Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. 민윤기

"Ada kalanya manusia hidup penuh kejutan, kesedihan, kebahagiaan dan waktu dimana seseorang ingin sendiri. Kata orang solidaritas itu penting, aku hanya ingin tahu bahwa setiap jam yang aku punya. Apakah cukup berguna?"

🦋

A n d a i

Semua manusia bisa konsisten dengan ucapan mereka. Tidak menciptakan kekisruhan yang membuat orang lain merugi. Tapi, sepertinya hal beruntun tidak terjadi padanya, dia adalah siswa kelas 2C yang kini jatuh meringkuk kesakitan setelah mendapatkan pukulan tepat di ulu hatinya.

"Sudah kuduga kau tidak bisa diandalkan! Bisakah kau melakukan segala sesuatu dengan benar, kau mau membuatku malu! Kenapa kau malah membuat nilai jelek pada tugas sekolahku huh?!"

Park Haechan, nama itu kotor terkena lumpur di bawahnya. Hujan memang tidak lagi jatuh ke bumi tapi bekasnya masih ada di tanah. Baru saja dia didorong hingga tubuhnya mengenai dinding di belakangnya tapi benturan baru mengenai tubuhnya lagi. Kaki itu menendangnya, padahal kedua orang tuanya belum tentu tega  melakukan hal itu.

"Ak-aku bisa menjelaskannya tapi kalian sama sekali tidak mau mendengarnya. Ak-aku..." Ucapannya berhenti karena lehernya tercekik dikarenakan kedua tangan itu menarik kerah bajunya. Cukup kasar agar yang lemah tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah.

"Banyak alasan! Kau tidak becus melakukan apa yang aku perintahkan! Padahal selama ini kau aku beri kesempatan tapi kenapa kau malah tidak bisa mengerjakan nilai ku dengan benar!" Wajah memerah dengan tangan mengepal, dia tidak dipisahkan oleh temannya yang sibuk melihatnya. Empat anak buah di belakangnya begitu kentara memberikan ejekan dengan senyuman juga kata kasar mereka.

Sementara Haechan adalah salah satu siswa introvet. Dia lebih suka menyendiri dan melakukan suatu hal di tempat sepi, bukannya mendapatkan penyiksaan yang kebanyakan didapatkan oleh siswa yang hampir sama dengannya. "Maafkan aku Lee Kwon tapi aku tidak bisa pelajaran matematika, aku juga tidak pandai sama sepertimu."

"Jadi kau bilang aku bodoh begitu maksudmu huh! Apa kau mau aku hajar sampai mampus sialan!" Tangannya terangkat dan seseorang itu memalingkan wajah dan bicara ampun. "Aku minta maaf sungguh aaa-aku akan lakukan yang terbaik esoknya. Ja-ja-jangan pukul aku, aku mohon padamu... Aku tidak bisa menolak mu tapi aaa-aku sudah mencoba dan ma-maafkan a-aku..."

Kedua tangannya sampai bergetar dan ada isakan kecil keluar dari bibirnya, kedua kelopak matanya seperti panda dengan kantung besar di bawahnya. Dengan gampangnya orang itu mendorong tubuh itu sampai jatuh ke samping dan dia ditinggalkan begitu saja setelah namja kasar itu meludah. Disusul oleh mereka yang juga ada di belakang sana.

"Lihat saja, kau tidak akan pernah tenang berada disini sial!"

BRAAKKK!

Salah satu kingka kelas C itu tidak terima dengan apa yang dikatakan olehnya. Dia merasa bahwa seseorang telah sengaja membuat dirinya jatuh, pendidikan adalah nomor satu kalau bisa dia bisa sukses tanpa kerja keras. Tapi hal itu adalah pemikiran bodoh sebenarnya dan ketika pemuda dengan raut wajah takut juga culun itu menangis seseorang tak sengaja mencelos dari arah sana.

"Maafkan aku, aku ti-tidak akan membuat kau seperti ini lagi. Ak-aku minta ma-" kepalanya menunduk tapi dia terkejut saat seseorang mencengkram lengannya dan membalikkannya di punggung hingga namja itu kesakitan.

"Diam saja bodoh! Atau aku akan hajar wajahmu. Sangat mengganggu!"

Langkah kakinya berhenti dengan kedua mata langsung respect. Meski dia tidak mengenalnya tapi sikap itu malah mengingatkan dirinya dengan Jae Bum yang selama ini sudah mengganggunya. Taehyung tidak akan menyangka jika ada banyak korban seperti dirinya.

Taehyung yang kebetulan ingin mencari tempat sepi untuk menikmati bekalnya secara tidak sengaja melihat seseorang meminta ampun. Haechan masih merasa sakit pada tubuhnya sesekali terbatuk ketika tenggorokannya gatal, bukan hanya itu saja dia juga ketakutan saat ancaman itu dia dapatkan. Seperti tak mampu bangun karena lemas, dia terisak ketika mengingat dirinya begitu bodoh tak bisa melawan. Sesekali dia mengatakan kata kasar dengan kepalan tangan menepuk tanah.

Taehyung ingin menolong tapi kedua matanya tak sengaja berpapasan dengan mereka yang tadi membuat ulah. "Apa yang kau lihat sialan!" Dorongan itu menusuk hingga punggung itu tak sengaja membentur dinding di belakangnya. Taehyung hanya bisa menggeleng tertunduk, dia tidak mau mencari ulah dengan siswa lain karena dirinya juga punya beban sendiri.

"Kenapa di muka bumi ini banyak sekali orang bodoh seperti mereka!" Ungkapan itu hanya ditanggapi tawa oleh mereka.

Taehyung jatuh hanya disenggol bagaikan kayu rapuh atau karena tubuhnya bisa dikatakan ramping dan kurus, dengan tatapan bengisnya dan beberapa dari mereka hanya bisa tertawa lirih dengan sombongnya. Taehyung memeluk bekal di dekapannya dan berharap bahwa mereka segera lewat dan pergi. Sepuluh detik berlalu dan Taehyung berharap tidak bertemu dengan mereka lagi.

Di gerakannya kacamata itu dan bangun dengan hati-hati, dia melihat seseorang itu berjalan linglung ke sisi lain. Taehyung buru-buru berlari menuruni tangga untuk menemuinya, tak berfikir bahwa bisa saja ada masalah datang padanya tanpa sengaja.

Suaranya sedikit serak dan sedikit berdehem untuk membenarkan pita suaranya. Taehyung rasa disini tidak ada mereka. "Tunggu, bisakah kau tidak berhenti dulu. Ada hal yang ingin aku katakan padamu." Suara Taehyung membuat dia berhenti dan menoleh. Ketika dia melihat hal itu tak ada wajah kebahagiaan disana, dia hanya bisa melanjutkan perjalanan dengan maksud ingin menjauh.

"Heiii.... Kenapa kau malah lari. Aku tidak bermaksud buruk, tolong jangan menjauh." Kini dia bisa menyusul dengan langkah sepatu yang hampir rusak. Mau tidak mau pemuda itu berhenti walaupun kedua matanya masih takut jika ada orang lain melihatnya termasuk mereka. Keduanya berpapasan tapi tidak akrab, suasana canggung mendera hingga Taehyung yang mengulas senyumnya untuk mencairkan suasana.

"Maafkan aku jika aku sepertinya ikut campur dengan urusanmu. Aku tidak sengaja lewat kesini dan..." Dia seperti kehilangan kata-kata, takut jika ada yang tidak berkenan dengan ucapannya.

"Dan apa? Kau melihat apa? Kau pasti tertawa ya melihat diriku seperti tadi. Aku memang tidak bisa melawan mereka dan lemah. Kalian semua sama saja, tidak ada yang menghargai."

Haechan merasa sedikit terganggu dan pandangannya tidak ingin melihat tempat ini, entah kenapa dia sendiri merasa tidak nyaman. Kemungkinan karena hal tadi, tanpa sadar kedua tangannya bermain dengan kuku masing-masing sampai membuat luka. Taehyung melihatnya dan dia merasa iba, ingin sekali tangan itu dia tarik agar tidak melakukan kebiasaan itu.

Dia tersenyum dengan manis dan memberikan satu buah roti dari kantung bekalnya. "Jangan berkata seperti itu, tidak semua manusia seperti yang kau pikirkan. Aku tidak... Aku ingin berbagi makanan denganmu." Dengan murah hati dia memberikan kue itu, sengaja dia beri rasa cokelat karena menurutnya rasa itulah netral dan banyak di sukai oleh orang-orang.

Haechan merasa aneh ketika seseorang memberikan dia makanan seperti ini. Tatapannya sedikit risih tapi menurutnya ini wajar karena tidak ada maksud lain kemungkinan. Dia menerimanya dengan perlahan dan pemikiran dalam otaknya menjadi bingung secara mendadak. Dia melihat Taehyung yang tersenyum dan menyuruhnya untuk memakannya tanpa sungkan.

"Untuk apa kau memberikan aku ini, apakah kau punya maksud terselubung? Kau ingin aku menjadi babu ya?" Pertanyaan banyak dengan tipikal aneh keluar dari mulutnya. Taehyung tentu saja langsung menolak dengan cepat, dia tidak mau membuat kesalahpahaman sebenarnya. "Oh tidak... Jangan berfikir seperti itu. Aku hanya ingin membantumu, dan kau akan ketinggalan jam istirahat kalau tidak memakannya."

Haechan diam ketika dia mendengar hal itu, rasanya ada sedikit rasa senang jika ada seseorang yang peduli padanya. Hanya saja karena perbedaan kelas membuat dia ragu, dia sering sekali bertemu dengan manusia munafik makanya dia susah sekali untuk percaya dengan orang lain. Mereka tidak banyak bicara dan Taehyung sama sekali tidak menyangka bahwa lima menit lagi istirahat usai.

"Kalau begitu aku pergi dulu ya... Jangan lupa memakannya aku jamin rasanya enak. Tenang tidak ada racun kok, makanan itu dibuat dengan cinta." Dia menepuk pundak itu agar tidak terlalu tegang, dengan tenang kedua kakinya melangkah melewati namja itu. Meninggalkan Haechan yang menunduk dengan memperhatikan makanan dalam genggamannya. Dia melihat sebuah donat dengan cream di dalamnya, roti di panggang hingga warnanya seperti keemasan.

"Seharusnya dia tidak melakukan hal ini repot-repot menyebalkan sekali." Dirinya melangkah untuk segera pergi, entah kenapa kakinya melangkah ke arah tong sampah dan berusaha memasukkan makanan itu ke dalamnya. Dia ingin jatuhkan tapi jemarinya masih saja menahannya agar tidak ditarik oleh gravitasi. Meragu ketika dia sempat mantap untuk tidak membutuhkannya, hatinya seperti mengatakan tidak boleh dan secara ajaib dia mendekap makanan itu.

"Hhhh... Kalau dibuang rasanya sayang sekali. Ini makanan dan aku tidak akan melakukan hal jahat seperti itu."

Pandangannya menjadi mengabur dengan sedikit bibir tersungging senyuman disana. Dia melihat ke depan dan tubuh siswa itu tidak ada, jujur saja diantara semua masyarakat di sekolah ini hanya dia yang memberikan sapaan untuknya. Seolah dia ingin mengajak akrab bersama sebagai seorang teman. Andai saja semua menjadi baik dan seperti yang dia inginkan bisa saja keadaan berbeda jauh dari sekarang.

Dia memakan kue itu dan rasa cokelat di lidah membuat wajahnya berekspresi. Seperti hilang rasa sedih sesuai dengan kunyahan di mulutnya.

Sweet...

"Rupanya enak juga, dia tahu aku senang cokelat." Tanpa sadar dia tertawa dan sedikit tersenyum. Wajahnya sumringah dan lupa akan kesedihannya, Haechan seperti mendapatkan mood dari seorang peri cokelat atau manusia baik yang datang membawa sebuah berkah.

.

Tak terasa bel pulang berbunyi, sorak Sorai para murid telah bernyanyi dengan indahnya. Sore yang melelahkan dan ada begitu banyak kejenuhan terjadi, seperti biasa diantara mereka pulang dengan mobil jemputan terpakir di luar. Atau beberapa dari mereka berani membawa motor sendiri ke sekolah, mereka yang tak mau dianggap manja oleh orang lain justru berlomba menunjukkan kekayaannya.

Tak seperti Taehyung yang mengambil sepeda miliknya dekat dengan pos satpam. Alangkah baiknya penjaga satpam itu karena dia sudah menggeser sepedanya di tempat aman tanpa di ketahui oleh mereka yang suka memberi keusilan bagi Taehyung.

"Wah, terima kasih pak. Aku sangat tertolong, aku kira sepedaku akan kembali jadi korban." Taehyung mengusap sayang kendaraan kesayangannya, dia tidak malu dengan sepeda berwarna merah muda dengan lampu hello Kitty itu, baginya hal itu tidak perlu di pusingkan karena jika bisa digunakan.

"Tak apa nak, bapak senang bisa membantumu. Akan sangat merepotkan jika mereka mengganggumu bukan?" Dia tengah sibuk mengawasi beberapa murid, beberapa kali juga dia memberi hormat pada beberapa guru yang juga turut ikut pulang.

"Tapi yang anda lakukan sangat membantu. Oh iya pak, kebetulan aku ingin membagikan ini. Kalau bapak punya acara besar atau kecil hubungi ibu saya pak, dia membuat pesanan antar dan kue." Taehyung tampak luwes dalam memberikan iklan pada pria di sampingnya. Dia sangat senang jika hal kecil dia lakukan dapat membantu, kebetulan dia pandai dalam desain kartu dan hanya bermodalkan uang seadanya dia bisa membuat kartu pengenal itu.

"Oh... Baiklah, paman akan simpan kartu ini. Semoga banyak yang memesan kue ibumu selama paman belum memesan ok." Dia tahu bahwa sebenarnya masih ada begitu banyak kekurangan pada benda di tangannya. Tapi niat baik pasti punya alasannya, dia tidak tega hingga memberikan sentuhan manis berupa jawaban hangat.

Taehyung merasa senang, dia berniat untuk membagikan sebuah brosur tempat les sebagai tambahan uang jajannya, bukannya apa hanya saja dia ingin membeli sesuatu untuk ibunya. Dia menabung untuk sebagian keinginan kecilnya, di usia muda saja dia sudah berfikir bijak lalu bagaimana kalau dia sudah dewasa?

Melihat anak muda itu nampak ketakutan membuat satpam itu keluar memastikan. "Ada apa nak, kenapa kau nampak kebingungan. Kau mencari apa?"

Taehyung sedikit terkejut, konsentrasi nya sedikit buyar karena ditanya. "A-anu... Ponselku sepertinya tertinggal pak. Bisakah aku titip sepeda? Ak-aku ingin kembali ke kelas, hanya sebentar kok pak."

"Tentu saja kapanpun kau mengambilnya tidak akan masalah. Tapi jangan sampai kena masalah lagi dari temanmu yang keras kepala itu oke." Nasihatnya dan dijawab oleh anggukannya dan membuat siapapun menjadi tenang.

Rasanya Taehyung meninggalkan sesuatu di kelasnya, ada yang mengganjal dan itu sangat menggangu pikirannya. Dia buru-buru memeriksa di dalam tasnya dan tak menemukan ponselnya. Sudah dia duga kalau keteledorannya bisa semakin besar akibat banyak tugas menumpuk yang sedikit memberi beban pada pikirannya. Betapa bodohnya dia sampai dia harus berlari marathon menuju kelas.

"Oh Tuhan, kenapa aku bisa lupa padahal aku tidak boleh seperti ini. Bagaimana kalau hilang padahal aku punya banyak sekali nomor penting."

Dia takut ponsel usang nya hilang dan tak sadar bahwa dia menubruk seorang guru hingga kertasnya berserakan di lantai. Taehyung merasa dia akan mati di tempat ketika melakukan keteledoran berlanjut, beberapa kali bibirnya terkatup gagap, dia malah membuat guru itu jatuh dengan pantat mendarat ke lantai terlebih dahulu.

"Aduh, hei kalau jalan jangan sembarangan dong!" Suara itu sangat tidak terima, bahkan dia memberikan sedikit kata galak disana.

Dengan kaki gemetarnya dia membungkuk, langsung meminta maaf dengan mata terpejam. Nafasnya terengah tapi semua raganya terasa ingin menguburkan diri dalam tanah akibat malu juga serba salah. Murid macam apa dia sehingga membuat kesalahan beberapa kali di area sekolah, dengan cepat dia membantu guru di depannya dan menyatukan kulit tangan diantara keduanya.

"Maafkan aku pak, sungguh aku tidak sengaja. Tolong jangan hukum aku, aku sama sekali tidak..."

"Kau Kim Taehyung bukan murid kelas 2A?" Tiba-tiba saja seseorang sudah memutuskan ungkapannya. Membuat Taehyung melihat seseorang itu dengan sedikit takut. Anehnya seluruh badannya terasa merinding, sangat jarang terjadi padanya sebenarnya.

Sadar atau tidak ada jemari yang secara sengaja memberikan usapan kecil cukup mengganggunya dan membuat gerakan Taehyung cepat melepaskan ketika dia sudah bisa berdiri dengan tegak. Taehyung melihat bagaimana manik mata itu melihat dirinya seolah penuh minat, entah kenapa perasaannya menjadi takut.

Mata itu lapar tapi bukan karena makanan. Dia hanya tertarik dengan keberadaan Taehyung yang datang padanya secara tak sengaja dengan wajah pucat nya. Buru-buru Taehyung lepaskan tangan itu, dia tidak nyaman dengan guru di depannya. Di balik wajahnya itu dia juga seperti memandang beda kearahnya, auranya juga sangat menakutkan di mata Taehyung.

"Iya, ta-tapi darimana bapak tahu. Selama ini saya juga baru pertama kali bertemu dengan bapak sekarang. Bapak bukan guru mapel saya." Taehyung gugup dan ini aneh, dia seperti takut tanpa sebab. Bukan hanya itu saja bagaimanapun dia merasa trauma dengan beberapa sentuhan itu, rasanya dia ingin mati kalau mengingatnya. Anehnya kenapa hal buruk itu malah terngiang dalam otaknya? Bagaimana mungkin bisa, jika dia sendiri menghindari pemicu hal buruk seperti itu.

"Benarkah? Tapi aku sudah bertemu denganmu. Kau murid yang cukup membuat perhatianku jatuh, oh iya... Aku memaafkan mu karena aku tahu kau tidak sengaja." Dia tersenyum dan itu rasanya aneh, karena dia tadi sempat ingin membentak murid itu. Rasanya Taehyung tidak betah jika berlama berdiri disini, beberapa kali pandangannya menuju tembok. Dia harus pulang dan mengerjakan tugas untuk besok.

"Maaf pak tapi saya ingin cepat pulang, in-ini buku bapak." Dia memberikan buku yang baru saja dia punguti, rasanya sangat aneh ketika kedua mata itu semakin dalam melihatnya. "Oh tentu saja, selamat sore dan hati-hati di jalan oke." Dia melambaikan tangan itu dan mengulas senyum yang dia anggap sebagai keramahan.

Taehyung tak bisa lagi bicara selain hatinya bergejolak untuk segera pergi, dia seperti dikejar harimau lapar. Lebih cepat lebih baik. Begitu beberapa kali kakinya melangkah dia malah mendengar seseorang berkata. "Semoga kita bertemu dan bermain lagi Kim."

Tapi begitu dia menoleh, dia hanya melihat guru itu melangkah melewati lorong. Tidak ada tanda-tanda dia berkata atau apa, jika di dengar suaranya dengan apa yang dia dengar tadi berbeda jauh.

"Sepertinya aku salah dengar, tapi... Kenapa aku malah ketakutan seperti ini. Kurasa dia guru kelas dua belas, apakah besok jika aku naik kelas dia akan menjadi guruku?" Bodohnya pemikiran dalam otaknya semakin kacau dengan deretan pertanyaan yang tak berarti. Mungkin Taehyung berfikiran parno dan malah membuat semua aktifitas menjadi tidak optimal jika selalu seperti ini.

"Taehyung, seharusnya kau fokus saja untuk sekarang dan besok. Kau pasti aman, asal kau tidak pulang larut malam." Sekolah semakin sepi dan dia tidak mau seperti itu. Jika bisa dia akan pulang sebelum siswa lain menginjak gerbang sekolah. Masih berharap dalam hati dia tidak bertemu dengan Jae Bum dan kedua temannya itu. Di gudang itulah hal terakhir baginya menerima perlakuan buruk itu.

Semoga besok tidak ada lagi....

Doa adalah hal yang selalu dikabulkan oleh Tuhan. Tapi tidak semua doa dikabulkan begitu saja, karena kenyataannya tanpa di sengaja dia mendengar suara. Tepatnya di ruang basket yang tertutup pintunya ada sedikit celah di sana, beberapa suara seakan memancing dirinya untuk mencari tahu.

"Jangan berisik atau orang lain ada yang mendengar, hei kau sudah beri dia obat itu bukan? Kau tahu bukan kalau aku punya selera tinggi."

Dia tidak tahu bahwa ada ekstra basket hari ini, apalagi dia baru melewati lorong ini. Dia fikir akan menghemat waktu karena setelah dari kelas untuk mengambil ponselnya akan lebih cepat jika dia pulang.

"Bukankah ekstra basket adanya hari Jumat dan malam hari, apakah ada kakak kelas ya. Aiisshhh kenapa aku malah begitu penasaran begini?"

Taehyung terlalu naif dan sibuk dengan pemikirannya, dia tidak sadar bahwa dia akan diadili. Ketika kedua matanya tak sadar melihat seorang gadis tengah di keroyok oleh beberapa siswa pria. Gadis itu seperti meminta tolong dengan memegang bajunya. Bukan hanya pria saja yang berani melakukan hal nekat itu tapi dua wanita juga ada disana dengan mereka yang berusaha melepaskan seragam itu di depan tiga pria yang merokok.

"Tolong aku hikkss... Siapapun tolong, aku akan melaporkan kalian hikksss... Jangan sentuh aku sialan hikksss... Ibu ayah aku minta tolong hikksss..."

"Hei bungkam mulutnya dengan lakban, dasar sialan dia berisik sekali. Apa susahnya kau membiarkan aku memasuki lubang mu huh?! Hei dia perawan kan, dia perawan bukan?!"

Taehyung seperti masuk dalam lubang singa, kedua kakinya gemetar. Apakah dia bermimpi buruk malam ini, dilihatnya sekitar dan tak ada seorang pun disini.

"Tuhan apa yang harus aku lakukan, kasihan jika tidak ada yang menolongnya tapi... Aku sama sekali tidak bisa jika melakukannya sendiri oh astaga." Dengan kalut dia mengacak rambutnya asal, melihat dan mencari ide tapi semuanya buntu.

"YAAAKKK JANGAN LAKUKAN ITU HIKKKSSS!"

"Ikat saja dia, aku ingin memakannya agar dia tahu apa kedudukannya. Oh gadis sialan kau benar-benar berisik ya!"

Karena terlalu terkejut membuat kedua kakinya seperti mundur sendiri. Beberapa langkah sampai dia jatuh tersungkur ke belakang dan mengakibatkan sebuah pot jatuh kelantai dan pecah. Suaranya membuat mereka yang ada di dalam sana terdiam dengan otak menerka beberapa detik kemudian.

"Apa kalian dengar? Sepertinya ada orang disini. Heiii... Ssssssttt, cepat cari tahu siapa dia. Bawa dia masuk dan kita beri pelajaran. Sialan! Kenapa pengganggu selalu datang."

Taehyung bangun dengan panik ketika dia mendengar seseorang hendak datang mendekat pintu keluar, kakinya sedikit ngilu karena efek terjungkal. Dia harus cari bantuan karena di sisi lain dia ingin menolong gadis itu, tapi sayang saat dia belum bisa menjauh dari tempat kejadian justru ketiga siswa itu malah melihatnya dan berseru.

"Hei kau itu dia! Sialan, jangan lari kau. Ayo cepat kita tangkap dia atau akan ada masalah, bajingan sekali dia!"

Taehyung hanya bisa berharap kalau Tuhan akan membantu nya. Seharusnya dia tidak ikut campur dan lewat saja, tapi kenapa malah hati kecilnya tak bisa diajak kerjasama? Sekarang dia mendapatkan masalah baru, apa dia akan dihajar atau memang akan dibunuh?

Dia baru saja melihat salah satu korban pemerkosaan dan kecil kemungkinan jika dia hanya dihajar saja. Entah karena ketidakberuntungan atau apa Taehyung malah terjungkal ke depan karena ada kulit pisang yang berserakan di lantai dan tak sengaja dia injak.

"Apa yang kau lihat huh?! Untuk apa kau kesana. Kau akan beritahu pada semua orang tentang kami bukan?! hei keparat jangan ikut campur sialan!"

BUGHHH!

.

Mata itu tak bersemangat saat melihat mobil Van hitam berada di depannya. Karena melihat nomor seri itu membuat dia menjadi malas, dia ingin pulang bersama teman-temannya. "Untuk apa paman kesini, aku sudah bilang bisa pulang sendiri. Jangan membuat hariku semakin buruk paman."

Anak muda itu sudah biasa memanggil pria dengan seragamnya itu sebutan akrab. Dia sudah bekerja cukup lama sejak Yoongi belum lahir, alangkah baiknya dia mementingkan kehendak dirinya daripada menurut tapi ujung-ujungnya buntung.

"Tuan muda anda mau kemana, ayah anda meminta anda segera bersiap ke pertemuan partai. Beliau ingin anda ikut." Dibukakan nya sebuah pintu dan meminta agar yang muda segera masuk. Ada seulas senyum ceria disana, hal itu bukan sesuatu yang dipaksakan.

"Oh yang benar saja, paman... Aku hanya ingin paman tahu. Aku tidak suka ikut acara seperti itu. Katakan pada ayah kalau aku ada tugas sekolah, tenang saja kau tidak akan dipecat paman." Terlalu santai sampai tak sadar bahwa ada yang keluar dari mobil ketika tubuhnya membelakangi pria paruh baya disana.

"Tapi tuan muda jika begitu ayah anda akan semakin lari, dia hanya ingin anda menghadirinya saja." Sedikit memaksa karena dia tahu bahwa seseorang disampingnya akan memberikan perintah. Dia hanya tidak ingin jika Yoongi kena masalah sebenarnya, meski dia supir sifatnya seperti seorang ayah sayang pada anaknya.

"Min Yoongi, apa begitu caramu tidak membalas kebaikan ayah karena sudah merawat mu. Sejak kapan kau bertingkah seperti itu, pulang atau kau akan mendapatkan hukuman anak muda!" Sosok itu menggertak membuat beberapa orang tua wali yang masih ada disana lebih memilih masuk ke dalam mobilnya. Siapa yang tak kenal dengan Min Seo Jung, seorang pejabat walikota berusia lima puluh tahun.

"Ayah, aku sudah bilang kalau aku ingin pulang sendiri. Aku juga bukan anak kecil, dan lagi ada hal yang memang harus aku lakukan." Yoongi tidak ingin berdebat dengan ayahnya, dia hanya ingin menikmati masa sekolah dan bukannya mengurusi bisnis politik yang bukan bakat dan minatnya. "Bicara apa kau, yang kau lakukan adalah hal pentingkah? Ayah mengajakmu agar kau belajar menjadi penguasa itu sulit dan butuh usaha besar untuk mendapatkannya."

Sang anak benci dengan ungkapan itu sebenarnya, apalagi ada beberapa orang yang keluar dari sana. Sepertinya orang kepercayaan sang ayah justru orang asing yang suka ikut campur seseorang. Kenapa harus ada orang seperti itu yang menjadi kalangan teman ayahnya, Yoongi tidak pernah percaya dengan seorang penjilat.

Dia punya banyak pendukung hingga masih menjabat selama dua periode. Hal itulah yang membuat dia dan kalangan keluarganya masuk dalam kategori keluarga terhormat termasuk anaknya sendiri. Yoongi melihat ke sekitar dimana siswa lain berfokus padanya dan dijadikan sebuah gosip. Yoongi akan protes,  kalau dia bukan sebuah objek artikel.

"Ibumu juga datang Yoon, kau tidak bisa membatalkan secara sepihak. Datang atau ayah akan membuat keputusan menyesal untukmu." Dia berkata seperti itu, hingga membuat hati sang anak sebal. "Ayah selalu saja mengancam ku, apakah itu tidak keterlaluan."

"Datang atau tidak? Jika kau tidak menurut jangan harap kau bisa bersekolah disini sampai lulus. Kau akan aku kirim ke luar negeri."

"Ayah aku... Hhhhh, sebaiknya ayah ingat kalau sedang sakit kolestrol." Enggan menatap wajah murka itu, dia tidak ingin suasana hatinya semakin buruk.

Ini yang tidak disukai oleh Yoongi dia hanya bisa mendengus sebal ketika melihat pria itu mementingkan sebuah prioritasnya. Dengan berat hati dia mengiyakan tapi dia bicara seolah itu akan disepelekan olehnya. "Ayah, kau bisa pulang dulu. Aku harus melakukan sesuatu. Aku janji akan datang tapi untuk yang satu ini aku mau pulang ke rumah dengan mereka."

Dia langsung melenggang pergi tak peduli bagaimana ayahnya merespon atau tidak. Tak ada yang pernah memperhatikan di rumahnya selain para pengasuh yang begitu sayang padanya. Kedua orang tuanya terlalu sibuk dengan jutaan uang dari rakyat, dan hal itu harus Yoongi rasakan pula sebagai seorang anak.

"Terserah kau saja, aku tidak peduli kau pulang dengan apa dan siapa. Yang jelas kau harus datang atau kau menanggung akibatnya Yoongi." Dia menggertak hingga sang anak mendengar di setiap langkah kakinya, jika dia akui akan hal ini dia malu dengan sikap ayahnya. Hanya disini dia berani bersikap seperti wujud aslinya, sang ayah bertindak seolah dia bapak paling benar dan menghukum anaknya seperti bajingan.

"Semoga kau panjang umur ayah." Antara ikhlas atau tidak, tapi dia selalu berdoa yang terbaik. Dia juga tahu bahwa ayahnya sudah tua dan beresiko sakit jantung. Seharusnya dia sadar kesehatan karena pengidap kolestrol, tapi apa gunanya ucapannya sama seperti dianggap sampah. Dia ingin menemui Namjoon di perpustakaan, karena dia butuh seseorang yang mampu memberikan dia peluang dan pencerahan.

Dia terlalu percaya bahwa temannya itu cukup pintar walaupun ceroboh.

"Katakan padaku apa yang kau lihat sialan! Bajingan jika dia menceritakan banyak hal dia pasti akan melaporkan kita."

"Sebaiknya kita bungkam dia. Kita bisa mengancamnya atau menghabisinya. Kita bisa buat dia seolah bunuh diri."

Gila!

Yoongi menghentikan langkah kakinya saat dia mendengar kata itu. Dimana kedua mata elang itu melirik ke samping dengan senyuman yang bisa dikatakan mematikan menurut para gadis yang melihatnya.

"Licik." Sedikit mendesah pelan ketika dia mendengar rintihan seseorang. Dia tidak pernah lupa bagaimana suara para siswa di sekolah, dia punya kelebihan peka akan sesuatu. Ketika dia menoleh ke sisi sana tepatnya pada ruangan olahraga yang terbuka tak sadar pintunya, seorang kakak kelas tengah menginjak tubuh seseorang dengan bengis. Yoongi ingin ikut campur untuk sekarang.

"Hei bodoh, kau memohon begitu kami tidak peduli. Karena kau kami kehilangan selera untuk bertindak jauh dengan gadis itu, kau pacarnya iya!" Orang itu membentak dengan jemari tangan menunjuk ke arah gadis yang sedang meringkuk takut disana. Dia hanya bisa bergetar lemah tanpa tahu harus melakukan apa, melihat pemuda dengan kacamata disana tengah di siksa adalah adegan yang sebenarnya tidak dia inginkan.

"Ak-aku tidak mengenalnya sungguh, dia bukan temanku atau pacarku." Suaranya mendayu dan dia sama sekali tidak bisa melihat wajah memelas itu. Dia ingin keluar dan kabur, sampai beberapa kali dia melihat ada celah pada pintu disana. Sementara mereka yang menghardiknya tengah lemah pengawasan. Gadis itu bergerak cepat dan meninggalkan bunyi ketukan pada lantai.

Nafas itu memburu senang ketika dia dekat pintu, dia akan menarik daunnya dan langsung pergi. Bukan main ketika tangan itu di cekal oleh seorang siswa, tanpa ekspresi dengan tatapan menajam. Dia ketakutan jikalau siswa itu adalah bagian dari mereka, "tolong jangan halangi aku. Lepaskan aku, aku ingin pulang huhuhu..." Rasanya sedikit sakit tapi bukan karena cengkraman. Melainkan nyeri pada lengannya yang membiru.

"Sangat tidak etis kau meninggalkan seseorang yang membantumu. Wanita kenapa selalu memilih jalan mudah, apakah kau tidak malu dengan temanmu." Yoongi berani berkata demikian dan membuat rasa kagum diantara mereka di dalam sana. Bukan suatu hal aneh memang tapi, saat dia melihat kejadian sekarang rasa tidak suka datang pada seorang siswa dengan kesombongannya.

Dia berjalan mendekat dengan memperhatikan dua orang disana. Melepaskan kakinya dari atas tubuh Taehyung yang terluka.

"Dia bukan temanku, aku tidak kenal dia. Sama sekali tidak kenal dengannya! Lepaskan aku, aku tidak ada urusan dengan hal ini." Gadis itu menangis dengan beberapa kali memukul tangan itu agar segera terlepas, dia sedikit tercekat ketika mendapati tatapan kedua gadis disana. Suasana nampak gaduh dengan pacuan sebuah siulan santai.

"Siapa kau, ada urusan apa disini. Apa kau ingin bertemu denganku, gadis itu atau dirinya?" Alis kanannya terangkat dengan decakan meremehkan berbunyi seolah dia akan menang. Yoongi tidak takut dengan siswa itu dan justru melepaskan tangan itu, tapi gadis itu tak bisa lepas ketika pinggangnya ditahan oleh dua gadis yang nampak emosi.

Mereka berdua menarik lagi untuk masuk kesana, terdengar bagaimana jeritan siswi itu nampak melengking. Tak ada guru disini dan itulah keuntungan jika sekolah sepi di sore hari, kedua mata Yoongi semakin tidak lengah melihat mereka disana. "Bodoh sekali..." Gumamnya dengan wajah meledek, dia sendiri juga keberatan dengan sikap Taehyung sekarang.

Jika dilihat dia bisa saja melawan dengan tubuhnya. Bukannya pasrah, disini Yoongi ingin menggarisbawahi mengenai kekurangan yang ada pada dirinya hingga tatapan mata itu menunjukkan seolah bahwa Taehyung tidak harus dalam keadaan nol selalu. "Minggir lah aku tidak ada urusan denganmu atau gadis itu, aku hanya ingin menjemput siswa disana." Melenggang begitu saja melewati mereka, Yoongi hanya bisa berdecak sebal saat seseorang malah meringkuk dengan gemetar.

"Hei... Siapa yang menyuruhmu masuk. Kau tidak diundang kesini dan jangan menyentuh siswa itu, bedebah sialan!" Seruan itu bahkan terlontar sangat kasar. Bukan berarti dia bisa menang berdebat dengan Yoongi, hingga pemuda dengan kelopak sipitnya itu menoleh dengan wajah datarnya. "Siapa kau yang melarangku, Tuhan saja tidak lalu kenapa kau malah repot sendiri."

"Sialan, kau ingin mati huh!" Tubuhnya hendak berjalan maju, tapi dia ditarik kembali oleh teman di belakangnya. Setelah itu dia memberikan bisikan pada perusuh itu dan membuatnya bungkam. "Shit, kenapa dia punya kedudukan seperti itu. Sialan, aku tidak bisa melakukan pembalasan."

Yoongi hanya diam seribu bahasa ketika dia sudah menerka apa saja yang menjadi bahan bisikan itu. Sangat menyedihkan ketika dia melihat Taehyung tak jauh bedanya dengan seorang gembel.

Taehyung merasa tubuhnya bangun akibat rangkulan seseorang. Pinggangnya remuk dan dia sendiri tidak punya muka sekarang untuk berhadapan dengan mereka yang ada di dalam. Taehyung sudah hancur dari segi kerongkongan sampai dia tidak bisa bersuara lain selain rintihan rasa sakit. "Bisakah kau berjalan, aku sama sekali tidak tertarik untuk menolong dirimu sebenarnya." Dia pandai membuat keputusan untuk menimpal, dimana dia juga sembunyikan raut lain kenyataan di depannya.

"Kakiku sakit, aku tidak bisa melakukannya dengan benar." Dia seperti bayi merengek, membuat si namja sipit membulatkan matanya malas. Haruskah dia membopong atau membantunya berdiri, tapi di sisi lain penglihatannya ingin buta saja. Kenapa Taehyung telanjang dada dengan luka memar cukup banyak, ditambah lagi pada bagian bahu seperti sebuah hantaman kuat.

Yoongi memang tidak bisa sepemikiran tapi pada akhirnya dia menyerah dengan sikap dingin esnya. "Cepatlah sebelum mereka menghalangi jalan keluar kita. Aku tidak bisa disini lebih lama seperti yang kau harapkan." Cara bicaranya sadis tapi hal itu bukan suatu masalah, Taehyung langsung mengangguk paham dengan raut wajah tidak enak hati.

Keduanya melewati mereka yang menatap dengan penuh emosi tertahan, berbeda jauh dengan gadis yang kini merengek minta tolong dan membuat Taehyung menoleh. Dia tetap berjalan dengan kaki di bantu tapi hatinya seakan iba ketika mendengar seruan lirih dengan tangisan itu, sesuatu hal buruk akan terjadi pada gadis itu jika tidak ada yang menolongnya.

"Tolong bantu gadis itu juga, dia akan disiksa oleh mereka." Kedua mata itu saling bertemu, dimana Taehyung meminta dengan sangat pada namja bermata sipit itu. Yoongi tidak ada minat membantunya dia bisa menganalisa mana yang khianat dan mana yang tidak. "Untuk apa aku menolongnya dia bukan teman, dan bukan pacarku atau pacarmu. Dia hanya siswa lain bukan?"

Taehyung melepaskan rangkulan itu dan melihat Yoongi kesal, bayangan keduanya seperti sebuah atraksi di bawah lantai. Tak bisa dimengerti kenapa seluk beluk siswa itu menyulitkan hingga Yoongi kembali merangkul itu tapi Taehyung dengan mudah melepaskannya dan menolak.

"Kau tak apa, tapi bagaimana dengan kehormatan gadis itu. Apa kau tidak tahu bahwa dia hendak di perkosa, dia akan menjadi lebih malu jika kehormatannya diambil." Dia berkata seperti itu, berharap ada yang mengerti dan membantunya. Karena nasib tidak memandang jenis kelamin, tapi jika seperti ini akan ada banyak orang yang bunuh diri. Taehyung masih waras lantaran tidak mengabaikan manusia lain yang masih membutuhkan bantuan ketika sudah.

Mereka yang ada disana hanya bisa menggeleng dengan senyuman hambar. "Kurasa ada orang yang begitu sok tahu mencampuri urusan orang lain. Hei bro, dia sudah membuat masalah lebih dulu Hem..." Dia datang dengan segala atensinya dan hal itu membuat Taehyung susah payah mengumpulkan nyalinya. Yoongi bertindak sesuai waktu dan kondisi, ketika dia melihat gadis itu sudah nampak kacau justru dia tidak iba. Karena sorot mata manusia menyimpan banyak maksud terselubung.

Yoongi mendekat ke arah gadis itu, sementara dua orang yang merupakan tipe berandal justru tersenyum nakal ke arahnya. Atensi elangnya meneliti dan entah kenapa membuat si korban nampak ketakutan berpaling.

"Yang kau lakukan itu tidak baik, aku akan laporkan kau pada polisi jika kau memperkosanya!" Taehyung sedikit meninggi, dia juga mendorong dengan lemah ketika dia tak sadar terbawa suasana. Siswa dengan jabatan kakak kelasnya itu saja melihat pundaknya dengan berani. "Hei, kau bilang aku akan perkosa dia? Memangnya kenapa? Apakah ada yang salah, justru aku ingin dia merasakan apa yang adikku rasakan. Kau tidak tahu ya, kalau dia pembunuh adikku. Dia harusnya mendapatkan apa yang menjadi karmanya dan aku bukan tipe sabar menunggu hal itu." Dia memainkan kakinya diatas lantai. Menginjak sesuatu yang merupakan puntung rokok dibuang dari kantungnya secara kebetulan.

"Apa maksudmu, kau bilang padaku soal apa?" Dia tidak mengerti dan nampak bodoh dengan wajahnya. "Yang kau lihat dan tak kau dengar itu bukan seperti kau duga. Sepertinya otakmu kotor ya hahahaha."

Sedikit kesal hingga didorongnya tubuh itu sampai terjungkal.

"Gadis itu lebih kejam dari apa yang aku lakukan padamu. Aku sama sekali tidak peduli, tapi sekali pembunuh tetap pembunuh. Dia hanya kehilangan keberuntungan saja."

Sebenarnya Taehyung hanya di hajar dan dilepas bajunya sebagai sebuah kode menggertak tapi dia tidak diperlakukan begitu buruk seperti sebelumnya. Tubuhnya ambruk tapi masih bisa ditolong ketika ada dinding disampingnya, menopang tubuhnya yang bobrok.

Ketika dia merasa akan kehilangan kesadaran tepat saat matanya terasa buram seseorang telah memaksa dia bangun dan menopangnya. "Ayo kita keluar dari sini, aku akan membawamu ke UKS." Yoongi tidak banyak bicara tapi Taehyung bisa merasakan bahwa kekhawatiran seorang manusia dingin itu berbeda dari lainnya.

Taehyung masih diam dan menerka, ucapan orang itu membuat dia bungkam tak bersuara. Hanya mendengar jeritan minta tolong dari seorang gadis yang protes dan Yoongi melirik Taehyung dengan ribuan pertanyaan dalam hatinya. "Bisakah kita melakukan suatu hal, apa yang aku lakukan hanyalah karena kita manusia."

Makin jauh mereka pergi makin keras juga gadis itu meminta tolong, sekolah sudah sepi dan seperti tanah pemakaman. Mereka yang sudah tersulut amarah dan tak meledak kesabarannya, hanya dinding sekolah dan pohon besar menjadi saksi dari sebuah derita.

.

Jimin orang yang paling tidak tenang diantara mereka, bukannya apa tapi dia sudah menunggu Yoongi lama. Jika tahu begini seharunya mereka pulang bersama dan tidak akan membuang waktu seperti ini.

"Apakah kita tinggalkan saja dia, kenapa sangat lama sekali?" Seokjin keluar dengan wajah uring-uringan. Dia suka dengan tepat waktu maka sudah sepantasnya dia menjadi kesal seperti ini. Hoseok menjadi bingung dan bertanya pada Namjoon yang baru saja selesai membaca novelnya.

"Ada apa dengannya, selama ini aku belum pernah melihat dia dalam keadaan kesal seperti itu."

"Entahlah sejak tadi dia begitu, kupikir karena ada masalah keluarga. Sepertinya memang ada yang mengubah moodnya. Oh astaga kalau Yoongi tidak terlambat dia tidak akan membuat tanduk itu keluar bukan?"

Jungkook hanya bisa menggeleng dengan senyuman kelincinya, dia sengaja memberikannya agar kawannya tenang. Tingkah Seokjin juga susah ditebak sekarang, dia malah sibuk makan cokelat dengan kedua mata marah.

"Kak jangan merengut kau membuat semua takut. Apa kau tidak bisa melihat perbedaan yang terjadi sekarang?" Si muda berbicara dan ekspresinya terlalu santai. Seokjin hanya bisa berdecak sebal ketika dia melihat pandangan aneh mereka. Rasa bersalah membuat dia kalut dan pada akhirnya dia bersandar dengan wajah memelas.

"Maafkan aku semua, akhir-akhir ini ada banyak yang aku pikirkan. Sebaiknya aku tidak melampiaskan semua kekesalanku pada kalian." Hembusan nafasnya juga wajah dimana cahaya mentari menerka di wajahnya. Dia melihat langit sore ini cerah dan musim panas masih berlangsung.

Hampir diantara mereka semua meneguk air minum demi membasahi kerongkongan. Saat itu ada suara kaki melangkah, Jimin yang menyadari langsung menoleh ke belakang. Dimana ada bayangan seseorang datang dengan salah seorang lainnya.

"Siapa yang bersama Yoongi?" Jungkook melihat mereka dengan kedua mata sedikit menyipit, rasa terang matahari membuat mereka menjadi tidak jelas. Tapi setelah kaki itu berhenti dengan Yoongi yang santai kepada mereka, saat itulah Jimin langsung menyenggol pundak Seokjin untuk tidak bermain ponsel.

Yang disenggol langsung melongo seperti orang bodoh tak tahu apapun dan Jungkook berlari menghampiri Yoongi yang sedikit limbung karena menahan beban berat. "Sepertinya dia pingsan, hei kak tolong aku." Dia meminta pada Hoseok agar membantu Yoongi yang sempat tertindih tubuhnya.

"Oh astaga dia ternyata tidak seberat itu, hei tolong buka mobilnya. Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit." Ketika suara itu hendak dituruti tiba-tiba saja ada yang memotong pembicaraannya. Dimana tangan itu menahan

"Tidak, jangan bawa dia kesana. Lebih baik bawa ke studioku. Aku akan jelaskan pada kalian nanti." Entah kenapa Yoongi memiliki aura yang berbeda dari biasanya, dia bahkan menahan kepalanya diatas paha mereka. Beberapa kali dia menepuk pipi itu agar si dia sadar, tapi percuma kelopak matanya terpejam dengan rapat.

Apakah dia sekarat?

,

"Nak tetaplah melanjutkan hidupmu dengan baik dan bahagia. Jangan buat ayahmu ini menyesal, kau harus bisa menjadi sukses. Tolong jaga ibu dan kakakmu. Nak.... Maaf kalau ayah tidak bisa menjagamu sampai dewasa."

Hembusan nafas itu sesak, tangan kanan itu meremat sesuatu yang bisa dia gapai dengan telapak tangannya. Dia remat begitu kuat hingga kain celana seseorang kusut dan itu terjadi pada Jimin yang tak sengaja merasakannya.

"Ini semua salahmu sialan! Kau membuat ayah mati! Kenapa kau selalu merepotkan ayah sampai dia seperti ini, kau adik nakal! Adik yang nakal!"

"Ja-jangan, tolong... Ja-jangan bunuh aku. Aku mohon tolong..." Suaranya serak dan air mata jatuh dari kelopak kanannya. Jimin yang berada di belakang dengan Jungkook disana mendadak sedikit kalut. Dia melihat ke luar dan mungkin beberapa menit lagi dia akan sampai.

"Ibu marah padamu karena kau malah membuat semua semakin buruk. Taehyung kenapa kau tidak bisa mengubah sikapmu! Kapan kau akan lulus dan kaya jika kau melakukan hal itu! Kembalikan soal ujian itu nak!"

Kedua mata itu masih terpejam tapi suara seperti isak tangis keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak bisa diduga oleh Jimin, sampai dia bertanya pada Seokjin. "Kak Jin, apa yang terjadi dengannya. Dia seperti menangis dan memanggil nama seseorang. Ap-apa yang terjadi, dia sepertinya kacau." Tentu saja dia takut, dia sama sekali tidak tahu bagaimana akan hal ini.

"Jangan salahkan aku ibu hikksss... Aku tidak melakukan apapun hikkss..." Taehyung bergumam tanpa dia tahu bahwa dia orang bersamanya memperhatikannya. Ketika mereka sampai tempat tujuan saat itulah Yoongi langsung membuka pintu mobilnya.

"Cepat bawa dia masuk. Seokjin kau bisa tolong dia bukan? Sekarang gunakan keahlian yang kau pelajari saat menjadi PMR."

"Apa?!"

Seokjin mendadak menjadi babunya ketika Yoongi menuntut mengatakan hal itu. Dia cukup bangga akan keahliannya dalam menangani masalah kesehatan dan orang luka, tapi dia ingin meralat ucapan itu jika sudah selesai akan hal ini.

"Oh astaga yang benar saja aku disuruh oleh bocah. Aku akan jitak kepalamu Yoon." Tegasnya dengan keras sampai membuat si mata sipit memberikan cengiran bodohnya.

"Ya ya sebaiknya kau lakukan itu nanti. Ayo Namjoon bawa dia segera aku keberatan dengan tubuhnya ini jujur."

Sepertinya akan ada yang terlambat untuk makan malam. Apakah anak orang kaya seperti mereka akan kena hukuman dari para orang tua?

.

Tempat ini tak sepi, tapi ada beberapa pengunjung siap menyantap minuman mereka dan makanan camilan yang dianggap sebagai pelengkap kegilaan. Ini sudah petang dan membuat tempat ini akan berisi puluhan manusia menggila disini.

Seorang pria baru saja membuang puntung rokoknya dan dia sendiri malas menari walaupun ada banyak wanita penggoda dengan baju kurang bahannya. Salah seorang datang dengan pantat melenggok bohay datang ke arahnya, beberapa kali sentuhan intim merasuk padanya hingga akhirnya dia bisa merasakan bau nafas nikotin dari sana.

"Kau tidak tertarik pesta, biasanya kau datang menjadi gila. Apakah kau tidak mau memberi sedikit waktumu untukku atau gadis kesepian disana?" Dia dengan rambut panjang bergelombang, memakai baju seksi dengan bahannya yang tipis dan karat, membuat lekuk tubuhnya nampak jelas. Para hidung belang pastinya akan senang ketika mendapatkan suguhan seperti ini.

Tatapan nakal itu dianggap sebagai bentuk kesempurnaan dia dalam melakukan sesuatu hari ini. "Akankah kau tidak mau bermain sebentar denganku. Aku ingin sekali melakukan itu." Nada dan cara bicaranya dibuat seperti gadis yang kemayu, tapi tingkahnya tak bisa membuat pria itu minat. Dia meneguk minumannya dengan sedikit kasar dan memberikan uang tip pada gadis itu.

"Bonus untukmu karena kau sudah memberikan bagian elok. Aku tidak ingin bermain karena ada seseorang yang ingin aku temui." Dengan sok kerennya dia mengedipkan mata sebelahnya, bermaksud memberi kode agar wanita itu tidak kesal dan marah. "Aku akan menggunakan mu besok, saat aku kalut maka kau akan tahu apa yang terjadi bukan?"

Pria itu berbisik dan memberikan cekikikan kecilnya, dia sama sekali tidak keberatan sekarang. Ketika kedatangan salah seorang menyambutnya dengan segera pria itu memberikan sambutan hangat pula. "Kupikir kau tidak akan datang, apakah aman, kalau orang tuamu tidak curiga padamu."

Yang ditanya malah tersenyum tampan, dia memakai ziper putih dengan celana jeans mahal. Terlebih sepatu yang dia pakai bukan merek murahan yang dijual di pasar atau toko swalayan kota. Dia memesan satu botol jus karena dia sadar umur.

"Bau alkohol akan membuat kedua orangtuaku curiga. Aku datang kesini sendiri, dan menerima pesan anda sepertinya akan sangat menggiurkan."
Ada tawa renyah disana, bisa kalian bayangkan bagaimana musik diskotik memecah gendang telinga orang yang belum biasa atau pertama kali masuk kesini.

Orang selalu menyebutnya sebagai ruangan laknat. Pria itu memberikan satu gepok uang dan menghembuskan rokok barunya. Kedua atensi mereka menatap satu sama lain dengan senyum penuh selubung. "Aku ingin kau lakukan hal sama lagi seperti kemarin, jujur aku sangat ketagihan dengan temanmu itu." Cara bicaranya saja membuat Jae Bum yakin bahwa dia akan mendapatkan keuntungan besar.

Dia melihat uang itu dalam amplop dan bersiul, jumlah yang besar walau tak sebesar uang jajannya. Jae Bum sendiri akan melakukan hal ini dengan baik, dia bukan germo tapi salah satu penyedia sebagai lambang perjanjian. Ketika dia bisa memberikan apa yang di mau oleh guru ini maka nilainya akan dianggap bagus di rapot meski dia tidak belajar sekalipun.

"Cukup, aku akan menyusunnya tapi tidak bisa besok. Mungkin lusa karena akan ada ujian dan kau tahu, akan ada banyak halangan saat aku melakukannya." Seorang murid dikatakan baik jika Budi pekertinya suci tapi sepertinya hal itu tak berlaku bagi Jae Bum. Si pria mengerti dan memakai kacamatanya, dia akan jauh menikmati saat dia benar-benar menahan itu semua.

"Kabari saja jika sudah siap, kau tahu siswa itu membuatku kepayang saja. Kenapa kau bisa pintar memilih orang. Aku sangat tidak bisa menebak dan bahkan berfikir bahwa tidak akan ada orang seperti itu."

"Kau bergairah, dan menikmatinya. Kurasa kau bisa saja menjadi penculik dan menyekapnya lama. Apakah kau akan lakukan hal nekat itu, mau di pecat ya?" Bercanda sebentar memang asik tapi kali ini seluruh bulu kuduk serasa merinding.

"Hahahaha, aku akan lakukan seperti biasa. Ketika dia lulus dia bebas tapi aku tidak akan jamin dia bisa lepas dari rasa candu. Kau tahu bukan alasanku memberikannya obat perangsang. Dia harus menjadi manusia penuh penjiwaan. Maka kau akan dapatkan apa yang kau mau."

Itu sebuah nasihat atau petuah, rasanya Jae Bum berada di ruang bahasa ketika mendengar ocehan itu. Kenapa dia serasa berada di sekolah padahal di tempat orang mabuk.

Pria itu menyodorkan rokok padanya dan diterima dengan senang hati benda mematikan itu. Kata orang tidak merokok akan dianggap sebagai tidak keren atau lemah, karena setiap hisapan adalah tanda bahwa dia sudah menjadi pemuda tangguh.

Kebanyakan orang menghasut orang bodoh dan membuat manusia semakin menyusut di bumi. Jae Bum bisa melakukan apapun bahkan membeli pulau dan meledakan nya sebagai kesenangan yang besar. Tapi dia tidak bisa semena-mena itu jika belum mendapatkan sebuah warisan. Sekarang dia fokus dalam mendapatkan berbagai hal termasuk melihat peluang yang besar. Taehyung adalah orang yang bisa diajak dan diganggu, selain menghilangkan stres yang baik dia bisa menjadi barang jual tinggi.

Jae Bum memang untung tapi dia tidak pernah memikirkan sebuah konsekuensi. "Aku akan beli obat itu agar suasana makin seru." Tersenyum dengan manis dan membuat pria itu mengacungkan jempolnya. Terima jadi saja tanpa harus berpusing ria.

"Kena kau Kim, aku jamin kau tidak akan bisa bertahan lebih lama di sekolah itu. Aku jamin tidak akan..." Seseorang bahkan memberikan ancaman yang bisa dikatakan menakutkan. Ya walau di balik tatapannya ada banyak begitu cerita.

.

Kepala terasa nyeri dengan kerutan beberapa kali pada kelopak matanya. Ringisan pada mulutnya dan Taehyung merasa bahwa ruangan disini remang, dimana kedua mata itu memburam. Disini bukan siang lagi tapi sudah malam saat Taehyung melihat ada begitu banyak komputer yang hidup. Bukan hanya komputer hidup saja yang ada disana, tapi juga manusia sibuk memainkannya.

"Hei Namjoon jangan curang padahal aku sudah beri kesempatan menyerang tapi kau malah aiisshhh!"

Suara seseorang tengah protes dan malah di balas dengan tawa lepas. Suara disini nampak ramai, bahkan diantara mereka ada yang sedang sibuk melihat drakor. Bukan karena apa hanya saja sudah bosan dengan kesibukan yang sama.

Jungkook, Jimin serta Hoseok contohnya. Mereka bertiga adalah korban drama, bisa dilihat bahwa ketiganya menangis dengan tersedu-sedu hanya karena bintang drama mereka bermain dengan bagus disana. "Hei, Jungkook bukankah kau suka IU? Keren selera mu besar juga karena suka dengan gadis secantik dia."

"Iya dong, memangnya siapa yang kau suka. Apa kau suka artis cantik juga?" Jungkook sedikit kehilangan jati dirinya jika tenggelam dalam menikmati adegan disana. Hoseok nampak tenang setelah mendengar cara bicaranya, senyuman seperti matahari itu adalah andalannya.

Taehyung mendengar hal itu dan merasa kesakitan ketika bahunya dia gerakkan, "sakit, akhhhh..." Langsung lemah diatas tempat tidur ketika dia hendak bangun. Yoongi menurunkan buku komiknya, dia melihat sekarang waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Sebenarnya dia harus menepati janjinya dan masih ada satu jam lagi, dia juga sudah berbenah memakai jas di tubuhnya.

"Aku kira kau mati, tapi syukurlah kau sudah bangun." Berdiri di samping dan melihatnya dengan tatapan tajam. Tidak apa karena dia sudah biasa dengan sikap itu, mungkin saja. Karena suara Yoongi juga mereka yang sibuk menoleh dengan tatapan terkejut mereka. Tubuh Taehyung penuh dengan perban dan bekas luka membiru di setiap sendi tubuhnya.

"Kau nampak kacau dan sama sekali jauh dari kata baik." Yoongi sama sekali tidak mau membantu dia bangun, Seokjin tidak ingin main game lagi dan mengambil alat stetoskop yang baru saja dia beli. Memeriksa keadaan Taehyung yang masih lemah. "Aku dimana? Aku harus pulang nanti ibuku mencari ku." Tubuhnya bergerak gugup tapi dia langsung terdiam ketika merasa nyeri pada bagian perutnya.

Jimin yang tidak tega dengan hal itu langsung membantunya dan memberikan dia air. Tak disangka dia yang pingsan tiga jam lamanya akhirnya sadar, mereka sempat berfikir bahwa Taehyung koma.

"Namamu Kim Taehyung bukan? Siapa nama panggilan mu?" Yoongi mengetuk kakinya sebagai tanda kode untuknya. Suasana nampak biasa tapi Taehyung sendiri merasa tak nyaman dan canggung. Dia memaksakan diri untuk bangun dan mencari tasnya, dia melihat bahwa miliknya ada di pojok sofa disana. Yoongi yang kesal langsung memaksanya untuk kembali ke tempat tidur, hal itu membuat beberapa temannya merasa bahwa akan ada yang tersulut emosi sepertinya.

Taehyung tidak....

Dia menelan ludah dengan tenang, hanya sesekali menahan sakit pada ujung bibirnya. Tidak ingin mencari keributan sama sekali, dirinya merasa bahwa mereka juga yang telah menolongnya. Disini dia bertanya langsung pada Yoongi yang notabene seperti memperhatikan dirinya dalam diam. "Ya, dan kau Min Yoongi. Panggil aku Tae, lalu aku panggil kau siapa?" Cara bicaranya membuat Namjoon dan Jimin syok, bahkan lainnya saja seperti tertimpa batu yang besar dekat lehernya.

"Panggil aku Suga. Nama kecil atau nama entahlah... karena kau tidak dekat atau akrab seperti teman-temanku." Tangannya memutar di atas kepalanya, dimana kedua mata sipit itu serasa tidak suka dengan tatapan memelas itu. Dia merasa bahwa Taehyung bukan namja yang cukup kuat untuk bisa masuk ke dalam dunia yang sudah gila ini.

"Oke, aku tidak masalah. Untuk apa aku dibawa kesini, bukankah kau bilang aku akan dibawa ke UKS, Suga?" Taehyung merasa jika yang dia katakan tidak salah. Meski dia tahu bahwa mereka yang ada disana sedikit membicarakannya, memangnya siapa Yoongi sampai membuat dia berpengaruh dalam kelompok kecilnya.

"Memang, dan sekarang aku membawakan mu petugas UKS juga bukan? Untuk apa aku membawamu ke ruang kesehatan jika kau bisa saja dibawa kemanapun dalam keadaan hidup." Yoongi seperti tidak kompromi. Taehyung menelan ludah dan Seokjin tertohok ketika dia dibilang sebagai petugas UKS.

Kedua mata itu melirik ke sekitar dia tidak memakai seragamnya lagi dan hampir sekujur tubuhnya seperti mumi. "Bukankah kau sama saja berbohong padaku, lalu apa yang kau lakukan saat gadis itu meminta tolong pada kita. Apa kau menolongnya?" Bibir itu pucat tapi raganya masih buruk dengan raga yang untungnya waras.

Yoongi merasa bahwa manusia di depannya sedikit memberikan dia tantangan. Wajahnya dia dekatkan secara langsung dan mengulas senyumnya santai. Dia meremat bahu yang lebam itu dan membuat Taehyung harus menggigit bibir bawahnya kuat, untuk apa dia mendapati rasa sakit seperti ini? Dia ingin tahu apa motif Yoongi sebenarnya.

Seokjin mencoba melepaskan cengkraman itu dan akhirnya berhasil walau dia sendiri masih melihat bagaimana mata nyalang itu memperhatikan nya. Jimin yang selalu ada di dekatnya saja tidak pernah melihat Yoongi seemosional seperti ini, sekarang ketika Taehyung berada dalam keadaan seperti ini dia menunjukkan hal ini.

"Kau tahu Kim Taehyung..."

Mendadak tubuh Jimin menjadi pasif beberapa menit hingga Namjoon berhasil menyadarkan dia dari melamun nya. Semua yang disana diam ketika batu es kutub tengah memenjarakan seseorang dengan beraninya, Jungkook memperhatikan hal itu dan mencatatnya dalam otak.
Walau sebenarnya sikap itu dilarang keras oleh Hoseok yang ada di sampingnya.

Taehyung masih melihat mata elang itu dengan cukup berani, dia bisa merasakan bagaimana ada perasaan yang sebenarnya membuat seseorang di depannya tertekan. Tak ada bedanya dengan Jae Bum yang selalu menghajarnya hingga hancur.

"Kau bisa mati jika terlalu ikut campur. Jangan lakukan apapun dalam sekolah itu kecuali belajar dan melawan demi kepentingan mu dan bukan orang lain." Tangan Yoongi meremat ketika dia mengatakan demikian, entah kenapa. Taehyung merasa bahwa dia tidak bicara dengan manusia yang baik tapi egois. Dengan beraninya dia menatap mata itu lebih dalam, seperti dia masuk kedalam lingkaran hitam itu.

"Aku tahu apa batasan ku Suga. Tapi bukan berarti kau harus mengabaikan semuanya. Aku peduli karena aku tahu bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil di sekolah, aku melakukannya karena aku sadar walau aku sendiri lemah." Taehyung sedikit meneteskan air mata, dia benci dengan cairan yang datang sendiri tanpa diundang ini. Seperti pengecut yang bertebaran di muka bumi saja.

"Pastinya, bahkan kau pasrah saat kau diperkosa oleh orang lain bukan?"

"......"

Mendadak Taehyung bungkam begitu juga dengan lainnya, mereka mendengar hal yang seharusnya tak mereka dengar. Ini kedengarannya sangat pribadi tapi dia sudah terlanjur mengutarakannya dan tak mungkin akan ditarik kembali.

Taehyung terlihat semakin lumpuh dengan tatapan kosong itu, ada derai air mata disana dan jatuh seperti hujan.

"Yoon, apa yang kau bicarakan. Kenapa kau-" Jimin diam dan menoleh, dia melihat Seokjin menggeleng seakan memberitahukan padanya untuk tidak berpendapat. Yoongi melihat manik mata itu begitu dalam pada pandangan kosong mendadak di depannya, Taehyung seperti kue mochi yang tak terbentuk lagi dan hanya sedikit sentuhan untuk memperbaikinya.

"Yang Yoongi katakan itu benar, ada buktinya dan jangan membuat Yoongi lebih kesal lagi." Sambung Seokjin dengan ungkapannya yang meminta sebuah permohonan pada mereka. Taehyung mendengar semua itu, kemelut masa lalu dari sebuah perlakuan sadis dan laknat. Sebuah tangan masih dia rasakan diambang batas seperti sebuah gantungan.

"Kim Taehyung sebenarnya kau terlahir menjadi pengecut atau jalang?" Ucapannya sedikit menekan dan didengar oleh mereka yang setia menjadi kawannya.

"Yoongi apa yang kau katakan. Kau membuat dia semakin parah!"

"Kak Jimin, tolong ikut aku kumohon..."

Jungkook menarik tubuh bantet itu untuk menjauh, mereka yang paham biasanya akan diam atau pergi menghalangi yang tak paham. Jimin tentu saja sempat memberontak dan protes dia tidak bisa diperlakukan seperti ini. Jungkook akan seperti itu sekarang, dia sama sekali tidak akan takut jika tidak dikatakan sopan. Seokjin masih diam memperhatikan, sementara Namjoon dan Hoseok seperti cengo. Otak mereka seperti tak sampai dan berusaha mencerna hal itu semua.

Yoongi bisa dibilang cukup handal membuat orang tertekan dengan setiap katanya bagaikan mitos dan sugesti. Tapi lebih kuat untuk mempengaruhi orang lain. Ketika telinga kanannya merasa bahwa seseorang akan bicara padanya perlahan tapi pasti hembusan nafas itu adalah jalan untuknya bertahan dalam ketegangan ini.

"Katakan Taehyung, kau sudah diperlakukan hal buruk bukan? Masa depanmu hancur di sekolah yang kau katakan sangat cintai itu. Benar bukan?"

"......."

..............

TBC....

Hai semua apa kabar kalian? Aku harap semua baik-baik saja. Kebetulan aku sudah updete fanfic yang kalian udah tunggu. Semoga kalian suka dengan jalan ceritanya ya.

Oh iya apa di chap ini kalian sudah siap dengan kisah selanjutnya? Katakan padaku apa pendapat kalian soal ff ini. Tolong tulis dalam komentar ya.

Tetap semangat dimanapun berada.

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

28/12/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro