Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. 포르투나의 여신

"Derajat manusia di mata Tuhan itu sama, tapi kalau di mata manusia itu berbeda. Akibat kasta, tahta dan good looking. Menganggap seolah semua manusia itu punya posisinya masing-masing ketika kaya dan miskin bersatu dalam ruang sama. Itulah dunia, semakin terbalik dengan kegilaan begitu drastis."

🦋

H u j a n

Jatuh tanpa di sengaja, saat keberadaannya diam-diam menghanyutkan. Ini masih pagi tapi beberapa siswa lari berbondong ketika tetesan dari langit itu jatuh deras. Begitu juga dengan Taehyung yang mengayuh sepedanya dengan kuat sampai kecepatan maksimum. Kurang sepuluh menit gerbang akan ditutup, jalanan juga licin sampai Taehyung memutuskan untuk turun dan berlari mendorong benda kesayangannya.

Beruntung ibunya tidak memakai sehingga Taehyung tidak kena omelan. Ya setidaknya pagi ini ibunya mengabaikan walau dengan maksud memusuhinya. Dua hari yang lalu itu salahnya karena dia tidak langsung pulang dan menerima pekerjaan setengah hari, tapi sungguh ketika dia menerimanya dia juga senang karena pertama kali dalam hidupnya dia bisa merasakan kebersamaan dengan teman.

Hujan kali ini membawa berkah menurutnya, tapi menurut yang lainnya justru kerepotan. Dia menyapa dengan sopan pada guru penjaga di luar, sepertinya pagi ini membawa kebaikan karena sama sekali dia tidak kena hukuman hari ini. Dia begitu antusias dengan apa yang akan dia kerjakan sekarang.

Bahkan dia tidak malu walau memakai kresek di kepala dan kedua kakinya untuk melindungi sepatunya dark basahnya air hujan. Taehyung datang dengan beberapa rombongan siswa yang sibuk dengan agenda hujan mereka.

"Bagus hari ini kau tidak terlambat, besok berangkat lebih pagi. Cepat masuk atau kau basah kuyup. Aisshhh... Kenapa kau tidak membawa mantel dan hanya menggunakan kantung kresek di kepalamu." Guru itu menimpuk pelan punggung muda itu saat Taehyung hanya bisa tersenyum dengan langkah kaki masuk. Ini hari Senin dan sepertinya tidak akan diadakan upacara karena keadaan.

Tapi jujur saja guru yang selalu menjaga gerbang masuk itu juga tersenyum saat melihat Taehyung seperti itu. Dari kedua matanya dia bisa menerawang bahwa akan ada masa depan yang bagus untuk namja itu. Meski dia galak tapi pandangannya punya hal lain ketika melihat setiap muridnya, "aku suka dengan murid yang semangat ke sekolah." Gumamnya bangga dengan tangan memegang payung berwarna merah muda milik anaknya.

"Payungnya bagus pak."

"Kau bilang apa, ini payung kesayangan anakku. Karena dia sayang ayahnya dia meminjamkannya untukku."

Salah seorang siswa menahan tawa dengan kekasihnya, ada payung bergambar hello Kitty dan menarik perhatian. Sontak saja guru itu langsung menegur dengan keras keduanya walau ditinggal jauh oleh mereka. "Aku harap mereka lulus dengan nilai baik sebelum mentertawakan orang lain." Menggeleng kepala dengan wajah kesalnya.

Sementara itu, seseorang melangkah kaki di emperan samping sekolahnya. Dia menaruh sepedanya diantara sepeda mahal lainnya. "Astaga semoga saya buluku tidak basah." Taehyung memeriksa di dalam tasnya, dia bisa bernafas lega karena tasnya sudah terbuat dari anti basah. Kresek di atas kepalanya menjadi fokus perhatian beberapa orang dan dia melepaskan benda itu dengan cepat. Dia juga melepas kantung lainnya dari sepatunya, dia memeriksa bagaimana keadaan sepatunya yang baru saja dia lem tadi pagi. "Sepertinya masih bagus, baiklah kali ini aku harus semangat belajar. Semoga saja Jae Bum dan lainnya tidak menggangguku hari ini." Selalu saja berdoa seperti itu tapi Tuhan selalu menunda keinginan itu.

Taehyung begitu sibuk menepuk lengan dan celananya yang sedikit basah sampai dia tidak sadar bahwa puncak kepalanya menubruk tubuh seseorang. Taehyung merasa perasaannya tidak enak secara mendadak.

"Ternyata kau ada disini. Hei anak lemah, sebelum masuk kelas lakukan sesuatu untukku!" Gertakannya membuat Taehyung menciut. Nyalinya hilang secara mendadak, dia tidak ingin bertemu dengannya. Apakah Tuhan tidak merestui permintaannya? Taehyung mendongak perlahan tapi bibirnya terkatup gugup. Setidaknya dia harus lari sebelum dia dipaksa melakukan sesuatu, dia menghitung menit sekitar kurang tujuh menit lagi. Kalau dia sampai di kelas saat bel masuk berbunyi maka dia akan semangat.

Kedua mata Taehyung sedikit buram akibat kacamatanya tapi dia punya celah cepat untuk membersihkannya kilat. "Kenapa kau datang saat tidak tepat, untuk apa kau menghadang jalanku. Aku akan terlambat masuk kelas, dan tolong hari ini jangan ganggu aku." Pintanya pelan, dia merasa bahwa mentalnya bobrok. Tapi bibirnya masih berani untuk protes. Taehyung sebenarnya tidak sepenakut itu, tapi karena keadaan dia bisa saja kalah jumlah.

Jae Bum marah ketika dia mendengar ungkapan itu, berhubung tidak ada dua teman lainnya kemungkinan dia bisa melakukan tindakan lebih keras. Dengan kasar dia menarik dagu itu hingga berpapasan dengan Taehyung secara langsung, "berani sekali kau mengatakan hal itu padaku. Apa kau lupa jika aku bisa saja melakukan tindakan jauh dari yang kau kira, kau ingin aku membuatmu malu bukan?" Suaranya memang mendominasi, tapi sikap waras Taehyung tak mampu untuk di goyah.

"Tapi sungguh, aku harus sampai ke kelas karena aku sudah janji dengan pak guru untuk tepat waktu." Sedikit mendecih secara tidak sadar, dia melihat wajahnya yang geram secara frontal.

Dia melepaskan tangan itu dengan cepat. Taehyung melihat ada celah di belakang sana, dia akan lari karena demi apapun nilai sekolahnya jauh lebih penting. Langkah kaki seribu dia ambil sampai Jae Bum kecolongan dan berlari mengejar namja itu.

"Sialan kau, Lemah kau mencari kesempatan huh! Aku tidak akan mengampuni mu!" Murka seketika saat melihat punggung itu menjauh dari pandangannya, dia mengambil langkah kaki seribu untuk menggapainya. Dan Taehyung hanya bermodal nekat dan keberanian untuk melarikan diri. Suara derap langkah kaki bagaikan yel-yel dalam koridor kelas, mereka yang ada disana berjalan dan memperhatikan nya saja. Taehyung bahkan tak menoleh saat Jae Bum memanggilnya keras dengan suara kasar.

Sebenarnya ini sekolah pendidikan atau gulat? Kejadian ini selalu ada hampir tiap hari. Pagi ini di tengah hujan deras angin bertiup membuat beberapa air terbang hingga di lantai, karena kecerobohan siswa kingka itu tak sengaja dia jatuh terpeleset dan kakinya mengenai tubuh seorang guru hingga catatannya jatuh. Jae Bum menjadi tersangka itu.

Guru cantik itu bangun dengan bantuan beberapa siswi yang membantu dia berdiri. Terlihat dengan jelas bagaimana wanita itu menahan sakit, termasuk pada bagian kakinya yang mendadak ngilu. Jae Bum bangun dengan sempoyongan hingga dia melihat bagaimana punggung Taehyung hilang dalam belokan koridor.

Sial, aku tidak mendapatkannya! Ingin kembali mengejar tapi tangan seseorang langsung mencekal nya dengan keras.

"Mau kemana kau, jangan lari dariku anak muda. Aku tidak akan mentolerir hal ini!" Dia membenarkan rambutnya, wajahnya juga tidak peduli bagaimana status dari murid di depannya.

"Sialan!"

Jae Bum mendecih kasar hingga tanpa sadar wanita di depannya mendengarnya dan marah. "Kau bicara kasar, aku akan menambah point pelanggaran untukmu. Dengar ya aku tidak peduli dengan status orang tuamu, di mataku salah tetap salah dan benar tetap benar!"

Mendengar hal itu saja membuat mau tidak mau Jae Bum diam. Dia memejamkan mata dengan memalingkan wajah, dia menjadi obyek tontonan para siswa disana. Bukan sekali dua kali dia berurusan dengan guru yang membuat dia benci dengan hukuman. Sang guru menarik nafas panjang dengan rambutnya yang berantakan dan tidak rapi lagi saat di ikat.

Apalagi wanita itu juga berantakan dengan beberapa lipstik yang belepotan, lantai menunjukkan bagaimana merahnya bibir itu sampai tercetak dengan jelas di lantai. Jae Bum juga terkejut saat hampir seluruh make up-nya menempel pada lantai di bawahnya.

"Apakah aku tampak buruk, katakan pada ibu. Apa aku masih cantik menurut kalian?" Dia bahkan menjadi panik saat menyadari hal itu. Tapi kedua siswi yang menolongnya justru tersenyum dan menggeleng dengan gugup. "Ibu masih kelihatan cantik, tapi seluruh bedak ibu luntur dan berpindah ke sana." Gadis itu menunjuk dan ada penampakan mengejutkan disana. Wajah guru itu tercetak seperti fotokopi di atas putihnya lantai.

Menarik nafas dan membuang nafas dengan wajah Angkara murka, dia hampir meledak dan benar saja. Suaranya melengking dengan teriakan sampai seekor kenari pun menoleh di antara para murid yang siap-siap masuk ke dalam kelas.

"Go Jae Bum, bisakah kau tidak membuat onar?! Selalu saja membuat ulah sampai merugikan orang lain seperti ini!" Tangannya cekatan menggapai daun atas telinga itu, terlalu telak saat dia menarik hingga namja itu berteriak mengaduh kesakitan. "AUUWWWWW BU CHOI INI SAKIT, JANGAN DITARIK AAAAA... YAAAKKKK!"

Seperti tidak ada kesempatan untuk berteriak saja, bahkan namja itu sampai jatuh dengan kaki yang merosot menahan sakit. Dari belakang sini keduanya menjadi tontonan lawakan yang lucu, diantara sekolah ini memang Bu Choi paling berani memarahi siswanya dengan sadis. Kebanyakan guru hanya bisa menasihati atau menggertak sebentar saja, tapi tidak bagi guru fisika itu. Dia bahkan tidak peduli jika suatu hari nanti ada orang tua yang protes padanya karena tindakannya menangani murid keras kepala.

Jae Bum masih meronta sakit, bahkan dia masih sempat mengumpat ke arah siswa lain yang mentertawakan dirinya. "Bagus, semakin kau kasar bicara aku semakin keras menarik telingamu. Biar tahu rasa! Aku tidak peduli jika telingamu putus, adukan saja ibumu. Aku tidak takut, karena kau sudah melunturkan kecantikan paripurna ku!" Dia seperti manusia raksasa dengan aura menyeramkan, bahkan kedua teman namja yang melihat ke arah sana pun hanya bisa menatap tak percaya dan bingung.

"Aku rasa kita tidak bisa membantu bos. Bukankah itu ibu Choi, demi apapun aku paling tidak berani dengan guru itu." Dia mengatakan dengan nada gugup setelah menelan ludahnya perlahan.

"Kau benar sekali, kita tidak bisa melakukan apapun. Sebaiknya kita tunggu Jae Bum di kelas saja." Dia menepuk pundak itu dan membawa Kim Tae berjalan bersama. Meski mereka tahu bahwa nanti keduanya akan menjadi pelampiasan kemarahan bagi namja dengan kuasa besarnya itu.

Jika mereka membantu Jae Bum mereka juga akan mati. Melawan guru killer? Yang benar saja.

,

Tap...

Tap....

Tap....

Makin lama langkah kakinya pelan dan dia berada di sini. Di bagian terpencil sebuah lingkungan siswa, Taehyung memang tidak melihat keadaan sekitar karena dia terlalu fokus dengan rencana melarikan dirinya. Hembusan nafas susah payahnya dia hirup banyak sampai kedua matanya terpejam dengan erat. Hampir saja kacamatanya jatuh jika dia tidak memegangi benda kesayangannya itu.

Beberapa detik dia menyadari bahwa kedua kakinya berpijak di sini. Taehyung melihat sekeliling tidak ada murid atau siapapun. "Tuhan terima kasih, aku tidak mendapatkan perlakuan buruk darinya." Rasa syukur dia sematkan, tapi bohong jika dia tidak mengeluh sakit pada bagian ginjalnya. Mungkin karena banyak berlari dan sedikit memaksa membuat dia ngilu.

Taehyung melihat ponselnya dan sekarang tinggal tiga menit lagi akan masuk, dia cukup jauh dari kelas sebenarnya. "Sebaiknya aku harus masuk ke kelas, aku yakin Jae Bum tidak akan menghadang ku." Dia bicara pada diri sendiri seolah dia bicara dengan teman akrabnya. Namun saat melihat sekitar langkah kakinya menjadi diam seperti sebuah patung.

Dia ada di depan ruangan yang tertutup pintunya dimana lorong bagian ini sepi. Sebuah ruangan bergudang dengan beberapa toilet siswa yang masih ada disana. Melihat gudang saja membuat kedua matanya seperti berkaca takut, dia menjadi lain dari segi ekspresi. Seharusnya dia tidak ada disini, dia tidak harus berada disini. Langkah kakinya telah salah membawa dia di titik ini. Sampai akhirnya...

"Aku menyukai bagian dari dirimu. Sayangnya kau adalah siswa dan aku menjadi menahan kontrol. Tapi aku akan membuatmu sama seperti ku dimana bayang kesenangan itu akan muncul."

Taehyung tidak mengerti....

Untuk apa bisikan itu dia ingat dengan sangat jelas hingga kepalanya sakit. Bahkan dia tidak bisa melupakan secara penuh dengan apa yang terjadi, saat itu kedua matanya gelap dengan beberapa sentuhan yang membuat dia sangat benci. Berteriak saja tidak bisa dan membuat dia gila.

"Jika kau melawan aku akan membunuhmu, dan jika kau mengatakan pada orang lain kau akan mendapatkan hal tak terduga dalam hidupmu."

Taehyung jatuh meringkuk dengan posisi kaki berjongkok, kedua matanya terpejam dengan tangan menutupi kedua telinganya. "To-tolong ja-jangan... Tolong jangan lakukan hal itu." Suaranya sendu dengan permohonan majemuk di setiap bibirnya. Kalah dengan halusinasinya sampai tak sadar hal itu membuat seseorang yang kebetulan membuang puntung rokoknya pada tong sampah mendekat.

Seorang pria dengan pakaian olahraganya menemukan seorang murid tengah ketakutan. Dia datang dengan papan data di tangannya dan memanggil siswa yang belum dia tahu namanya sebelum melihat wajahnya.

"Kenapa kau menangis, hei apa yang terjadi denganmu. Kau murid kelas berapa?" Suara itu bahkan membuat Taehyung terlonjak kaget saat seseorang datang ketika hatinya amburadul. Dia refleks menarik tangan ketika gurunya sedang mencoba untuk menanyakan keadaannya. "Pak Hang, ak-aku kira siapa. Kenapa bapak disini?" Pertanyaan itu sebenarnya tak ingin dia katakan tapi dia melakukannya tanpa sengaja.

"Harusnya bapak yang bertanya padamu, kenapa kau disini. Ini sudah masuk lalu kau malah meringkuk disini. Apa yang terjadi, kau tengah di ganggu temanmu?" Guru itu menoleh ke belakang. Dia melihat sekeliling yang sepi, Taehyung menggeleng ambigu dengan segala persoalan dalam otaknya. Dia berusaha nampak baik saja dengan kepala tertunduk juga membenarkan kacamatanya.

Taehyung memeluk tasnya erat sebagai pelampiasan perasaannya yang kacau hari ini. "Aku tidak apa pak, maaf karena membuat anda khawatir. Kalau begitu saya masuk dulu." Dia memberikan rasa hormat dan dibalas ramah oleh guru itu, anehnya wajah Taehyung seakan kehilangan kesempatan dan guru itu tahu.

"Kau Kim Taehyung bukan? Jika ada masalah datang ke BK. Bapak akan menangani masalahmu, jangan sungkan." Keramahan itu masih terus berlanjut bahkan dengan sebuah penawaran. Taehyung hanya bisa mengangguk dengan wajah bingung, meski dia tidak ada minat untuk menyelesaikan nasibnya di konseling. Masalah ini akan semakin runyam jika ada orang lain tahu. Taehyung berlari keras hingga jejak sepatunya meninggalkan cetakan cokelat. Dia tak sengaja menginjak tanah dan itu membuat lantai kotor.

"Aiisshhh... Padahal petugas sudah membersihkan. Oh astaga, anak-anak jaman sekarang banyak membuat masalah." Dengan sedikit mencibir dia mengambil alat pel nya, serta membersihkan ubin itu hingga mengkilap. Dia juga heran sejak kapan alat pel berada di depan gudang, menghalangi jalan saja. Guru itu pergi dengan benda di tangannya itu.

Mungkin pandangan kita Taehyung sendiri, tapi sebenarnya tidak. Karena ada alasan kenapa sebuah alat pel itu ada disana, di balik kaca jendela gudang ada telapak tangan menempel cepat dan sekejap menghilang. Seseorang atau hal lain mungkin ada di dalam sana menunggu seseorang. Hujan semakin deras dengan angin yang menerbangkan daunnya. Sungguh aneh dan sedikit merinding di sini.

Apa kalian juga merasakannya?

.

Riuh ricuh kelas adalah hal biasa bagi masyarakat sekolah yang menimba ilmu secara tidak terpaksa. Ada yang belajar, ada yang bermain gitar dan ada yang memperkeruh suasana sebelum guru datang. Jimin disana, karena dia sibuk menyalin tugas dari buku Yoongi. Demi kerang ajaib karena di dalam kelas ini hanya dia yang paling tertib. Tinggal satu soal lagi dan dia bisa bernafas dengan lega sekarang.

"Beruntungnya aku punya kau, aku bisa mencontek sebelum pak guru masuk. Terima kasih ya, ini aku kembalikan." Dengan senyum manisnya dia memberikan buku itu di atas meja Yoongi. Tak lupa satu bungkus cokelat yang dia sukai sebagai tanda balas jasa. "Aku sudah biasa kau contek. Apa besok kau akan lupa lagi dan mencontek yambulia kue bolu?"

"Lelucon dengan menasihati beda tipis oke. Aku kan tidak sengaja lupa, biasanya aku kerjakan sendiri." Jimin sedikit merengut, dia berusaha membobol rasa ikhlas dari seorang Min Yoongi. Hanya dibalas dengan senyuman tipis namja sipit itu membuat keheranan muncul dalam ekspresinya. Apalagi hujan menambah suasana mengantuk. "Kau kerjakan sendiri tapi ketika kau tidak menemukan jawaban kau chat aku bukan?" Dia lirih karena dia bisa menjaga aib sahabatnya.

"Ya aku kan juga ingin pintar sepertimu. Makanya aku tanya, tapi ketika kau memberikan aku jawabannya aku juga mengulang untuk belajar kok."

"Alasan, katakan saja kalau otakmu sudah mentok. Mana cokelat satunya aku minta double karena kau mencontek sepuluh soal."

Yoongi mulai mengembat haknya, sementara Jimin sedikit kesal karena dia dipalak oleh Yoongi. Sebenarnya mereka sedang melakukan hubungan simbiosis mutualisme. "Iya iya ini aku bawa richese nabati cokelat kesukaanmu, padahal aku juga suka. Tapi janji ya kalau aku bingung dengan soal PR mendatang aku tanya padamu, lagi." Ada senyuman disana dan membuat kedua mata Yoongi langsung berpaling ke arah laptop kesayangannya. Dia tidak tahan sungguh, Jimin terlalu lebay sebenarnya.

"Terserah kau saja lah, aku tidak mau tahu. Aku kan ikan." Santainya dia menjawab, mungkin kata itu dianggap lucu oleh Jimin sampai dia terpingkal. Padahal menurut Yoongi sendiri dia hanya sebatas meniru di media sosial. Bermimpi menjadi seorang programmer games membuat dia belajar keras mengenai desain dan keunggulan dalam game, dia belajar sendiri karena tahu bahwa seorang anak pejabat punya alasan lain guna melakukannya. Otaknya seperti bercabang memikirkan apa yang ada di depannya, tentu saja Jimin menggelengkan kepala.

"Kurasa temanku ini suka sekali mempersulit hidupnya." Celotehnya tak tahu apapun dan hanya dibalas dengan senyum tipis Yoongi. "Hanya orang sukses yang mempersulit hidupnya, jika ada yang sulit kenapa harus yang muda." Ungkapan masuk akal dan dipahami oleh Jimin yang punya kecerdasan sedang. Dia juga menepuk puncak kepala Yoongi seperti seorang ayah menyemangati anaknya tengah belajar.

Yoongi tak protes karena dia memang suka jika diperhatikan oleh temannya walau dia tahu bahwa hal itu memang sedikit menjengkelkan. Suara pintu terbuka hingga perhatian orang melihat ke sana, mereka pikir bahwa yang datang adalah guru tapi ternyata siswa lain yang masuk dengan sepatu jebolnya.

Kim Taehyung, namja yang suka mencari perhatian menurut mereka. Lantaran penampilan dirinya buruk dengan status sosialnya yang jauh dari lainnya. Jimin melihatnya, seseorang yang kemarin sudah membuat hatinya mengiba. Bukan karena alasan jika seorang wanita yang dipanggil olehnya ibu membuat suasana keruh.

"Tak kusangka dia punya nyali untuk masuk. Bukankah kemarin dia... Psssttt ..." Jimin mendengar bagaimana beberapa anak berbisik melihat Taehyung. Jimin berfikir bahwa ada yang menyebar gosip mengenai masalah malam itu, apakah kakak kelas sudah melakukan kesalahan karena sudah menyebar aib? Jimin melihat Taehyung yang duduk terdiam dengan kepala menunduk.

"Sebaiknya kau berikan jus mu. Kurasa dia lebih membutuhkanmu Jim." Yoongi memberikan saran, hal itu membuat namja dengan pipi gembul nya tercengang. Dia tidak bisa mengatakan dengan kata-kata, sejak kapan seorang Min Yoongi menyuruh seseorang memberikan sebuah perhatian?

"Kau bisa menebak apa yang aku pikirkan. Kau juga tahu aku punya jus alpukat, oh Min Yoongi dasar kau." Dengan segera dia membuka tasnya, ada perasaan senang saat dia akan melakukan hal ini. Entahlah ketika membantu seseorang dia meras puas dan menjadi manusia sesungguhnya.

Jimin datang mendekat dengan satu kotak jus di tangannya, wajahnya cerah dan menyapa dengan akrab Taehyung. "Permisi, kau yang kemarin bukan? Oh iya ini untukmu. Semoga kau semakin semangat mengikuti kelas nanti."

Rasanya sangat mengejutkan saat seseorang tiba-tiba datang dan memberikan dia minuman. Bukan seperti dirinya saja, karena dia biasanya akan disambut oleh meja belajarnya saja tanpa tahu bahwa dia akan punya teman. Taehyung mengingat namja itu dengan panggilan Jimin. Tak disangka awalnya kalau dia sekelas, dia juga menoleh ke belakang dan melihat mata elang Yoongi yang langsung melihatnya tajam.

Dia seperti di serang oleh rasa horor. "Tenang saja dia tidak akan memakan mu, walau cara bicaranya pedas dia sebenarnya orang baik kok. Oh iya Taehyung, kemarin kau baik saja bukan?" Jimin nampak khawatir sebenarnya dia bahkan tidak tahu bagaimana menghubungi nya kemarin. Dari kejauhan Yoongi hanya bisa menggeleng dengan nafas pasrah saat melihat kebodohan Jimin.

Deg!

Taehyung mendadak diam, tapi senyumnya tidak begitu luntur. Dimana kedua tangan itu langsung meremat pelan, dia sendiri tidak bisa menjabarkan hal itu sebenarnya. Tapi Taehyung sadar setiap orang berbeda dalam mengungkapkan kepedulian mereka. Dengan nafas pelan dia sendiri mencoba untuk tegar. Pundaknya dia tetapkan dan tatapan matanya sama sekali tidak ada kesedihan di pandangan mata Jimin.

Meski begitu tetap saja Yoongi tak mengubah pendapatnya mengenai kenyataan pada Taehyung sesungguhnya. "Aku baik terima kasih, maaf kalau kemarin kalian sempat terganggu. Aku tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi lagi." Mendadak dia berdiri membuat Jimin terkejut dan tergagap karena tingkahnya. Taehyung bahkan memberikan rasa hormat tepat di depannya seolah Jimin memaksa dia menunjukkan penyesalan terbesar itu di depan mereka.

"Ap-apa... Apaan kau? Ja-jangan berfikir kalau aku merasa terganggu hahahaha... Oh astaga cara minta maaf mu terlalu berlebihan. Tidak... Tidak seperti itu, aku hanya aisshhh... Tapi jangan lakukan hal itu, aku tidak akan membunuhmu kok." Jimin antara kesal dan serba salah, beberapa anak melihatnya dengan tatapan masing-masing. Taehyung sadar tindakan nya salah sampai membuat keputusan bahwa dia sudah bertindak bodoh.

"Sepertinya aku membuatmu tidak nyaman. Tapi, apa kau tidak keberatan. Jus ini mahal kan? Aku sering melihatnya di koran Minggu dan harganya cukup menguras." Dengan tangan sedikit gemetar gugup dia menaruh satu kotak jus alpukat itu. Dia suka sebenarnya, tapi jika diberi secara cuma-cuma rasanya sangat tidak mengenakkan.

Apakah Taehyung menolak sebuah kebaikan? Jimin rasa tidak, dia tahu bagaimana karakteristik seseorang didepannya. Dia juga sadar atas kesalahannya karena tatapan Yoongi memberi kesadaran padanya. Jimin yang terlalu naif hanya bisa tersenyum dan menepuk pundak namja itu semangat.

"Jika kau tidak menerimanya aku akan sangat marah, aku memberimu dengan sangat ikhlas. Jangan menolak, tidak baik jika kau mengabaikan pemberianku. Lihat Yoongi, dia sama sekali tidak malu dan menolak jika aku memberi sesuatu padanya. Untuk satu ini kau harus menirunya, garis keras!" Jurusan andalannya adalah memaksa, hal yang paling kuat hingga Taehyung salah tingkah.

Kepalanya menoleh ke belakang dan melihat punggung Jimin yang menuju bangkunya. Dia bisa melihat bagaimana salah satunya merutuk kesal dan Jimin yang terkekeh senang. Taehyung memperhatikan bungkus yang diberikan padanya, dia takut jika ada jebakan kecil sengaja di taruh untuknya. Bukannya dia mau berfikir buruk, tapi dia sadar kalau banyak orang sengaja melampiaskan kekesalan padanya.

Kim Tae dan Han Chol mentertawakan tingkah bodoh seorang Taehyung, keduanya hanya bisa membahas betapa lemahnya dia. Apalagi menunggu Jae Bum di saat seperti ini cukup membosankan.

"Terima kasih aku sangat mensyukuri nya. Semoga diberi kebahagiaan selalu." Dia tersenyum melihat kotak kecil di tangannya. Akan sangat menyenangkan saat dia bisa meminumnya ketika jam istirahat. Ini hari Senin dan kesempatan dia berada di atap sekolah dengan bekalnya. Karena dia tidak akan menjadi babu siapapun, hari Senin termasuk hari ketat karena ada tim pengawas ketertiban dari para OSIS.

Semua keributan dalam kelas ini disudahi ketika seorang guru datang dengan tongkat saktinya. Siapa lagi kalau bukan wali mereka, begitu datang dia memberikan ungkapan mematikan bagi seluruh muridnya di dalam kelas. "Keluarkan tugas rumah kalian, kumpulkan di depan bagi yang selesai. Bagi yang belum harap suka rela maju ke depan atau aku akan beri tugas tambahan sebanyak lima puluh soal."

Ketukan penggaris pada papan tulisnya saja membuat ngilu dan bergidik ngeri. Beruntung Taehyung mengerjakannya walau dia harus bergadang di saat tidak baik keadaannya. Polemik sang ibu masih menjadi kendala baginya. Mendadak hatinya menjadi khawatir, bagaimana keadaan ibunya yang masih marah dengannya.

Bahkan sejak kejadian itu pun, Taehyung sama sekali tidak memiliki uang. Dia berikan itu semua sebagai bukti sayangnya, berharap bahwa wanita yang dia sayang tidak lagi marah padanya. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Dia tidak fokus belajar dan masih berusaha.

Yoongi menutup laptopnya, walau dia tidak banyak bicara tapi dia lebih suka mengamati, melihat punggung yang dipaksa agar kokoh berada di depannya. Atensinya bahkan menebak, dia sedikit curiga bahwa ada alasan lebih besar mengenai wanita yang kemarin datang.

"Penindasan, kekerasan..." Gumaman dalam hati, tapi belum mampu dibenarkan juga.

.

(Flashback **** ON)

"KIM TAEHYUNG, TERNYATA KAU DISINI HUH?!"

Yang punya nama terkejut dengan beberapa di antara mereka juga kaget melihatnya. Seorang wanita yang datang dengan gelas berisikan minuman di tangannya, dalam hitungan detik tanpa terduga. Air sudah melayang mengenai wajah putranya.

Yoongi yang sempat menikmati kepitingnya harus tertunda, dia sendiri merasa bahwa wanita itu terlalu berlebihan dalam mendiskripsikan sesuatu. Bukan karena dia kasihan hanya saja acara makannya menjadi terganggu akibat ulahnya. Padahal perutnya sudah kerongcongan.

"Siapa dia kenapa tiba-tiba sekali membuat ulah." Hanya dia yang berani berkomentar demikian sementara Namjoon yang ada di sampingnya hanya diam seribu bahasa. Dia melirik Yoongi yang punya mental berkata seperti itu.

Taehyung merasa hidungnya kemasukan teh dengan sensasi dingin di wajahnya. Kepala dan rambutnya pasah, apalagi semua berteriak histeris dari beberapa pelanggan lainnya. Termasuk Seokjin dan lainnya yang merasa takut dengan kejadian tadi. Wanita itu menarik tangan Taehyung setelah membanting minuman di mejanya.

"Apa-apaam kau! Kenapa kau makan disini sementara ibu menunggu uang penghasilan untuk memasak?! Kau ingin membunuh dan mengabaikan ibu! Mau jadi anak durhaka kamu, mana uangnya. Kau tahu bukan ibu harus memasak dan membuat adonan kue untuk di jual. Kenapa kau selalu merepotkan, bahkan setelah kau lahir Kim Taehyung!"

Ibunya seakan tidak memberi dia jeda untuk bicara. Semua mendengarnya, tanpa ada rasa malu pertengkaran yang seharusnya tertutup itu malah diumbar di depan khalayak umum. Kedua tangan Taehyung mengepal dengan bibir pucat bergetar nya.

"Kau selalu membuat ibu sial! Kenapa kau tidak membantu dan justru merepotkan!"

Bahkan para pengunjung menjadi iba, mereka menganggap wanita itu kolot. Membiarkan anaknya mencari uang tanpa boleh makan di restoran. Apakah dia pantas di panggil ibu?

Sementara Taehyung, dia memilih lari setelah pandangan semua orang menatap ke arahnya dengan tatapan sendu. Dia bahkan minta maaf dengan wanita yang sudah memberikan dia uang hasil kerja, apalagi disana juga ada mereka yang Taehyung tahu adalah satu sekolah dengannya. Jujur dia malu....

Dia malu ketika ibunya mengatakan hal seperti tadi. Dia bukan penjahat tapi, yang ibunya lakukan adalah sebuah keburukan. Taehyung beranggapan dalam hatinya bahwa dia bukan anak ibunya. "Ayah, kakak.... Ibu menyalahkan aku di depan semua orang." Dia berlari jauh mengabaikan teriakan ibunya.

Kedua matanya merasa tak sanggup bahkan meminta maaf secara langsung pada saat itu juga. Dia merasa bahwa semua orang tahu bahwa ibunya galak, dia tidak ingin orang menjudge ibunya. Tapi saat ini dia sendiri memang tidak bisa menatap mereka. Dia memilih pergi dan mungkin saja keputusannya ada di tengah.

Seo Kyung memeluk ibunya dengan wajah ketakutan. Dia menangis saat melihat Taehyung di perlakuan buruk seperti itu. Memang nya apa salah dengan orang yang sedang makan. Dia memanggil dengan lirih sang ibu dan menatap Seokjin yang tersenyum memberikan ketenangan.

"TAEHYUNG, JANGAN LARI KAU! AKU AKAN MENGHUKUM MU DI RUMAH!"
Murka sang ibu tak bisa dianggap remeh, secara tidak sengaja Jimin melihat ada unsur pelanggaran. Dia melihat wanita itu tidak suka, dalam otak dengan volume pintar sedang nya dia menerka. Dimana kedua mata itu menatap ke arah mereka dengan nyalang.

Seorang wanita berdiri dengan wajah tenang, dia ingin membuat suasana dan emosi tenang. Seperti nya ada kesalahpahaman, terlebih Taehyung juga perlu untuk mengisi perutnya dan bukan bekerja tiap hari tiap waktu. "Maaf, tapi apakah anda ibunya. Aku ibunya Seo Kyung, panggil saja aku Hani, karena itu panggilan akrabku. Tapi ini tempat umum, seharusnya anda tidak melakukan hal seperti itu di depan anak anda, karena pandangan publik akan membuat nama anda dipandang buruk."

Dia berkata seperti itu pelan, di sisi lain dia juga kesal tapi mampu terkontrol. Dimana wanita itu sama sekali tidak mau mendengarnya dan malah membentaknya. "Tahu apa kau soal anakku, aku sudah punya dua anak dan aku sudah berpengalaman. Jangan membuat aku seolah tidak tahu apapun!" Seperti mengecam dan Seokjin hampir saja berdiri jika tidak ada yang mencegahnya. Seo Kyung, bocah itu takut dengan perdebatan.

"Bukan begitu hanya saja ini publik. Lagi pula anak anda bekerja dengan saya menjaga putriku. Dia tidak bermain-main atau apapun, memangnya salah jika putra anda makan disini. Dia saja senang diantara kami." Sadar bahwa tak selamanya dia sabar membuat Omelan tak nyaman itu keluar. Kedua wanita itu mendadak menjadi konsumsi publik, meski beberapa orang merasa terganggu.

"Dengar ya! Anakku bukan babu! Dia putraku! Dia adalah salah satu putra yang aku sayang. Jangan menyuruh dia menjaga putri anda karena dia masih sekolah. Kau tidak tahu apapun, meski kau kaya tapi apa kau bisa mengerti perasaan kaum bawah seperti kami?! Kalian semua hanya para petinggi yang sombong dengan sikap jauh dari kata manusiawi!"

Menuduh secara sembarangan, siapa yang tidak jengkel. Hanya desahan kesal wanita itu dengan tatapan emosinya. "Kami semua tidak seperti itu nyonya. Anak anda baik, dan saya juga memberikan hak sebagai seorang pekerja. Anda jangan menuduh kami seperti yang anda kira, kami tidak seburuk itu!"

"Cih, aku tidak percaya. Kalian hanya membuat aku dan kaum bawah lainnya menderita. Enyah saja kalian dari dunia!"

Yoongi tidak nyaman saat dia mendengar betapa besarnya harapan wanita itu. Dia memang bukan ahli agama atau apa, tapi dalam segi seperti ini siapapun akan marah jika mendengar nya. Dia memukul meja hingga beberapa perhatian tepat mengenainya. "Kau bilang kami merendahkan kalian?! Sejak kapan kami melakukan hal itu. Dengar bibi, tapi anda membuat kegaduhan disini." Yoongi menatap dengan mata elangnya, dia saja mengabaikan Namjoon yang memintanya duduk dengan tenang.

Yoongi tidak suka jika orang berkata mengenai suatu hal ketidakadilan di dunia padahal dirinya sendiri jauh dari kata mampu. "Siapa kau, jangan ikut campur. Kau tidak tahu anak muda! Dan kau saja juga mengatakan seolah kau adil!" Wanita itu merasa tidak terima, di pandangannya namja dengan kelopak sipitnya itu tidak ada tata Krama dan sopan santun.

"Anehnya anda menghina kami seolah kau benar. Padahal kau menghina anakmu juga salah, dia pergi karena dia malu melihat ibunya memarahinya di depan semua orang!"

Yoongi hampir saja di hantam tangan itu jika saja ibu dari putri cantik itu tidak menggagalkannya. Yoongi juga tidak masalah jika pipinya di tampar, dia juga tidak akan mengadu hal ini pada ayahnya. Tapi mereka yang ada disana cukup khawatir karena ini banyak orang, jika ada yang menampar Yoongi maka bisa jadi bahan gosip dan tentu saja tidak ada yang mau dijadikan konflik itu.

Disini Yoongi cukup membuat perhatian publik karena namanya terkenal lantaran ayahnya seorang tokoh demokrasi dan pejabat penting. Tak ayal akan ada beberapa orang berspekulasi buruk atau tidak. Pro kontra memang tiada akhir, dan ketika semua orang melihat Yoongi terjerat dalam masalah maka ayahnya juga tidak akan diam. Hanya dia yang tahu bagaimana keadaan rumah Yoongi sebenarnya.

Seokjin terdiam memikirkan segala kemungkinan yang terjadi nanti.

"Yoongi kau terlalu berlebihan, ucapanmu malah menambah ketegangan seharusnya kita diam saja dan tidak melakukan urusan orang lain." Hoseok menambahkan saat dia meminta agar Yoongi duduk. Tapi namja itu tidak mau menuruti, dia bersikeras akan membuat hal satu dan paham. "Kau pikir aku akan diam, dia memperlakukan seorang anak layaknya seorang penjahat."

Namjoon sedikit kelimpungan, apalagi dua teman lainnya Jungkook dan Seokjin menahan keributan dua wanita yang sama-sama berstatus ibu di sana. Kericuhan semakin besar dan itu membuat pelayan di restaurant keluar memisahkan mereka. "Aku tahu tapi jika kau seperti ini, yang ada malah membuat suasana menjadi kacau. Dan sekarang wanita itu semakin menjadi saja."

Yoongi merasa bahwa dia sudah muak, perutnya sudah tak nafsu makan. Dia pergi dengan di susul oleh Jimin yang ingin memastikan bahwa Yoongi baik saja. Masih ricuh hingga suara wanita seakan adu banteng, dan Namjoon merutuk bahwa kekacauan ini datang karena dia tidak bisa melakukan apapun. Apakah ayahnya yang seorang hakim mengalami hal seperti ini setiap harinya.

Keributan tanpa akhir. Malu dan menyedihkan menjadi satu, jika memang Taehyung mendapatkan ibu seperti itu. Dia justru begitu betah dan tanpa rasa depresi besar dalam dirinya. Yoongi kagum dengan kesabaran Taehyung walau dia malu untuk akui hal itu. Dalam langkah kakinya dia pun mengabaikan Jimin yang memanggil namanya.

Yoongi hanya butuh waktu untuk lepas dari masalah keributan. Dia benci dengan keributan dan tidak mau berurusan dengan hal itu.

Merepotkan saja!

(Flashback **** OFF)

Tangannya menjadi malas, rasa kantk hinggap di kedua kelopak matanya dan berat. Yoongi ingin sekali tidur di kelas hari ini, walau dia tahu jika dia akan mendapatkan amarah dari gurunya. Ini bukan keinginan tapi harapan.

"Semoga ada rapat mendadak dan jam kosong sampai hari mau pulang." Dia bergumam dengan dagu di taruh di atas meja, dia malas. Dia bangga akan kemalasan nya karena saat bekerja dia jauh lebih dari kata malas.

.

Pada dasarnya orang tua diciptakan dengan kesabaran penuh, dimana mereka harus siap jika memiliki seorang anak. Buah hati, ada karena mereka bersama. Darah daging dengan DNA yang sama dengan keduanya. Itu bukan kesalahan jika sudah terlanjur punya anak tapi anugerah indah yang orang lain belum tentu bisa mendapatkannya.

Seperti sosok ibu ini, dimana kerja kerasnya patut ditiru tapi tidak dengan kesabarannya yang tipis. Dia membersihkan sisa tepung yang masih berserakan, dia selesai memanggang hampir seluruh kuenya dan memberikannya pada tetangga yang kebetulan sudah memesan padanya. Membuat waktunya tidak terkuras di daerah luar dan bisa mendapatkan penghasilan cukup di dalam rumah.

Dia memperhatikan pigura foto keluarga itu dan menjatuhkannya langsung hingga gambarnya tak nampak. Untuk apa dia memandang wajah bahagia mereka sementara dia ditinggalkan sendiri. Rasanya sangat muak ketika dia melihat hal seperti ini. "Haruskah aku melakukan hal ini setiap harinya? Bahkan kau tidak memberiku kesempatan untuk bisa merasakan kenyamanan dalam rumah sendiri."

Marah dengan suaminya yang sudah meninggal, apakah itu gila?

Dia mendesah dengan wajah sebal, saat melihat genteng rumahnya yang bocor. Jika dia benarkan tentu saja dia tak mampu, tapi jika dia menyuruh sang anak. Entah, dia sendiri pun tidak bisa jika menyuruh anaknya begitu saja. "Seharusnya kau turun dari surga dan melihat keadaanku. Aku dan anakmu menjadi gembel walau punya rumah. Bahkan Jackson tidak pernah datang kesini sekalipun."

Ada manik mata kemarahan disana, dia bukan marah pada Taehyung si bungsu tapi si sulung yang tak kembali dalam waktu yang lama. Sejak meninggalnya sang suami dia pergi dengan alasan kerja tak pernah mengiriminya uang. Untuk apa dia berharap pada anak yang menurutnya tidak berguna. Dengan sedikit ngawur dia memasukkan plastik tepung itu. "Aku hanya harus bertahan dan melihat kesuksesan Taehyung. Aku harus berusaha di belakangnya agar dia bisa menjadi kaya. Aku harus kaya bagaimanapun caranya, dan Taehyung harapanku."

Kedua matanya menajam di depan, dia melihat dinding yang rusak dan retak akibat pondasinya lama. Tak ada kata layak selain kamar yang menjadi tempat untuk istirahat keduanya. Apa yang salah dengan janda beranak sampai dia tidak mendapatkan pembangunan gratis seperti lainnya.

Dia melihat ada kotak di bungkus di atas meja, rintikan hujan masih ada sisa dan jatuh ke atas tanah. Ketika dia membuka kotak itu kedua matanya berubah dari makna majemuk, ada hal lain yang terlintas dalam otaknya. "Kenapa dia meninggalkan bekalnya, apa dia tidak bisa sekali saja melakukan hal benar. Jika bukan aku yang mengingatkannya dia- hhhh....." Wajahnya nampak pasrah dengan pandangan kelabu.

Dia melihat jam di dinding, sebentar lagi akan makan siang. Akankah anaknya tidak kelaparan padahal dia juga tidak sarapan karena dirinya sibuk dengan kemarahan dua hari yang lalu. Dia menaruh dengan cepat pada kantung di sampingnya, cuaca nampak mendung dan dia harus melakukan satu hal agar Taehyung bisa melakukan hal berguna.

Wanita itu cukup cekatan hingga dia berada di depan pintu dengan engsel pintu sebentar lagi rusak. Tanpa peduli lantaran dia juga tidak ada barang berharga lantas langsung keluar, dia cukup terkejut saat ada payung yang berada di sisi luar. Payung berwarna kuning cerah dan merupakan kesukaannya. Ibu Kim melihat hal itu merasa terheran, siapa si penaruh dan apa maksudnya?

Suara petir bergemuruh dan langit nampak pucat. "Kenapa hari ini hujan seakan tidak mau memberi kesempatan pada matahari?!" Mendecak kesal dan mengambil payung itu, ketika melihat salah satu harga yang masih ada pada ujung gagangnya dia sedikit terkejut. Harga lumayan dengan payung berkualitas bisa dikatakan bagus. Kemungkinan besar benda ini akan tahan lama. Entah kenapa dia berfikir bahwa ini adalah hadiah, dengan kesadaran yang datang dia menggeleng.

Menepis semua yang ada dalam otaknya. Tidak bisa begini! Kedua kakinya langsung keluar dengan wajah tanpa ada kata santai dan ramah. Dia seperti seorang wanita yang sedang merah, hingga beberapa tetangganya ada yang tidak berani menyapanya. Dia sudah dikenal di sekitarnya, meski begitu mereka percaya bahwa masalah membuat orang yang biasanya ramah menjadi tidak nyaman untuk diajak bicara.

Butuh sekitar sepuluh menit untuk dia ke sekolah jika menggunakan taksi, tapi dia hanya orang miskin maka lebih dari lima belas menit agar dia bisa sampai ke sekolah itu. Sekolah dimana sang anak menimba ilmu walau dia harus mengulangi kelas dari sekolah sebelumnya.

"Semua akan baik-baik saja."

.

Sebuah bar masih sibuk bekerja dan ini sudah waktunya dia melewati masa sibuk. Di tempatnya malam menjadi penghias, tapi pemuda itu masih sibuk menata gelas dalam rak dengan tatapan santainya. Sesekali dia memberikan tatapan penuh godaan pada gadis cantik berpakaian seksi di depannya. Dia seorang bartender berpengalaman dan banyak kharisma seperti kata orang.

Los Angeles adalah kota metropolitan bagian Eropa. Amerika bagian belahan bumi Utara, dimana setiap manusia menikmati hari mereka. Jackson yang memiliki kesempatan beristirahat menggunakan nya untuk mendekati salah satu mangsa. Wajah bule dengan mata kebiruan yang cantik dan dia sangat menyukai sebuah perhatian dari seorang batender dengan aura menarik perhatian.

"Hello sweetie, can I sit here with you?" Ada tangan nakal yang menyentuh bagian pinggangnya. Dia juga sedikit kurang ajar menghirup bagian tengkuknya. Gadis bule itu terkikik senang dan bukannya menolak. Ini seperti sebuah kesempatan besar bukan? Dia bahkan tak sungkan jika memamerkan belahan dadanya agar nampak menggoda.

"Of course you can, I would be very happy handsome. But there will be angry, right?" Suaranya lembut dan membuat lawannya menjadi riang. Dalam hatinya dia bersorak kemenangan saat pilihannya begitu tepat sasaran. Jackson mendekat ketika dirinya mencium bau parfum menggelora itu. Dia seperti orang mabuk.

Dengan gampangnya dia meraih tangan itu dan meminta agar wanita bule itu menaruh tangan ke pundaknya, dia ingin bersenang-senang seperti biasa. Tanpa memikirkan hal tak penting menurutnya.

"I'm still alone, there is absolutely no girl who suits me." Dia sengaja mengangkat bagian depan rambutnya agar tampak lebih wah di depan gadis pujaannya. Meski suara musik bar sedikit romantis menurutnya tapi tak membuat suasana membosankan, Jackson semakin intim saja bahkan memberikan pagutan lembut yang menggoda. Disini area dewasa dan tak ada satupun anak di bawah umur masuk dalam tempat ini.

Ya, setidaknya hal itu yang menjadi peraturan dalam tempat ini. Satu menit mereka bercumbu dan tak ada yang melakukan protes sama sekali, disini daerah bebas dan masih ada banyak sekali pelanggaran di buat jika harus dijabarkan apa saja. Wanita itu nampak menikmati walau dia harus merasakan bagaimana di beri sebuah harapan palsu, secara terpaksa Jackson melepaskannya.

Sebenarnya rasa sopan nya pergi kemana? Sampai membuat di rumah tidak tahu apapun, tanpa tahu bahwa sebenarnya keluarganya mengalami kesulitan dalam penantian pulangnya. Lihatlah betapa mahalnya jam tangan yang dia gunakan di tangan kanannya, dia sama sekali tidak memikirkan rumah. Jam mahal berwarna perak dan hitam dengan merek rollex. Kini kedua mata biru itu berpandangan dengan mata hitam milik namja di depannya.

Keduanya nampak menahan hasrat satu sama lain dengan susah payah.

"Is it true? You look like a playboy face." Sedikit berpengalaman, terlebih lagi dia juga sudah banyak mengenal pria yang sifatnya hampir sama pada umumnya. Wanita itu sedikit takjub ketika Jackson meremat tangannya, dia tersenyum dengan tampan. Berbeda sekali dengan senyum milik adiknya di rumah. Karena terlalu membawa perasaan gadis itu menarik senyuman ulasannya dengan bangga. Dia tersipu ketika punggung tangannya di kecup.

"You're my world." Dia ingin main lebih inti dengan menempelkan kening miliknya pada wanita di depannya. Dia ingin menikmati yang tersisa hingga ada satu gangguan datang tepat ketika dia menelan ludah nya pelan. Ada yang mengganggunya dengan suara ketukan pada gelas.

"That's right, he's very playboy."

Suara seorang wanita yang langsung menariknya dan memeluknya, memberikan rangkulan manja pada kekasihnya. Dia datang dengan pakaian seksi dan kasualnya, seperti artis bintang Korea. Dengan rambut panjang itu sebagian menutupi wajah Jackson secara sengaja lantaran dia senang jika prianya menghembuskan wangi pada rambut hitam mahkota kebanggaannya. Dia juga mengusap bagian punggung itu seperti memberi sebuah kode.

Wanita cantik dengan wajah Korea aslinya dia juga mengulum senyum meremehkan di depan bule itu. Sama sekali tidak takut jika kekasihnya akan diambil karena dia tahu bahwa kekasihnya tidak akan sampai melakukannya. Begitu erat dia menggenggam tangan itu sampai si pria mengubah mimik wajahnya menjadi lain. Si gadis mengulas senyum dengan tangan yang menggoda kekasihnya itu.

Dengan mata tajamnya, Wendy menatap gadis itu tidak suka. Dimana makna pada kedua manik matanya tersirat akan mengusir mereka. Gadis luar negeri itu mengerti dan langsung mengambil tasnya, dia pergi begitu saja seolah tak tahu apapun. Sepertinya aura dominasi gadis itu begitu besar hingga beberapa wanita disana nampak tidak nyaman. Siapa suruh menerima godaan dari pria yang sudah punya kekasih.

"Wendy, untuk apa kau kesini. Bukankah kau bilang ada pekerjaan lain di Singapura. Apa kau pulang cepat sayang?" Dia memeluk kekasihnya tapi dengan kedua tangannya saja dia langsung melepaskan. Gadis cantik itu mengeluarkan semburat kesalnya dan memberikan pertentangan. "Kau membuatku kesal, bukan ini yang aku mau. Ketika aku pulang kau harus menyambut ku, kau seolah tidak suka jika aku kembali." Dia mendecak sebal dengan menjitak kepala itu tanpa sayang.

"Seharusnya kau senang pacarmu pulang. Kau ini malah main dengan wanita lain, aku bisa cemburu besar padamu dan aku akan membunuhmu jika kau selingkuh!" Wendy menambahkan nada yang dibuat marah. Dia melirik ke arah kekasihnya dengan wajah licik. Sebenarnya dia ingin menguji ketulusan dan betapa bucin nya Jackson padanya.

Sama sekali tidak peduli jika namja kekasihnya itu mengaduh sakit. Dia berhak protes karena setiap wanita enggan disalahkan dan selalu mendapatkan ungkapan jujur pria. Jackson tahu bahwa pacarnya ngambek dan dia langsung memeluk si gadis yang tengah memunggunginya. Penuh sayang dengan kecupan cinta pada lehernya, begitu sensual sampai dia hampir lupa tempat berdiri.

"Hei, kau marah ya. Kau tidak perlu takut jika aku meninggalkan mu. Aku tidak begitu, dan.... Gadis tadi kalah cantik denganmu. Aku janji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi sayang." Dia membuat tubuh itu berhadapan dengannya, wajah mereka langsung bertemu dengan kedua mata saling cinta. Apakah itu kesempatan pada salah satu pihak untuk memperbaiki sebuah kesalahan dalam hubungan? Kedua tangan itu saling bertautan dan menguarkan romansa seakan hanya ada mereka di dunia.

"Brengsek, kau bahkan mengatakan hal itu sering. Apakah aku harus percaya padamu, sepertinya tidak seratus persen. Tapi aku tidak bisa bohong kalau kau mencintaiku. Aku percaya kalau hatimu untukku, walau aku tahu penyakitmu." Dia memainkan kerah si pria dengan manja, memberikan sensasi untuk kekasihnya. Mereka pasangan dengan pandangan masyarakat berbeda, bisa saja dianggap tak bermoral dan bisa saja dianggap tak beradab karena hubungan dengan jauh dari kata sehat.

Jackson merangkul gadisnya dan memberikan kedipan nakal juga melirik kemanapun asal dapat kesempatan melihat bagian tubuh gadis disampingnya. Gadis itu seolah sengaja memperlihatkan dan memberikan prianya kesempatan, semoga saja tidak ada yang meniru kelakuannya. Wajah tampan itu mendekat saat si gadis merasa bahwa nafasnya akan tercekat beberapa detik lagi.

"Bagaimana kalau kita bermain di hotel. Aku sudah sangat rindu padamu dan aku juga ingin memberimu... Kesenangan." Ungkapnya dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Saat dia mengatakan ungkapan itu dengan senyum maniaknya. Oh astaga, bahkan Wendy jatuh terpukau karena senyumannya.

Keduanya hendak mendekat, ingin menautkan bibir hanya untuk melepaskan rasa rindu. Tapi dering ponsel seseorang telah mengganggu pendekatan mereka dan membuat Wendy muak akibat dering itu. "Oh astaga, bisakah kau mengangkatnya. Aku sangat-sangat terganggu sayang." Dia berkata sadis dengan kaki di hentak keras. Hingga gadis itu menunggu pada bangku di sana, karena pacarnya kesal membuat mood pria itu juga ikut kesal.

Dia mengambil benda kotak itu dengan cepat, benda lebih canggih daripada punya adiknya. Seseorang memanggil dan tak diharapkan olehnya untuk melakukan hal itu.

Kim Taehyung.

Adiknya seperti sengaja membuat dia gagal dalam bermesra. Karena malas dia mematikan panggilannya begitu saja, dengan cepat dia juga memblokir nomor adiknya. Gangguan akan selalu datang jika dia tidak bertindak, begitu pikirnya. Dengan gampangnya dia menemui gadisnya tanpa rasa bersalah atau bingung, untuk apa sang adik memanggilnya.

"Dari siapa, kenapa kau tidak jawab?! Kau punya pacar lain ya?" Gadis itu melihat dengan wajah curiga dia menopang dagu dengan telapak tangan di atas mejanya, wajah itu merutuk kesal walau dalam hati dia memuja begitu tampannya kekasihnya itu. "Bukan sayang.... Aku hanya, mendapat panggilan dari orang tidak penting. Tidak penting sama sekali." Kata-kata yang bisa saja membuat seorang saudara merasa sakit.

Kata tidak penting! Sama saja tidak dibutuhkan.  Jika saja Taehyung mendengar secara langsung, bisa saja bukan raga yang tak terima tapi hati dan ikatan seorang adik dengan kakaknya hancur dalam beberapa detik saja.

.

"Kakak, kenapa kau mematikan panggilanku. Dan kenapa nomormu mendadak tidak dapat dihubungi, sebenarnya ada apa denganmu?" Taehyung duduk di bawah pohon yang rindang pada sebuah bangku kayu yang sedikit pudar catnya. Merupakan tempat favorit kedua karena dia sendiri malas berada di atap saat selesai hujan. Di sana pasti basah dan banjir.

Entah kenapa perasaannya pada sang kakak menjadi khawatir. Ada pertanyaan dalam benaknya kenapa bisa dia diabaikan begitu saja. Pada akhirnya dia seperti dalam kekhawatiran yang sia-sia. Sang adik sama saja memikirkan seorang bajingan.

Taehyung hanya membawa satu kotak jus kecil yang masih utuh, dia ingin makan tapi dia tidak bisa. Akibat kebodohannya yang lupa membuat dia menahan lapar sekarang, mungkin saja dia akan puasa. Tak apa, asal hal itu tidak merepotkan ibunya dia akan tenang.

Taehyung hanya memperhatikan ponsel itu hampa, tapi perhatiannya teralihkan ketika dia melihat bagaimana Jae Bum menemuinya dengan pandangan menindas nya. "Lemah, pagi ini kau selamat. Tapi untuk sekarang tidak! Akibat ulah mu aku mendapatkan hukuman dan kau harus membayarnya dengan menjadi benda pelampiasan ku!" Tangannya mengepal bahkan kedua orang disana hanya tersenyum seolah Taehyung adalah benda mainan.

"Aku manusia Jae Bum, kenapa kau menyalahkan atas apa yang tidak aku lakukan. Bukankah kau sendiri yang membuat ulah sehingga guru menghukummu..." Makin lama cara dia bicara makin lirih. Taehyung memang takut dengan sessorang di depannya, tapi tetap saja dia tidak diterima jika harus menjadi sesuatu.

"Sudah berani bicara ya. Kau tetap saja salah, aku akan menghajarmu keparat!" Dia angkat tangan itu hingga nampak berpusat pada wajah, sedikit lagi tangan itu akan jadi baku hantam jika saja tidak ada tangan seorang guru yang menahan gerakannya. Taehyung sempat memejamkan mata, ketika dia hampir saja akan dihajar kuat.

"Untuk apa kau melakukan kekerasan Jae Bum. Bukankah kau sudah mendapatkan hukuman?! Kau mau mendapatkan hukuman lagi huh! Dan kalian kenapa diam saja saat teman kalian kurang waras seperti ini huh?!" Gertaknya dengan suara keras hingga membuat beberapa pasang telinga tak sengaja mendengarnya. Taehyung rasa dia cukup beruntung, seperti Dewi Fortuna berpihak padanya. Dia hampir meremat baju itu sampai lecek, dia akan kehilangan nafas jika dihantam. Bisa saja dia pingsan.

"Pak tapi aku tidak melakukan apapun, aku hanya mencoba akrab dan-"

"Jangan banyak alasan, ayo ikut bapak ke kantor! Kalian berdua juga ikut, jangan banyak alasan. Hidup bapak tidak menerima sebuah alasan!" Dia menjewer telinga Jae Bum hingga namja itu kesakitan, tak disangkat tangannya juga menarik daun telinga Han Chol sampai dia mengaduh. Begitu pula dengan Han Chol yang juga menarik daun telinga Kim Tae, jika dilihat mereka seperti kereta kondominium yang lucu.

Beberapa siswa terpingkal melihatnya. Begitu juga dengan Taehyung yang sampai menahan tawa, alangkah lucunya sekolah ini karena tanpa sadar dia bisa mendapatkan hiburan. Apakah ini yang disebut masa indah di SMA?

Dia kembali fokus ke depan dengan sisa istirahat sekitar lima belas menit lagi, perutnya berbunyi dan tentu saja para cacing bernyanyi. Dia nampak lucu dengan wajah seperti anak kecil, kacamatanya juga sedikit melorok kala dia melihat ke bawah sepatunya yang jebol. Keberadaannya juga tak sengaja di temui oleh Seokjin yang kebetulan memborong keripik kentang satu kresek banyaknya.

"Kim Taehyung?" Suara seseorang memanggil, membuat pemuda bermarga Kim itu menoleh. Dari kejauhan dia melihat bagaimana seorang wanita membawa payung dan kantung di tangannya. Taehyung juga mendekati wanita itu, jika tidak salah mengira Seokjin seperti pernah melihatnya. Otak cerdasnya mendadak loading untuk hal sekecil ini.

"Bu-bukankah dia wanita garang itu. Kalau tidak salah itu ibunya kan?! Apa dia mau memarahi anaknya disini? Astaga kalau benar begitu kasihan sekali, sebaiknya aku hampiri jika dia melakukan hal tak terpuji di lingkungan ini." Dia berspekulasi sendiri, tapi langkahnya diam saat melihat wajah sumringah Taehyung dari kejauhan. Dia ingin memastikan sesuatu bahwa dia tidak akan salah menerka.  Apalagi wanita itu seperti menyodorkan sesuatu pada namja itu.

Taehyung sangat senang ketika ibunya datang, seperti sebuah surga karena dia bisa kehilangan rasa penat. Ibunya adalah penyemangat hidup dan pendidikannya, dia sama sekali tidak malu saat ibunya datang dengan baju sederhana nya. Dia ingin menunjukkan bahwa inilah ibuku yang aku sayang.

"Kau meninggalkan bekalmu, jangan membuat ibu kerepotan karena mengantarnya nak!" Meski suaranya sedikit menggertak tapi hal itu tak dimasukan dalam hati, Taehyung nyaris tidak menyangka jika ibunya akan melakukan hal semanis ini. "Ibu, terima kasih aku sangat bahagia. Maafkan Tae karena sudah lupa membawa bekal, Tae janji tidak akan lupa lagi." Dia memeluk ibunya walau dia melihat sepintas bahwa wanita yang melahirkannya nampak risih.

"Sudahlah, ibu mau pulang. Ada pekerjaan lain. Sebaiknya kau makan dan belajar, jangan membuang waktu hanya berdiri disini. Kalau bisa belajar agar otakmu pandai." Dia memang galak tapi hal itu yang menjadi kesayangan bagi Taehyung. Marahnya orang tua adalah sebuah perhatian menurutnya. Hingga dia menerimanya dengan senang hati dan tak lupa mencium pipi ibunya. Hal manis seorang anak pada ibunya adalah hal terindah.

"Terima kasih ibu, aku sayang sama ibu." Dia bisa manja sebentar dan mencium betapa enaknya aroma kue di kantung dia bawa. Ibunya sangat mengerti dirinya dengan caranya dan dia tidak akan lupa setiap perhatian dia dapat. Bersyukur untuk hari ini karena dia tidak jadi lapar.

"Terserah kau saja, tapi awas kalau kau bikin ulah di sekolah. Jangan kecewakan ibu seperti dulu Tae." Dia mengecam hal itu, demi apapun masa depan lebih baik adalah segalanya untuk bertahan hidup.

Dari kejauhan saja Seokjin, merasa bahwa hubungan ibu dan anak itu cukup dekat. Dia sendiri entah kenapa seperti terguncang dalam hatinya. Sejak dulu, sejak dia kecil sampai sekarang tidak pernah sekalipun dia mendapatkan kesempatan diantar bekalnya. Apalagi membawa bekal bukan budayanya, orang tua nya selalu memberikan yang lebih untuknya.

Dia termenung dengan camilan di tangannya, entah kenapa Seokjin jadi urung menemui Taehyung. Dia menjadi badmood.

"Kenapa aku merasa bahwa dia cukup beruntung ketimbang aku. Bahkan ibuku tidak pernah melakukan hal seperti itu, apa hanya aku? Walau galak ibunya cukup sayang sampai rela datang ke sekolah hanya sebuah bekal. Lalu ibuku kapan akan seperti itu, disini sakit Tuhan. Sangat sakit..." Dalam diam tanpa ada yang tahu, dia menepuk pelan dadanya yang sesak. Ada sesuatu yang membentur perasaannya dan dia memilih pergi mencari tempat agar tidak ada yang tahu bahwa dia sebenarnya.

Sedih dengan realita sebagai orang kaya.

Entah kenapa Seokjin merasa bahwa hidup Taehyung jauh lebih berarti. Dia hanya bisa melihat kenyataan bahwa uang membuat kedua orang tuanya sibuk sampai mereka tidak sadar bahwa, sebenarnya ada hal sepele yang harusnya mereka lakukan dan memberikan dampak besar bagi anak mereka.

Ya.... Jika mereka memikirkannya.

.........

TBC...

Apa kabar dan selamat malam, pagi, siang, sore bagi pembaca setiaku dan tersayang. Semoga kita semua masih dalam lindungan Tuhan yang maha esa. Jangan lupa buat jaga kesehatan selalu ya, dan tetap melakukan protokol kesehatan dimanapun kalian berada.

Menurut kalian bagaimana jalan cerita di chapter 5 ini. Apakah sudah cukup bagus buat dijadikan film hehehe... Semoga kalian suka dengan kisah ini, dan jangan bosan ya. Author akan tepat jadwal biar kalian gak kecewa juga hehehehe....

Terima kasih dan love you...

#ell

21/12/2020


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro