Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. 오명

" Semakin mencoba untuk memperbaiki, maka akan semakin banyak yang merusak. Bisakah aku melakukan sesuatu dengan benar kali ini?"

🦋

D i a

Ketakutan setengah mati kala mendapatkan tatapan tidak bersahabat dari seseorang yang nyalang ke arahnya. Seseorang telah menjatuhkan gelas yang dia bawa ke pakaian seragam miliknya. Ada name tag di sisi kiri seragamnya, nama seorang anak pemilik apoteker terbesar di Korea. 

Lee Kwang Soo.

Mereka yang mendengar namanya akan mengenal dan tahu, karena kebanyakan dari masyarakat telah menjumpai namja muda itu di salah satu televisi swasta yang sering memberikan acara berita. Meski ada banyak masalah yang dia buat di sekolah tapi karena kekayaan orang tua dan juga salah satu donatur terbesar disana, membuat namanya bersih tanpa ada point minus dalam kesalahannya.

Semua tidak ada yang berani berurusan dengannya karena mereka sudah mengenal bagaimana perangai orang itu. Maksud hati ingin bersantai saat istirahat tapi seseorang telah membuat dia mengalami sebuah kesialan yang membutakan nuraninya. Bagaimanapun itu, dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa sekarang bajunya kotor dengan bau jus yang baru saja dia beli.

Kim Taehyung, dia adalah pelaku yang tidak sengaja melewati angkatan diatasnya karena terlalu takut, dia terjebak dalam kecerobohannya. Mulutnya seakan Kelu dan kedua matanya menjadi buram akibat tak sengaja salah satu air minuman yang tak sengaja terlempar mengenai kedua matanya. Habis sudah kesabarannya sehingga penjelasan Taehyung hanya dianggap alasan kosong.

"Kau menjatuhkan jus naga ku, lalu kau mengotori bajuku sialan!" Suara keras dan gertakan membuat namja itu benar-benar murka, siswa dan siswi lain di sekitar sana langsung menoleh dan melihat nasib malang seseorang yang sebenarnya membutuhkan pengampunan. Bukan hanya itu saja tubuh mungil dan kurus itu hanya bertahan dalam satu pukulan keras yang tak terkira besarnya.

BUGH!!

Tinjunya terlalu kuat, dia adalah salah satu siswa pemenang olimpiade tinju tingkat nasional. Memang punya kelebihan membanggakan dalam bidang olahraga, tapi sayang karena dia terlalu menyalahgunakan kelebihan tersebut. Tangannya dengan sadis memberikan acungan jari sebagai bentuk bahwa dia tidak terima.

Kakak kelas itu juga melupakan fakta bahwa dia tidak kotor sendiri, seragam Taehyung juga pada bagian sisi kanannya. Dimana jus itu juga mengenai pakaian putihnya, tapi Taehyung juga tidak mengatakan hal itu karena dia tahu bahwa kesalahan tetap kesalahan dan itu jatuh pada namanya.

"Kau membuat hariku semakin buruk sialan! Bisakah kau mengganti bajuku huh?! Lihatlah semua warnanya menjadi merah muda! Kau pikir aku akan diam saja dan memaafkan mu huh!" Menggertak hingga kepalan tangannya seperti kesemutan setelah memukul rahang kurus itu dengan tangan nya sendiri.

Taehyung ambruk dengan wajah meringis kesakitan, dia tak bisa lari karena tubuhnya begitu lemas dan lapar. Menatap kedua mata itu memohon, berharap dia tidak mendapatkan pukulan lagi. Wajahnya sangat menyedihkan dengan kedua mata yang sembab, dia menangis seperti seorang pengecut. Terlebih kacamatanya yang jatuh ke lantai dekat pada sisi kakinya. Tangannya bergetar saat mendekap benda paling berharga yang menjadi sumber daya penglihatannya.

"Ma-maafkan aku, tapi sungguh aku tidak sengaja menabrak mu. Kumohon jangan pukul aku, aku berjanji akan mencucinya. Kumohon maafkan aku kakak kelas." Kedua tangannya menempel, tubuhnya juga tidak bisa berdiri karena lemas. Tapi tetap saja dia mendapatkan satu tendangan telak mengenai bagian bahu kanannya. Gerakan Taehyung bermaksud melindungi diri sendiri tapi salah kaprah ketika dia kebingungan mencari cara yang tepat.

"Memaafkan mu? Kau saja tidak bisa mengganti rugi dan bagaimana bisa aku memaafkan mu sialan! Tapi jika kau mau bersujud di sepatuku maka aku akan memikirkan keinginanmu itu." Mengatakan hal itu seolah mudah, dimana sisi bibirnya melengkungkan garis senyum. Dia gila hormat sehingga meminta yang lemah memujanya, apakah dia berhala sehingga dia menginginkan beberapa orang menjunjung namanya?

Taehyung tahu bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahan, dia menabrak juga karena ada sesuatu membias kedua matanya. Seperti sebuah cahaya yang sengaja diarahkan kepadanya sehingga dia mendapatkan musibah seperti ini.

"Aku tidak bisa melakukan hal itu, karena aku tidak boleh mencium kaki dan menyembah orang lain. Ayahku melarangnya karena itu bukan hal baik." Kalimat yang begitu polos dari bibirnya, membuat namja itu mendengus sebal. Apakah ayahnya seorang pendeta hingga memberikan satu ilmu yang seperti menyindirnya?

"Jadi menurut ayahmu, aku bukan orang baik saat meminta kau minta maaf di depanku. Begitu?!" Cara bicaranya sangat galak dengan tangan mengepal tertahan, membuat kedua mata Taehyung menjadi buram dan bibir tergagap. Rasanya sangat sulit karena kerongkongannya seperti ada menahannya. "Bukan begitu hanya saja, aku sudah minta maaf. Tapi aku tidak bisa mencium kakimu, karena kita sama-sama makan nasi."

Semua yang mendengar menganggap bahwa apa yang diungkapkan Taehyung adalah sebuah kebenaran nyata. Kwang Soo melihat hal itu, bagaimana para siswa lain memandangnya kentara tidak suka. Dia menoleh ke arah tembok untuk mendecih dan mengumpat, tangannya semakin kuat mencekik Taehyung hingga namja muda itu sedikit memberontak.

"Aku akan mencuci baju mu, aku tidak bisa menggantinya karena aku tidak punya uang." Semakin kuat dia berusaha untuk bicara pita suaranya semakin sakit dengan kedua mata melihat ke atas lorong. Dalam hatinya dia berharap bahwa malaikat maut tidak menariknya ke akhirat detik itu juga.

"Kau miskin tapi membuat onar, aku tidak bisa memaafkan mu dengan mudah sialan!" Tangan itu melepaskan kulit di lehernya dan beralih pada kerah baju dan membuat Taehyung terbatuk karenanya.

Percuma saja, apa yang Taehyung katakan tidak berpengaruh pada namja itu. Dengan tenaga yang cukup keras, tarikan kencang pada kerah seragam miliknya. Taehyung memejamkan mata sebentar hanya untuk menetralkan jantungnya.

Seperti seekor semut yang akan diinjak, Taehyung tidak bisa mengelak dan hanya meminta maaf agar tidak ada sepatu yang menginjak dirinya. Bau kotoran tak sengaja dia cium dan sungguh kakak kelas itu semakin menjadi dengan tidak mendengarkan adik kelasnya memohon. Taehyung beberapa kali memalingkan wajah agar tidak mengenai sepatu di depannya, tapi tetap saja salah satu pipinya kena dan membuat gigi bagian dalamnya ngilu bergetar.

Bukan kesalahannya karena dia tidak sengaja, tapi perlakuan dia dapat sama halnya dengan seorang penjahat yang ketahuan mengambil barang. Suara memelas Taehyung pun tenggelam dalam makian Kwang Soo yang brutal.

Mereka yang ada di sekitar seperti tidak ada berani melawan penindasan disana. Mereka diam seolah tidak terjadi apapun, sama halnya dengan Jimin yang kebingungan hendak melakukan apa. Sementara dia juga tidak mau terlibat dengan masalah besar yang berhubungan dengan kakak kelas.

"Oh Tuhan, kenapa aku tidak bisa membantunya ketika aku merasa kasihan dengannya. Apakah aku tidak bisa melakukan satu hal apapun?" Kedua mata Jimin seakan tidak lepas dengan apa yang dia lihat. Meskipun hatinya bergejolak meminta dia untuk maju dan menolong orang itu, tetap saja Jimin tidak bisa melakukannya.

Bukan karena Jimin tidak punya hati atau apa, dibalik keisengan yang dia buat sebenarnya dia ada alasan sendiri karena menjauhi permasalahan orang lain. Dia melihat bagaimana tubuh itu dihajar habis-habisan hingga tidak ada siapapun melerai. Perlahan wajah itu menjadi lebam akibat darah yang membeku di sudut bibir, mata, dan juga hidung.

Taehyung belum sempat berdiri dengan benar tapi tangan itu sudah mencekiknya kuat. Dimana kedua matanya memohon agar dia tidak disiksa lagi, atau berharap ada guru yang lewat dan membantunya. "Jangan pukul aku, kumohon. Aku minta maaf, sungguh aku akan mencucinya dan akan bersih seperti baru."

BUGHH!

Belum puas memukulnya hingga siswi disana berteriak terpekik melengking, mereka langsung pergi dengan pandangan takut. Beberapa siswa ingin menolong tapi jika yang mereka lerai adalah orang itu semua menjadi mati hati secara mendadak.

Taehyung bukan adonan kue yang seenaknya dia kepal, di hajar dan di lumat seperti itu. Sampai akhirnya kedua tangannya menjadi tameng seperti hewan trenggiling. "Dasar sialan, aku akan menuntut mu karena kau sudah berani melawanku. Kau hanya bocah ingusan dan bodoh, sudah aku duga bahwa kau bukan dari kalangan kaya!" Hinaan yang begitu menyakitkan walaupun sesuai kenyataan. Semua itu terasa sakit di punggungnya saat dia merasa benturan kuat di lantai, dia ditendang sekali lagi saat kakak kelasnya benar-benar tempramental.

Sebagian rasa iba itu tetap tidak berguna, mereka memang sekolah tapi kemanusiaan disini mati. Walaupun mereka ikut kasihan akan keadaan Taehyung, tapi tidak ada tindakan pencegahan atau apapun rasanya sangat percuma. Taehyung terluka dengan usapan lembut dan menerka bekas itu, meringis kala jarinya menyentuh sudut bibirnya. Ingin sekali bisa sekolah dengan tenang, mengenyam pendidikan dengan nilai bagus tanpa mengalami perbedaan antara kasta dan predikat.

Melihat lorong sekitar yang membuat dia sedih dan perih. Sebenarnya dia masuk ke sekolah apa? Begitu banyak kekerasan tapi dia korban tanpa simpatisan. Mengaduh sakit saat punggung tangannya diinjak, dia merasa bahwa penderitaannya tak akan berhenti sampai disini juga. Kedua kelopak matanya terpejam karena sakit dan ngilu sampai ke tulang, dia juga menangis tanpa sadar hingga kedua kacamatanya basah.

"Arrgghhh, ku-kumohon maafkan aku. Tapi sungguh ak-aku tidak sengaja." Ucapan tulus itu memang bukan sesuatu yang penting bagi orang itu. Menganggap bahwa adik kelasnya selalu membuat alasan, tanpa di duga dia juga membaca name tag pada seragam itu.

"Aku tidak peduli apapun itu, ku pikir kau cukup menyenangkan sebagai pelampiasan ku. Aku tidak butuh tangan miskin mu menyentuh bajuku."

Kwang Soo manusia congak tak punya hati. Dia merasa membuat perlakuan ini pada orang lain seperti sebuah hiburan, tapi dia tidak sadar karena bisa saja perbuatannya menghilangkan nyawa seseorang. Mereka yang ada di dalam kelas sibuk dengan kegiatan masing-masing, justru melihat ke arah jendela.

Ada banyak siswa yang lari untuk melihat sesuatu, seperti sebuah pertunjukan?

Jae Bum yang awalnya hendak memberikan hal usil pada salah seorang siswi dengan rambut dia taruh sebuah permen karet mendadak tidak jadi. Alhasil siswi dengan perangai judesnya itu menatap dirinya dengan sadis dan memberikan tamparan dengan umpatan brengsek.

Kedua temannya tertawa saat melihat ketua mereka melakukan tindakan yang diketahui. Tapi Jae Bum hanya menganggap hal itu sebagai pembalasan seorang wanita murahan, lantas dia berdiri dan melihat siluet siswa lain berlari penasaran. Karena mereka juga ingin tahu dengan apa yang terjadi membuat dia dan kedua kawannya ikut andil dalam menonton.

"Bukankah itu si culun, apa yang dia lakukan sampai membuat kakak kelas kita marah?" Kim Tae, dia sendiri ingin mendekat tapi ditahan oleh Jae Bum. Diliriknya wajah si ketua yang tersenyum tipis, dia tahu bahwa sebenarnya apa yang dilakukan orang itu keterlaluan tapi cukup menghibur.

"Kita bukan temannya dia hanya budak kita bukan? Biarkan saja kita tidak perlu repot membuat dia tidak betah disini, bukan?"

Kedua temannya mengangguk, mereka memang tidak suka dengan kehadirannya. Akan tetapi saat melihat keadaan Taehyung, mereka menjadi kasihan lama-lama.

Sekarang kalian bisa bayangkan bukan? Bagaimana keadaan Taehyung saat ini, tubuh itu sakit dan terasa remuk dengan banyak luka lebam berarti. Semakin banyak luka itu dia buat maka semakin senang pula orang itu memukul.

Jimin seperti tercekat saat kedua matanya melihat langsung bagaimana kondisi orang itu. Tiba-tiba kakinya melangkah dan mencoba menghampiri mereka disana, akan tetapi seseorang menahannya..

"Apa yang kau lakukan, kenapa kau menahan langkahku?" Jimin sedikit kesal karena orang itu tiba-tiba datang. Niat baiknya ingin dia lakukan tapi Yoongi justru menatap datar ke depan sana.

"Jika kau kena masalah kau akan kena marah ibumu bukan? Lihat situasinya Jim." Dia mengatakan hal itu dengan mudah, seakan membuka kebenaran yang sempat Jimin lupa. Mendadak dia tidak suka mendengar ibunya di sebut, dia tahu dimana dia berada dan apa posisinya.

"Tapi, bagaimana kalau orang itu-" diam begitu saja saat mendengar seseorang datang mendekat dan menarik tubuh kakak kelas disana. Baik Jimin dan Yoongi, mereka diam memperhatikan apa yang terjadi.

Keadaan Taehyung sangat menyedihkan dengan dirinya terbatuk dan menelan darah terpaksa. Sudah cukup dia mendapatkan masalah, memilih pasrah dan mengalah bukan sesuatu baik memang. Kehabisan tenaga dengan seluruh tubuhnya sakit.

Sementara teman yang berada di sisi anak angkatan kelas dua belas itu langsung memberikan pengarahan agar dia tenang.

"Hei bung, kupikir itu berlebihan. Jangan lakukan hal yang bisa menyita pandangan publik, kau kan baru masuk dari skorsing. Tak apa oke aku akan pinjamkan seragam ku di loker."

Beruntung ada seseorang yang terkenal ramah dan bijaksana, dia adalah ketua OSIS di sekolah ini. Namanya Han Bin, melihat kegaduhan hal itu membuat dia akhirnya ikut andil. Taehyung merasa bahwa kedatangannya telah menyelamatkannya, dia menghela nafas berat dengan keadaannya amburadul.

Han Bin sedikit kesulitan untuk menenangkan teman sekelasnya itu, mereka cukup dekat dilihat dari sikapnya yang akrab. Kwang Soo mendengus dengan menendang kecil di sekitar nya, memberikan sebuah debu sebagai penutupan akhir emosinya. Taehyung adalah korban tapi dia tidak mendapatkan jalan pintas sama sekali dengan segala masalahnya. Mereka membiarkan begitu saja tubuh itu bangun sendiri. Nafasnya tersenggal walaupun ada rasa syukur dalam benaknya ketika dia menyadari bahwa dia masih menginjakkan kaki di lorong ini.

Kedua matanya yang masih buram melihat perlahan jam dinding disana, dengan wajah penuh penyesalannya dia tidak bisa menyelesaikan satu tugas dari Jae Bum dan kedua temannya. "Aku harus ke kantin, walau aku tahu aku gagal." Langkah kakinya gontai, kepalanya menunduk dengan pasrah. Seharusnya dia tidak ke kantin dan pergi ke UKS untuk menyembuhkan lukanya. Taehyung hanya ingin semua urusannya selesai hari ini dan tidak memperhatikan keadaan bobroknya.

Mereka yang sempat berkumpul membubarkan diri dengan pandangan masing-masing, termasuk Jae Bum dan kedua kedua temannya yang sama sekali tidak peduli dengan kejadian tadi. Di sana masih ada Jimin, dia tidak percaya bahwa sekolahnya punya peraturan tidak bisa digunakan. Tindakan kekerasan sudah menjadi bagian kejahatan, dia tahu karena ayahnya seorang pengacara.

Yoongi tahu bagaimana sikap temannya itu, dia menepuk pundak Jimin untuk mengingatkan sesuatu.

"Ayo kita ke kantin masih ada dua puluh menit untuk kita makan. Kita ajak lainnya juga." Yoongi mampu memberikan sisi ketenangan dengan caranya, tapi bohong kalau Jimin tenang secepat biasanya. Dia melihat bagaimana punggung itu tertatih dari jauh, melihat bagaimana seseorang menahan sakit pada bagian perutnya.

"Sebaiknya kau ke kantin saja dahulu, aku harus menyelesaikan tugasku. Kau tahu, tugas sejarah ku belum selesai." Ungkapnya dengan halus, dia  ingin kembali ke kelas dan menenangkan sedikit akibat kejadian tadi. "Baiklah, aku akan membawa makanan dari kantin untukmu." Yoongi memberikan solusi terbaik, saat teman-teman lainnya datang dia melambaikan tangan.

Jimin juga ikut tersenyum dan melambaikan tangannya, mereka kompak menanggapi keduanya dan datang mendekat. Baik Jimin atau Yoongi, keduanya sama-sama bungkam soal masalah tadi. Karena pada akhirnya menurut mereka tidak ada alasan membahas perihal itu.

"Sepertinya tadi aku melihat keramaian di sekitar sini. Apa yang terjadi kawan?" Seseorang datang dengan gitar di tangannya dia juga memberikan senyuman hangat pada beberapa siswi yang lewat. Keempat siswa baru datang disana terkenal dengan wajah rupawan mereka, tak ayal jika kebanyakan siswi banyak yang suka. Termasuk salah satu yang termuda di antara mereka.

"Hanya masalah kecil, apakah kalian ingin makan soba? Aku akan traktir kalian." Yoongi menimpal, wajahnya tanpa ekspresi tapi sudah hal biasa. Jimin diam dan masuk ke dalam kelas dengan serba salah, entahlah dia merasa bahwa sesuatu tak seharusnya terjadi. Yoongi bahkan nampak kejam anggapannya, dia menelisik maksud lain dari hal itu.

Melihat hal aneh terjadi pada Jimin membuat keempat temannya heran, disana Namjoon orang yang paling berani untuk mencari tahu. "Apakah kalian berdua bertengkar? Ada apa dengan Jimin?"

Yoongi hanya bisa menghela nafas. Perutnya lapar dan berbunyi keroncongan membutuhkan asupan makanan. Tak ada jawaban sama sekali hingga mereka menggeleng tidak tahu saat Namjoon memberikan kode ada apa pada ketiga temannya.

"Ayo makan aku lapar." Yang muda yang utama, dia menyusul Yoongi di belakang. Jungkook adalah salah satu termanja diantara mereka, tak jarang dia disebut dengan anak kesayangan. Berbeda dengan Seokjin yang sudah banyak pengalaman sehingga bisa dikatakan paling mandiri. Sementara Namjoon dan Hoseok adalah dua orang yang saling melengkapi, dimana mereka juga paling absurd dan sulit di tebak tingkahnya.

Keadaan berbanding terbalik dengan hal yang terjadi tadi, bahkan untuk seorang Kim Taehyung pun dia tidak ada kesempatan menikmati masa indah sekolahnya.

.

Keranjang itu tinggal satu yang masih utuh, dia membawa sisa kue itu untuk dia jual keliling. Memang dia laku banyak tapi hasilnya tidak sepadan karena dia menitipkan makanan di kantin, dengan uang masuk dalam kata hutang.

"Sebaiknya aku membawa pulang, kurasa aku akan buatkan kue ini untuk makan malam." Dia membersihkan keringatan dari keningnya, hawa panas dari matahari adalah kebiasaannya. Tulang punggung itu sudah terbiasa cukup lama dalam situasi dan keadaan apapun, meninggalnya sang suami memang sebuah duka besar. Bukan alasan itu pula untuk dia menyerah begitu saja.

Melihat di sekitar bagaimana banyak orang begitu mudahnya membeli sesuatu, sementara dia harus pintar mengatur keuangan dapur. Melihat ada kelontong sayur membuat dia akhirnya memilih berhenti dan berbelanja. Dia hentikan sepeda usang miliknya berada tepat di depan lapak si penjual.

Keringatnya cukup banyak keluar dari wajah dan lehernya. Untung saja dia membawa handuk kecil di lehernya sehingga dia bisa menyeka agar tidak menggangu beberapa orang. Berdiri di sisi orang dengan tas mahalnya adalah sesuatu tidak dia sadari, dia melihat ada begitu banyak sawi putih. Ide memasak sayur sup terlintas dalam otaknya, walaupun dia tahu bahwa Taehyung sudah bosan dengan makanan berkuah.

"Tolong bungkus satu kilo untuk sawi ini, dan kol juga." Meminta pada sang pembeli agar segera memasukkan dalam kantung plastik, dia juga memilah tomat tanpa ada minat sedikitpun untuk menyentuh protein yang terpajang di depannya. Seseorang mengendus bau berkeringat darinya hingga dia menoleh, raut wajahnya nampak tak nyaman dengan dia yang langsung membelalakkan matanya.

Mencolek salah satu temannya dan memasang wajah tidak sukanya, jika saja dia tidak menyebut orang itu mungkin wanita dua anak itu tidak akan tahu. "Ibu Kim, tak kusangka aku akan bertemu dengan mu. Bukankah kau anak Kim Taehyung?" Suaranya nampak ramah tapi senyumannya mengatakan hal lain, apalagi tatapan seperti meremehkan di wajahnya. Ada rasa tidak nyaman dari hati wanita itu saat dia mendapatkan manik tajam seperti sebuah pisau yang siap menebas.

Gelagat aneh itu terbaca dengan mudah dari si kaya, dia juga memasukkan beberapa buah dan sayur dengan kualitas terbaik berharga mahal dalam keranjangnya.

"Bagaimana kabar anakmu, kudengar di masuk sekolah negeri. Apakah dia menjadi lebih baik disana? Semoga saja ya dia tidak mengambil soal ujian lagi kekekeke..." Terkekeh seperti nenek sihir tapi tawanya memang seperti itu, merendahkan orang lain hingga wanita itu terdiam dengan perasaan campur aduk. Seorang ibu akan marah jika anaknya di rendahkan orang lain, tapi dia tidak bisa membela sang anak karena dia juga melihat seorang guru memberikan bukti bahwa anaknya memang bersalah.

"Maafkan aku tapi, aku sedang buru-buru." Tangannya sudah malas memilah tomat, dia hanya mengambil beberapa dan memasukkannya dalam kantung di depannya. Dia enggan menatap wanita itu dengan akrab, berharap bahwa pedagang disana sudah menghitung total belanjaannya dengan cepat. "Benarkah? Tapi aku melihat anda tiga bulan yang lalu. Padahal aku ingin mengajak anda untuk arisan. Sepertinya masalah anak anda sangat serius dan membuatku berfikir ulang untuk memasukkan anda dalam komunitas waktu itu."

"Memangnya aku meminta pada anda agar aku bergabung. Maaf saja aku lebih sibuk mencari uang untuk pendidikan anakku. Sama sekali tidak berminat dengan golongan anda hmm..." Jika dia menjadi kaya dia bisa saja membungkam mulutnya dengan kedudukan itu. Dia sadar diri mengenai golongan seperti apa dia.

Siapa bilang dia akan terima dengan ucapan itu, seperti dipermainkan oleh orang miskin yang sok tahu. Mengambil ponselnya dan menulis sebuah pesan di grup, tapi sebelum melakukannya dengan tidak sopan dia mengambil gambar untuk di publikasikan. Raut wajah ibu Kim tidak senang dengan tingkah wanita dia anggap sebagai asing itu.

"Kenapa kau melakukan hal tak sopan padaku!" Menampik langsung ponsel di tangan itu dan melihat bagaimana fotonya terpampang dengan jelas pada sebuah pesan, dengan teriakan tak terima dari si pemilik ketika mendapatkan perlakuan sembrono. Kedua tangannya mencoba untuk menghapus gambar itu tapi kenyatannya wanita glamour itu berhasil merebut kembali benda hitam elektronik itu.

"Sangat tidak orang seperti anda menyentuh ponselku. Apa yang kau lakukan ini bisa aku tuntut. Pantas jika anaknya pencuri di sekolah ibunya juga keturunan kaum rendahan!" Sarkastik, bahkan menjatuhkan nama seseorang itu lebih jahat dari sebuah fitnah. Sekarang dia merasa tidak terima saat nama anaknya dibawa pada masalah seperti ini. Melihat bagaimana reaksi ibu Kim terhadap nya membuat dia tersenyum senang dan mengajak temannya untuk memperhatikan betapa menyedihkannya penampilan wanita pembuat kue itu.

Kesengajaan itu terjadi lantaran dia memang tidak menyukai seseorang yang punya batasan dalam kasta. Lidah pandai berbohong hingga mempermainkan suasana, jika dilihat cara berfikir orang kaya sulit di tebak dengan kesombongan sebagian dari mereka di atas rata-rata. Kaya dengan kaya dan miskin dengan miskin. Wanita itu tak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Karena kesal dengan ungkapan hal itu membuat dia membuang nafas dan menatap nyalang ke arahnya.

Dia mengambil centong nasi berbentuk kayu yang baru saja dia beli di toko. Ukuran besarnya cukup untuk memukul kepala wanita disana sampai bocor. Kedua matanya sangat tajam hingga wanita kaya itu bergidik ngeri, bahkan sampai sekarang pun dia tidak ingin menyebut nama orang sombong itu.

"Dengarkan aku nyonya Choi, tapi aku tidak bisa memaafkan cara bicara anda. Aku akan memukul kepala anda sampai masuk ke rumah sakit, atau menampar anda jika satu kalimat lagi anda menjelekkan nama anakku!" Tangannya seperti seorang petarung handal ketika memutar centong nasi itu dengan mudahnya, kayu jati dan bahannya sangat keras.

Kedua wanita kaya itu semakin merinding saat melihat bagaimana ibu Kim mengetuk benda masak di tangannya pada sebuah meja. Sama seperti halnya dengan isyarat agar dia tidak mempermasalahkan hidupnya. "Kau ingin merasakan bagian mana, kepala atau wajahmu. Aku akan memberikannya secara gratis padamu hmm..." Perangai galak itu ada, bahkan benda disana ditepuk perlahan pada telapak satunya.

Jika diperhatikan ibu dari Kim Taehyung seperti seorang ketua geng yang mengerikan. Ada senyuman tipis disana, senyuman menyimpan berbagai banyak sebuah makna. Hingga pada akhirnya wanita itu melangkah dekat dengan mimik wajah garang.

"Aku tahu kau sangat membenci kalangan miskin sepertiku. Tapi pernahkah kau berfikir bahwa kebanyakan uang juga berasal dari kami. Kau lihat beras ini bukan? Kau pengusaha beras bukan? Aku juga tahu namamu di media cetak tapi pernahkah kau punya otak. Beras berasal dari kaum seperti kami, dimana kau pasti juga tidak ingin susah payah menanam hingga panen di sawah."

Menunjukan satu kantung beras lima kilogram di hadapan wanita kaya itu. "Jangan berfikir bahwa kekayaan yang kau dapat turun dari langit, kau boleh saja sombong tapi saat kaum seperti kami tidak ada dan semua orang kaya. Aku yakin kau tidak akan mendapatkan hal apapun." Mendorong bahu itu dengan telunjuknya, dia memang bukan manusia berekonomi tinggi tapi harga dirinya jauh lebih tinggi.

Perkataan itu seperti menohok dirinya, dimana ada masuk akal dalam setiap pembicaraan. Mendadak mulutnya bungkam tak bisa bicara dia menjadi malas berada di sekitar sini. Langsung menarik tangan itu untuk menjauh, mengajak temannya yang sedang membayar belanjaan. Nafasnya dia tarik sebanyak mungkin agar pemikiran nya tidak gila dengan manusia miskin di depan matanya.

"Eh, apakah kau tidak membeli belanjaan mu? Tapi kau tinggal membayarnya sebentar bukan?"

"Tidak, aku sudah malas karena ada kuman di sekitar kita. Ayo cepat atau aku tinggal."

Pergi melenggang begitu saja, tidak peduli bahwa pedagang tadi mengomel karena ada pembeli yang meninggalkan belanjaannya begitu saja tanpa membayar. Ibu Kim mendengus sebal saat dia merasa bahwa caranya cukup berhasil. Dalam hatinya dia merasa sakit hati, itu benar adanya karena dia manusia yang berperasaan.

"Dasar orang kaya, seenaknya mengatakan hal itu padaku. Semoga saja uang mereka dimakan rayap sampai habis." Mengambil belanjaan tadi dan menaruhnya di atas keranjang sepeda. Dia melihat bagaimana semua sayurannya sudah lengkap, masih ada sisa uang yang cukup untuk membeli bahan makanan. Pandangan matanya menjadi pasrah saat melihat beberapa uang tersisa di tangannya.

Wajahnya dongkol dengan siluet tidak bersyukur. Bagaimana bisa dia akan menggunakan uang ini untuk membeli bahan baru? Sementara hasil jual tidak berarti.

"Andai saja kau pulang nak, kau dimana saat ibu membutuhkan mu. Apakah kau benar bekerja di Amerika?"

Bohong jika dia tidak rindu anak pertamanya, anak kebanggaannya dan anak yang paling dinantikan kepulangan nya. Sudah sangat lama dia menahan rindu tapi selalu saja tidak pernah terpuaskan. Andaikan dia tidak mengijinkan sang anak nekat ke luar negeri pasti tidak akan seperti ini ceritanya. Tapi tetap saja putranya keras kepala dan menggunakan dalih bahwa dia membantu Taehyung sekolah hingga universitas.

Hal itulah membuat wanita tangguh disana memberikan ijin itu. Kedua kakinya berjalan mendorong sepedanya yang kempis. Tubuhnya sakit tapi semangatnya tidak mati, melihat begitu banyak orang menggunakan kendaraannya  membuat dalam hatinya sedikit iri.

Dia berhenti di sebuah toko besar di ujung jalan, pandangannya melihat bagaimana sebuah motor matic dipajang disana. Seandainya dia punya uang dia akan membeli satu kendaraan untuk dia pakai dan anaknya juga. Niat baik itu ada, tapi sayangnya digagalkan oleh realita bahwa dia seseorang tidak mampu.

"Bagaimana kabar Taehyung ya?" Sang ibu menatap mentari dengan tangan menahan terik cahaya yang datang ke matanya. Berharap bahwa anaknya itu bisa belajar dengan baik tanpa kendala.

Semoga....

.

Suara bel pulang pertanda surga bagi para siswa dan siswi disini merdeka. Dimana semua tata letak kebosanan langsung bubar seketika, termasuk Taehyung yang bisa bernafas lega karena dia tidak akan lagi menahan perih di bagian tubuhnya yang babak belur.

Kedua matanya juga seperti panda yang menghitam, mungkin saja ini akibat dari efek dimana dia mengalami serangan kakak kelas tadi. Terakhir adalah pelajaran bahasa, dia sendiri melihat bagian bukunya yang masih kosong tanpa ada catatan satu kali pun. Biasanya dia akan menulis beberapa kepingan tulisan penting tapi untuk sekarang dia cuti melakukannya.

Sampul bergambar itu menutupi isian dalamnya. Taehyung merogoh lacinya dan menaruh bolpoin itu dalam kotak tulisnya. Dari semua kelas hanya dia yang memakai tempat pensil itu, karena merasa bahwa wadah itu penting untuk menjaga agar isinya tidak hilang. Dia tidak malu selama ini, beberapa olokan memang didapat dari temannya yang menganggap aneh dirinya.

Tak terasa semua kelas hampir kosong dan menyisakan dirinya dengan beberapa murid lainnya. Di sana juga ada Jimin sedang memakai tas hitamnya. Dia memperhatikan Taehyung dari depan dengan keinginan untuk bisa berbicara mungkin.

Niatnya ingin menyapa langsung tapi diurungkan mendadak oleh seseorang. Langkah kaki yang maju menjadi mundur saat tangan pucat menariknya menuju pintu keluar.

"Apa yang kau lakukan Yoon, kenapa kau menarik ku. Hei jawab aku dan kenapa diam saja?!" Protesnya hanya dianggap angin lalu, bukan Yoongi namanya jika dia harus membiarkan sesuatu begitu saja. Meski dia tahu bahwa tindakannya dianggap lancang tapi di sisi lain dia tahu apa yang terbaik.

Hal itu tentu saja tidak diketahui oleh Jimin, pada akhirnya namja dengan kedua pipi tembam nya itu kehilangan tekad secara mendadak.

"Jangan memberontak Jim, kau tidak tahu dengan apa yang kau lakukan." Keputusan Yoongi bulat, ada tatapan tajam sekaligus menusuk dari manik elangnya. Mereka kawan dekat dan sudah tahu akan tabiat masing-masing.

Keduanya memang punya pendapat sendiri. Dimana konflik itu akan selalu ada dalam persahabatan, Yoongi menganggap bahwa Jimin belum tahu apa yang baik atau tidak. Sementara Jimin punya pandangan sendiri saat dia melihat sisi Yoongi yang begitu menahannya untuk tidak melakukan hal yang dia anggap sebagai kebodohan.

"Kau terlalu berlebihan kawan." Jimin mencelos saat dia tepat keluar dari ruang kelasnya. Sepertinya Taehyung tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan siswa lainnya.

Di sana....

Taehyung terlalu fokus dengan sebuah foto yang dia simpan dalam buku halaman hariannya. Dia menaruhnya pada tempat dimana dia anggap sebagai aman. Saku celananya karena bentuknya yang kecil dan bisa dia bawa kemanapun dengan rantai yang terpasang pada penahan ikat pinggangnya.

Foto keluarga yang menjadi bahan semangat agar dia bisa bertahan di masa sulit, wajahnya menjadi cerah di balik kacamatanya yang kuno. Dia sendiri tak tahu mengapa perasaan membara seperti api masuk ke dalam tubuhnya sebesar ini. Hanya mereka yang bisa membuat Taehyung seperti ini dan sejauh ini dia mampu membuat keputusan walau tidak tepat terkadang.

Lantaran terlalu sibuk dengan kerinduannya tak sadar bahwa ada bayangan mendekat kearahnya dari belakang.

Salah satu orang bahkan sengaja menyenggol kotak pensilnya dan membuat bagian berbahan plastik itu pecah. Taehyung tentu saja melihat hal itu dengan tatapan diam, lebih parahnya orang itu juga menendang bagian kotak itu menjauh hingga membentur dinding. "Hei lemah ayo ikut kami, karena kau sudah membuat kami kecewa dengan keterlambatan mu membawa makanan untuk kami." Merangkul tubuh itu dan memberikan senyuman intimidasi nya.

Jae Bum, mengajak kedua temannya dekat dengan bangku Taehyung. Mereka berdua juga ikut merangkulnya dan duduk diatas meja dengan bibir mentertawakan Taehyung. Han Chol menarik tas Taehyung hingga si pemilik bangun untuk meraihnya. Rasanya sangat sulit karena Jae Bum dan Kim Tae mendorongnya kembali ke kursi.

"Santai lemah, kita akan mengembalikan benda kesayanganmu ini jika kau mau ikut dengan kami ke suatu tempat." Jae Bum hendak mengambil benda kecil diatas meja itu. Gerakan cepat Taehyung membuat namja kingka ini mengubah wajahnya tidak suka. Untuk pertama kalinya Taehyung seakan melawan dirinya.

"Kalian boleh lakukan apapun tapi tidak untuk mengambil buku ini." Ada keberanian dari setiap bilah bibir disana. Entah kenapa ucapan Taehyung seakan menantang ketua di depannya. Sementara disini dua anak buah Jae Bum seperti diam ketika melihat pemimpin mereka menarik dagu Taehyung dengan sedikit kasar.

Jujur, keduanya takut jika temannya lepas kontrol dan membuat masalah besar seperti tahun lalu. Mereka memang suka mengganggu tapi ada batasan yang di tetapkan dalam sebuah prinsip. Maka tak jarang jika keduanya mengikuti langkah kawan sejak masa kecilnya ini. Mereka akan menjadi penengah disaat Jae Bum kehilangan kesadaran dan brutal.

Taehyung memang tak sekuat itu untuk membalas setiap perbuatan manusia di depannya. Hanya saja tangannya sungguh kuat jika menahan benda kesayangannya di genggaman. Jae Bum melihat hal itu sebagai bentuk dimana bocah di depannya memang punya nyali meski sepuluh persen saja.

"Kau membuat keputusanku bulat untuk mengganggumu, kau bilang kami boleh membuat sesuka apapun. Baiklah, tapi jangan harap jika kami akan terus membuatmu sadar betapa tidak pentingnya kau di sekolah ini." Dia hempaskan kepala itu sampai Taehyung merasa pergelangan lehernya terkilir jika dia mendapatkan hal sama beberapa kali.

Langsung di peluk buku itu, saat dia benar-benar takut ketiganya akan mengambilnya begitu saja. Dia merasa bahwa ada yang mendorong agar dia bangun dari duduknya. Dia adalah Han Chol, pria dengan rambut sedikit berantakannya itu bahkan membentak Taehyung dengan kata sedikit kasar khas anak muda.

Menurut saja karena dia tidak ingin hal buruk lebih terjadi, saat dalam perjalanan entah kemana Taehyung melihat sebuah tas berbentuk koper di tangan Kim Tae. Kedua kakinya seakan pasrah saat mengikuti bayangan mereka. Taehyung merasa dia memiliki firasat yang buruk akan hal ini, terlebih saat dia melihat sesuatu yang longgar dari resleting itu.

Secara otomatis otaknya menerka dengan apa yang dia lihat sekarang. Dimana ada rantai menjulur sedikit disana dan satu alat memiliki bentuk aneh. Ketika dia ingin menelan ludah perasaannya semakin tidak enak saja. Telinganya juga cukup peka saat mendengar suara cekikikan dua orang di depannya.

"Kalian akan bawa aku kemana?" Tanya Taehyung dengan gelagat sedikit takut, dia memeluk buku kecilnya dan menundukkan kepala. Sementara Han Chol di belakang sana menampilkan wajah malas. Sekarang pukul empat sore dan sekolah sedikit sepi karena hari ini Jumat yang bersejarah tiada ekstrakurikuler.

Han Chol berkata malas karena dia ingin cepat pulang juga. "Kau diam saja, ikuti saja kami lemah!" Jika kalian tahu sebenarnya yang memiliki sedikit pemikiran lebih besar adalah dirinya tapi di sisi lain cara bicaranya memang judes dan dingin. Bukan hanya itu saja Taehyung juga dipaksa cepat dalam berjalan, padahal dia juga kesakitan pada kedua kakinya. Ingin mengeluh tapi tidak bisa, Taehyung merasa bahwa dia sedikit pasrah sekarang.

Semakin dia masuk ke lorong dia melewati beberapa kelas. Termasuk kelas satu dimana dia tidak tahu akan kemana kecuali satu hal. Dirinya tak sengaja berpapasan dengan salah seorang yang berjalan sendiri dengan menenteng tasnya dingin. Tatapan mata itu juga melihat kearahnya tanpa sengaja, dia masih muda dengan rambut hitam seperti arang.

Wajah manis dan tampan menjadi dominasi yang pas. Taehyung seperti tahu tapi dia tidak ingat dimana, hanya saja wajahnya tak asing. Taehyung dipaksa lebih cepat melangkah ketika Jae Bum membentak dirinya. "Bisakah kau percepat langkahmu! Aku tidak ingin membuang waktu!" Menahan sedikit emosionalnya karena dia ingin menyimpan untuk nanti. Sadar atau tidak siswa muda di seberang sana mendengar seruan itu, dia melirik dengan langkah kakinya pulang.

"Tapi aku tidak tahu aku akan dibawa kemana. Makanya aku bertanya karena kalian sangat mencurigakan." Ucapannya makin lama makin lirih, apalagi bagian lorong di sini sedikit gelap. Hawa dingin sedikit menusuk apalagi ketiganya memaksa dia masuk pada sebuah ruang. Taehyung merasa bahwa ini adalah kawasan berbahaya menurut bisikan hatinya.

Dia melihat pintu berbahan pohon jati di depannya dengan gugup dan merinding. "Kemana kalian akan membawaku, jangan melakukan hal buruk padaku Jae Bum." Taehyung sudah berani mengelak dengan suara bergetar miliknya tapi tetap saja manusia di depannya tidak punya hati untuk melepaskan Taehyung sekalipun. Sedikit kasar Jae Bum mendorong dia masuk di susul oleh kedua temannya yang geram.

"Masuk bodoh! Cepat!"

"Tidak, aku bahkan tidak tahu apa yang akan kalian lakukan. Jangan masukkan aku ke gudang!" Taehyung mengelak bahkan dia menahan kedua tangannya di pintu keluar. Dua orang disana dengan tega menarik tubuh Taehyung tanpa ampun.

Dari kejauhan pula seseorang dengan gigi kelincinya itu menoleh ke sana. Pintu tertutup seakan disana tidak terjadi apapun, akankah dia haus keingintahuan apa yang terjadi disana?

Ponselnya berdering di dalam saku, teman-temannya sudah menunggu di parkiran. Sepertinya dia tidak boleh membuat mereka menunggu lama, meski ada suara ribut dari dalam sana. Dia tidak punya hak ikut campur, menggunakan earphone di telinganya sebagai pengalih pendengaran.

Sayup-sayup suara itu tak lagi mengganggu, tak ada orang yang melewati pintu itu. Taehyung beberapa kali mengetuk pintu dari dalam meminta tolong. Suaranya keras dan serak, ditambah ketiganya seperti sedang menyiapkan sesuatu untuk melakukan eksekusi.

Jae Bum mengambil tali dengan ukuran cukup sedang dengan mudahnya dia membelikan tali itu di telapak kiri tangannya. Bibirnya mengeluarkan siulan untuk menghibur suasana sepi di dalam ruangan ini, dia merasa bahwa hal ini akan menyenangkan. Melihat bagaimana Taehyung seperti anak kucing yang mencakar pintu. Wajahnya semakin menyedihkan saat dia menangis, tubuhnya semakin lemas karena dia belum sempat mengisi perutnya yang kosong. Tubuhnya merosot dengan kepala bersandar lemas pada pintu di depannya.

Taehyung tidak tahu dimana dia secara pasti. Merasakan bahwa telapak kakinya begitu banyak debu, jaring laba-laba berada di atas langit ruangan juga ada begitu banyak bangku dan meja yang sudah tidak utuh.

Taehyung melihat bagaimana kedua anak buah Jae Bum mengeluarkan benda yang dia tidak tahu dari dalam koper. Hanya saja mereka seperti tahu fungsi dan kegunaan benda seperti itu. Apakah sesuatu yang buruk terjadi padanya? Sementara dia menginginkan pulang untuk sekarang.

Ditekannya bahu itu sampai Taehyung meringis sakit. Bahu kanannya mengalami lebam lantaran penyerangan kakak kelas tadi, Jae Bum tahu bahwa bahu itu bengkak tapi semakin menjadi saat dia menekannya secara sengaja. Seperti hiburan diantara rasa penatnya.

Taehyung hanya bisa menarik nafas dengan berat, meminta tolong dalam hati karena mulutnya dibungkam dengan tangan secara kasar. Menurut ketiga tersangka disana Taehyung terlalu berisik.

"Bisakah kalian tidak menggangguku sehari saja, aku ingin sekolah dengan tenang dan baik. Aku tidak jahat dengan kalian, tapi kenapa aku tidak mendapatkan keadilan?" Kedua mata itu tersirat akan kesal tapi lebih dominan dengan kesedihan.

"Aku tahu kalau kau sangat ingin bebas bukan? Tapi kau salah masuk sekolah. Jadi terima saja keadaanmu."
Dia menarik kepala itu dengan menarik rambut hitam Taehyung hingga kedua matanya bisa bertatap langsung dengannya. "Sangat menyedihkan, bahkan kami menggertak dan kau sudah menangis begitu saja. Betapa menyedihkannya kau Kim!"

Dia membuat kepalanya terbentur pintu di belakang. Akibat benturan di sengaja itulah membuat kedua matanya buram dengan kacamatanya yang hampir jatuh. Entah kenapa seseorang yang teramat membencinya itu tidak suka dengan benda di wajah Taehyung, hingga dia mengambilnya dengan paksa dan membuangnya tak jauh dari tempat mereka berada. Dia masih bisa santai tersenyum seakan tak peduli dengan keadaan manusia di depannya.

"Kacamataku! Dimana kacamataku tolong jangan buang kacamataku, jangan lakukan itu. Aku mohon, jangan rusak kacamataku. Aku tidak bisa membeli lagi, lepaskan aku. TOLONG SIAPAPUN DISINI TOLONG AKU, AKU DI DALAM TOLOONGGGG!"

Dia menangis, dia sangat ketakutan hingga semua perasaannya tak terbantahkan kalau dia pengecut. Jika saja waktu bisa di putar dia tidak akan mau menurut atau ikut, hanya saja bagaimana jika dia mendapatkan masalah seperti dulu. Ketika dia melawan dia malah terkena kesialan, tapi sekarang dia juga tidak mengalami perbedaan.

Rasanya sangat menakutkan saat Taehyung tidak bisa melihat apapun di tambah di dalam sini hanya cahaya remang. Tangannya menyentuh lantai, merangkak dengan kebingungan mencari kacamata di bawahnya. Mendadak sesak dalam setiap tarikan nafasnya, penuh debu hingga hidungnya merah. Dia tidak peduli karena dia mencari benda penting di bagian hidupnya.

"Han Chol, cepat tarik si lemah dan kau ikat dia. Kebetulan aku bawa obatnya dan kita bisa membuat dia menjadi bintang film hahahaha..." Ada tawa laknat disana, sesuatu meronta dalam hati Taehyung saat dia mendengar ungkapan penuh ambigu disini. Apa alasan dia dibawa kesini, tempat yang jauh dari kata layak sebagai sebuah ruang berkumpul.

Tangan itu memberontak saat Han Chol menariknya ke belakang, suara Taehyung memberikan ketegasan akan protesnya. Dia tidak suka dengan apa yang mereka lakukan tapi Kim Tae dia juga turut andil dalam menarik namja itu dalam sebuah permasalahan baru. "Kumohon jangan lakukan ini, aku tidak tahu apa salahku dengan kalian. Bisakah kalian melepaskan ku?!" Pekiknya sendu dia mencoba meloloskan kedua tangannya tapi tetap saja gagal.

Pada akhirnya semua itu nampak kacau saat Taehyung benar-benar terjerat oleh tali itu. Gagal beberapa kali hingga suara nafasnya lumpuh dan Jae Bum, tanpa takaran pasti memberikan sebuah pil yang dia masukan ke dalam mulut namja di depannya dengan paksa.

Tak tahu obat apa itu, yang pasti rasanya sangat pahit dengan ditelan paksa karena Jae Bum mengancam akan menghajarnya jika dia tidak lekas melakukannya. Susah payah Taehyung bergejolak dengan hatinya tapi tetap saja dia menjadi pihak yang kalah, tenggorokannya sakit hingga mengeluh. Dia membutuhkan air karena obat itu terlampau membuat dia panas dalam.

"Berikan dia air agar kita bisa memulai semua." Perintah namja dengan melepaskan sebagian kaus yang Taehyung kenakan. Han Chol mengambil satu botol penuh dan memberikannya air secara kasar dengan keadaan tubuh Taehyung yang terikat. Bukan itu saja Jae Bum mendapatkan sebuah ketukan pintu dari luar.

Dia melihat jam di pergelangan tangannya dan mendengus sebal ketika waktu yang diberikan tidak datang secara tepat waktu. "Cepat buka pintunya dan pastikan siapapun tidak ada yang tahu kita disini." Dia menyuruh Kim Tae yang sudah menyiapkan beberapa alat laknat di atas meja. Tangannya teracungkan sebuah jempol berbentuk ok. Seperti seorang pelayan setia yang menurut pada tuannya. Tapi melalui gambaran tiga orang sahabat yang karib.

"Jangan sampai tali itu lepas, dan lihat apakah bocah itu sudah merah pada wajahnya. Biarkan dia mengalami reaksi." Han Chol sengaja menyiram air sisa dalam botol itu pada Taehyung, membuat namja berusia hampir delapan belas tahun besok Minggu itu merasakan dingin. Memakai baju dengan kaus putih dalaman, dia tak bisa melawan karena tangan dan kakinya diikat.

Taehyung menangis sejadinya ketika dia merasa bahwa ada hal tak beres padanya. Tubuhnya panas dengan banyak keringat keluar dari leher dan bagian tubuhnya seperti punggung. Gerakannya menjadi tidak menentu kala merasakan sesuatu seperti membakar dari dalam. Terdengar bagaimana Jae Bum bicara dengan seseorang menggunakan tawa khasnya.

"Barang yang bagus, dan kau sudah membawa semua alat bukan? Pasang kamera disana agar kita tetap aman."

Taehyung mendengar suara. Dia merasa tidak asing tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas. Mendadak pandangannya menjadi gelap ketika sebuah kain hitam menutupi kedua kelopak matanya. "Apa ini, siapa yang mematikan lampu. Tolong aku, hidupkan lampu nya tolong..." Taehyung memberontak tanpa tahu bahwa sebenarnya kain yang membuatnya begitu. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tidak menemukan celah cahaya sedikitpun.

Panik!

Terlebih dia sama sekali tidak tahu sedang berurusan dengan siapa dan bagaimana. Kedua tangannya gemetar saat merasakan seseorang menyentuh bahunya. "APA YANG KAU LAKUKAN, SIAPA KAU!" Suaranya serak dengan wajah kalang kabut. Keringat semakin deras bercucuran dengan nafas tersenggal ketika dia merasakan ada tangan yang kurang ajar.

Sialnya, teriakan Taehyung tak ditanggapi dengan langsung. Hanya suara tawa kecil dengan aura yang dia rasakan sedikit tidak mengenakan.

"Pastikan kalian tidak memberitahu siapapun, dan uang sudah aku transfer." Suara bariton itu seperti sebuah petaka baginya, Taehyung merasa risih. Kehilangan mental jauh lebih baik ketimbang menghadapi hal seperti ini. Ini bukan jalan pemikiran dimana dia bisa bebas begitu saja, Taehyung juga tidak tahu bahwa ada kamera merekamnya. Berjalan dua menit dan hal itu sangat membahayakan posisinya sebagai siswa di sekolah.

Tes....

Tes....

Tes....

Jatuh sudah air mata, dimana setiap cairannya tidak mampu jatuh semestinya. Kain merembes dan tentu saja hal itu membuat dia tidak merasa lega. Tangan itu sudah menggerayangi bagian tubuhnya, tanpa sadar bibir bawahnya menggigit kuat. Sedikit berteriak protes hingga salah seorang telinganya berdengung.

"Jangan berisik, jika kau lakukan itu aku akan melakukan lebih dari ini."

"Akhh tidak jangan lakukan itu, siapapun kumohon jangan lakukan itu hikkss... Jangan lakukan itu, ibu tolong aku hikksss... Tolong aku..." Taehyung merengek, sementara seseorang asing disana tersenyum evil.

"Kau barang yang cukup bagus, jika kau mengatakan pada siapapun soal ini. Akan aku pastikan kehidupanmu tidak akan pernah tenang."

"Tolong jangan-"

PLAAAAKKK!

Satu tamparan keras untuk membungkam mulut yang mengeluarkan rengekan dan suara yang bisa membuat dia buta akan kemanusiaan. Nafsu dan asusila terjadi di dalam ruangan ini, Taehyung kehilangan sebagian kepercayaan dirinya setiap detik sentuhan pria yang tak dia lihat adalah perbuatan dari...

Seorang bajingan.

Andai saja bisa Taehyung berharap kematian menjumpainya dan menjadi tamu untuknya.

.

"Jungkook, kau sangat lama. Kau membuat kami seperti lumut sekarang." Jimin merasa jengah saat dia melihat seseorang datang dengan begitu santainya. Ada atribut earphone dipasang tanpa ada ponsel pada sambungannya. Namjoon melihat hal itu cukup teliti terlebih dari saku atas lah ponsel yang muda ada disana.

"Kau menggunakan earphone tanpa galeri di ponsel ya? Apakah kau merasa terganggu akan sesuatu?" Merangkul yang muda dan memasukkannya di dalam perkumpulan dekat dengan sebuah mobil terpakir. Seokjin, Hoseok, juga Yoongi sibuk melihat berita viral harian lewat ponsel dan Jimin dia memikirkan sesuatu dengan wajah kentara nya. Namjoon menganggap bahwa si banget hanya punya masalah di rumah saja.

Jungkook melepaskan dua benda tersemat di lubang telinganya. Dirinya menggeleng dengan tubuh bersandar di mobil belakangnya. Sebenarnya tubuhnya sudah pegal dan dia merasa akan meminta sang ibu memijatnya sebentar. "Tidak sama sekali, hanya saja aku ingin mengalihkan pandanganku pada sesuatu." Ungkapannya begitu jujur, entah kenapa dia sedikit penasaran akan apa yang terjadi walau dalam perjalanan dia sudah payah untuk melupakan tadi.

"Kau tidak tenang, apa yang kau lihat dan tahu. Kau gusar Kook." Itu Seokjin dia mendekati namja termuda diantara mereka dan mendeteksi suhu tubuh di kening itu. Rasanya aneh saat Seokjin memberikan perhatian lebih besar. Ya, karena sifatnya memang sosial tinggi dari siapapun di sekolah ini. "Aku tidak apa kak, jangan lakukan hal itu. Bagaimana kalau ada yang melihat nanti diriku dianggap aneh." Jungkook menurunkan tangan itu langsung dengan bibir mencebik. Seperti bocah manja dengan wajah manisnya dan hal itu di rusak oleh tangan Namjoon yang sengaja menarik hidung bangirnya.

"AAAAAAA... Jangan lakukan itu, yaaakkk! Bagaimana kalau hidungku kempes karena tanganmu? Apa kau bisa menggantinya?" Sensi mendadak dengan bibir semakin mengerucut. Jungkook memberikan tatapan seperti anak kecil dan membuat keduanya tertawa disana. "Kau pikir tanganku hulk. Menyentuh dan rusak. Aku tidak sekejam itu Jeon Jungkook."

Tangan itu merangkul dengan akrab ada usapan sayang sebagai seorang kakak untuknya. Betapa beruntungnya namja itu, terlahir dari orang tua kaya dan pemilik sekolah yang dia gunakan untuk belajar. Sekarang dia di kelilingi oleh teman-teman yang tulus tanpa melihat statusnya karena kaya. Jungkook punya alasan sendiri kenapa dia memilih Namjoon dan lainnya untuk menjadi bagian dari hidupnya akrab.

"Baiklah aku tidak akan marah. Tapi tetap saja jangan lakukan hal itu, aku tidak suka." Jungkook semakin senang ketika apa yang dia inginkan di turuti. Seokjin dan Namjoon setuju, begitu juga dengan lainnya walaupun mereka tidak memperhatikan kejadian barusan. Yoongi memainkan game di ponselnya dan membuat Hoseok merengek kalah akibat tangan neraka Yoongi.

"Bisakah aku menang?" Mohonnya dengan wajah memelas tapi yang dia terima justru gelengan kepala namja sipit itu. "Tidak, aku ingin menjadi pemenang." Maklumat yang sangat bagus hingga Hoseok menyerah di tengah permainan, baru saja dia mulai tapi nyawanya sudah habis karena banyak di serang. Mereka cukup senang dengan kesibukan masing-masing.

Ekspresi dan sikap Jimin paling membedakan untuk saat ini. Yoongi yang berambisi menang melirik teman sekelasnya itu dan menghela nafas beberapa detik. Entah kenapa ketika Jimin bingung dia juga ikut.

"Apa kau memikirkan orang itu Jim?" Yoongi mengatakan dengan suara sedikit keras, membuat mereka yang sibuk teralihkan seketika. Jimin merasa bahwa Yoongi mengatakan hal itu secara jelas dan membuat kepalanya mengangguk dan menggeleng dengan sedikit ragu. Kepalanya menunduk melihat bayangannya sendiri. Jimin seperti habis melakukan kesalahan besar hingga dia memperlihatkan wajah penuh penyesalan.

Rasanya tidak biasa menurut Namjoon saat dia melihat Jimin yang biasa cerah menjadi mendung seperti itu. Langkah kaki bergerak otomatis untuk mencoba menghibur namja itu, dia merangkul Jimin yang hampir oleng akibat perbuatannya.

"Tak biasanya kau seperti itu, sesuatu terjadi? Katakan saja agar tidak terlalu membebani mu."

Jimin heran kenapa bisa Namjoon begitu perhatian padanya? Padahal Yoongi yang selalu dekat dengannya saja tidak seperti itu padanya. Rasanya kepalanya sangat enteng saat dia mendapatkan bahu Namjoon yang peka untuk dia jadikan sebuah sandaran. Menurutnya manusia di sampingnya inilah yang merupakan kakak idaman.

"Kau tahu, aku merasa bersalah karena permen karet di kunyah." Jimin merengek dengan suara kecilnya, tapi tidak terlalu kecil sampai Hoseok mendengarnya. Dia memberikan tatapan bingung dan bodohnya saat mendengar ungkapan itu. "Karena permen karet kau seperti putus cinta pada seorang wanita." Kedua matanya kembali menatap layar ponsel, dia tidak beralih dari tempatnya. Berbeda dengan Yoongi yang sudah menutup ponselnya dan mengambil permen dari sakunya.

"Jika kau merasa bersalah padanya Jim, kau cukup minta maaf padanya besok. Itu mudah bukan?" Ujarannya membuat Namjoon dan lainnya menjadi penuh tanda tanya besar sekarang.

Ada hal yang memang membuat dia sudah tidak minat, hingga Hoseok merasa senang saat melihat Yoongi off. "Akhirnya aku bisa mengalahkan mu, yeeeee..." Girang sekali sampai Yoongi memberikan dengan senang hati voucher game gratis. Hoseok cukup terkejut dan mengambilnya dengan sedikit lebay agar kelihatan dramatis. "Kau sungguh memberikan ini padaku, kira-kira kau kerasukan apa? Biasanya kau sangat pelit Yoon."

"Kalau kau cerewet aku akan menarik voucher ini, toh kita masih kelas 2 jangan sampai stress karena pelajaran yang menumpuk." Dia melirik dengan senyum tipis manisnya, seperti gula dan kulit pucat nya cukup membuat para wanita iri. "Jangan, justru aku merasa sangat berterima kasih padamu." Oke, sepertinya dia bisa melanjutkan permainan di rumah nanti, dengan semangat besar dia menyimpan kartu kecil itu di dalam softcase ponselnya agar tidak hilang. Sementara itu Yoongi mendekat ke arah Jimin dan mengulurkan tangannya.

Mereka diam melihat keanehan terjadi, tapi tak ada yang memotong pembicaraan diantara keduanya. Jimin melihat tangan itu dengan bingung, ada raut penuh tanya saat dia melihat kelopak sipit temannya. "Kenapa kau melakukannya, apakah kau merasa bersalah padaku!" Sedikit ketua dengan nada bicara tidak bersahabat, Yoongi sudah menduga bahwa Jimin ngambek padanya.

"Kelihatannya begitu karena kau sangat marah. Kau tahu Jim tidak baik mencampuri urusan orang lain dan besok kita akan bertatap langsung dengannya dan minta maaf."

Menghela nafas perlahan dan membuat keputusan untuk Jimin. Setidaknya dia bisa memperbaiki hubungan persahabatan disini. Namjoon berbisik pada Seokjin untuk mencari tahu dengan apa yang terjadi, tapi dia sendiri juga tidak tahu. Hanya diam memperhatikan maka dengan sendirinya mereka tahu jawabannya. Entah kenapa Jungkook merasa dia sedikit mengerti dengan apa yang mereka bahas. Badannya dia tegakkan dengan deheman pelan melegakan tenggorokannya.

"Baguslah kalau kau mengerti, kau seharusnya tahu bahwa aku itu mudah menyesal. Kau tenang saja aku tidak akan mencari tahu atau ikut campur. Aku juga tidak ingin membuat ibu marah, sudah cukup masalah itu membuatku seperti pengecut."

Semua tahu akan hal itu, tanpa banyak penjelasan pun Seokjin menepuk bahu Jimin seakan menguatkan. Mereka adalah saksi dimana masa lalu Jimin sebagian terjadi, membuat mereka juga diam-diam memperhatikan keadaannya juga.

"Baguslah kalau begitu, kita pulang dulu. Bukankah nanti malam ada ekstra basket. Hei Yoongi, Namjoon kita akan mendukung mu. Bagaimana kalau kita juga ikut mendukung?" Seokjin seperti penolong situasi sekarang, apalagi hari ini sudah pukul hampir setengah lima. Pasti semua tubuh pegal dan membutuhkan waktu refreshing seperti mandi hingga bersih.

Keduanya tersenyum semangat saat teman-teman mereka peka. Bahkan Yoongi akan mentraktir mereka makanan, berhubung dia malas dengan kegiatan ayahnya dalam politik maka dia mengikuti kegiatan tambahan di kelas olahraga.

"Ayo Jim, pulang. Jangan terlalu banyak pikiran. Sebaiknya kau juga istirahat, ibumu pesan padaku agar kau tidak sakit." Ucap Seokjin dengan merangkul bahunya santai, kehangatan itu ada pada dirinya. Membuat siapa saja yang dekat dengannya nyaman dan bisa bertahan lama dalam persahabatannya.

Jimin mengangguk setuju dan berharap bahwa besok tidak ada gangguan lagi saat ingin meminta maaf pada siswa yang... Ah, dia lupa siapa namanya. Hanya wajah dengan kacamata yang Jimin saja belum terlalu ingat, mungkin butuh pertemuan beberapa kali dan mengobrol agar bisa ingat murid baru itu.

"Hei Jim, ayo cepat. Jangan sampai banyak nyamuk yang menggigit kami bantet." Diantara mereka hanya Yoongi yang berani menggunakan kata istilah itu. Park Jimin dia adalah kawan seperti kue mochi gembul.

Masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja, tanpa tahu bahwa ada seseorang yang memang membutuhkan pertolongan orang lain. Orang yang memang punya rasa simpati dan iba sangat besar padanya, karena dia terlalu lama di lingkungan anti kemanusiaan disini.

Perlahan dengan pasti Taehyung kehabisan dengan air mata. Kelopak nya sembab tapi tidak ada yang tahu. Gumaman pelan keluar dari bibirnya dan pucat biru di bibirnya adalah bukti dia menahan semua kesakitan dalam tubuhnya.

"Ibu..."

Sekarang pukul setengah lima dan dia merasa bagian bawah tubuhnya terasa sangat sakit. Jika di gerakan tubuhnya terasa ngilu, dan kedua tangannya sudah kebas. Mulutnya pahit dengan rintihan kecil keluar dari tubuhnya. Dimana setiap inci tubuhnya merasa dingin, disini sepi hanya suara aneh dari seseorang yang mengerjainya.

Keputusan ada di tangan Taehyung, pikirannya acak dengan kesaksian tidak berarti.

Sakit sekali...

Sampai Taehyung lupa bagaimana cara dia bernafas dengan benar. Hantaman itu menghancurkan sebagian harga diri dan hak asasinya sebagai manusia.

Dia laki-laki tapi dia lemah karena keadaan. Penindasan memakannya secara perlahan tapi pasti. Sampai tidak tahu akan jadi apa dirinya esok.

Menyedihkan.

...........

TBC...

Apa kabar dan selamat malam, pagi, siang, sore bagi pembaca setiaku dan tersayang. Semoga kita semua masih dalam lindungan Tuhan yang maha esa. Jangan lupa buat jaga kesehatan selalu ya, dan tetap melakukan protokol kesehatan dimanapun kalian berada.

Menurut kalian bagaimana jalan cerita di chapter 2 ini. Apakah sudah cukup bagus buat dijadikan novel hehehe... Semoga kalian suka dengan kisah ini, dan jangan bosan ya.

Btw siapa yang mau ff ini lanjut angkat tangan kalian. Jangan lupa dukungan dan komentarnya ya.

Terima kasih dan love you...

#ell

30/11/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro