tanaman bergoyang di atas rumput tidak jauh darinya.

Waktu berlalu begitu cepat. Hari Pesta Tahun Baru Kerajaan telah tiba. Istana Springgleam membuka gerbang lebar-lebar. Mempersilakan orang-orang dari banyak macam kelas dan asal untuk bergabung dan menikmati detik-detik sebelum pergantian tahun. Aula istana penuh sesak oleh mereka yang berpenampilan rupawan. Setelan-setelan mewah-jas, gaun, dan perhiasan-melekat di tubuh mereka, tidak hanya para bangsawan, tetapi juga rakyat-rakyat kelas menengah ke bawah.

Valmera menyusuri lorong menuju ke tempat berlangsungnya acara. Ditemani dua dayang setianya, perempuan bergaun pink-putih lebar berhias pita besar di atas dada itu melangkah hati-hati. Ia berusaha mempertahankan keanggunannya selayaknya seorang putri seperti yang diajarkan sudah-sudah di sekolahnya. Anggukan dan bungkukan hormat ia terima begitu lampu gantung membagi sinar ke arahnya.

"Nona Nona Nona Nona!" Tepukan berulang kali diterima pundaknya. Suara Nera yang setengah panik itu membuat Valmera yang tadinya hendak mencari keberadaan sang raja mengurungkan niat. Ia berbalik memandang heran kepada si dayang, lalu matanya bergulir ke arah seseorang yang berjalan mendekat.

"Putri Valmera," katanya seraya merendahkan badan dan mencium punggung tangan si putri. "Kau terlihat cantik hari ini."

Senyuman itu lagi. Valmera tidak bisa menutupi semburat di pipi dan senyum malu-mau yang terukir di wajah. Ia berterima kasih sambil membuang muka. Di saat yang sama, ia mendengar seseorang menyerukan namanya.

Raja Arther terlihat menuruni tangga tempat singgahsananya berada. Mata yang hampir serupa dengan mirip Valmera, namun lebih gelap dan lebih tajam menangkap sosok yang tidak asing berdiri di dekat gadis kecilnya. "Pangeran Neal."

"Salam, Yang Mulia."

"Kau sendirian? Di mana Raja Varnard?"

"Dia akan menyusul Yang Mulia. Ada beberapa urusan yang harus diselesaikannya dulu di kerajaan."

Percakapan singkat terjadi di antara dua lelaki yang umurnya sangat-sangat berjauhan itu. Meski begitu, Neal sama sekali tidak menampakkan kegugupan atau kecemasan ketika berhadapan dengan penguasa tertinggi di Negara Llaeca. Tiap kalimat yang diucapkan pemuda itu memancarkan kewibawaan yang bisa Valmera rasakan, tanpa mengurangi nada lembut dan sopan yang membuatnya tidak bisa melepaskan telinga darinya.

Setelah beberapa menit, akhirnya perhatian Arther kembali juga kepada Valmera. Pria berambut putih itu baru sadar anaknya sedari tadi berdiri di samping sambil memasang mimic menerka-nerka.

"Valmera, Ayah tahu kau sudah mengenalnya, tapi biar Ayah kenalkan sekali lagi agar lebih jelas. Dia adalah Pangeran Neal Astagnon, putra pertama dari Raja Varnard Astagnon. Dan, dia adalah tunanganmu."

****

Pintu besar ruangan tertutup. Gadis yang sedari tadi duduk tegap akhirnya melepaskan semua beban ke sandaran kursi. Hembusan nafas panjang meluncur dari mulutnya, seraya mata beriris hazel menutup perlahan.

Empat jam. Padahal hanya empat jam.

Tumpukan buku dan rentetan materi yang diterima telinga, mata, serta otaknya menyedot semua energi yang dia punya. Tidak peduli sudah enam belas tahun lebih kegiatan ini menjadi rutinitasnya sehari-hari, kepala panas--yang mungkin sedikit lagi akan meledak--serta rasa lelah tetap menyiksanya setiap waktu belajar berakhir.

Valmera masih bersyukur guru privat ini sedikit memberinya keleluasaan untuk rehat beberapa menit setelah materi maupun pengerjaan soal. Jadi, dia bisa menghirup sedikit udara bebas meski hanya sesaat.

Kelopak mata terbuka. Dia memandang langit-langit sejenak. Menikmati ketenangan sebelum mendekatkan tubuh lagi ke meja dan mengumpulkan segala barang yang berserakan di atas sana. Tanpa sadar dirinya melamun dan memunculkan kilas materi beberapa jam tadi.

Kerajaan Llaeca, berdiri sejak 10 abad yang lalu. Dewi Syringa menjadi pemimpin pertama yang turun langsung dari langit.Berkat kekuatan Nishati dari Semesta, dia berhasil menghentikan konflik dunia manusia dengan dunia bawah-dunia para iblis....

Dewi .... Rasanya Valmera sudah sangat-sangat sering mendengar nama itu. Bukan hanya karena sejarah yang terus-menerus dijejalkan ke kepala, tetapi juga sebab panggilan-panggilan orang terhadap dirinya.

Nera pernah berkata, tidak aneh kalau Pangeran Neal bisa mencintainya. "Tidak ada yang bisa berpaling dari kecantikan Nona. Bahkan, orang yang pertama kali melihat Putri dari Llaeca pun langsung jatuh cinta. Tidak ingin kehilangan sosok Nona yang seakan punya kekuatan magis untuk menjadi cinta pertama banyak orang!"

"Ada-ada saja. Atas dasar apa kau bisa bicara seperti itu, Nera?"

Si dayang tersimpul, seraya berlagak seakan tengah berpikir keras, "Hmm ... mungkin ... insting yang kuat? Oh! Nona mau tahu apa julukan yang diberikan rakyat untuk Nona?"

Valmera menyesap teh siangnya. Maniknya melirik meminta jawaban dari Nera.

"Lilac Ungu," ucap si dayang kemudian. "Simbol dari cinta pertama. Nona mungkin bisa mengerti hubungan antara nama ini dengan perkataan saya sebelumnya."

Sejak ia mendengar penjelasan itu, Valmera menjadi sadar akan hal yang tidak pernah diperhatikannya. Ternyata memang selama ini Lilac Ungu sudah menjadi hal umum untuk banyak orang. Bunga yang hanya mekar di musim semi itu tiba-tiba saja menjadi hal yang melekat di dirinya. Dan tidak hanya berhenti di situ, banyak orang yang mulai meyakini kalau ia adalah titisan dari Dewi Syringa-jelmaan lilac itu sendiri.

Dari mana Valmera tahu? Tentu saja dari dayang berambut merah tua yang tidak pernah berhenti mendongeng tentang sang Dewi.

Yah ... kalau memang bukan sesuatu yang buruk dan bisa mencoreng nama baik, Valmera tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Tiba-tiba Valmera berhenti bergerak. Ada bagian yang terlupa ketika ia mencoba mengulang pelajaran tadi. Ia menimbang-nimbang. Tidak kunjung ingat juga, perempuan itu memilih membuka salah satu buku bersampul merah bata di tangannya. "Empat kerajaan bersatu dan membangun kedamaian. Nishati Semesta turut terbagi kepada pemimpin-pemimpin kerajaan yang lain. Raja atau ratu yang memimpin kemudian menjadi wakil alam-Rielga."

Ugh.... Valmera bisa merasakan keningnya berdenyut. Pertanda dia benar-benar butuh istirahat. Pergi keluar, jalan-jalan keliling istana atau ke ibu kota, menghirup udara segar yang mungkin bisa menyegarkan kembali otaknya.

"Putri!"

Kaki jenjang yang tertutupi gaun biru muda berlengan sabrina terhenti ketika suara familier menggetarkan gendang telinga. Ia berbalik dan mendapati sosok jangkung tersenyum kepadanya.

"Pangeran Neal?"

"Sudah kubilang panggil aku Neal saja."

"Kau juga memanggilku Putri. Jadi, apa salahnya?"

"Kau lebih manis kalau dipanggil Putri. Karena itu aku memanggilmu Putri. Apa itu mengganggumu, Putri?

Valmera melotot. "Berhenti mempermainkan namaku!"

Pemuda itu terkekeh. Melihat perempuan berambut putih ini menggembungkan pipinya karena kesal menjadi hiburan tersendiri untuknya. Sekaligus pelipur lara ketika berbagai hal mulai merundungi kepala dan membuatnya frustasi. Ketika sadar kalau Valmera sedang dalam suasana hati yang tidak begitu bagus, rasa ingin menjahilinya semakin meningkat. Neal tidak bisa menahannya.

Pangeran menepuk pucuk kepala orang di depannya. "Maafkan aku, Putri. Mau kutemani keliling istana Springgleam? Barangkali bisa memperbaiki suasana hatimu, sekaligus permintaan maaf dariku."

Kata Putri yang terdengar sekali lagi membuat Valmera menghela napas. Dia terlalu lelah untuk protes, jadi hanya anggukan yang dia berikan sebagai jawaban atas ajakan sang pangeran.

Mereka pun mulai menyusuri jalan setapak dari bata coklat muda. Tidak terlalu banyak percakapan terjadi di antara mereka, karena Valmera tengah sibuk memberi ruang di dirinya dengan melepaskan beban selama di ruang belajar tadi.

Sesekali ia melirik ke sosok di sampingnya. Di saat yang sama, orang itu juga melirik dan memasang senyum manis yang khas. Sontak saja Valmera salah tingkah dan langsung membuang muka. Sudah sepuluh tahun lebih sejak berita tunangan itu sampai kepadanya, dan semenjak itu pula perlahan ia mengenal dan semakin dekat dengan Putra Mahkota dari Kerajaan Vorenia tersebut. Namun, tetap saja! Melihat wajahnya--apalagi dalam jarak sedekat ini--masih belum sanggup untuk dia lakukan. Meskipun mau, tubuh sang gadis selalu bergerak sendiri. Melakukan berbagai hal untuk menghindari matanya beradu dengan iris biru terang itu, atau melihat senyum yang bisa membuat jantung Putri Mahkota berdegup cepat seketika.

Padahal dengan Pangeran negara lain tidak begini! Valmera bisa menghadap para petinggi dan orang-orang penting yang dikenal hebat, berkuasa, yang sorot matanya menatap tajam dan dalam atau yang setengah mengintimidasi. Ia bisa menaklukkan semua itu, tapi kenapa dia-!

"Putri, apa ada masalah?"

"T-tidak. Tidak ada apa-apa."

"Sungguh? Tapi keningmu berkerut dalam. Wajahmu menekuk. Dan, wajahmu merah...." Terdengar nada bicara Neal berubah pada kalimat terakhirnya.

"Berisik!" amuk si gadis. Sang putri mendadak lompat ke hadapan Neal. Menghentikan langkah si pangeran yang sedikit terkejut dengan ulah Valmera. Pemuda itu bisa melihat sorot berbeda dari iris magenta Valmera. Ada keseriusan yang begitu kentara di sana.

"Hm? Ada apa, Putri?"

"Pangeran Neal, aku punya satu permintaan yang cukup egois untukmu. Apa kau mau mendengarnya?"

"Apapun, Putri. Katakan saja."

"Tolong," kata Valmera menarik napas. Meneguhkan hatinya sekali lagi sebelum melanjutkan. "Ajari aku bertarung!"

Neal terkesiap dengan kalimatnya. "Eh?! Bertarung? Tapi kau kan seorang Putri-"

"Aku mohon, Neal. Ah, tidak. Aku memerintahkanmu! Ajari aku bertarung. Beritahu aku cara menggunakan senjata. Aku ingin kau melatihku!"

Mata Neal masih mengerjap beberapa kali. Dia benar-benar terkejut dengan permintaan putri tunggal Raja Arther ini. Seorang putri ingin memegang senjata? Dalam tradisi, tidak ada wanita yang diijinkan untuk memegang senjata jenis apapun, karena mereka pun tidak diperbolehkan untuk turun di medan perang-kecuali perempuan yang ada di keluarga Knight. Bangsawan lain-apalagi keluarga raja yang merupakan satu-satunya pewaris tahta-tidak diperbolehkan mempertaruhkan nyawa di peperangan.

Namun, melihat kesungguhan dalam mata yang berbinar penuh harap. Neal tidak yakin ia bisa menolak keinginan si gadis. Sejak dulu, ia tahu kalau sekali Valmera menginginkan sesuatu dengan mata itu, maka tidak akan ada yang bisa mencegahnya, maupun mengubah pikirannya.

Neal menghembus napas panjang. "Baiklah, Putri," balasnya membuat wajah muram Valmera berubah 180 derajat. "Tapi, sebelum itu, bolehkah aku tahu apa alasanmu meminta hal yang sangat-sangat bertentangan dengan tradisi kerajaan?"

Sebelum menjawab, Valmera beranjak dari tempatnya dan memilih berdiri di sisi Neal. "Akhir-akhir ini, aku sering mampir ke gedung pelatihan prajurit saat waktu luang. Melihat mereka berlatih ... entah kenapa membuatku betah lama-lama. Dan aku jadi lebih sering mampir ke sana.

"Semakin lama aku jadi terpikir. Kau tahu, aku pewaris tahta Kerajaan Llaeca. Melindungi, menjaga, dan menjamin hidup rakyat akan berpindah ke tanganku suatu hari nanti. Aku tidak mau menjadi seorang ratu yang lemah."

"Kau masih punya Nishati dalam tubuhmu."

"Itu tidak cukup," jawab Valmera cepat. "Aku tidak ingin hanya dengan sihir, atau kekuatan Semesta. Aku ingin ada kekuatan murni dari diriku dalam memimpin nanti. Aku mau jika harus turun ke medan perang nanti, aku akan berdiri sebagai tonggak pasukan. Jadi, aku harus kuat!"

Penjelasan panjang lebar itu membungkam Neal untuk beberapa menit. Ia menganga-tidak menyangka Valmera yang sebelumnya sama sekali tidak pernah menyinggung soal hal itu tiba-tiba berbicara demikian. Rasanya baru Valmera seorang gadis yang secara terang-terangan bilang kepadanya dia ingin sebuah senjata-bahkan membicarakan pasal perang.

"Kalau sudah begini...bagaimana bisa aku menolak--" Kalimat Neal tersendat di tenggorokan ketika sang putri menghambur ke arahnya secara tiba-tiba.

"Terima kasih banyak, Pangeran Neal!"

"Ah! Aku akan melatihmu dengan satu syarat." Valmera mendongak, dan si pemuda berkata, "Hilangkan embel-embel Pangeran saat memanggil namaku di luar acara formal. Neal, cukup begitu. Mengerti?"

Valmera membalas singkat dengan sebuah anggukan. Neal membalasnya dengan tepukan pelan di pucuk kepala-kebiasaan yang masih sering dia lakukan setiap Valmera berlaku baik. Tidak peduli meski gadis kecil yang ia temui dengan rangkaian bunga di tangan beberapa tahun lalu, kini telah menginjak masa remaja.

"Kalau begitu sampai jumpa besok, Putri. Aku akan menjemputmu nanti."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro