Episode 13 - Saksi
'Menyaksikan sesuatu yang seharusnya tak dilihat.'
"Kau akan menyesal jika melakukannya, setidaknya ketidaktahuanmu itu tak membuat rasa bersalah sama sekali tapi ketika kau mengetahui kebenarannya maka kau akan menyesalinya seumur hidup," kata Siwon dengan gigi bergemerutuk. "Kecuali jika sifatmu sama jeleknya dengan ayahmu!" lanjutnya menepis tangan Chanyeol membuat suntikan berisi cairan tak berwarna itu terlempar cukup jauh.
"Apa maksudmu? Kebenaran apa yang harus aku ketahui?" tanya Chanyeol ingin penjelasan lebih.
"Rahasia besar ayahmu ... kau yakin ingin mendengarnya dariku," kata Siwon meremehkan lawan bicaranya yang masih bergeming, ia meneruskan, "Katakan padanya aku tidak akan mati sebelum dunia tahu betapa kejinya ayahmu, dia akan membayar untuk semua kesalahan yang telah diperbuatnya! Ayahmu, akan aku pastikan dia membusuk di penjara!"
Dalam ketidakpahamannya Chanyeol menyerang laki-laki yang terlihat sangat membenci ayahnya, ada kekesalan saat dia mendengar kata 'membusuk di penjara'. Sebenarnya apa yang telah diperbuat sang ayah sehingga robot buatannya menaruh dendam padanya. Siwon tak bisa dikalahkan dengan mudah, dia manusia yang memiliki kekuatan lebih saat sebagian tubuhnya diubah menjadi sekumpulan komponen yang dibalut rapih dalam sepasang kaki dan tangan buatan.
"Lumbung padi itu, kau yang melakukannya, kan?" geram Siwon mencengkram kerah baju Chanyeol, "Kau telah membunuh mereka!" ia kembali melayangkan tinjunya dan darah keluar dari mulut Chanyeol, memang ada rasa tak biasa saat ia harus melakukan hal tersebut, melenyapkan robot yang sudah seperti manusia menurutnya tak begitu salah.
"Ingat kalian tidak benar-benar hidup jadi aku bukan pembunuh!" pekik Chanyeol balas meninju menyisakan luka lebam di wajah Siwon, ia juga melepas cengkraman tangan di kerahnya. "Seharusnya kalian bersyukur dengan kehidupan yang telah diberikan oleh Profesor Oh, jangan menjadi serakah dengan ingin hidup bebas membahayakan manusia, penghuni asli bumi."
"APA YANG KAU TAHU!"
Chanyeol terlempar cukup jauh akibat pukulan keras dari Siwon, namun dengan cepat ia bangkit dan menendang lawannya hingga terjatuh. Menjadi terbawa nafsu untuk melukai robot yang sudah memukulnya. Chanyeol tahu segalanya tentang humanoid jadi apa lagi yang harus ia ketahui.
Cairan merah kental keluar dari mulut Siwon ketika kesekian kalinya ia mendapat hantaman di perut, kaki Chanyeol terhenti urung menendang tubuh terlentang Siwon. "Darah...?" Mana mungkin robot memiliki darah, saat itulah Chanyeol merasakan seseorang menarik kakinya yang kemudian menggantikan posisi terbaring Siwon.
"Aku sama sepertimu," kata Siwon menghapus darah dengan punggung tangannya, ia menendang Chanyeol di bagian perut sehingga tubuh itu terhempas, membentur pohon yang berada di belakangnya. "Rasa sakit yang kau rasakan saat mendapat pukulan, aku juga bisa merasakannya." Siwon menambahkan dengan penuh kebencian, berjalan terpincang meninggalkan Chanyeol.
"Apakah itu benar-benar darah?" gumam Chanyeol tersenyum miris, ia mencoba berdiri, mengerang memegangi punggung yang mungkin saja memar akibat terbentur dahan pohon.
ΘΘΘ
Sudah beberapa kali Sejeong menyuruh Seungwoo untuk pulang saja. Masalahnya mereka bukan di depan rumah Sejeong melainkan di depan rumah tetangganya, berdebat sambil berdiri menahan kaki yang sudah kelelahan menunggu. Dengan melihatnya saja mereka sudah tahu bahwa pemilik rumah sedang tidak ada, mana mungkin berada di rumah dalam kegelapan saat hari belum terlalu malam.
Dua hari lalu Sejeong baru tahu kalau Sehun tinggal di sebelah rumahnya, tepatnya di rumah besar yang ditinggali seorang kakek. Masalahnya ia tahu kalau kakek tidak memiliki seorang cucu dari Busan, sehingga dia menuding kalau Sehun telah berbohong.
"Neo, geojitmal (Kau, bohong)."
Sehun gugup, gelagapan mencari penyanggahan atas kebohongannya. Kenapa Sejeong bisa tahu kalau dia berbohong?
"Harabeoji memiliki cucu lain, jadi kau tidak hanya memilikinya tapi ada juga sepupumu. Iyakan!"
Sehun mengangguk. Ia kira tetangganya itu mengetahui sesuatu mengenai identitasnya. Sementara Sejeong menatap penuh selidik pada Sehun.
Pokoknya Sejeong tidak mau menemani Seungwoo untuk menemui Sehun, apalagi di rumah kakek. "Tunggu saja sendiri di sini, aku akan masuk," putus Sejeong, langkahnya dihentikan oleh Seungwoo yang buru-buru meraih tangannya. "Manager Han!" rengeknya tak bisa benar-benar meninggalkan laki-laki yang sudah seperti kakaknya itu.
"Aku hanya ingin bertemu dengannya, memastikan bahwa dia tidak akan melaporkan kita ke kantor polisi."
"Siapa yang ingin melaporkan kalian ke kantor polisi?" sahut suara berat dan parau di belakang mereka, ternyata kakek si pemilik rumah sudah tiba.
Seungwoo terbatuk tak bisa berkata-kata lagi, sedang Sejeong tersenyum canggung pada tetangga yang telah lama tak ditemuinya.
"Selamat malam Harabeoji!" seru Seungwoo memburu mendekati, melihat barang bawaan di tangan sang kakek ia menawarkan untuk membawakannya.
"Sebenarnya Harabeoji masih kuat membawa bingkisan itu, tapi jika kau ingin membawakannya silahkan saja, dan sebaiknya kalian menunggu di dalam karena angin musim gugur cukup dingin di malam hari." kata kakek membuka gerbang yang kembali dibantu Seungwoo.
"Dari mana dia tahu kalau kita sedang menunggu?" bisik Seungwoo pada Sejeong yang terlihat enggan mengekor di belakangnya.
"Jelas terlihat di wajahmu," jawab Sejeong menghentakkan langkahnya tampak kesal.
ΘΘΘ
"Aku pulang!" seru Sehun memasuki ruang tamu.
Seungwoo segera mengalihkan penglihatannya, mendapati Sehun yang berjalan sambil tersenyum ke arah mereka.
"Kau dari mana saja? Sudah lebih dari satu jam mereka menunggumu," sahut kakek.
Senang rasanya mengetahui ada yang menunggunya, Sehun ingat malam di saat ia tertabrak di jalanan tak jauh dari lumbung padi. "Laki-laki pengendara mobil, kau yang menabrakku waktu itu!"
"Ehem, lebih tepatnya kau yang mendadak berdiri di depan mobil," bela Seungwoo agak ketakutan dengan tatapan lemah kakek. "Apa kau baik-baik saja?"
"Terima kasih sudah membawaku ke rumah sakit," kata Sehun membuat semua orang tertegun, "Karena kalian aku dapat bertemu Harabeoji dan memulai suasana baru dalam hidupku." ia menambahkan seraya duduk di sebelah kakek yang menyambutnya dengan hangat.
Sejeong mendecih, melayangkan tatapan tak suka. Berucap dalam hati, suasana baru dalam hidupnya bersama Harabeoji?
"Bukan apa-apa, justru kami merasa tidak enak meninggalkanmu begitu saja di rumah sakit," kata Seungwoo semanis mungkin.
Percakapan mereka berlangsung cukup lama, setelah kakek pergi untuk tidur mereka masih asyik membicarakan berbagai hal yang bermula dari pertemuan pertama di jalanan Busan. Ya, kecuali Kim Sejeong yang sudah berulang kali meminta pulang. Tetapi Seungwoo terus berceloteh menceritakan bagaimana ia tersesat sehingga terlambat menghadiri acara Festival Film Busan, tak lupa menceritakan saat mereka kembali ke rumah sakit.
Di sini Seungwoo paling bersemangat, dia sangat penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Sehun di sekitar lumbung padi.
"Apa saja yang kau ketahui tentang lumbung padi yang meledak?" tanya Seungwoo tak langsung mendapat jawaban.
Sehun mendadak diam setelah mendengarnya, dia tidak bisa mengatakan tentang keberadaannya di dalam bangunan yang terbakar dan selamat seorang diri, kan. Sementara itu tangan Sejeong sibuk menepuk-nepuk paha Seungwoo mengajaknya untuk pulang saja, tapi tak ada lagi yang paling ingin dia ketahui selain itu.
"Suster juga bilang kau memiliki luka bakar," lanjut Seungwoo mengabaikan Sejeong.
Sehun merasa isi perutnya seakan sedang diaduk-aduk, pikirannya jauh memikirkan kemungkinan kulit realistik berbahan silikonnya terbuka dan memperlihatkan jaringan semrawut di dalamnya.
"Kalau tidak ingin memberitahu, kau tidak usah menjawabnya," sembur Sejeong yang dipikirkannya saat ini adalah kenangan buruk bisa membuat seseorang trauma, mungkin Sehun sedang mengalami itu.
Dulu sekali Sejeong juga tidak suka apabila ada orang yang mendesaknya. Dari situlah ia berpikir kalau menjadi saksi sangat merepotkan, terlebih mereka tidak langsung percaya pada ucapannya.
ΘΘΘ
Seperginya Sejeong dan Seungwoo lampu ruang tamu dimatikan. Sehun berjalan gontai menuju kamarnya. Sedang Seungwoo masih menyalahkan perkataan Sejeong, dia benar-benar terbebani dengan ledakan yang menghancurkan lumbung padi di Busan.
"Kepolisian masih belum menemukan saksi dan lagi ada lima orang yang meninggal dalam ledakan itu, seseorang sengaja menaruh bom jarak jauh di sana, setidaknya kita harus membantu penyelidikkan dengan bersaksi." Seungwoo bersikukuh tapi berbeda dengan apa yang dipikirkan Sejeong.
"Tidak mau, kesaksian kita tak akan banyak membantu dan aku tidak mau diberitakan untuk hal itu."
"Sejeong-ah ... bisa saja dia pelakunya, kau lihat tadi dia begitu gugup dan tak bisa berkata apa-apa!" sanggah Seungwoo bersikeras.
"Dia tidak mungkin pelakunya! Dia saksi sama seperti kita, pulanglah...." kata Sejeong terlintas di pikirannya tentang apa yang baru dikatakan Seungwoo, bagaimana jika Sehun benar-benar pelakunya, maka kakek akan dalam masalah karena telah menyembunyikan penjahat.
"Sejeong-ah, tidak ada yang salah dengan menjadi saksi!" Seungwoo masih saja berusaha membujuk. Sejeong tak menghiraukan Seungwoo, ia terus berjalan semakin jauh melewati ayunan yang berada di halaman rumah.
"Selamat malam semoga tidurmu nyenyak!" tambahnya dengan suara menyindir. "Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan." Seungwoo berbalik arah menuju mobil, setelah memastikan Sejeong masuk rumahnya dengan aman.
ΘΘΘ
THANKS FOR READING
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro