Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. 변태 ✓

"Semua terlihat cantik dan baik saja ketika kita sebatas melihatnya dari sisi mata. Tidak dalam hati karena setiap manusia punya perbedaan sikap dan sifat. Aku dulu seperti itu tapi tidak lagi, karena aku merubah diriku menjadi lebih baik."

🦋

E p i l o g

Katanya sebuah akhir kisah. Setiap orang mempunyai satu sama lain, nasib berbeda dengan keberuntungan dan kesialan yang tidak sama satu sama lain. Hari ini seorang wanita mengusap keringat dan peluhnya, dia berada di salah satu kedai roti dan kue miliknya. Memang kecil tapi dia menyukainya karena tidak perlu susah payah untuk pergi dengan jualannya. Sang anak datang dengan membawa bahan roti yang baru saja dia beli di supermarket langganan mereka. Ibunya mengulas senyum dengan mengusap bangga rambutnya, "kau tidak keberatan melakukan seperti ini setiap hari?" Ibunya tak ingin anaknya kelelahan dia sudah banyak membantunya.

Apalagi jam makan siangnya terlewat, terlalu banyak pembeli membuat dia kewalahan. Tapi cukup menikmati, karena setiap hasil yang besar memang mempunyai kerja keras tinggi juga. "Ibu, aku kan pria yang kuat. Kalau aku istirahat nanti ibu lebih kelelahan. Seharusnya ibu di rumah dan biar aku saja yang membuatnya hehehe.." dia sudah lama tidak tertawa seperti ini. Rasanya menyenangkan kehidupan yang dulunya hilang telah kembali. Selama ini dia sibuk di luar negeri, bekerja tanpa hasil. Lalu untuk masalah hutang itu?

"Ibu, aku masih merasa bersalah padamu. Karena semua hutangku, kau melunasinya dengan menjual semua tanah mu di desa." Kedua tangan itu memainkan sedikit bingung, dia menatap sang ibu dalam perasaan takut juga. Karena Wendy dia terjebak pada sebuah kebohongan hutang pada mafia. Semua sudah lunas karena bunganya, sisa uang yang mereka dapatkan digunakan untuk membangun kedai ini. Sekarang dalam waktu dua tahun dia bisa mencukupi kebutuhan tempat dimana mereka mencari penghasilan untuk hidup. "Hey anakku, jangan berkata seperti itu, aku melakukan semua ini karena aku sayang padamu. Yang lalu biarlah berlalu, kita tidak harus memikirkan hal itu. Jackson, apakah kau sudah menemui Wendy?"

Seorang ibu selalu mengingatkan hal kecil pada anaknya tak pelak jika Jackson sekrang tersenyum mendengar perhatian sang ibu. Tangannya masih sibuk mengelap meja dan membersihkan hingga mengkilap. Di sisi lain dia juga ingin membuang Wendy dari bagian hidupnya, membuang dia dari masa lalunya. Dia melihat gantungan kunci di tangannya, berbentuk boneka panda menggemaskan disana. Ketika dia melihat kenangan itu ada saat di acara festival Amerika, di masa dia juga kekasihnya bahagia seperti dalam satu dunia tanpa ada manusia lain.

Semua sudah sirna seiring rasa benci akibat perbuatannya yang mencoba untuk menyakiti adiknya. Taehyung tidak pernah bersalah dalam masalah dendam Wendy. Dia juga tahu kalau sebenarnya Wendy balas dendam akibat ibunya meninggal dalam tragedi kecelakaan maut sepuluh tahun silam, tapi yang terjadi kenyataannya Jackson juga adiknya kehilangan ayah. Bukankah ini sama timbang karena satu nyawa bagian keluarga juga melayang. Merasa kalau dia sudah salah mencintai wanita yang ternyata menyimpan rasa munafik.  Saat semua menjadi lebih jernih dari debu tepung membuat dia usai.

"Jackson, apa kau tak apa? Kau tampak sangat pucat. Sebenarnya apa yang kau pikirkan sayang." Ibunya mendadak khawatir, melihat bagaimana seorang putra melamun dengan pandangan gelisah nya. Jackson juga mengusap punggung tangan itu dengan sayang, dia mengangguk paham. "Tidak ibu, aku sendiri hanya memikirkan bagaimana bisa aku bertemu dengan wanita itu. Padahal selama ini aku selalu percaya padanya. Mungkinkah ini bagian karma dariku? Saat aku telah melakukan kesalahan pada ibu dan adik." Jujur sekarang dia menjadi putra lebih baik juga seorang kakak lebih benar. Dia tidak lagi menyalahkan adiknya akan tetapi membuat kepercayaan padanya tumbuh. Selama ini dia telah melakukan kesalahan berulang-ulang dengan hidupnya yang boros, demi wanita itu juga dia menjadi penjahat bagi keluarganya.

Beruntung Tuhan menunjukkan kebenaran ini, hingga tanpa sadar dia juga menangis lantaran kesalahannya sulit untuk di hapus dari ingatan. Anaknya yang malang, anaknya tersayang. Ibu Kim memeluk sang anak dan memberikan dia ketenangan, tak apa bagi seorang pria menangis karena mereka juga punya perasaan di balik fisik yang kuat. Terkadang menjadi tulang punggung keluarga tidak lah mudah, lalu sekarang dia bisa memaafkan semua dan ini semua karena putra keduanya telah mengajarkan semua bagian hidup dari pengalamannya.

"Ibu aku sangat rindu pada Taehyung." Suara itu bergetar, dia juga memeluk wanita tersayangnya dengan erat penuh hangat. Dia ingin sekali menangis keras tapi tak bisa, hanya butiran air mata sebagai saksi bahwa dia tidak bisa mengontrol emosinya sekarang. "Ibu juga merindukannya, tapi kita tidak boleh sedih ini. Bukankah kita harus selalu bahagia dan menjalankan aktivitas seperti biasanya, hey sudah jangan menangis lupakan wanita itu dan kesalahan mu. Ingat kata Taehyung untuk tidak tenggelam dalam masa lalu, kau anak ibu dan ibu tahu apa yang kau pikirkan dan tidak. Selama ibu masih bersamamu, ini tidak akan meninggalkanmu. Percaya, kau akan menemukan cinta sesungguhnya dari seseorang." Berkata dengan tegas dengan kuluman senyum di bibirnya. Kedua air mata jatuh tapi sudah terhapus jejaknya. Kali ini Jackson tidak menyepelekan nasihat itu, dibalas oleh anggukan penurut dari seorang anak yang belajar untuk berbakti.

Cuaca sudah mendung dan ini waktunya untuk segera berkemas, hujan bulan Februari seperti tidak bisa memberikan kesempatan bagi orang untuk keluar. Karena mereka ada selama musimnya, sama seperti seseorang yang baru saja turun dengan langkah kaki menenteng tasnya. Dengan kacamata hitam masih dia pakai dan seseorang itu datang dengan permen di mulutnya.

"Selamat datang pada diriku sendiri." Ungkapnya penuh bahagia, melihat sekitar demi menemukan sebuah perbedaan tempat. Rupanya tidak ada dan sama sekali tidak menemukan apa yang menjadi masa lalu dengan masa sekarang. Ketika langit menunjukkan warna lain dan menutup birunya saat itulah dia memasang wajah sendunya. "Astaga, kenapa sekarang kau ingin turun hujan." Sebenarnya dia tidak ingin basah, dia tidak ingin sakit. Apalagi orang tuanya galak, apa yang akan dia katakan pada mereka nantinya?

Tepat di tengah hari ketika cahaya senja belum bangkit, sebuah kalung mengeluarkan pantulan cahaya disana. Tepat saat dia mulai melangkah kakinya, dia datang bukan tanpa alasan.

.

Jungkook menjatuhkan kepalanya di atas meja perpustakaan, dia sama sekali tidak suka dengan pelajaran yang tak dia sukai. Geografi atau ilmu bumi, seharusnya dia tidak menemukan di sekolah ini. Tapi karena dia korban kurikulum makanya dia menghadapi situasi menyebalkan seperti ini. Dia heran kenapa dinas pendidikan senang sekali membuat beberapa kali revisi soal pendidikan, mengajar dan diajar. Bukankah ini sebuah keputusan yang seharusnya sudah di tetapkan dan dipakai dalam waktu yang lama?

Kemarin saja dia senang karena tidak diadakannya ujian tapi kenapa malah ambisinya pupus karena dinas pendidikan ganti kementerian? Sungguh malang nasibnya seperti anak baru masuk sekolah saja, padahal Jungkook sendiri sudah pusing dengan pilihan orang tuanya menentukan sebuah universitas. Padahal dalam hati kecilnya Jungkook ingin jadi penikmat dan pembuat komik di Webtoon. Salah satu aplikasi terkenal yang bisa membuat siapa saja jadi bintang idola dalam dunia komik. Ibunya mungkin saja setuju, tapi ayahnya...

Dia perlu memberikan bukti dari pada sekedar janji. Kepalanya mendadak pusing dan terus saja pandangannya sedikit kunang-kunang. Tak sadar bahwa di belakangnya ada seseorang yang datang dengan menaruh kopi di sampingnya. Kopi hangat dengan aromanya yang khas, cukup untuk membuat siapapun akan tertarik sekedar meliriknya. Jungkook rasa dia hanya bermimpi karena saking inginnya dia minum kopi di sebuah cafe.

"Kau tidak mau? Apakah aku harus menarik Latte ini agar kau menyesal." Tangan itu sudah menyentuh nya, mengeratkan pada bagian gelas dengan telapak tangannya. Bukan hanya itu saja senyuman seseorang membuat Jungkook terpekik tertahan saat kedua lesung pipinya muncul pada kedua pipi namja itu. "Kak Namjoon, kenapa bisa kau ada disini? Bu-bukankah kau kuliah ke Belanda, hah... Kapan kau bisa pulang ke sini?" Wajah kaget dengan tampang seperti orang bego. Menimbulkan kekehan lucu dari seseorang yang sudah anggap dia sebagai seorang adik terkecil dalam sebuah komunitas.

"Siapa bilang aku ke Belanda, aku kuliah di Korea tapi memang jauh dan aku mengambil kost jadi jarang pulang." Tangannya menarik kopi itu pelan. Membuat Jungkook melongo dengan wajah polos seperti anak kecil.

"Tidak! Aku ingin kopinya. Jangan dibawa karena aku sangat ingin."

Jungkook merajuk dengan kedua tangan menahan kopi itu agar tidak diambil, si muda menggeleng dan membuat Namjoon tertawa lepas karenaya. Dia bahkan membuat ulah hingga mendapatkan teguran dari lainnya, suara kerasnya bisa membuat semua orang disana tercekat tidak suka. Bukan berarti dia bisa sepuasnya melanjutkan tawanya, Jungkook disana menyembunyikan wajahnya dengan menenggelamkan muka di atas meja. Dia merasa malu secara mendadak. "Aku lupa kalau ini perpustakaan, maklum saja aku selalu belajar lewat buku online di rumah. Bahkan tidak membaca pun aku sudah terlahir cerdas." Kembali lagi, dia menyombongkan diri. Membuat mata malas dari manusia di depannya.

Dalam hatinya Jungkook berharap semoga saja petir tidak menyambar kakaknya yang sombong itu.

Namjoon melepaskan tasnya dan membaca salah satu kumpulan buku yang dipilih Jungkook, bertumpuk di depannya seolah menunggu si peminjam agar bisa dipakai. Dengan mudahnya dia membuka cepat lembaran buku itu dengan menarik halamannya ke belakang. "Kau belajar ini semua, apakah ujian nasional tinggal lima bulan lagi?" Melirik ke depan sana dan melihat betapa pucatnya Jungkook yang menikmati kopi.

Dia tak akan menyangka bahwa pemuda itu akan bekerja keras lagi.

"Seperti tahun itu saat kau merengek padaku meminta aku mengajarimu agar kau naik kelas dua, lalu sekarang kau sudah sampai kelas tiga. Pertanyaannya, apakah kau bisa menyelesaikan ujian nasional dengan baik jika penyakit malas mu saja masih ada." Celotehnya ada benarnya juga. Sementara dia meletakkan buku dengan judul Jurus Rumus Cepat. Dia sendiri juga tidak akan memaksa Jungkook dalam melakukan belajarnya karena setiap manusia sudah punya porsi kemampuan masing-masing. Bukan Jungkook namanya jika dia mau mendengar dengan serius, beberapa kali dia memutar bolpoint di tangannya.

"Sudah jangan main-main tapi jangan terlalu serius juga. Apakah kau mau kalau kepalamu botak karena terlalu stres. Lain kali aku akan mengajarimu kalau kau kuat dengan metode ku." Namjoon meminta agar yang muda lebih sabar tapi kenyataannya Jungkook sedikit mendengus sebal pada soal ujian disana. "Kau tahu, aku ingin muak dengan ujian tapi hidup sudah diatur. Ngomong-ngomong cara pengajaran mu kuno dan aku tidak suka." Jungkook merengek dia juga menggebrak meja disana, lagi-lagi dia menjadi pusat perhatian beberapa orang.

"Ayolah ini perpustakaan bisakah kau tenang sebentar. Jangan mengganggu lainnya." Ingat Namjoon, padahal tadi dia juga melakukan kesalahan yang sama. Untuk hari ini Jungkook banyak di berikan nasihat juga sindiran pedas. Entah kenapa dia menjadi rindu pada salah satu kawan bahkan semuanya, dia hidup dalam keadaan membosankan dan jarang pergi seperti kala itu. "Sebenarnya aku rindu pada masa itu kak Namjoon, aku rindu dengan kalian juga. Kapan kita akan berkumpul?" Kesepian itu sulit obatnya tapi sekarang, tidak ada kata dimana semua orang mengeluh. Perasaan Jungkook juga sama dengan perasaannya, dimana dia juga rindu akan masa itu.

"Pada saatnya kita akan merasakannya lagi. Tapi apakah kau tahu bagaimana kabar Taehyung sekarang?" Namjoon mengulas senyumnya, membuat Jungkook menunjukkan mimik sedihnya. Dia saja langsung menunduk bingung mau menjawab apa. Kedua tangannya seperti sulit memainkan keadaan, disini Namjoon memang tidak mendengar kabar apapun. Sampai akhirnya dia melihat kedua air mata Jungkook jatuh dengan perasaan sedihnya. "Jungkook, kenapa kau menangis? Apakah pertanyaanku salah kali ini?" Namjoon lantas mendekati adiknya dengan wajah bingung.

Sebenarnya dia salah bicara atau apa?

,

Sebenarnya Jackson tidak ingin bertemu wanita di depannya itu. Wajahnya sangat galak dengan darah muak bangkit menakutkan dari auranya. Seorang wanita yang rambutnya diikat terlihat rapi, terkejut memang karena sudah satu tahun lamanya dia tidak dijenguk oleh kekasihnya. Terakhir mereka bertemu karena urusan masalah hutang. Wanita itu memakai baju cokelatnya dengan pandangan mata ke arah kanan dan kiri, mereka juga bertemu dengan keluarga di balik bilik kaca disana.

Wendy diam saat melihat sosok pria di depannya, entah dia mantan pacar atau bukan. Sekarang saja dia menjadi canggung dengan sudut bibir tersungging senyumnya. "Untuk apa kau datang kesini, tidak biasanya kau seperti ini." Dia tidak butuh seorang pria yang menjadi masa lalunya. Dulu adalah cinta tapi semua itu adalah misi untuk membalas dendam kematian ibunya. Karena ayahnya pula dia juga kehilangan seorang wanita yang menjadi bagian hidupnya, seharusnya. Melihat ada selembar kertas dimana dia menatapnya sadis.

"Aku datang kesini untuk memastikan. Sebenarnya aku mendapatkan petuah dari ibu untuk menengok mu, aku tidak mau karena aku sudah membencimu." Dia juga menaruh satu bekal berisi kue brownies buatan sang ibu. Betapa baiknya wanita yang melahirkannya karena telah membuat keputusan untuk memperhatikannya padahal adiknya semakin parah karena dia. Wendy melihat dan membuka tutup bekal itu, disini para polisi mengijinkan untuk mendapatkan makanan dari sanak keluarga jika dikategorikan aman.

Dengan mudahnya dia mendorong makanan itu guna menolaknya. Membuat pria itu mengulas senyum remeh, dia sama sekali tidak menginginkan hal ini. Sang ibu yang memintanya untuk menjaga sebuah hubungan baik dengan orang lain.

Tangan kekar pria itu membuka bekal dan menyodorkan makanan itu padanya. "Ini tidak ada racun. Kau harus makan, ini terakhir kali aku mengunjungimu karena aku sedang menjadi anak baik untuk ibuku." Tidak ada urusannya dia mau makan atau tidak, tapi melihat makanan buatan sang ibu di apresiasi membuat dia lebih senang lagi. Wendy tetap saja tidak mau mengambilnya, dia hanya memakan makanan yang menurutnya mahal dan dua tahun ini tidak ada selera sedikitpun muncul. Dia terpaksa makan karena di dalam penjara dia bisa saja mati karena kelaparan.

Dihukum penjara selama lima tahun karena kasus percobaan pembunuhan. "Terserah kau saja, kalau kau tidak mau memakannya kau akan bernasib sial. Kau tahu Wendy dulu aku sangat mencintaimu, tapi rasa cintaku malah jatuh pada seorang penjahat." Tak ada penyesalan dari cara bicaranya. Sebenarnya wanita itu tersentak lantaran dia tidak tahu kenapa, mungkinkah rasa cinta di dalam hatinya terhadap pria itu masih ada?

Tak di pungkiri memang kalau sebenarnya dia ingin mengakhiri permusuhan ini dan mempersatukan hubungan mereka lagi. Akan tetapi sulit, karena dia juga melakukan kesalahan fatal hingga akhirnya disini. Penjara adalah penebusan dosa baginya. Tangan itu mengambil kue cokelat yang menjadi peninggalan pria itu setelah dia pergi. Dia melihat dari kejauhan pada kelopak matanya tetesan air mata, akan tetapi linangan air mata itu di hapus dengan cepat.

Wendy merasa bahwa Jackson menangis nasib dirinya dan itu benar. Siapa yang tak akan sedih jika melihat wanita dia sempat cintai itu mendekam dalam penjara, sekarang ini Jackson tidak ingin mencari tambatan hati selain dia benar menerima apa adanya. Dia meminta agar Tuhan selalu melindungi keluarganya tidak lebih.

"Aku tahu aku masih mencintaimu. Aku berbohong karena aku tidak mau kau mendapatkan istri penjahat, aku juga tidak punya wajah lagi untuk berada di depanmu. Aku sudah melukai adikmu dan ini menakutkan." Sebelah air matanya jatuh dengan mengunyah makanan manis dalam mulutnya. Perasaannya campur aduk hingga dia bingung sekarang. Alangkah lebih baik, dia dan juga Jackson memiliki hidup masing-masing. Selain melupakan masa lalu hal itu juga memperbaiki segalanya.

Menatap makanan manis di depannya, pandangannya mengabur terdiam disana. Di sisa masa kunjungannya dia melihat bagaimana kue buatan tangan penuh cinta tercipta, dulu ibunya juga membuat makanan seperti ini ketika masih ada. Sekarang rasa itu kembali sampai berfikir bahwa ibunya belum mati. Saat semua terasa sangat menyulitkan baginya saat itu lah dia memahami bahwa, selama ini dia hidup sia-sia.

Kedua air mata jatuh dengan isakan kuat, dengan menepuk dadanya beberapa kali untuk menghilangkan rasa sakit ini. Sesak begitu jelas dan itu memang sulit untuk diterka. Ketika semua menjadi sangat menjelaskan bahwa cinta memang. Menyakitkan. Dia menyesal dan itu terjadi pada setiap manusia. Lalu sekarang? Ambisi itu menjadi hilang secara perlahan.

Jackson keluar dengan mata kacanya. Semakin hari semakin menyulitkan baginya, langkah kakinya memang tak mudah. Akan tetapi saat dia melihat salah satu penjahat disana membuat kemarahannya semakin menjadi saja. "Yang aku tahu aku hanya mampu membuat keputusan, bajingan itu dia adalah brutalnya adikku." Membuang satu botol isi penuh dengan tegas. Tak peduli bagaimana isinya tumpah dengan cairan yang sudah hilang separuhnya. Im Jae Bum tengah membawa alat pel di tangannya, tak akan menyangka jika berpapasan dengan bagian keluarga korbannya.

"Bajingan kau!" Dia kasar dan menimbulkan perdebatan kecil diantara dirinya juga manusia itu. Para polisi bertindak dengan bergerak melepaskan keduanya dari anarkisme. "Siapa kau, beraninya memukulku. Bajingan! Apa kau tidak tahu dilarang memukul tahanan!" Mengelak dengan kasar, sementara ungkapan itu membuat keduanya menjadi mendidih satu sama lain. Jackson tak luput mengeluarkan jurusnya dan menendang Jae Bum hingga tubuhnya membentur dinding sampai dia kesakitan. Seorang polisi membantunya berdiri dan dua lainnya segera menariknya keluar.

Keluar dari tempat ini karena kegaduhan. Pria itu juga memberontak keras minta di lepas, kedua tangan itu terasa sakit tapi sekarang tidak lagi. "Dia yang sudah membuat adikku menderita dua tahun ini, aku tidak akan memaafkan mu, bajingan itu sudah membuat masalah padaku!" Teriaknya dengan keras, bukan hanya itu saja dia juga mendapatkan bentakan dari dua polisi agar diam. "Jika kau masih membuat kegaduhan aku akan memastikan kau masuk penjara karena sudah mengganggu tahanan!"

Dia melempar begitu saja Jae Bum, tapi beruntung pemuda itu tidak jatuh tersungkur karena keseimbangan bagus. Dia tidak akan menyangka bagaimana bisa Wendy satu sel dengan penjahat adiknya, dia masih tidak bisa memaafkan. Kemungkinan selamanya dia membenci keluarga Im, bahkan saat dia tahu ada pesanan kue untuk sebuah acara dari keluarganya. Dia juga ibunya menolak keras, tak peduli akan rugi atau tidak.

Harga diri di bawa mati, sama seperti adiknya yang masih punya impian bagus untuk di ciptakan. Jae Bum hanya berharap jika hakim tidak memberikan berat sebelah saat persidangan keputusan, karena kabarnya masalah ini menjadi rumit saat ada banyak korban masuk menjadi saksi. Semua sudah melihat beritanya, entah dari televisi atau artikel surat kabar. Dia juga tidak akan memaksa jika pada akhirnya orang seperti itu keluar karena di bawah umur, tapi dalam tindakan seksual orang itu pantas di kebiri.

"AKU HARAP KAU TIDAK PERNAH BEBAS DARI PENJARA. MEMBUSUK LAH KAU DISANA IM JAE BUM!"

Puas rasanya saat dia bisa memaki pemuda itu dengan keras. Bukan hanya itu saja kepalan tangannya juga terasa puas meski bergetar menahan sakit akibat pukulan pada pipi pemuda itu. Ada senyuman disana hingga kesedihan itu menghilang, dia tak akan menyangka bahwa semua yang dia lakukan untuk pembalasan dalam kekerasan berujung akhir menyenangkan.

"Tuhan, terima kasih. Aku merasa bahwa aku menjadi kakak baik." Memejamkan mata sebentar, membuat dirinya masih tak sadar bahwa dia berada di depan lapas. Tempat dimana para penjahat bisa melihatnya secara tak sengaja dengan gumaman bodoh kemungkinan. Jackson ingin memeluk adiknya yang bodoh penuh sayang. Dia bahkan mengatakan pada dirinya sendiri jika Tuhan memberikan dia kesempatan maka akan jauh lebih baik dia menjatuhkan segala perhatian untuknya.

Apakah dia hidup penuh penyesalan? Tentu saja karena semua menjadi tak berguna pada akhirnya. Kedua matanya melihat sebuah batu, berukuran kecil dan bulat. Bisa digunakan untuk nya menendang seluruh rasa kekesalan dalam hatinya.

Batu itu menggelinding dan mewakili seluruh perasaannya. Terus berjalan dan menggelinding seolah tidak ada waktu untuk dia berhenti. Ketika dia masuk dalam padatnya masyarakat melangkah kaki untuk berjalan, batu itu bergetar kala mereka semua berjalan. Tak mengenai bagian kerikil itu sampai batu seperti itu turun dengan cepat ketika berada di atas landasan miring. Berputar dan terus saja begitu sampai akhirnya satu kerikil itu mendapati kaki yang begitu kuat untuk menendangnya di sisi jalan tak ada yang menapakinya lagi.

Apakah batu kerikil itu menangis?

Sepertinya tidak, dia bahkan tidak akan menyangka jika posisinya sekarang di pindahkan pada satu pot besar dengan isian batu kerikil yang sama seperti lainnya. Bukan hanya itu saja, terdapat satu keajaiban dimana seorang pemuda juga ikut senang dengan kembalinya si kerikil pada kelompok sesungguhnya.

"Sekarang kau tidak sendiri. Walau aku tahu kau tak bisa bicara. Tapi yang jelas aku mengerti kalau kau pasti kesepian, nah... Sekarang kau tidak lagi ter-tendang lainnya." Kata lembut dengan sikap seseorang yang bisa dikatakan cukup dewasa di seumurannya sekarang. Tak memungkiri bahwa dia pandai dalam membuat sajak puisi, sebagian dari kesenangannya yang tak ada tahu selain orang dekat. Dia memakai topi kesayangan dengan langkah kaki berjalan ke suatu tempat.

Niatnya datang seiring dengan keinginannya untuk menjaga sebuah hubungan kecil dengan seseorang. Saat semua nampak di depan mata, saat itulah dia tahu bahwa sebenarnya hidupnya tidak relatif membosankan.

"Aku ingat pohon ini, sekarang dia berbunga di bandingkan tahun lalu." Senyuman manis seperti sinar matahari membangkitkan kejora. Diantara rasa bahagianya terlintas keinginannya untuk berjumpa. Dia menjejalkan diri di sebuah kedai roti milik seseorang yang seperti siap berkemas. Wanita itu masih memunggungi dengan kesibukannya membersihkan alat pemanggang untuk besok. "Permisi, bisakah aku-"

Suaranya diam, dia sengaja untuk menunggu respon wanita itu. Tapi dia juga tak lupa untuk tersenyum ramah karena dia tahu pastinya wanita itu akan terkejut dengan kedatangan nya.
Benar saja, ketika wajah tampan seseorang tersenyum. Saat itulah wanita itu memeluknya dengan raut tak percaya, Jimin masuk ke kedai dengan wajah penuh hormatnya. "Aku tak menyangka bisa bertemu dengan mu sekarang, nak Jimin bagaimana kabarmu. Ya ampun, kau semakin tampan saja." Dia tersenyum senang, ditambah lagi ada manik mata bercampur haru bahagia.

Siapa yang menduga teman dekat anaknya menjadi tamu di tempat tak terduga. "Aku haru datang dari Prancis. Ya, mumpung liburan aku kesini. Aku dapat jatah libur satu bulan penuh, kebetulan ayah juga sudah lama tidak melakukan aktivitas dengan putranya. Aku senang heheheh..." Dia curhat dan membuat wanita itu bergumam bahagia. "Aku bahagia mendengarnya nak, aku melihat mu bahwa kau sudah sukses sekarang." Dia melihat penampilan yang muda. Terasa sangat berbeda karena dia sudah menimbulkan kharisma dalam tubuhnya. Jimin merasa dia seperti bertemu dengan ibunya, sifat wanita supel dan hangat tapi terkadang galak juga lama tidak dia temukan. Selama ini dia belajar di Prancis, selalu merindukan tanah kelahiran juga hidupnya.

Sebenarnya Jimin membuka usaha online kecil, dia berdagang mengenai atribute olahraga. Menjadi sukses dengan caranya meskipun mendapatkan penentangan dari sang ayah, dia tidak bisa mengatakan dengan jelas bagaimana rasa senangnya ketika sang ayah mau melihat kemajuannya. Jimin awalnya tidak yakin jika cintanya pada olahraga akan menjadi seberuntung ini. Tapi bagai hujan durian semua yang dia jual menjadi kesenangan para pembeli meskipun beberapa diantaranya juga merasa bahwa barang yang mereka dapatkan ada sedikit kekurangan.

Entah kenapa tengah siang yang tidak terlalu terik itu menjadi pembahasan asyik untuknya juga ibu Kim. Keduanya duduk di salah satu bangku taman dekat dengan kios, bukannya Jimin tidak mau ke rumahnya tapi Jackson belum datang karena dia membawa motor dengan tandu di belakangnya. Ibu Kim meminta Jimin agar mampir ke rumahnya sembari makan siang bersama dengan hidangan ayam goreng yang sudah di beli tadi beberapa menit lalu.

"Hahaha... Jadi kau sudah membangun rumah sendiri? Bagus itu aku senang mendengar nya, sekarang kau kuliah jurusan apa?" Ibu Kim bertanya dengan wajah ramahnya. Jimin mengangguk senang dengan kepala merendah, sebenarnya dia tidak ingin sombong tapi rumah itu ada karena Taehyung sempat menjadi motivasinya. "Aku masuk jurusan bisnis sesuai keinginan ayah. Meski aku tidak suka tapi lama-lama aku terbiasa, karena itu aku ingin membuat usaha mikro kecil agar banyak masyarakat yang bekerja daripada menjadi pengangguran." Usapan tangan itu mencoba untuk menghilangkan rasa grogi dalam dirinya. Taehyung selalu mengatakan padanya dulu, berbuat baik tidak perlu selalu menggunakan materi. Menggunakan langkah awal dalam peluang juga mampu memberikannya.

Selama ini dia selalu dikekang oleh orang tua tapi tidak lagi.

"Ngomong-ngomong bagaimana kabar Taehyung? Selama aku pergi aku sama sekali tidak tahu bagaimana dia, karena nomor ponselku sempat hilang jadi aku tidak bisa menghubungi lainnya juga. Aku hanya pernah mengirim pesan di pertemanan Facebook milik Hoseok tapi dia malah offline." Saat dia bertanya mengenai Taehyung entah kebetulan atau tidak temannya mematikan sambungan. Jimin merasa bahwa banyak yang sudah di sembunyikan oleh semua orang padanya, untuk itulah dia kemari. Selain bertemu keluarga dia juga ingin bertemu dengan kawan lama.

Wanita itu awalnya mengulas senyum bahagia. Mendengar hal itu juga beberapa lama kemudian pudar lah senyuman itu dari bibirnya. Merasa janggal membuat Jimin berfikir aneh sekarang, meski dia takut ada perkara buruk terjadi. Tetap saja dia tidak ingin nampak sangat jelas di depan wanita itu. "Bibi, apakah Taehyung baik saja? Bisakah aku bertemu dengannya?" Suara Jimin makin lama makin serak, menelan ludah saja susah.

Lalu, apakah dia sanggup menahan pondasi perasaan lain di hatinya nanti. Berbicara mengenai Taehyung memang membuat seorang ibu sepertinya tak tahu harus berkata apa. Bibir itu ingin bergerak tapi rangkaian kata tak jadi terucap ketika seseorang datang bersama dengan putrinya.

Seorang anak datang dengan mimik wajah seperti menyembunyikan semua rahasia. Datang menghadap di depan wanita itu dan juga Jimin yang masih disana.

"Ibu Kim, apakah kau masih ingat aku?" Seorang wanita mengulas senyum. Dia nampak takut dengan kedua jemari saling bertaut satu sama lain. Sementara itu gadis yang tak satupun berani menatap langsung wanita itu membuat tanda tanya besar pada keduanya. Cukup lama menerka dari dalam otak, mengingat siapa yang ada di depannya. "Kau Oh Shin Hye, kau orang tua dari... Eh, bukankah kau teman satu kelas Taehyung di sekolah lamanya?" Wajah itu tak nampak kesedihan, dia seperti tidak menyadari sesuatu penting dalam setiap kejadian.

Seorang gadis maju selangkah masih menunduk. Jika berfikir bahwa dia malu sebenarnya semua itu salah karena Jimin melihat dengan tatapan lekatnya saat dia menerka bahwa gadis itu sebenarnya takut. Takut akan sesuatu yang membuat keadaan semakin parah. Mungkin saja aura buruk akan terjadi, dan membuat dia menjadi sedikit menegang dengan bulu kuduk merinding.

"Bibi." Menelan ludah dengan meraup oksigen banyak. Menimbulkan pertanyaan besar ketika wanita itu diam menerka. "Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu, soal waktu itu. Apakah bibi masih ingat dengan kasus soal ujian itu?" Akhirnya dia berani menatap mata wanita itu, seperti ada kaca disana. Membuat Jimin menautkan satu sama lain kedua alisnya. Wanita itu sedikit tercekat dia diam dengan mendengar apa yang akan dikatakan olehnya selanjutnya.

Wanita di belakang sana berharap cemas dengan memperhatikan anak gadisnya berbicara. Jika dia tidak melakukannya maka akan menjadi beban tersendiri yang tak bisa hilang. Kedua tangan itu menaut satu sama lain cemas.

"Soal ujian yang hilang dengan kunci jawabannya. Semua aku yang melakukannya, bukan Taehyung. Waktu itu Taehyung, dia tahu aku mengambilnya. Lalu aku takut dan meminta dia untuk mengembalikannya. Semua memang sudah lancar, dan dia memang membantuku. Tapi aku takut kalau ibuku akan marah karena nilai ku buruk makanya aku..."

,

"Bora, apa yang kau lakukan. Bukankah itu soal ujian besok. Kenapa kau membawanya?" Taehyung menatap tangan dengan meremat kuat. Sementara dia tertangkap basah. Kejadian itu terjadi satu Minggu sebelum ujian. Karena kelas sepi makanya tidak ada yang tahu soal ini. Membuat gadis itu menjadi semakin cemas dengan wajah yang penuh gemetar.

Mungkin mereka berfikir bahwa di kelas hanya ada keduanya. Tapi mereka tidak tahu bahwa seseorang berdiri di luar kelas, dia salah satu saudara Bora yang melihat dengan tatapan licik. "Soal ujian? Apakah gadis itu melakukan hal nekat? Oh astaga... Bodoh tapi kesempatan." Dia bergumam sendiri dengan mengawasi sekitar. Dia satu bangku dengan Taehyung, sayang sekali karena tidak ada yang tahu bagaimana sifat sebenarnya dia.

"Kenapa kau melakukan itu, bagaimana mungkin bisa kau melakukan kecurangan. Sebaiknya kau kembalikan soal ujian itu atau masalah akan terjadi padamu." Sebenarnya Taehyung masih baik, dia tidak langsung memberitahu pada guru yang bersangkutan. Pada akhirnya tindakannya ini menjadi salah perhitungan seolah Boomerang baginya. Gadis itu malah bergetar pada tubuhnya karena semakin ketakutan. Intuisinya mengenai soal keganasan ibunya dalam marah menjadi bayang menakutkan baginya.

"Aku takut mendapatkan nilai jelek. Ibuku ingin aku menjadi peringkat satu." Dia menangis dengan tersedu. Bukan berarti Taehyung kasihan, dia merasa bahwa seperti ini tidak adil.

"Apapun alasannya ini salah. Bagaimana bisa? Semua belajar dan kau mencontek dengan mudah. Ini adalah pertarungan otak dan kenapa kau malah menjadi curang seperti ini." Taehyung ingin bergerak ke kantor untuk menceritakan semua ini. Dia harap guru yang bisa menyelesaikan semuanya. Tapi tangan itu di tahan hingga akhirnya dia melihat mimik wajah sedih gadis itu penuh takut. Sebenarnya Taehyung kasihan karena dia melihat bagaimana wajah lebam gadis itu, kabarnya dia dipukuli oleh ibunya akibat nilai akademiknya yang jelek.

Helaan nafas kecil yang Taehyung berikan ketika melihat gadis itu sesunggukkan. Taehyung tahu bahwa teman satu kelasnya ini hanya terpaksa akan tetapi tetap saja salah. "Kembalikan kertas ujiannya, lebih baik mendapatkan nilai buruk tapi dengan kemampuan sendiri. Untuk apa kau mencontek, bahkan perusahaan saja hanya butuh keterampilan." Dia bukan orang bijak tapi ucapannya memang membuat gadis itu tertohok.

"Bantu aku, aku mohon." Suara memelas dengan air mata deras jatuh. Taehyung lemah dengan tangisan seorang wanita. Dia tidak kuasa menahannya karena melihat ibunya menangis juga membuat hatinya menjadi sakit. "Kalau begitu berjanji lah kau tidak akan mengambil nya. Aku akan menumpuk buku mapel di meja pak Kyung. Jangan lakukan hal bodoh lagi." Taehyung melihat dalam amplop soal ada nomor. Buktinya sekolah bisa memastikan bahwa soal itu bisa hilang karena sebuah ketelitian.

Bayangan itu pergi dari celah pintu. Seseorang akan melakukan tindakan yang cepat, saat Bora mendapat pesan baru dari ponselnya membuat kedua matanya membola. Dia tidak tahu bahwa ada yang mendengar semuanya sekarang. Saat Taehyung pergi dengan amplop soal juga tumpukan besar buku satu kelas, gadis itu menjadi bungkam dengan suara lirihnya. Dia ingin mengatakan semua tapi dia takut, apalagi ini adalah kesempatan. Kesempatan dimana dia bisa merasakan mendapatkan nilai bagus tanpa harus belajar susah payah.

"Maaf Taehyung, aku terpaksa melakukannya. Apalagi ini seperti masa depan bagiku. Dalam pikirannya dia berfikir untuk menjadikan Taehyung sebagai umpan.

,

Jimin hampir menutup mata karena tidak ingin melihat ibu Kim menamparnya. Seorang gadis sudah siap dan seorang ibu di belakangnya menangis ketakutan. Tangannya hampir melayang sampai tapi dia tahan begitu saja dengan kedua mata marah, ada sedikit air mata yang hampir keluar dari kedua kelopak matanya.

Basah memang ada dan ini adalah hal paling memukul. Jimin yang mendengar saja emosi, dia tidak menyangka jika ada seorang gadis bisa melakukan tindakan jahat seperti itu.

Di sisi lain seorang ibu memahami situasi dengan menarik nafas pelan, tangannya turun dengan mengepal menahan emosi. "Aku marah padamu tapi untuk apa? Fitnah sudah terjadi, dan hal seperti ini tidak membuat Taehyung kembali. Kejujuran mu patut aku perhitungkan, tapi aku kecewa. Kenapa kau melakukan hal jahat sementara anakku sudah melakukan kebaikan." Ada raut kebencian saat dia melihat kedua wajah disana. Dia tidak bisa memaafkan dengan mudah tapi sulit juga melupakan satu masalah.

"Kalian tahu, akibat darimu juga pemuda itu. Aku menjadi ibu jahat. Aku tidak percaya dengan putraku sendiri." Kecewa itu ada dan sekarang tertancap bagaikan duri.

"Maafkan aku, aku tidak tahu akan menjadi seperti ini. Aku kira Taehyung hanya di hukum ringan, sebenarnya aku tidak bermaksud untuk membuat dia menjadi tersangka. Aku sudah mengatakan pada sepupuku untuk tidak menjadi Taehyung dan membuat dia terjebak tapi-" bibirnya bungkam. Tangan itu memintanya agar dia diam. Ada banyak alasan dan dia tidak butuh, dia hanya sedih dan kecewa pada sikap orang pada putranya. Sebelum dan sesudah mereka seperti menggampangkan segala sesuatu dengan mudah, kesalahan yang harusnya mereka dapat berimbas pada putranya.

Tak adil...

Dia tak kuasa.

Dengan langkah tegas dia pergi, tak peduli baginya bagaimana reaksi mereka. Dia ingin bahwa hal seperti ini sudah merusak segalanya, masa depan juga kesempatan untuk anaknya. Jimin menatap gadis itu dengan wajah tidak suka, dia juga melihat wanita itu memberikan satu amplop penuh uang kepadanya.

"Tolong kami nak, berikan pada ibu Kim. Katakan bahwa kami menyesal ini uang penebusan dosa kami." Begitu mudah dia berkata, begitu mudah dia berucap. Sebuah kepercayaan seseorang dibeli dengan uang. Jimin merasa bahwa hal ini membuat semua pasti terpukul, keduanya tak belajar apapun dalam masalah itu dan membuat keputusan memberikan uang.

"Apa kalian pikir ini tutup mulut?" Sarkatik membuat wanita itu diam dengan raut kaget. Dia tak akan menyangka jika seorang anak muda mengatakan hal itu begitu mudahnya. Apalagi saat seperti ini terlalu banyak rasa sakit yang sudah di dapati pihak Taehyung, Jimin tahu makanya dia bertindak bijak. "Karena kalian juga temanku harus menderita. Dia berada di awal masalah karena kalian juga, maaf saja... Aku yakin bibi juga akan mengatakan ini. Kepercayaan tidak bisa dibeli dengan uang, kalian sudah membuat masa depan Taehyung kandas. Seharusnya dia sudah lulus dengan cepat tapi kalian membuatnya mengulang semua dari awal. Kuharap kalian tidak lupa dengan kesalahan ini sampai anak cucu." Ucapnya dengan mengembalikan amplop itu ke tangannya lagi.

Jimin seperti memiliki ego tinggi, padahal dia bukan keluarga kandung Taehyung. Sikapnya membuat wanita dan putrinya menjadi bungkam. Kedua punggung itu menjauh beberapa meter dari mereka, saat itulah seorang ibu lainnya sadar. Bahwa posisi anak mereka yang buruk sulit untuk di lupa.

"Bora, ibu rasa kau harus di hukum. Ibu akan membawamu ke rumah nenek dan tinggal kau disana!" Bentaknya pergi, meninggalkan seorang gadis yang masuk jurusan seni itu menangis dengan tubuh bergetar. Dia kehilangan kesempatan menjadi pelukis dengan ibunya memaksa dia menjadi petani di desa. Apakah ini balasan baginya karena sudah merusak masa depan seseorang? Sekarang pun dia kehilangan kesempatan dalam hal sukses lagi.

Wajah cantik tak selalu membuat tingkah polah tampak cantik juga.

Sementara itu dalam langkah cepat menyusul, membuat seorang wanita menyembunyikan mimik wajah sedihnya. Seorang pemuda lain mencoba memastikan bahwa semua baik saja tapi langkahnya tersebut terhenti. Seorang anak dari wanita itu datang, dia lebih tua dari Taehyung dan Jimin mengenalnya. Keduanya sempat beradu mata dalam wajah datar tanpa ada rasa benci. Jackson dia kaget melihat ibunya menangis.

Sang anak pertama langsung memeluk tubuh ibunya sayang, dia memperhatikan bagaimana ibunya masih menangis dengan hebat ketika mendengar isakan kencang. Nama Taehyung juga disebutkan disana, hal itu membuat Jimin diam dan kaku. Dia sama sekali tidak tahu bahwa kehidupan Taehyung sudah berat sejak awal kedatangannya di sekolah. Jika tahu begini kenapa Tuhan tidak memberikan kesempatan baginya untuk datang sebelum perkenalan terjadi.

"Taehyung."

Jimin memutuskan untuk pergi, dengan langkah cepat menuju seseorang. Hanya satu orang yang tahu akan keadaan Taehyung sebenarnya. Dia juga mencoba menggunakan ponselnya agar berguna sekarang. Jika saja dia bisa membalikkan waktu, dia akan membuat keputusan untuk menemui Taehyung sebelum kepergian dirinya.

"Kenapa semua malah diam seperti ini." Jimin mengomel dengan sesekali menahan air matanya agar tidak jatuh.

Sial!

Dia pulang dengan harap bahagia bukan seperti ini.

.

Jungkook mendapatkan hadiah baru dari Yoongi, mereka berkumpul menjadi satu di dalam sebuah acara siang ini. Dulu cafe ini tempat langganan mereka dan masih tetap saja sama walau si pemilik sudah meninggal dan digantikan anaknya. Jungkook berseru senang dia mendapatkan boneka robot Ironman dengan versi baru. Terlebih mainan seperti ini bisa dipakai dengan remote control.

Namjoon bukan main dalam memberi kesenangan pada kawannya. Mereka melakukan reuni dengan salah seorang yang kurang, hal itu membuat Seokjin yang memakai kacamatanya menatap hampa. Dia masuk jurusan kesehatan dan mengambil magang di salah satu rumah sakit. Keputusannya membuat geger hingga ayahnya mogok memberikan uang, tapi beruntung karena dalam bekerja di rumah sakit dia bisa mencukupi sedikit biaya kuliahnya. Dia masih dibantu kakak sehingga uang jajan masih ada.

Seokjin kini menjadi pemuda berhemat.

"Rasanya sangat kurang tanpa ada bantet disini. Kira-kira apa kabarnya ya?" Dia menghela nafas dengan wajah sedih. Sebenarnya Jimin yang mampu membuat menjadi ramai. Bahkan satu grup dengan Jungkook yang sering membuat rusuh. Yoongi dulu penentang duo kerusuhan tapi sekarang dia juga merasa rindu akan mereka. "Mungkin saja dia sedang tidur. Kau tahu beda jam dan ya, Jimin itu orangnya naif." Yoongi menambahkan dengan sedikit senyum disana. Dia ingat perpisahan bodoh itu dan sekarang kalung perpisahan itu dia pakai.

Jimin bilang Yoongi akan melupakannya dan meminta agar benda itu dijadikan kalung. Meski terdengar seperti ungkapan anak kecil, semua itu di turuti oleh Yoongi dengan wajah sok ogah nya. Dia pulang hari ini dalam membawa nama sebagai pencipta lagu terkenal, meski belum rilis tapi semua temannya yakin akan kemampuan Yoongi. Apalagi disini pemuda sipit itu mengambil jurusan pembuatan game.

Semua orang tua ingin terbaik bagi anaknya. Mereka juga bahkan kini para pemuda yang berkumpul seolah mendapatkan impian mereka. Kecuali Jungkook yang masih masuk awal karena dia paling muda. "Aku harap aku juga kuliah seperti kalian. Otakku merasa mau meledak saja memikirkan kemana aku akan melanjutkan pendidikan." Dia risau, mengacak rambut frustasi. Tidak ada kata lain selain dia bersedih pada kebodohannya.

Beberapa di antara mereka mencoba menghiburnya tapi gagal Jungkook semakin memajukan bibirnya merajuk. Mereka terlalu asyik sampai bunyi lonceng cafe tak disadari mereka, kemungkinan besar anggapan ada pengunjung lain terpintas dalam otak mereka.

"Meratapi kebodohan tidak akan membuat semua menjadi baik. Jungkook aku tidak suka kau malas begitu." Suara itu membuat si muda menoleh di susul lainnya. Betapa terkejutnya mereka setelah tahu siapa yang datang, seorang pria mengulas senyum diantara gigi putihnya. Kedua pipi tembam juga suasana hati yang cerah. Dia pulang semua bahagia. Membuat semua orang disana langsung berlari memeluknya. Jimin merentangkan kedua tangan sampai tubrukan di tubuhnya terasa. Jungkook adalah orang pertama sampai dan langsung menangis haru.

Membuat Jimin mengusap sayang dengan wajah bisa dikatakan cukup menggemaskan untuk bobot tubuhnya.

Entah kenapa semua ini menjadi tak karuan ketika perasaan senang ada. Reuni indah di masa mereka lalu sekarang tumbuh dewasa dengan nasib berbeda tapi cukup baik. Apalagi disini ada yang bolong karena jumlah mereka genap dan tidak ganjil. Padahal Jimin berharap Taehyung ada disini, bersama dengannya juga lainnya. Ingat akan mimpinya bahwa Taehyung ingin menjadi penulis dongeng anak-anak terkenal, bahkan dia sudah membeli banyak buku dongeng.

Berfikir bahwa mungkin saja Taehyung sudah membuat karya tulisannya. Kelak dia akan membeli buku karya temannya itu agar anaknya mengoleksinya. Jimin bisa menceritakannya saat anaknya akan tidur, seperti lainnya juga yang pasti akan melakukan hal sama seperti dilakukan oleh setiap orang tua.

Menyadari bagaimana Jimin menatap bangku itu membuat Yoongi juga bungkam. Sebenarnya mereka juga rindu, seseorang.

Kemanakah satu kupu-kupu itu berada sekarang?

.

Seorang wanita duduk di samping nya memegang tangan penuh sayang dan mengulas senyum sesekali agar dia tidak sedih. Sudah cukup lama dia berharap bahwa ada keajaiban, dua tahun bukan waktu yang lama. Kisah menyedihkan di balik semua masih saja belum usai. Sudah cukup dia melihat bagaimana penderitaan seorang anak mendapatkan keadilan bagi hidupnya. Ketika semua berfikir bahwa usai tapi rupanya ada masalah kecil terlewat.

Tidak selamanya masalah sebesar ini akan hilang. Semua masih menganggap bahwa putranya adalah buah dari kesalahan, semua publik mengatakan bahwa anaknya sudah salah jalan dengan rasa laknat terbesar. Selama ini dia hidup tapi tidak bahagia, dia merasa bahwa hidupnya akan jauh lebih mudah setelah mendapatkan modal untuk usaha. Membuat sang anak bahagia tanpa pusing memikirkan kebutuhan dan pendidikan adalah hal utama.

Kedua tangan meremat tangan kanan itu, mencoba berbisik agar seseorang bisa bangun. Air mata bukan sebuah kebohongan. Ini adalah harta paling indah yang diciptakan oleh Tuhan, seseorang juga datang dengan membawa bunga baru setiap satu Minggu sekali.

"Selamat pagi adikku, apakah keadaan mu baik saja?" Jackson mengulas senyum sembari memberikan rasa hormat besar pada adiknya. Baginya dia seperti pahlawan yang sudah membuat semua menjadi jelas seiring waktu. Patut bangga karena dia tidak perlu membuat masalah atas perubahan signifikan nya itu. Mungkin Taehyung akan tertawa ketika melihat penampilannya bodoh dengan dengan sengaja, sejak saat itu Jackson ingin melihat adiknya tertawa dibandingkan melihat dia seperti ini.

Taehyung tidak melakukan apapun selain duduk dengan diam memandang pada sebuah jendela. Tak ada lagi masker oksigen atau apa, yang ada hanya cairan infus masuk ke tubuhnya karena dokter tahu dia sulit untuk memasukan makanan ke dalam mulutnya. Sang ibu menatap putra pertama yang kecewa karena tidak ditanggapi, membuat Jackson tidak menyerah dan langsung duduk di sampingnya berlawanan dengan posisi sang ibu. Dia mengeluarkan seluruh makanan kesukaan adiknya dan tersenyum bahagia.

"Hey adik, aku memang baik. Aku membawa sesuatu untukmu. Kau harus makan atau aku marah, lihatlah aku tahu kau suka cokelat. Ini adalah makanan kesukaan mu sejak kecil, kau ingat? Kau selalu merengek padaku ketika melihat makanan seperti ini di toko." Sembari mengoceh dia mengeluarkan seluruh makanannya dia atas meja, berharap Taehyung akan mengambilnya satu sebagai respon bahwa dia suka. Tapi apa daya? Pemuda itu tanpa ekspresi menatap kosong tanpa kacamatanya. Dia sama sekali tidak menanggapi dan hanya wajah lelah serta pucat yang menjadi momok kesedihannya.

"Taehyung kakakmu sudah membawa makanan untukmu. Apa kau tidak mau makan nak?" Sang ibu mengusap sayang bahu itu. Taehyung hanya melihat sang ibu sebentar kala wanita itu mengulas senyumnya sebagai tanda bahwa dia sangat menyayangi anaknya. Akan tetapi hal itu sirna ketika Taehyung menangis dan mengalihkan pandangannya lagi. Melihat hal itu membuat Jackson kembali putus asa. Sampai kapan adiknya seperti ini? Dokter mengatakan dia terkena gejala PTSD tapi sekarang dia mengalami depresi tingkat lanjut. Taehyung dua tahun seperti ini karena kurang ajarnya Jae Bum. Membuat adik kesayangannya trauma seperti sekarang.

Tak sanggup membuat seorang wanita keluar dari kamar dengan wajah menangis. Membuat putra pertama menyusul dengan cepat takut sesuatu hal terjadi pada ibunya. Sebelum dia pergi menyusul dia minta pada sang adik untuk segera sembuh dan kembali.

"Taehyung jangan buat ibu menangis setiap hari. Bukankah kau selalu bilang kalau ibu adalah kesayangan mu. Jangan lakukan ini kumohon kembalilah menjadi Taehyung yang dulu."

Setelah dia pergi tak ada yang tahu bahwa pemuda itu sebenarnya merespon. Dia menjatuhkan air mata karena menangis. Menangisi dirinya yang sudah bobrok dan tidak bisa pulih, setiap kali dia ingin sembuh selalu ketakutan yang muncul hal itu membuat dirinya entah berada di mana. Dia ingin dalam zona aman dan nyaman walau dia tahu cukup menyakitkan bagi orang lain juga.

"Maaf." Pelan dan lirih tak ada yang tahu akan suaranya. Pondasinya hanya tersisa satu dan itu bisa saja runtuh kapanpun.

Ketika semua menjadi terasa sangat menyulitkan dalam bernafas. Bukan berarti Jimin akan meninggalkan semua jasa kedua orang tuanya, kepulangan anak yang sedang menimba ilmu adalah hal paling membahagiakan kedua orang tua meski mereka sempat mengalami konflik. Kini Jimin bisa bernafas lega dengan membawa semua temannya masuk ke dalam gedung putih tempat seseorang di rawat. Dia meminta ijin pada seorang ibu untuk bisa menemui anaknya. Menjenguk dengan pasti tanpa tahu bahwa sebenarnya keadaan seseorang itu cukup parah.

Seokjin membawa bunga dan Yoongi membawa buah, mereka datang ber-empat karena Jungkook dan Hoseok belum bisa di hubungi. Mereka sudah mengirim pesan untuk datang ke suatu tempat, sejujurnya Seokjin tidak tahu ini dimana karena tempat ini tak ada nama. Katanya ini tempat sosial dan memang tertutup dari jangkauan masyarakat karena permintaan kebanyakan. Ibunya Taehyung yang memberikan alamat tempat ini, dia melihat bahwa ada begitu banyak dokter dan perawat berlalu lalang menjalankan tugasnya.

Ini seperti Rumah Sakit.

Ingin menuangkan rasa bahagia ini ketika dia akan berjumpa dengan Taehyung. Ingin memeluknya dan merangkulnya dan berkata dengan takdir akhirnya kita bisa berjumpa lagi kawan. Bukan hanya itu saja Jimin akan melakukan foto bersamanya sebagai koleksi dan bisa membuat kenangan baru lebih baik. Dia siap bertemu dengan Taehyung dan dia siap untuk bisa menyapanya.

Sama seperti lainnya yang juga berjalan di belakangnya. Namjoon sangat hati-hati membawa bunga agar tidak rusak. Lalu Yoongi dia juga melihat buahnya apakah lengkap atau tidak dan Jimin dengan kumpulan buku dongengnya.

"Aku senang kita bisa bertemu dengannya lagi. Aku yakin dia pasti senang bertemu dengan kita." Kini mereka sudah berasa di sebuah taman, berdasarkan arahan seorang suster bahwa dia ada disana. Mereka sebenarnya tidak menyadari kebenaran ini karena berfikir bahwa Taehyung mungkin sedang sakit dan di rawat disini. Akan tetapi...

Ketika mereka sampai, sesuatu membuat langkah mereka terhenti dan membeku. Dua orang mereka kenal tengah berada di sana dengan menemani seseorang di atas kursi rodanya. Dia tidak pincang tapi tubuhnya memang lemah karena terlalu banyak berada di atas tempat tidur.

Mata Seokjin melihat bagaimana seseorang disana menjadi sedikit gondrong dengan dia memunggungi mereka. "Aku tidak menyangka kalau Jungkook dan Hoseok berada disini." Siapa yang mengira kalau keduanya sekarang berada di sana. Membuat yang lainnya kini semakin mantap untuk bertemu dengan Taehyung. Di sana juga ada ibu dan kakaknya, ini hari Minggu dan mereka datang lebih awal dari perkiraan. Padahal Jimin baru saja bertemu dengan wanita itu di kedai subuh tadi.

"Baiklah tunggu apalagi, kita harus menyambut Taehyung bukan?" Yoongi semakin bersemangat saja, dia juga tak sabar memberikan buah ini padanya. Perasaan senang dimana dia melihat kawan mereka masih bernafas di dunia membuat pemikiran buruk sempat terlintas hilang. Namjoon paling semangat mendekat hingga melewati lainnya.

"Taehyung." Secara bersamaan empat pria tampan disana memanggilnya. Hoseok menoleh ketika dia hendak menyuapi Taehyung makanan, Jungkook juga ikut menoleh ketika dia hendak membantu Taehyung dengan bajunya. Seorang wanita yang mengusap air mata bahagia dengan seorang pemuda yang mengulas senyumnya. Taehyung dia...

Dia menoleh ke belakang dengan tatapan kosongnya tanpa ada semangat. Wajah itu seperti menyimpan kesedihan sangat besar begitu dalam. Bibir itu bergerak pelan dengan siluet pucat dan kering diantaranya. Dia menyebut teman-teman secara lirih hingga membuat Hoseok yang lebih dekat dengannya menoleh dengan terkejut. "Taehyung kau barusan menyebut teman. Oh astaga, aku tidak percaya dia akhirnya berbicara dengan pelan." Senang memang karena selama ini Taehyung tidak pernah membalas satu kata pun dari bibirnya.

"Taehyung ini kami, apakah kau senang?" Jimin seperti mau menangis. Miris memang melihat bagaimana seseorang ternyata dalam keadaan seperti ini. Jauh dari kata baik tapi lebih melegakan lagi ketika Taehyung bisa menangis melihat mereka. Secara bersama mereka yang ada di sana mendekati dirinya. Rasanya sangat lama tidak bertemu dengan mereka, selama ini dia melihat Ibu, Kakak, Jungkook juga Jimin.

Sudah terbiasa dan rasa bersalah ketika sebagian orang tak mereka temukan. Rasa bersalah mengenai bahwa dia penyebab keretakan semua orang tak berjumpa lagi di tempat yang sama. Selama ini Taehyung tahu, bagaimana sebuah kabar. Dimana Yoongi juga Jimin keluar dari sekolah dengan Seokjin juga Namjoon mengalami konsekuensi dan harus bersekolah dengan biaya sendiri. Hanya Hoseok juga Jungkook yang tidak mengalami hal seperti lainnya karena mereka termasuk para beruntung.

Taehyung saking senangnya mencoba untuk bangun. Kedua kaki lemas itu menginjak lantai di bawahnya saat itu juga Jungkook awas dengan Jackson yang memegang tubuhnya. "Ka-lalian datang." Suara serak, kerongkongan hampir kehilangan suara. Taehyung bangkit dengan kedua air matanya. Mendekat ke sana dengan gemuruh dalam hatinya. Dia seperti bertemu dengan orang yang sudah dirindukan, terasa lengkap sudah ketika semua datang.

Dengan keinginan besar dia meminta agar sang kakak juga Jungkook melepaskan dirinya. Dia ingin berjalan sendiri mendekat ke arah mereka, ibunya di sisi sana tersenyum senang mengusap kedua air mata sembab. Sendu memang tapi semua menjadi jelas ketika melihat sang anak seperti mendapat sebuah semangat. Mentalnya sudah jatuh dan ini adalah hal yang paling buruk di saat tahun ke dua ini. "A-aku senang ber-bertemu kalian." Badannya terasa berat di bagian depan. Pelan namun pasti tubuh itu terasa mudah, bergerak dengan langkah bergetar. Yoongi mendekat dan merangkul tubuh itu agar tidak jatuh ke depan. Taehyung merasa kalau tubuhnya memang berat dan Jimin juga tidak bisa mengatakan dengan jelas bagaimana perasaannya sekarang.

Taehyung menangis tanpa ada suara, dimana kedua air mata itu basah juga.  Melihat Jimin membentangkan kedua tangannya membuat dia langsung jatuh memeluknya, membuat semua yang ada disana juga ikut memeluk sekarang. Bohong kalau mereka tidak rindu, bohong kalau mereka tidak senang melihat Taehyung.

Taehyung juga tidak bisa mengungkapkan perasaannya sekarang. "Kenapa kalian baru datang sekarang. Dimana kalian?" Taehyung memeluk semua yang dia bisa gapai. Kakak dan ibunya berada di belakang sana dengan Jungkook juga Hoseok yang merasa terharu. Ini adalah momen terindah yang mereka lihat, selama ini Taehyung diam dalam tatapan kosongnya karena satu hal.

Dia kehilangan hampir semua sayapnya. Dia seperti kupu-kupu yang tidak mampu mendapatkan semua impiannya. Warna yang hilang kini telah kembali karena keberadaan mereka yang telah datang.

"Apakah Jimin dan lainnya sudah tahu keadaan Taehyung sebenarnya. Apakah mereka akan terkejut jika sebenarnya Taehyung masih kelas dua." Hoseok membisik ke arah Jungkook dan melirik wanita juga seorang kakak disana. Jackson merangkul pemuda itu dengan akrab dan mencoba untuk tersenyum. "Teman sejati tidak akan mengatakan sebuah perbedaan. Meski adikku masih kelas dua dan tertinggal jauh tak apa, kami masih punya Taehyung yang mampu melakukan segala dia suka. Apakah kalian tahu, aku percaya adikku." Dia tidak bisa menemukan jawaban pasti. Terkadang pendidikan tidak menjamin pekerjaan hebat, melainkan sebuah potensi besar yang mampu mengubah semuanya.

Jungkook mengangguk dia kini menyusul ke sana dengan Hoseok. Mereka semua seperti anak kecil.

"Jackson aku tidak peduli kata orang. Kalau banyak yang mengatakan anakku gila, lemah dan juga bodoh. Aku hanya tahu anakku hebat. Dia bisa segalanya, menurutku dia lebih hebat daripada lainnya. Jackson bisa kau katakan pada lainnya bahwa Taehyung adalah anak yang spesial bagiku? Mungkin ini akan menjadi pondasi runtuh baginya tapi aku percaya dengan adanya mereka. Semua akan bisa di lewati oleh Taehyung." Seorang ibu memeluk anaknya, merangkul dan mencium pundaknya sayang. Sementara Taehyung bisa menangis senang saat melihat semua berkumpul. Dia juga tidak bisa berkata.

Tujuh orang berkumpul menjadi satu. Meskipun banyak orang yang mencoba untuk memisahkan mereka tetap saja tak ada yang mampu. Seperti waktu dan jarak, dua tahun bukan waktu yang lama. Pada akhirnya Tuhan kembali menyatukan mereka. Kim Taehyung dia mendapatkan takdir bahagia di awal masa sulitnya. Duka hilang dan bahagia datang.

Seekor kupu-kupu menemukan kawannya. Tujuh kupu-kupu bahagia.

Seokjin, Hoseok, Yoongi, Namjoon, Jimin, Taehyung dan Jungkook. Siapa yang bisa menolak takdir mereka. Tidak ada selain Tuhan yang menjalankan seluruh kegiatan mereka.

Seseorang dulu dianggap ulat, manusia yang bisa diinjak oleh mereka berkuasa. Tapi lihatlah ketika hidup memberikan mereka metamorfosis. Di awal penderitaan dan musibah datang pasti Tuhan sudah menyiapkan sesuatu yang indah. Kepompong lahir dari ulat, dan ketika kupu-kupu disana membentangkan kedua sayap indah miliknya. Saat itulah semua nampak jelas, kecantikan bagi serangga kecil yang awalnya menjijikan. Siapa yang menduga bahwa sebenarnya kau juga punya potensi menjadi sesuatu yang cantik.

Like a Butterfly.

S e l e s a i

Hai semua maaf ya terlalu lama aku updete kisah yang aku tulis. Senang rasanya bisa menyelesaikan satu tugas ini. Semoga kalian suka dan tidak terlalu membosankan akan jalan ceritanya.

Terima kasih buat dukungan kalian sejak awal kisah ini. Jika berkenan berikan masukan dan kritikan buat fanfic ini. Kelebihan dan kekurangan agar aku bisa menulis kisah lebih bagus di lain waktu.

Tanpa dukungan kalian aku bukan apa-apa. Aku hanya penulis amatir dan kesalahan masih bisa terjadi. Jangan lupakan aku dan karyaku lainnya. Semoga semua lekas membaik dan Indonesia menjadi lebih sehat ❤️

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

10/03/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro