Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Hari Pertama

Mulut menganga lebar di balik tangan kanan yang menutup mulut. Katanya saat kita menguap, maka setan akan tertawa. Perempuan yang masih mengucek-ngucek matanya setengah sadar tersebut tentu tak akan membiarkan dirinya menjadi hiburan setan. Guncangan di area tangannya masih terasa, suara-suara samar yang menyerukan namanya dan menitahkan untuk bangun terus menelusup ke dalam indra rungunya.

Senyum simpul dari perempuan bersurai hitam itu terbit. Ia tahu apa yang harus dilakukan ketika satu-satunya orang yang menjadi keluarganya berhasil membuat tubuh malas itu bangun dari mimpi-mimpi indah yang rasanya ingin dilanjutkan lagi. Lirikan pada jam dinding yang menempel di dinding yang terbuat dari kayu membuatnya sadar, ia harus bangkit dan tak boleh bermalas-malasan jika tak mau mendapat hukuman dari guru piket akibat telat ke sekolah. Perempuan itu langsung berlari menyambar handuk yang digantung di samping lemari baju yang sudah mulai keropos.

"Nenek sudah buatkan sarapan, nanti dimakan, ya!" ucap perempuan yang usianya sudah menginjak kepala lima itu.

"Iya!" teriak perempuan yang sekarang sudah masuk ke dalam kamar mandi.

Tak ingin membuat nenek tercintanya kecewa, secepat mungkin perempuan itu menyelesaikan ritual mandinya yang hanya terdiri dari 2 kegiatan, mandi dan menggosok giginya. Bergegas berganti dengan seragam putih abu-abu, dasi warna abu yang melilit di kerah baju, ikat pinggang warna hitam di bagian pinggang roknya, dan kaus kaki putih yang membalut kedua kakinya.

Duduk di pinggiran pintu, sembari menyuap nasi goreng ke dalam mulut. Gigi mengunyah, tangannya bergerak untuk merenggangkan tali yang menghalangi jalan masuk kakinya ke dalam sepatu tersebut. Sendok kedua kembali masuk, dan gerakan tangan untuk memasukkan kaki kiri ke dalam sepatu terulang seperti kaki kanannya. Sendok ketiga diisi dengan nasi goreng yang menggunung, lalu memasukkan paksa ke dalam mulut hingga penuh. Tentu saja kunyahannya yang kali ini ia duakan dengan kegiatan mengingkat tali sepatu.

Kembali ia tinggal piring tersebut untuk mengambil botol air minum yang ada di atas meja, meminumnya dengan posisi berdiri dan buru-buru. Bahkan saat air belum tertelan sempurna, perempuan bertubuh mungil itu langsung berlari untuk menghabiskan nasinya yang tersisa tiga sendok lagi. Tak ingin membuang waktu lebih lama, perempuan yang rambutnya diikat satu itu mendorong piring agar melesak masuk ke dalam rumah dan menguncinya. Tak lupa kuncinya ia simpan di bawah pot bunga mawar putih yang tingginya masih satu meter.

Bak pekerja yang akan dipotong gajinya jika terlambat masuk, perempuan itu harus berlari meski kunyahan di mulutnya belum usai saat ia menutup pagar rumah. Walau rumah yang ditinggali hanya sederhana dan mungkin sedikit memprihatinkan, tapi ia sangat bersyukur memiliki nenek yang baik hati seperti Martina. Kelurga satu-satunya yang ia miliki itu kini sudah pergi ke pasar sejak membangunkan sang cucu.

Keseharian sang nenek adalah sebagai penjual gorengan seperti tahu, pisang, bakwan, dan tempe goreng di pasar yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah. Jika sore hingga malam pukul 8, maka beliau akan berjualan di dekat gang rumahnya yang terkadang dibantu sang cucu.

***

Aqila, nama cucu Martina, yang kini sudah hampir sampai di depan gerbang sekolah itu senang bukan main karena gerbang masih terbuka. Setidaknya ia bisa menetralkan sedikit napasnya yang memburu akibat berlari-lari dari rumah, ditambah rasa sakit pada perutnya karena usai makan langsung berlari.

Sayangnya kelegaan itu berlangsung tak lama. Tiba-tiba saja Pak Oswari, selaku satpam sekolah yang entah muncul dari mana sudah menyentuh gagang gerbang untuk ditarik dan ditutup setelahnya. Refleks, kaki Aqila berlari sekuat tenaga untuk menerobos masuk. Saking fokusnya, ia tak menyadari jika ada orang lain yang juga hendak menerobos masuk. Beruntung saja Aqila masih bisa mengerem sedikit laju larinya hingga tak sampai menabrak orang yang sudah berjalan mendahuluinya.

"Wah, Neng Qila hampir telat lagi, ya?" ucap Pak Oswari dengan senyum meledeknya.

Perempuan yang akrab dipanggil Qila tadi tersenyum. "Biasa Pak, kalau hari Senin itu harus diawali dengan hal-hal yang tidak biasa," jawabnya. "Qila duluan ya, Pak! Semangat!" imbuhnya lalu berlari menuju area koridor sekolah.

Pak Oswari hanya tersenyum menanggapi, salah satu murid di Dirgantara High School yang satu itu memang selalu sukses membuatnya merasa senang. Bukan artian dalam hal lain, tapi melihat senyum dan semangat siswa itu, membuatnya teringat dengan mendiang putrinya yang telah tiada. Setidaknya melihat anak yang sepantaran dengan mendiang anaknya, membuat hatinya menjadi bahagia.

Di depan koridor kantor sedikit sepi karena banyak siswa yang mulai berbaris di lapangan untuk bersiap mengikuti upacara bendera. Aqila melambaikan rangan ke arah sahabatnya yang tengah menunggunya, mendapat balasan lambaian tangan juga, perempuan itu berlari dengan penuh semangat. Tak diduga tubuhnya tersandung sepatunya sendiri, kedua tangannya refleks mencari pegangan. Nahas, tangan kanannya malah tak sengaja mendorong seseorang hingga terjatuh, tapi dirinya aman, karena tangan kirinya berhasil meraih pilar di dekatnya.

Bunyi gedebuk yang berasal dari seorang siswa yang terjatuh di parit dengan posisi sujud membuat Aqila panik bukan main. Buru-buru ia membantu orang tersebut untuk keluar dari sana. Sahabat dari pelaku juga ikut mendekat untuk memastikan anak yang sudah dibuat jatuh oleh sahabatnya baik-baik saja.

"Maafkan aku, aku tadi nggak sengaja!" ucap sang pelaku pendorongan setelah berhasil menarik korban dari parit. Aqila dibuat panik ketika melihat kening korbannya lecet. "Wa ... keningmu lecet! Ayo ikut aku ke UKS!" perempuan itu berusaha menarik tangan lelaki malang itu.

Lelaki itu melirik ke arah Aqila sekilas. "Kamu perempuan yang hampir nabrak aku di gerbang kan?" Tak memberi jeda untuk perempuan itu menjawab, lelaki tersebut kembali berujar, "dasar cerboh!" ucapnya bernada dingin, bersamaan dengan langkah kakinya yang berlalu pergi.

Perempuan yang memiliki tubuh mungil itu terdiam mendengar apa yang telah di ucapkan oleh lelaki tadi. Ia sedih, kesal dan benci pada dirinya sendiri karena sudah mencelakai orang lain.

"Astaga, Qil! Kamu nggak papa?" perempuan yang statusnya sebagai sahabat Aqila itu panik bukan main. Ia takut jika sahabatnya akan---.

"Tenang, Tin. Aku nggak papa kok. Aku cuma merasa bersalah aja sama dia," ucapnya lesu. "Pokoknya aku harus minta maaf sama lelaki tadi! Apapun yang terjadi!" ucapnya dengan nada meyakinkan.

Restin hanya bisa menghela napas pasrah. Sudah ia duga jika sahabatnya itu akan melakukan ritual meminta maaf versi Aqila, yang mungkin bisa meluluhkan hati sang korban atau justru malah menakuti korbannya.

"Eh, udah bel nih! Ayo buruan ke lapangan kalau nggak mau digentayangi sama Pak Rahidin!"

Mendadak bulu kuduk Aqila meremang, kengerian makin menjadi ketika sosok yang diucapkan oleh Restin kini muncul di belakang sahabatnya.

"Dasar anak-anak nakal! Kalian tidak dengar kalau bel tanda upacara sudah berbunyi!" seru Pak Rahidin sembari mengelus mistar kayu sepanjang 1 meter.

Bak melihat hantu Sadako keluar dari televisi, dua siswa itu langsung berlari cepat menuju lapangan sekolah, meninggalkan tas di dekat lapangan lalu menghambur ke barisan kelas mereka.

***

Buku tulis menjadi penghalau rasa panas yang mendera akibat terik mentari selama upacara. Empat buah kipas yang menempel di plafon tak cukup menyejukkan bagi siswa yang mendapat posisi duduk paling depan dan belakang. Wajar, kipas itu terpasang di barisan tengah. Beruntunglah mereka yang mendapat kesejukan tanpa repot-report harus mengibas-ngibaskan buku tulis, seperti yang dilakukan kedua siswa yang duduk di barisan paling belakang.

Andai saja perempuan yang bernama Aqila tak mengejar lelaki yang ia tabrak tadi pagi, tentu posisi duduk di bangku tengah dapat mereka dapatkan.

Hanya demi mendapatkan kata maaf, perempuan yang tingginya berkisar 150-an senti itu mengejar sang laki-laki sampai memblok jalannya. Tentu saja hal itu membuat lelaki itu kesal. Tapi bukan Aqila namanya kalau akan menyerah begitu saja meski mendapat tatapan tajam sang lelaki.

Perempuan itu memohon agar dimaafkan, namun tetap saja lelaki itu menolak. Satu hal yang membuat Aqila akhirnya kabur ke kelasnya, yaitu saat Pak Rahidin muncul. Daripada harus mendapat teguran beliau, perempuan itu memilih kabur. Tapi sebelumnya ia memberikan plaster motif doraemon pada lelaki itu untuk menutup luka lecet di keningnya.

"Qil, bisa nggak sih kamu berhenti ngejar-ngejar orang demi dimaafkan. Kamu malah merugikan diri sendiri tauk!" nasihat Restin pada sahabatnya.

Aqila menghentikan gerakan mengipasnya. Netranya melirik ke arah Restin yang pandangannya menimbulkan rasa kasihan, desahan napas pelan pun keluar. "Kamu tahu aku kan? Aku nggak bisa membiarkan orang lain menyimpan dendam karena kesalahanku. Jadi, aku akan tetap berjuang!" ucapnya penuh semangat.

"Tapi, kamu jangan melakukan hal aneh seperti tahun kemarin, ya?"

Ingatan Restin masih sangat jelas ketika sahabatnya itu melakukan kesalahan pada Dani, teman sekelasnya. Karena lelaki itu mendiamkan Aqila, perempuan itu nekat mengirimi Dani banyak surat di lacinya. Nahas, bukannya target yang membaca, malah ditemukan oleh anak lain. Alhasil deklarasi permintaan maaf pun terjadi di kelas. Walau akhirnya Dani memaafkan, tapi tak dapat dipungkiri jika lelaki itu malu bukan main akibat surat dari sahabatnya.

Berbanding terbalik dengan Aqil yang malah menyunggingkan senyum lebar serta ucapan terimakasih pada temannya yang sudah mau membantu pendeklarasian tersebut. Restin tak bisa membayangkan jika hal konyol itu akan dilakukan lagi, bisa-bisa sahabatnya itu akan dicap sebagai cewek aneh karena terlalu berlebihan. Hal yang parah, tidak menutup kemungkinan perempuan itu akan dijauhi oleh anak-anak kelas karena sudah membuat malu.

Aqila terkekeh pelan. "Soal surat itu, ya?" tanyanya dan dijawab dengan anggukan. "Karena kamu bilang jangan, aku nggak bakal lakuin kok. Lagian aku nggak tahu dia anak kelas berapa."

Decakan lolos dari bibir sahabatnya yang memiliki rambut ikal. "Kamu pikir aku nggak tahu jiwa stalkermu yang tinggi?"

Lagi-lagi Aqila hanya tertawa pelan. Sahabatnya memang hafal betul dengan tingkah lakunya, ia tak bisa lagi barang mengelak atas ucapan Restin.

Terkejut, tiga siswi kelas itu masuk dengan penuh kehebohan. Tiga siswi yang bernama Ratih, Yuna, dan Nara itu kerap dijuluki Trio Gosip, karena jika mereka datang selalu membawa gosip dari kelas lain. Kali ini mereka datang membawa gosip mengenai siswa pindahan kelas 11 MIPA 1 yang katanya punya pesona ketampanan luar biasa.

"Guys, asal kalian tahu, namanya itu Arkano. Wajahnya ganteng banget, walau ada plester di keningnya, tapi tetep keren banget!" ucap Ratih dengan menggebu-gebu. "Dan denger-denger dia itu anak pemilik dari yayasan sekolah kita

Seluruh siswi di kelas yang belum tahu lantas mengerumuni Trio Gosip untuk mendapatkan info lebih banyak.

Restin dan Aqila yang sedari tadi ikut mendengarkan tiba-tiba saling pandang. Dari tatapan keduanya, jelas sekali mereka memiliki pemikiran yang sama.

Kesemptan bagus, salah satu trio dari tukang gosip itu yang keluar dari kerumunan.

"Yuna, cowoknya pake plester doraemon, ya?" tanya Aqila pada Yuna yang keluar dari ruang lingkup gosip.

Yuna hanya mengangguk lalu berlari keluar kelas, sepertinya ada urusan yang harus diselesaikan oleh perempuan itu.

"Tin, jangan-jangan cowok tadi itu Arkano!" ucap Aqila panik.

"Bisa jadi. Soalnya aku sendiri juga baru lihat cowok tadi di sekolah kita."

Buru-buru perempuan berambut lurus itu menelungkupkan wajahnya di atas meja. "Duh, gimana kalau dia ngadu sama ayahnya, gimana kalau aku dikelurin dari sekolah, gimana kalau nenek nanti tahu? Pasti nenek cemas, pasti dia kecewa!" racaunya pada diri sendiri.

Usapan pelan Restin berikan pada pundak Aqila agar perempuan itu sedikit tenang. "Jangan mikir kejauhan. Ini bukan cerita novel yang anak sekolahnya punya kuasa buat ngatur semuanya. Lagian kamu udah usaha buat minta maaf juga, kan. Jadi nggak usaha khawatir. Kalau dia sampai tega keluarin kamu, nggak cuma parit, aku dorong dia ke kolam buaya."

Aqila menengadahkan wajahnya. "Makasih banyak ya, Tin. Kamu memang sahabatku yang terbaik!" Bangun, perempuan itu membetulkan posisi duduknya. "Pokoknya, setelah ini aku akan berusaha lebih agar dimaafkan sama Arkano!" tangan Aqila terkepal kuat, menunjukkan semangat yang membara dalam kepalannya.

Restin pasrah. Ia pikir setelah sahabatnya merasa lebih baik, maka ia bisa berhenti melihat sang sahabat yang mengejar murid baru itu.

Suara riuh kelas seketika redam karena kehadiran sosok guru killer yang memasuki kelas. Seketika hawa kelas yang tadi ceria mendadak mencekam. Firasat-firasat buruk mulai menyerbu kelas XI IIS 2 mengingat yang masuk ke kelas di hari pertama ajaran baru adalah seorang wali kelas.

Namanya Gusmiati, guru Matematika yang paling ditakuti oleh siswa Dirgantara High School. Nasib entah baik atau buruk yang akan di dapati kelas XI IIS 2 karena mendapa wali kelas yang menakutkan itu.

***

Bunyi bel adalah sebuah kemenangan untuk para siswa agar terbebas dari penjara di dalam kelas, termasuk siswa XI IIS 2 yang lega saat Bu Gusmiati keluar dari kelas. Selama di dalam, beliau memberikan instruksi untuk membentuk struktur organisasi kelas, menentukan jadwal piket, dan mencatat jadwal pelajaran yang akan mulai berlaku pada hari esok.

Tak mengindahkan teriakan Restin, Aqila malah melaju cepat menuju kantin. Ada hal yang harus perempuan itu lakukan sebelum ia kecolongan.

Kantin yang khusus menjual makanan ringan langsung perempuan itu kunjungi, ia mencari toples yang biasanya berisi permen dengan bergam kata atau kalimat yang ada di belakangnya. Setelah sedikit mengedarkan matanya, akhirnya ia menemukan, tepatnya dipojokan tertutup dengan jajan ringan yang lainnya.

"Buk, saya mau beli permennya, tapi saya mau milih dulu!" pinta Aqila dengan sopan. Setelah mendapat izin, perempuan itu mencari meja kosong kemudian menumpahkan semua isinya. Ada 3 toples permen yang ia ambil, rasanya tak mungkin jika ia tak mendaptkan kata yang ia cari dari balik bungkus permen tersebut.

Beberapa siswa yang lewat sempat bertanya kenapa perempuan itu membalik-balik bungkus permen, dengan senyum ramah ia mengatakan jika ia mencari harta karun.

"Qil, kamu nyari apaan sih? Kenapa sampai ada 3 toples permen?" tegur Restin yang baru sampai kantin.

"Ssstt!" Aqila mengisyaratakan pada Restin untuk diam. "Mending kamu bantuin aku cari kata yang aku cari!"

"Buat Arkano?"

Perempuan yang masih berkutat dengan permen itu mengangguk singkat. Di tangan kirinya sudah ada 3 bungkus permen yang sudah ia dapatkan, tapi jika bisa dapat lebih banyak, bukankah itu lebih baik!

Setelah 5 menit membongkar 3 buah toples, mereka berdua berhasil mendapatkan 9 bungkus permen dengan kata atau kalimat maaf di belakangnya.

Restin menambahkan 1 bungkus permennya agar tidak ganjil, Aqila hanya mengiyakan lalu membayar.

Karena setelah bel masuk kegiatan di kelas hanya dekorasi, perempuan bertubuh mungil itu bisa lebih santai untuk memakan bekal yang ia bawa saat acara dekorasi nanti. Tujuannya saat ini adalah toko ATK (Alat Tulis dan Kantor) yang tak jauh dari sekolah untuk membeli pesanan dari bendahara kelas.

Sahabatnya sempat menawari untuk ikut, tapi Aqila menolak karena ia tahu sahabatnya juga ada kesibukan lain. Anak OSIS sedang mengadakan rapat, dan sahabatnya adalah salah satu anggotanya.

Entah keberuntungan dari mana, perempuan itu malah bertemu dengan Arkano di toko ATK, tetapi lelaki itu sepertinya sudah ingin pulang karena baru saja membayar beberapa gulungan karton dan entah apa yang ada di dalam plastik hitam.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, permen yang sudah ia bungkus dengan kertas buku itu ia serahkan pada lelaki yang kini memandangnya dengan tatapan bingung.

"Ini permen buat kamu, ini adalah ungkapan dari hatiku yang paling dalam." Aqila meraih tangan Arkano lalu meletakkan bingkisan kecil itu di tangannya.

Dengan tetap memasang wajah datar, lelaki itu membuka bingkisan yang isinya adalah permen. Mengambil satu bungkus lalu melihat bagian belakangnya. Raut terkejut tercetak jelas di keningnya.

"I love you!?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro