14. 너 때문에 포기 하지마
"Aku begitu menyukai kesempatan. Begitu bahagianya aku mengatakan bahwa aku punya kesempatan seperti lainnya. Terkadang kesedihan akan berakhir jika aku punya pemikiran lebih baik. Tapi, akankah kata bahagia akan menjadi cerita yang indah di setiap kisahnya."
🦋
K e b e r u n t u n g a n
seperti memihak padanya. Sekarang saja dia bisa belajar dengan tenang, dalam waktu dua hari. Waktu dimana dia merasa bahwa kesenangan yang dia dambakan begitu lama akhirnya ada. Sesekali dia menoleh ke jendela sekolah dan melihat ada begitu banyak terjadi di luar sana, seperti melihat para siswa lainnya sedang bermain bola basket. Dia ingin tapi rasanya tidak mampu karena dia rabun dan kelopak matanya akan kesulitan untuk melihat sekitar.
Beberapa kali dia menghapus jawaban pada soal itu. Sejak dia bersama dengan Jimin dan lainnya hari-harinya menjadi... Ah, sulit untuk aku katakan bagaimana rasanya. Terkadang Taehyung tersenyum sendiri seperti orang bodoh yang sedang jatuh cinta. Ada yang lewat tapi bukan penampakan, seseorang dengan santainya menatap sombong ke arah namja itu. Dimana ada hal baru yang dia punya dan itu adalah sikap si lemah yang tidak seperti biasanya. Kemungkinan besar Taehyung tidak menyadari akan kedatangannya dan melanjutkan menghitung matematika itu.
"Sebenarnya kau masih sama saja walau sudah punya banyak teman. Tapi apakah mungkin nama Kim Taehyung bisa menjadi super keren seperti mereka, seperti nya tidak karena aku tahu bagaimana buruk nya dirimu." Duduk di atas meja dengan senyum yang menampakkan ungkapan bahwa dia akan selalu menjatuhkan namja itu. Kebetulan sekali karena tidak ada penghalang lantaran Jimin mengikuti pelatihan olimpiade dan Yoongi yang selalu berangkat siang. Taehyung merasa aneh saja karena Jae Bum berangkat begitu pagi seperti kakak kelas yang sedang berlatih basket untuk lomba antar sekolah. "Aku tidak ada urusan dengan mu Jae Bum."
Taehyung mencoba untuk mengelak, dimana dia tidak ingin mendapatkan masalah. Tinggal satu hari lagi ibunya akan pulang, dia mendapati kabar bahwa wanita yang dia sayang sudah sangat rindu dengan rumahnya. Bukannya menyingkir tapi Jae Bum seakan menantang dengan tetap berada disana. "Begitu ya, kau sudah berani berkata seperti itu sejak kau bersama dengan mereka. Aku yakin kalau kau pasti akan begitu menantang diriku, tetap saja kau ini orang miskin dan tak tahu apapun." Ada tawa disana tapi dia meremehkan satu sama lain. Saat ini dia memakai jam baru dengan harga cukup mahal. Apa pedulinya namja dengan kacamata itu kalau ketentramannya saja terganggu.
"Apakah kau bisa dekat mereka karena melakukan sesuatu? Dalam tiga hari sejak kau berangkat saat itu aku melihatmu. Kau di bela oleh adik kelas di kamar mandi dan aku tahu, aku melihatmu akrab dengan mereka dan kau bisa tertawa dengan lepas tanpa beban. Kau pikir aku bodoh, bisa saja kalau kau sudah..." Tangannya bergerak dengan pelan, menyentuh bahu itu pelan dengan mengusapnya manja. Taehyung risih hingga mencoba untuk melepaskannya sendiri, Jae Bum hanya mendesah menyenangkan hingga dia bisa melihat bahwa ada yang takut sekarang. "Kau mungkin sudah memberikan bagian dari dirimu pada mereka. Lalu apakah kau akan menjadi salah satu jalang tetap untuk para orang kaya?" Berbisik dengan pelan, tepat di telinga kanan namja itu.
Membola dan mendorong Jae Bum dengan keras, dia tidak suka dengan ungkapan Jae Bum sampai membuat tubuh itu berdiri langsung dan lantang. "Sialan aku tidak seperti itu brengsek! Aku tidak melakukan hal seperti itu, kau pikir aku pria macam apa huh!" Dia menghentakkan kaki itu kesal. Dengan harap dia ingin yang lainnya segera masuk agar tidak ada lagi hal yang mengakibatkan kejadian buruk terjadi lagi. Jae Bum tidak akan pergi tanpa membuat Taehyung kebakaran jenggot. Diantara senyum mesumnya dia menepuk tangannya pelan, dia sadar bahwa tidak ada yang menyenangkan selain menggoda pemuda itu. "Wow, kau membuat dirimu tampil beda. Aku akan menyiapkan handycam. Aku yakin akan banyak penggemar lain membeli videomu, kau tidak lupa dengan kejadian tiga hari yang lalu bukan?"
Dia mengetuk meja dengan jemarinya, menatap sekitar dan hanya ada dua siswi yang masuk. Tunggu beberapa menit setelah mereka menaruh tasnya, sampai Jae Bum memberi kode kepada keduanya untuk keluar. Dia tidak ingin menunggu ketidakpastian dalam pembahasan cukup penting saat ini. "Cepatlah kalian! Aku sedang ada urusan dengan dia! Apakah kalian ingin aku melakukan sesuatu pada bedebah seperti kalian!" Bentaknya pada mereka, sementara Taehyung menyentuh tangan itu mencegah Jae Bum dengan mengingatkan dirinya untuk menghormati wanita. Seketika itu pula Jae Bum mencoba untuk melepaskan diri, dia langsung mendorong tubuh itu hingga kembali ke bangkunya.
Takut memang sampai keduanya melenggang keluar, ada pula yang berbisik tidak terima tapi tak bisa langsung di katakan. Mereka juga sayang masa depan dan nyawa, melawannya sama saja akan membuang kesempatan untuk bisa lulus dari sekolah ini. Betapa besarnya pengaruh Jae Bum dengan sekolah ini, nama orang tuanya yang santer adalah salah satu senjata miliknya.
"Yang kau lakukan itu salah, jangan membentak mereka. Sama saja kau kasar dengan ibumu." Sebenarnya dia bermaksud baik memberikan nasihat tapi dia malah membanting semua itu secara mentah. Jae Bum mendekat dengan wajah garangnya posisinya sedikit membungkuk dengan dirinya yang melihat bagaimana wajah ketakutan itu sebuah hiburan. "Kau takut ya, tak apa aku akan menghiburmu. Kau tahu aku tidak masalah karena kau selama ini tidak melalukan pekerjaan dengan baik, tapi sekarang aku butuh sekali kewarasan dan itu darimu." Dia menarik kerah itu tapi langsung ditepis dengan kasar. Taehyung mencoba untuk memberikan bogeman tapi sayang lawannya terlalu cepat dan menangkisnya dengan menahan pada kepalan telapak tangannya.
"Tangguh, tapi tidak cukup. Aku akan membawamu ke tempat dimana kau tidak akan lelah dalam pemberontakan." Dia mengatakan hal itu dimana setiap ucapannya mengandung sebuah makna signifikan, berangsur darah di dalam tubuh Taehyung mendidih. "Pergilah Jae Bum, aku sama sekali tidak ingin. Kau menjebak dan memaksa aku enggan! Kau sudah menghancurkan diriku, dan mencoba untuk merusak impianku. Apakah kau mau melakukannya lagi?! Kau tahu aku tidak melaporkanmu karena aku menjaga perasaan ibuku. Kenapa kau se-tega itu padaku." Tangan itu masih mencoba menekan walau dia tahu kemustahilan dalam dirinya.
Dibuang begitu saja hingga lepas. Jae Bum merangkak dan mencengkram leher itu sampai punggung menempel di atas meja. Taehyung benci dengan deru nafas Jae Bum yang sombong, "jangan sok suci pemuda jalang. Aku tahu kalau kau juga senang mendapatkan bonus, aku sudah memberimu uang dan kau jangan mengelak lagi. Kau pikir aku akan melepaskan mu, tidak! Kau bisa menjadi salah satu aset dan ada yang menginginkanmu untuk melayani mu. Sudah cukup untuk kau libur sekarang!" Menarik tangan itu dan mencengkram kuat, awalnya Taehyung memberontak. Tapi dia menggunakan kekerasan untuk membuat pemuda itu menyerah.
Pipi itu ngilu dan nyeri seakan gigi di dalam mulutnya rontok. Dengan cekatan dia memegang meja sebagai penahan tubuhnya untuk melawan Jae Bum.
"Diam bedebah atau aku akan memukulmu! Kalau kau memberontak aku akan membuat video itu terkirim di rumah ibumu. Ah tidak... Lebih baik aku kirim ke dinas dan kau akan mendapatkan dampaknya."
"Kau pikir hanya aku saja yang akan kena dampaknya. Kau juga Jae Bum! Aku akan menyeret namamu, kau penjahat aslinya dan bukan aku!" Kini dia mengancam membuat namja yang menariknya langsung mendekat. Bagaimana pun dia akan menang dan senyum keyakinan itu muncul. "Kau salah telah mengancam ku, aku punya banyak kekayaan yang tidak kau mampu. Aku bisa bebas dari hukum dalam sekali jentikan jari. Sementara kau akan seumur hidup menyesal dalam rasa malu." Yang dia katakan itu benar dan Taehyung menyadarinya.
Dia melihat bagaimana selama ini ketidakadilan dia dapatkan. Hingga kemungkinan untuk dia bernafas saja susah. Kedua tangan itu lemas, dia sontak seperti itu karena pikiran dan traumanya menjadi satu sekarang. "Kim Taehyung akan kalah dan Im Jae Bum akan menang, kenapa kau harus susah payah melawanku. Aku sudah membuka peluang uang padamu tapi kau menolak. Oh astaga... Aku tidak akan melakukan hal yang tentu saja merugikan diriku. Sekarang ini pilihanmu, kau mau aku masuk penjara atau kau akan malu karena kau tahu si miskin tidak akan pernah...." Sengaja menjeda, membuat beberapa langkah kaki itu mundur pada akhirnya.
Taehyung tercekat dengan pikiran amburadul. "Menang melawan kaum kaya. Kau itu miskin tidak punya apapun selain harga diri dan juga otak. Tapi miskin tetaplah miskin dan kaya tetap kaya, aku heran kenapa bisa orang sepertimu masuk sekolah ini. Dengan adanya kau sekolah ini semakin bobrok!" Sekarang dia menyalahkan Taehyung atas hal yang tidak dia lakukan. Dia menganggap bahwa separuh kegilaan dalam sekolah ini adalah campur tangan Taehyung juga. "Tapi aku tidak melakukan apapun, kenapa aku disalahkan? Aku tidak seperti itu dan ini semua karena kau. Kau menganggap ku miskin itu tak apa. Tapi kenapa kau malah sengaja membuatku gila dengan menyuruh siapapun melakukan hal rendah itu."
Bukan main saat dia merasa bahwa tarikan di rambutnya terasa sangat menyakitkan sekarang. Di balik kacamata yang rabun dia melihat bagaimana keadaan Taehyung yang malang. Peri kemanusiaan dalam dirinya hilang dan ini adalah segala bentuk bahwa dia akan membuat dirinya sendiri menang. "Sudah miskin dan kau semakin berani, lihat saja kau akan menyesal dengan ucapan mu ini!"
Duaghhh!
Sedikit keras tinjunya, hidung itu menjadi merah dan biru. Dalam sekejap Taehyung kehilangan kesadaran akibat hal itu. Tubuhnya ambruk ke belakang dengan kelopak mata beberapa kali berkedip untuk mencari kesadaran diri. "Hahahaha sialan, kau sangat lupa diri mengenai siapa kau!" Dia menarik kerah leher itu dengan kasar menarik tubuh itu limbung sementara anak-anak di luar sana terkejut dengan apa yang terjadi. Kacamata milik Taehyung jatuh tepat di meja milik seseorang.
"Le-lepaskan aku akhhh! Ja-jangan ganggu aku brengsek! Tolong siapapun tolong aku... Tolong aku!" Dalam ringisan menahan sakit kaki itu sampai terseret menggesek lantai lorong sekolah. Bukan hanya itu saja saat seorang guru melihat dia saja diam, itu karena kedua mata Jae Bum seolah mengancam dirinya. Dia termasuk guru yang bisa masuk karena pria yang merupakan ayahnya. Seorang pengusaha sukses sekaligus berkaitan dengan kementrian pendidikan.
Percuma saja melawan karena saat dia mencoba Jae Bum menempeleng dirinya dengan sarkas. Semua anak memperhatikan hal itu, terbesit rasa iba tapi juga takut. Mungkin saja kalau mereka tidak akan ikut campur maka penderitaan Taehyung akan segera berakhir. Pemikiran bodoh memang sampai tidak ada rasa peduli di sekolah ini. Bobrok dan hancur saat semua sudah terjadi secara konstan, semakin lama penindasan ini terjadi maka semakin hancur akreditas yang terjadi di sekolah.
Semua nampak normal dengan beberapa murid yang melakukan aktifitasnya. Termasuk Yoongi yang datang dengan ranselnya serta berjalan malas. Dia sendiri malas untuk berangkat ke sekolah sebenarnya, tapi lebih buruk jika dia ada di rumah dan harus berhadapan dengan ceramah ayahnya. "Jimin pasti sedang pelatihan aku tak sangka dia akan ikut olimpiade. Rupanya temanku cerdas juga." Dia melihat bagaimana foto temannya juga beberapa siswa lainnya terpampang di papan pengumuman disana. Sebagai tanda bahwa ada banyak murid yang cerdas sekarang.
Cukup sebentar dia membaca pengumuman disana dan akhirnya ada senyuman di sudut bibirnya. "Keren, aku bangga dengan dirimu bantet." Pujinya dengan jempol teracungkan ke depan. Dia lanjutkan dengan memainkan ponselnya, dia habis membelinya dan betapa lucunya dia yang memakai ponsel lamanya. Lama karena model ponselnya dalam bentuk tombol qwerty. Dulu dia punya benda ini saat duduk di bangku SMP. Saat itu dia paling bahagia karena ponselnya itu pertama kali dia dapat. Tersenyum tipis dengan keadaan dimana dia membayangkan saat dulu merengek ponsel jadul seperti di tangannya.
"Baiklah aku akan mengatakan dimana aku sekarang berada. Kuharap kak Kim tidak mengomentari ku." Yang dia maksud adalah Kim Namjoon dia sendiri ingin melakukan eksperimen dengan hasil karyanya. Karena dia percaya jika segala kekurangan dari hasil dia buat bisa diperbaiki oleh Namjoon dengan sangat baik.
Jujur Yoongi terinspirasi dengan sikap Taehyung yang bisa menikmati dan memanfaatkan benda yang dimilikinya. Sampai sekarang dia bisa paham bahwa benda seperti ini patut untuk disyukuri. Bunyi tombol di tekan semakin membuat suasana ruang di depan kelas terdengar, dia juga tak sengaja mendengar beberapa siswa yang kini sedang berbincang akan sesuatu. "Ku dengar siswa itu tadi dihajar habis ya oleh Jae Bum. Aku dengar dari Yoon Eun soal kebisingan tadi pagi, yang aku tahu kalau Taehyung membuat ulah dengan melakukan kesepakatan dengan Jae Bum." Wanita itu bicara sedikit berbisik dia juga tidak menyadari bahwa Yoongi ada di belakangnya sebenarnya.
Pemuda sipit itu diam dengan memegang ponselnya saat mendengar nama yang amat tidak dia sukai beberapa hari ini. "Kenapa mereka membahas si kunyuk menyebalkan itu?" Hatinya merasa bahwa sesuatu hal buruk pasti telah terjadi, dia melihat di salah satu bangku dekat jendela. Ada tas Taehyung dan juga buku pelajaran miliknya yang masih obrokan di atas meja.
"Iya, kalau tidak salah dia Taehyung bukan? Aku sangat kasihan karena dia mendapatkan hal tidak manusiawi seperti itu. Aku ingin membantunya tapi apa yang bisa wanita lakukan dengan pria sekasar Im itu." Semakin lama perbincangan mereka menunjukkan sebuah titik inti. Yoongi sadar bahwa kepekaan dirinya patut diandalkan. Dengan seksama dia memperhatikan tempat itu sembari melepaskan tasnya.
"Hei Yoon, kau baru berangkat. Ngomong-ngomong aku menemukan ini. Bukankah ini milik Taehyung? Aku menemukannya jatuh dekat bangku ku karena aku tidak menemukan dia di kelas ini aku titipkan padamu kau dan dia kan dekat jadi dia bisa segera menggunakannya. Aku yakin dia pasti bingung mencari benda ini." Dia sodorkan kerahnya dan membuat Yoongi mengangguk dengan gumaman terima kasih yang lirih. Dia melihat bagaimana kacamata itu semakin tidak layak dipakai saja.
Terbesit di pikirannya ingin membelikan pemuda itu kacamata yang baru dan lebih bagus.
"Apakah si monyet itu mengganggu Taehyung lagi? Mau apa dia!" Dia menggenggam benda kesayangan Taehyung dalam kepalan tangannya, dia saja mengabaikan teriakan salah seorang siswa lain yang melihat dirinya dalam keadaan buncah. Entah kenapa amunisi dalam dirinya akan meledak begitu saja, tidak ada kata lain selain menghajar Jae Bum. Suara sepatu yang dia kenakan saja kini membentur lantai bagaikan melodi untuk perang dunia.
"Aku pikir Yoongi akan menemui Jae Bum, kudengar dia sangat dekat dengan Taehyung. Apakah benar kalau mereka sahabat, aku tak sangka kalau Taehyung bisa berteman dengan kalangan kaya." Tiba-tiba saja ada yang bersuara, membuat seseorang diam dalam langkah kakinya masuk ke dalam kelas. Empat puluh detik setelah Yoongi keluar dari sana, ada senyum licik terlintas dan itu adalah Han Chol sendiri. Dia menemukan sebuah taktik baru untuk membuat pemainan ini semakin seru, apalagi dia baru saja mendapatkan kabar bagus bahwa Jae Bum akan membuat seleksi baru dalam gambaran.
Tanpa menaruh tasnya di bangku, Han Chol menepuk bahu itu dan membuat seseorang menoleh ke arahnya. "Kalian bilang tadi Yoongi dekat dengan si lemah- ah... Maksudku Kim Taehyung, kurasa itu benar apalagi kalian masih penasaran bukan kenapa hal itu bisa terjadi. Emmm... Pernahkah kalian berfikir bahwa sebenarnya ada yang aneh dengan Taehyung. Dia tidak nampak normal seperti pria lainnya bukan? Apakah para wanita juga merasakan hal seperti itu?" Dia mencoba mendramatisir keadaan dan membuat raut wajah penasaran dengan diri mereka yang masuk tanpa sengaja ke dalamnya.
"Iya juga ya, aku tidak pernah merasakan bahwa Taehyung adalah pemuda sejati. Dia cupu dan lemah, apalagi ketika berangkat ke sekolah menunduk dan seperti wanita, padahal kita yang para gadis tidak seperti itu. Kalau dibandingkan dengan pria satu kelas dia lebih rendah di bawah." Gadis dengan rambut panjang dan bandana birunya itu pun mengatur mimik wajahnya menjadi remeh dia juga tertawa pada akhirnya setelah memberikan tos tangan pada temannya di sampingnya.
Disusul lainnya yang juga mendengar pembahasan mereka, "kalau begitu bagaimana kalau sebenarnya dia memanfaatkan kalangan kaya seperti dia, seperti kita. Aku curiga kalau Taehyung ada kaitannya dengan... Kau tahu bagaimana dengan gosip yang terjadi. Kalian pasti sudah tahu akan video yang telah menyebar dengan luas." Dia memberikan satu ketukan selamat datang untuk mereka makin penasaran. "Maksudmu apa? Yang kau katakan ini adalah hal merujuk pada sesuatu yang mengatakan bahwa Taehyung ada kaitannya dengan sebuah skandal?" Namanya Soo Ha dia paling antusias sepertinya. Ini memang pertama kalinya Han Chol bergosip selain dengan Jae Bum dan lainnya.
Anggukan itu ada dan membuat mereka yang ada disana seperti kehilangan nafas. Bagaimana tidak ini seperti sebuah kabar burung yang belum benar ada buktinya, akan tetapi mampu menarik perhatian para penikmat gosip seperti mereka. "Hey, siapa tahu bukan? Aku saja berfikir bahwa dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan kelulusan di sekolah ini. Mana mungkin orang miskin seperti dia, bahkan rumahnya saja lebih bagus dari orang miskin lainnya. Aku tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata. Tapi aku bisa jamin bahwa yang aku katakan ini benar." Dia mengulas senyum rupawan. Lebih menjurus pada pemikiran jahat.
Entah kenapa perbincangan seakan seru dan membuat mereka bertanya dengan tanda tanya besar dalam benak. Han Chol merasa menang dengan langkah berdirinya mendekat ke bangku miliknya, dia melihat bagaimana bangku lain nya sudah hampir penuh dan waktu terus saja maju. "Han Chol, bagaimana kalau video itu ada Taehyung di dalamnya. Apakah benar kalau dia dan Min Yoongi punya hubungan khusus yang menjijikan. Maksudku seperti asmara para gay." Dia berbisik di akhir kata, gadis itu membuat perbincangan semakin parah saja.
Ada banyak munafik di dalam sana dan tak akan mungkin rumor tanpa bukti tidak akan berkembang. Entah kenapa pembicaraan mereka semakin parah saja, dan Haechan yang awalnya masuk untuk menemui Jae Bum menjadi mengintip dadakan. Fia bersembunyi di balik dinding dengan wajah yang penuh rasa tanya. Mendadak dia juga ikut tersenyum saat mendengar bagaimana percakapan itu terjadi di antara kelas ini.
"Sepertinya bukan hanya aku saja yang membenci pemuda itu."
.
Taehyung berulang kali memberontak dan melawan tapi percuma karena tangannya saja di tarik ke belakang begitu kuat. Dia tidak tahu di bawa kemana, dia hanya tahu bahwa tempat ini begitu banyak debu yang menempel di dinding. Saat dia berteriak kesakitan tidak ada yang mendengar dan itu merupakan petaka terburuk untuknya. "Kau tahu ternyata aku bisa menikmatinya tanpa harus mengajak orang lain."
Menjijikan!
Dia sendiri adalah korban dari tersangka utama, setelah banyak hal buruk terjadi padanya dengan tangan para manusia lain. Sekarang dia merasakan bagaimana kesakitan itu terjadi pada dirinya, di bagian bawahnya terasa seperti ada yang terbelah. Jae Bum tanpa ampun, tak memberikan kesempatan untuk dirinya berdamai untuk waktu lama. Kedua tangannya semakin ditarik ke belakang dalam posisi memunggungi dan kedua lengannya seperti mau putus saja. Taehyung bahkan mulai merosot dalam keadaan bisa dikatakan tidak baik meski seragam atas masih menempel di tubuhnya, "hey, hey sayang kau tidak tahu ya bahwa permainan belum selesai. Aku sama sekali tidak menyangka kalau kau bisa jadi boneka hidup menyenangkan." Dia mendesis tersenyum dalam rasa penuh akan kemenangan telak.
Taehyung membenci keadaan ini tapi kenapa bisa dia kalah dengan obat yang baru saja di paksa. Dia dipaksa menelan obat tanpa tahu bahwa kerongkongannya seperti terbakar. Tubuhnya juga terasa panas di samping itu nafsunya juga besar, di dalam otaknya sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Keringat tetap keluar dari tubuhnya, desahan nafas dalam setiap oksigen yang dia tarik adalah kehidupan nya tapi entah kenapa ini sama saja dengan hal yang dinamakan sebuah keinginan dan permohonan untuk mati. "Tolong aku siapapun, aku tidak ingin mati dalam keadaan seperti ini." Lirih dan serak, kata-kata lemah dalam setiap ucapannya sebuah keputusasaan.
"Lalu kau dalam keadaan apa? Kau ingin mati dalam keadaan lainnya. Bukankah ini nikmat kau juga menahan dirimu. Padahal beberapa menit lalu kau terbuai akan hahahaha bangsat, aku rasa kau akan ketagihan sial!" Dia mendorong sampai korbannya lecet. Dia membuat seseorang semakin hancur dan kehilangan akal tanpa tahu bahwa kedua lututnya akan ambruk dan bobrok. Saat semua terasa sangat gelap dan melelahkan ada hal yang membuat dia tidak tahu saja.
Di tempat ini ada suara lain dari setapak dua tapak kaki berjalan, meminta tolong untuk apa? Dia merasa bahwa sebenarnya dia ingin kewarasannya tidak menghilang. "yeah, i can do it." Bisikan setan dan Taehyung akan selalu membenci hal seperti itu. Kedua bibirnya tak bisa mengatup sempurna diantara kulit yang memucat. Tubuhnya semakin lama merosot dan tangan itu longgar dia merasa kalau tubuhnya akan hancur sedikit lagi.
Jae Bum tertawa senang dengan dirinya melihat keadaan Taehyung yang lemah.
"Ibu, aku ingin ibu segera pulang sebelum aku benar-benar mati." Dia tidak ingin kalau pergi tanpa pamit, rasanya aneh saja saat ada cahaya pada pintu yang terbuka. Seseorang berdiri disana seperti bayangan, mendekat dirinya. Kedua mata semakin buram dengan perasaan was-was, tapi dia takut jika orang yang datang adalah seseorang lain ingin menyakiti dirinya.
"Brengsek bajingan! Aku sangat tidak suka dengan yang kau lakukan! Apa yang kau lakukan pada Kim Taehyung!" Yang Taehyung dengar adalah suara Yoongi. Suara yang mengandung Angkara murka begitu besar dan bait emosional menjulang. Yang Taehyung tahu bahwa di belakangnya ada suara gedebug tubuh yang jatuh. "Taehyung sadarlah, kau tak apa?! BAJINGAN APA YANG KAU LAKUKAN BRENGSEK! MATI SAJA KAU IM!"
,
Hentakan kaki memecah lorong kelas. Jam pelajaran sudah masuk dan Yoongi menggendong tubuh seseorang yang lemas di belakang punggungnya. Dia akui bahwa dia pendek tapi dalam tekanan seperti ini dia bisa jadi seperti seorang pendekar yang kuat. Ada dua orang guru yang memperhatikannya dari jarak beberapa meter, keduanya juga terkejut saat melihat keadaan seseorang di belakang sana. "Astaga apa yang terjadi dengannya? Cepat, bawa dia ke UKS!" Dengan tanggap wanita tata usaha itu langsung membantu Yoongi. Begitu pula dengan guru laki-laki yang langsung membubarkan beberapa murid yang rupanya mengintip keluar melalui pintu dan jendela.
"Apa yang kalian lihat! Lebih baik belajar dan jangan ikut campur urusan orang lain!" Dia termasuk guru yang bijaksana dan wibawa, bukan seperti guru lainnya yang memihak pada satu murid saja. Ada yang mengundang dan itu adalah salah satu kepala sekolah yang berdiri di atas tangga dengan tatapan kagumnya. Rupanya ada murid yang sedang mengalami ereksi majemuk dan dia tahu, begitu melihat dari belakang sosok yang tengah di gendong membuat senyum menakutkannya muncul. Mungkin saja dia akan mendapatkan pencopotan gelar jika dia melakukan hal seperti dalam pemikirannya, tapi siapa yang akan menduga bahwa pelakunya adalah dia. "Apakah siswa itu melakukan hal tidak baik itu di lingkungan sini. Ckckck... Sebaiknya aku segera memperingatkan atau akan ada banyak siswa lain yang meniru," tersenyum evil.
Seokjin mendapatkan tugas dari salah satu gurunya, tidak ada yang menjaga UKS. Dengan bergegas dia segera meminta ijin pada guru wali kelas dan keluar dengan tenang. Hanya saja perasaannya menjadi tidak tenang dan aneh, ini bukan seperti dirinya yang biasa. Saat langkah kakinya sampai lantaran jarak kelas dengan ruang kesehatan tidak terlalu jauh, dia mendengar suara Yoongi yang memanggil nama seseorang dengan panik. Ada juga guru wanita yang masih di luar sana berusaha membantu dengan menyiapkan beberapa obat yang sayangnya bukan keahlian dia.
Dia hanya guru administrasi dan bukannya ahli dalam pengobatan. "Akhirnya kau datang juga Jin, aku tidak tahu bagaimana cara merawat siswa yang sakit. Tapi keadaannya sangat buruk dan mungkin pertolongan pertama bisa dilakukan." Ucap guru Hye yang sudah membasahi handuk hangat dan ditaruh di dahi Taehyung. Yoongi melihat dan diam saat Seokjin datang, nafasnya bisa dilihat begitu cepat dan ngos-ngosan. Sementara Seokjin? Dia melihat tubuh seseorang seperti sekarat.
"Guru Hye, aku bisa menangani ini. Tenang saja anda bisa melanjutkan pekerjaan anda dan terima kasih untuk bantuan nya." Seokjin menatap dengan risau meski ada senyum terpaksa di depan guru itu. Dia melirik ke arah Taehyung yang tak sadarkan diri dengan keringat keluar begitu banyak di tubuhnya. "Kau yakin? Aku akan membantumu jika kau memang butuh. Aku tidak masalah dengan pekerjaan tapi..."
"Tidak apa, dia teman kami. Aku akan pastikan dia baik saja. Mungkin dia demam dan jatuh. Tolong ijinkan aku pada guru Hwang jika satu hari ini aku tidak ikut pelajaran karena tugas kesehatan sekolah." Dia harap kebohongan ini di percaya. Yoongi bahkan lebih diam dengan pemikirannya sendiri. "Baiklah aku bisa mengandalkan mu. Tapi jika memang buruk bawa saja dia ke rumah sakit, aku akan memakluminya dan aku akan anggap kalian berdua ijin. Tidak baik membiarkan teman kalian seperti ini." Dia merasa iba, apalagi keadaan sekolah yang dia anggap tidak masuk akal dan banyak sekali penyelewengan dari murid sekitar.
Begitu buruk tapi dia tidak bisa melakukan pengaduan pada kementerian pendidikan. Dia belum ada cukup bukti, atau nama dan jabatannya akan dianggap sebagai pembual dinas. Kepergian itu meninggalkan kedua manusia yang masih sadar berdiri dalam keadaan diam. Ruangan itu sepi dan hanya nafas berat Taehyung yang mendamba pertolongan disana. Seokjin merasa amarah hingga kedua tangannya mengepal kuat seolah membuang perasaannya. "Apakah dia melakukannya lagi Yoongi? Katakan padaku sejujurnya." Lantang dan tegas, membuat Yoongi melirik ke sebelah dengan tatapan tegas juga emosinya.
"Seperti yang kau tahu. Ada banyak setan di sekolah ini tapi lebih mengerikan iblis yang sudah membuat semua ini terjadi. Kak jin bisakah kita melaporkan dia ke polisi atau pihak sekolah? Aku yang akan menjadi saksi karena aku melihat sendiri bagaimana dia sudah..." Rasanya tidak sanggup untuk dia mengatakan hal itu. "Taehyung tidak melawan?" Pertanyaan itu ada, lalu Yoongi menggeleng dengan memberikan jawaban.
Dia melihat kondisi Taehyung sekarang, melepaskan handuk kecil itu dan membuka bajunya cepat. Betapa terkejutnya dia saat melihat luka lebam membiru di tubuhnya, apalagi Yoongi yang langsung membuka celana Taehyung dengan perlahan. Dia tak lupa menutup tirai dan mengunci pintu UKS agar tidak ada yang masuk dan tahu. "Jangan terkejut kak Jin, tapi sungguh dia melakukan kekerasan fisik. Dia sendiri dan Taehyung mungkin saja diancam sampai tak mampu melawan. Aku melihat bagian bawahnya berdarah, apakah kita harus membawa dia ke rumah sakit? Karena yang aku tahu dia pasti akan mengamuk." Ingat betul bagaimana kejadian itu menjadikan hal itu sebagai pengalaman tak terlupa.
"Yang tidak aku sukai dari Taehyung dia menyimpan semua masalah sendiri. Tidak mengijinkan kita mengatakan apa saja kebejatan yang dia dapat dari mereka. Aku ingin mengadu pada Komnas soal ini. Dia manusia bukan binatang!" Seokjin masih terpukul dengan kejadian kemarin. Meski dia bukan keluarga kandung pihak Taehyung tapi rasa pedulinya lebih besar dari keluarganya sendiri.
Yoongi mengangguk setuju, dia juga siap untuk mendapatkan penolakan atau kemungkinan kemarahan dari sang ayah akibat perbuatannya yang dianggap menyeleweng. Posisi sebagai anak gubenur bukan sesuatu yang patut di banggakan memang.
"Lakukan saja, kita akan mendukung Taehyung selanjutnya. Jika kita biarkan maka-"
"Kumohon jangan lakukan itu."
Suara lirih dan berat, kedua mata itu terbuka dan berkaca. Satu tetes air mata keluar dari sudut matanya, susut sudah rasa iba itu dan akhirnya Seokjin memberikan pelukan sebagai tanda bahwa Taehyung harus lebih kuat. "Bagaimana bisa aku menolong dirimu jika kau saja melarangku. Kim Taehyung kami ingin membantumu tapi kenapa kau tidak ijinkan?!" Antara kesal dan gemas, dia tidak kuasa menahan air matanya. Ini tidak adil tapi kenapa korban seperti dirinya malah melindungi tersangka.
Sama sekali tidak mengerti dengan ini semua sampai akhirnya kejelasan akan selalu diburamkan. "Taehyung kalau kau diam maka bukan berarti semua akan baik saja. Jangan seperti pengecut! Laporkan kunyuk itu dan kami akan membantumu, kalau dia berhasil lolos karena ketidakberdayaan dirimu maka yang kau dapatkan adalah penindasan berkepanjangan!" Ucapnya dengan nada uring-uringan. Tapi Taehyung menggeleng dia masih kekeh dan menolak hal itu.
"Aku tidak bisa, aku tidak mau jika ibuku tahu. Mungkin anggapan kalian aku pasti akan bebas, tapi Jae Bum dia saja bisa mengendalikan sekolah ini dengan mudah apalagi hukum. Jika aku yang di jungkir balikan dengan ucapan bersalah aku tidak punya uang untuk sewa pengacara." Kilauan matanya mengandung serbuk putus asa. Dia tidak lagi percaya dengan hukum negara dan norma, dia merasakan sendiri bagaiman hal itu tak seindah dari buku yang dia baca. Entah kenapa dia benci menjadi seorang advokat karena deritanya sekarang.
Bagian bawah tubuhnya sakit sampai dia menangis menahan perih. Seokjin sadar bahwa dia seharusnya mengobati dan bukannya menyidang Taehyung dalam keadaan seperti ini. "Maafkan aku, tapi tahan sakitnya sebentar. Tidak akan lama lagi kau akan merasa baik." Dia berbohong untuk menenangkan pemuda itu karena kenyataannya Yoongi saja sampai menahan semua rasa iba dan kasihan nya hingga menjadi mual. Lantaran tak sanggup membuat pemuda sipit itu langsung keluar dengan punggung menyentuh pintu bersandar.
"Yoongi tolong beritahu lainnya, untuk berkumpul saat istirahat. Kecuali Jimin dia pasti sedang sibuk dengan latihannya." Seokjin punya rencana. Dia tidak tahu apakah ini benar atau tidak, tapi saat dia melihat keadaan Taehyung tengah menahan sakit sampai bergumam memanggil ibunya. Itulah yang membuat perasaan dalam dirinya menjadi ngilu seketika. "Kurasa tidak selamanya kau bisa bertahan dalam keadaan seperti ini Taehyung. Maafkan aku tapi Im Jae Bum juga lainnya harus mendapatkan hukuman juga." Dalam hati dia terucap, sampai tak mampu membendung kekuatan untuk menahan bahwa dia sebenarnya tidak kuat.
"Ibu ini sakit..." Tanpa sadar bibirnya berucap. Menangis seperti anak kecil dan Taehyung merengek di tengah perasaan kacaunya. Lalu apakah ayahnya akan bahagia di sana?
.
"Awww.... Ssshhhh...." pisau tajam menembus kulitnya hingga luka. Firasat buruk datang ketika sedang memasak, itu kata orang jaman dulu. Dalam hati dia memang gusar tapi sulit percaya akan mitos beredar, dia berfikir bahwa hal ini terjadi karena dia lalai.
Dia kecup luka itu, saat berdarah. Memasukannya dalam mulut dan menyemut luka itu dalam. Rasanya perih dan berdenyut secara bersamaan, dimana dia juga melihat betapa teledornya dia. Rencananya dia ingin membuat telur dadar dengan daun bawang disana. Sarapan pagi untuk sang anak, hingga akhirnya Jae Bum datang dengan hansaplast di tangannya.
"Ibu, pakai ini agar lukanya cepat sembuh." Jackson memberikan perhatian, ada senyum tampan disana dan membuat sang ibu juga tersenyum. Tapi dia sendiri melunturkan senyum itu ketika ingat keinginan anaknya untuk meminjam sertifikat tanah untuk di gadaikan. Dia masih ragu, akankah anaknya berhasil mengembangkan yang katanya bisnis di luar negeri. Tempat yang dia saja tidak akan bisa jangkau untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan ekonomi sang anak.
Seorang wanita memiliki pemikiran rumit dan beralasan. Jackson sadar bahwa ibunya pasti masih marah, apalagi saat ini dia juga bertengkar dengan kekasihnya yang kecewa dengan sertifikat gagal di dapat itu. "Ibu pakai saja, aku masih punya banyak. Oh ya, aku akan membantumu memotong daun bawang ini hemmm..." Dia sok manis dan membuat suasana tidak terlalu menegangkan.
Itu menurut dia sebenarnya, tapi bagi sang ibu apa yang dilakukan oleh anaknya cukup mengecewakan.
"Ibu sebenarnya setelah aku potong daun ini aku masukkan kemana?" Dia melihat antara mangkuk dan piring. Membuat perbedaan membingungkan bagi seorang laki-laki. "Kupikir seorang betender bisa membuat intuisi untuk memasak telur dadar. Apakah aku perlu meragukan keahlian mu Jackson?" Ibunya langsung mengambil bahan dari tangan sang anak, dia juga enggan untuk bercakap lebih lama dengan putra sulungnya.
Rasanya sangat sulit hingga membuat otak terus berputar ide. Bagaimana membujuk ibunya? Dia bahkan menyenggol bahu beberapa kali untuk membuat ibunya tahu bahwa keberadaannya ada di samping. "Jangan ganggu ibu saat sedang ada di dapur, lebih baik kau duduk dan tunggu seperti apa yang biasa kau lakukan." Jujur saja sedikit judes dari ucapannya dan membuat Jackson merasa bahwa ibunya tidak ada bedanya dengan macan kumbang.
"Tapi aku ingin membantumu, apakah aku tidak boleh hemm..." Terus berusaha memeluk meskipun dia mendapatkan penolakan dari ibunya. Bibir mengerucut saja tidak cukup untuk membuat sang bunda menyerah, hingga dia memilih untuk menghidupkan kompor. Rasa risih masuk ke dalam indera pendengarannya dan membuat wanita itu memukul jemari si sulung dengan spatula. "Ibu melarang mu memasak karena semua akan kacau. Cara memasak mu buruk, berbeda dengan adikmu yang bisa diandalkan jika di dapur." Gertaknya dan membuat sang anak menjadi tidak suka, ah... Lebih tepatnya tidak nyaman.
"Jangan membahas dia ibu jika kita sedang berwisata. Bukankah setiap hari ibu sudah bersama dengan dia?" Protesnya tidak terima sembari mengambil buah apel di atas meja. Dia tinggal di salah satu apartemen cukup mahal dan besok keduanya bisa pulang. "Taehyung juga anak ibu, dia adikmu. Kenapa kau sangat marah karena ibu memujinya, padahal kau juga haus pujian. Jangan anggap aku membedakan kasih sayang, ibu sayang kalian berdua." Dia menoleh ke belakang dan melihat bagaimana pemuda itu kehilangan semangat.
Selama fase hidupnya ini yang membuat dia merasa bahwa seorang ibu akan gagal saat dia tahu bagaimana sang anak mencoba untuk melakukan hal di luar pengetahuannya akan kebenaran. Jujur dia sayang dengan Jackson, selain tulang punggung keluarga dia juga anak pertama di rumah ini. Tapi sikapnya yang sudah berubah membuat dia ragu, sementara Taehyung anak itu tergolong penurut dan mendengar katanya meski dia sadar diri bahwa sudah ada banyak Omelan dia lontarkan untuk bungsu.
"Ibu tahu semua nak, bahwa kau hanya datang saat ingin butuh saja. Awalnya ibu senang kau pulang dan membawa calon istri. Tapi saat aku tahu bahwa kau dan Wendy memang membutuhkan sertifikat untuk kepentingan mu, rasanya hati ibu seperti mengkhianati mu."
Rasa asin akan jatuh ke dalam adonan telur itu jika saja tepat sasarannya. Buru-buru kedua kelopak matanya diusap agar tak ada lagi basah karena cairan bening disana.
Tes...
Tes...
Hati seorang ibu sakit. Seorang anak tidak akan tahu akan hal itu dan memilih untuk tetap berkelit dengan kesibukannya tanpa berkata 'ibu ada apa? Kenapa kau sedih?' tidak akan mungkin memang karena selama ini dunia sudah terbalik. Jackson sudah kehilangan kepercayaan dari ibunya dan membuat dia sendiri tanpa sadar merugi, dalam kesenangan pribadinya dia tidak sadar bahwa tingkah lakunya tengah di amati dalam diam. "Aku selalu melihatmu nak, tapi kau tidak tahu ada banyak perubahan terjadi padamu. Ibu merasa kau bukan anak ibu dan kakak bagi adikmu lagi."
Wanita ini berpendar dalam harapan, kemelut asa dengan hati berjumpa. Pulang dan bertemu anaknya yang sudah dia rindukan. Meskipun beberapa kali matanya melirik ke arah ponsel dinantikannya untuk berdering, besar harapan agar Taehyung mau mengatakan keadaannya. Di samping itu dia juga memikirkan apa yang terjadi dengan anaknya, frustasi? Depresi? Bayang-bayang akan sang anak yang bunuh diri saja membuat dia bangkit dalam rasa dimana seorang ibu takut jika hal itu terjadi.
Jackson memainkan ponselnya tapi dia tidak sengaja ketika mendapatkan sebuah link spam yang masuk dalam notifikasinya. Dalam keadaan mata malas dan kepala bersandar dengan berat di atas meja, dia langsung membuka laman itu. Mungkin saja akan ada video yang cukup menghibur dirinya di samping rasa bete-nya saat mendengar nama sang adik terlontar dalam perbandingan dirinya.
"Apa ini-" dia menutup mulutnya, sembari kedua bola matanya melihat tak percaya.
,
Apakah benar jika seorang hak hilang dari manusia? Padahal hak dan ham itu ada ketika Tuhan sudah menciptakan mereka hingga lahir ke dunia. Katanya dalam hukum karma yang jahat akan mendapat balasan, justru rasanya akan sangat tidak adil jika yang jahat saja bisa mengelak. Semua lantas heboh dalam satu sekolah ini. Semua menjadi bahan gunjingan dalam satu waktu dan tempat, rupanya informasi baru dan desas-desus tersebar dengan mudah dan dalam beberapa detik saja. Ponsel menjadi bahan dimana sekarang para siswa enggan memperhatikan pelajaran mereka. Membuat beberapa guru di sana menjadi serba penasaran juga kebingungan.
"Apa yang kalian lakukan?! Dilarang main hape atau aku akan sita benda itu!" Oceh nya dengan teriakan layaknya toa. Tapi sayang, menghadapi satu kelas bukan sesuatu mudah. Hingga akhirnya dia juga menengok akan sesuatu dimana ponselnya terdapat notif. "Sebenarnya apa ini, kenapa semua menjadi tidak fokus dengan pelajaran. Apa ini? Skandal murid SMA... Omo ya, bukankah ini SMA ini!" Bukan main dia lantas menekan link itu hingga beberapa detik kemudian sebuah video di putar dan menunjukkan seseorang yang sedang mempertontonkan tidak senonohnya di dalam video.
"Bukankah ini murid ku sendiri, oh astaga sial sekali kenapa bisa dia membuat malu aissshhh! YAAAKKK, sebaiknya aku ke kantor dan mulai melakukan sidang pada pemuda bajingan itu!" Kata kasar terlontar hingga beberapa siswa mendengarnya. Termasuk Jungkook yang ada di barisan paling belakang membulatkan matanya. Apakah ini yang dimaksud oleh gosip? Dia baru saja tahu lantaran jarang sekali dia membuka topik pada sebuah ponsel. Dia melihat bagaimana nama seseorang akan jatuh karena hal ini. "Dimana lainnya aku harus menemui mereka aku rasa Kak Taehyung akan, eh... Ternyata Kak Jin mengirim pesan."
Dia langsung pergi, terlalu panas jika dia ada di dalam sini. Ketika melihat sekelilingnya semua fokus dengan layar ponselnya, semakin buruk saja saat dia melihat bagaimana Yoongi dan Namjoon berada di luar pintu UKS dengan wajah bisa dikatakan kalap. "Bagaimana keadaan Taehyung ,apakah dia baik?" Jungkook ingin masuk tapi langkah kakinya ditahan saat Yoongi melakukannya. "Jangan masuk dulu Jungkook, sepertinya perdebatan besar sedang meledak." Dia meminta agar suasana tidak semakin runyam. Kelihatan nya tidak ada yang tahu soal masalah ini karena melihat bagaimana pesan di ponsel mereka saja terabaikan.
"Sebelumnya aku minta maaf, aku harus masuk dan menemuinya. Kurasa kalian tidak tahu tapi sekolah semakin heboh dan parah jika Taehyung tidak tahu maka aku yakin dia akan jantungan." Dengan nada sedikit menekan dan setengah berbisik, dirinya tidak mau kalau semua ini menjadi semakin buruk termasuk para orang tua yang pastinya akan melarang mereka untuk sekedar membantu masalah seperti ini. "Tolong buka ponsel kalian, aku yakin notif itu masuk sekarang." Jungkook menambahkan ucapannya dan Yoongi juga mendapatkan sebuah link. Mungkin agak lama tapi video yang dia putar itu bisa terbuka.
Jungkook masuk tanpa aba-aba, alangkah terkejutnya dia saat melihat bagaimana Taehyung ditampar oleh seseorang yang tak lain adalah Jimin. Dialah yang paling kesal diantara lainnya, sepertinya kedatangan nya dianggap tidak tepat hingga akhirnya Seokjin meliriknya walau sebentar.
"Jim tolong jaga emosimu, kau harus ingat bagaimana kesehatan mu jika kau terlalu marah." Hoseok mencoba memberi jarak antara keduanya, dimana Taehyung tidak memberikan perlawanan sama sekali. Akan tetapi kepalanya menunduk dengan tatapan nanar, dia membiarkan bagaimana tamparan menyakitkan itu mengenai dirinya. Ditambah lagi saat dia merasakan sesuatu di dalam hatinya yang kini susah payah dia tahan. Bohong jika pelupuk air mata di balik kacamatanya retak itu tidak ada. Entah sampai kapan dia bisa mengalahkan sedikit rasa egoisnya, dia hanya berharap jika ibunya tidak tahu. Mungkin saja dia bisa mengatasinya dan bicara jujur di saat semua sudah membaik.
Hembusan nafas kesal itu masih ada dengan jemari Jimin yang memegang di setiap urat sarafnya. "Taehyung aku tahu kalau kau terlalu baik. Apakah kau yakin membiarkan para keparat itu lolos! Kau itu saksi sekaligus korban! Yoongi akan membantumu dia juga melihat brengsek itu melakukan sesuatu padamu!" Jimin kehilangan kesabaran hingga Hoseok mencoba untuk membuat manusia di sampingnya tidak terlalu panas.
Masalahnya Taehyung diam dengan kepala menunduk, untuk saat ini sulit rasanya berfikir dengan jernih. "Aku tidak mau ibuku tahu Jim." Meskipun dia berkata seperti itu dengan rasa takut tetap saja yang ada dia dianggap sebagai pembuat keputusan yang salah. Semua menjadi sebal saat mendengar ungkapan hal sama ketiga kalinya, seolah Taehyung tidak berputar dalam satu bola kehidupan. "Aku tahu Taehyung bagaimana rasa takutnya dirimu pada ibumu. Tapi bisakah kau punya kewarasan? Sekarang hidupmu seperti ada dalam lingkaran api, jika kau tidak memadamkannya maka yang terjadi adalah... Kau akan mendapatkan hal lebih mengerikan dari ini. Tolong mengertilah!" Mendadak kepalanya sakit dan pening, hingga dia menepuk dahinya kuat.
Seokjin menarik Taehyung dia akan bicara empat mata dengannya secara pribadi. Kemungkinan besar ada yang mengganjal di dalam hatinya, melihat bagaimana emosional Jimin sedikit terganggu membuat dia memberi kode pada Hoseok untuk membawanya keluar. Sementara Jungkook dia minta untuk menemaninya disini, karena dia tetap harus awas dan berjaga jika kemungkinan terbesarnya Taehyung akan mengamuk. "Jimin tenanglah kau harus tenang. Aku akan coba membujuknya." Bicaranya pelan membelakangi Taehyung yang kini duduk dengan bantuan Jungkook yang menuntunnya.
"Bagaimana bisa dia punya pemikiran sempit seperti itu. Kak, tolong buat dia mengerti akan posisi ini. Akan semakin buruk baginya dan bagi ibunya juga. Kita tidak akan bisa menolongnya jika dia diam." Jimin bahkan mencoba untuk memberikan pengertian sekali lagi tapi yang tua memberikan pendapat bahwa akan lebih buruk jika akhirnya dia tidak terkontrol. "Aku mengerti sebaiknya kau tunggu di luar saja. Kita akan memanggil dokter spesialis khusus juga bukan? Ini demi kebaikannya juga." Dia adalah sosok paling tenang sekarang, kemungkinan besar ini yang mampu membuat dia nampak istimewa.
Jimin mengangguk dia akhirnya mengalah, dalam beberapa detik dia melihat Taehyung dengan tatapan nanar. "Ingatlah Taehyung, kita temanmu. Jangan berfikir bahwa kau selama ini sendiri. Kami akan membuat kau bebas dari kekangan manusia biadab itu. Tapi jika kau diam kami tidak akan bisa membantumu lebih jauh." Ucapnya dengan nada memohon, yang dia dapat saat ini adalah kedua mata yang kini menjatuhkan air matanya. Hancur dan menyakitkan, banyak yang berharap Taehyung menjadi pemuda kuat dan lemah. Tapi mereka tidak bisa mengerti bagaimana sulitnya bertahan dalam satu titik yang sudah jatuh harga dirinya.
"Ayo Jim kita harus keluar, tenang saja semua akan baik saja." Sekali lagi sang kawan mengusap punggung itu dan keluar bersama. Saat itulah keduanya melihat bagaimana Yoongi dan Namjoon terpampang memperhatikan sesuatu dengan wajah seriusnya. Tentu saja hal itu menarik perhatian pemuda bantet itu sampai akhirnya dia merebut ponsel Yoongi dan ikut melihat nya.
"Hey, apa yang kau lakukan Jim?!" Pertanyaan itu terlontar langsung, "diam kau Yoon. Aku sedang kesal sekarang!" Dia melotot dengan tatapan amburadulnya. Yoongi mencoba mengambilnya tapi Jimin menyingkirkan tangannya agar ponsel itu gagal di rebut.
"Yang ada kalau kau keras kepala seperti ini, kau akan semakin kesal!"
Terlambat!
Jimin sudah meneken tombol tengah itu hingga akhirnya memutar play. Membuat dia langsung mengubah ekspresinya beberapa detik saja, Yoongi mendongak kepala dengan mengusap wajahnya tak kuasa. Dia rasa dia akan membuat keputusan sekarang agar semua terkendali, begitu juga Namjoon yang membuat cara cerdas untuk suasana ini.
"Keparat, aku akan menemui Jae Bum! Aku tidak akan membiarkan dia berkeliaran di sekolah ini dengan kuasanya, atau tidak sama sekali!" Jauh melenggang pergi dengan langkah lari meski kakinya kecil. Dia cukup cepat dan membuat Hoseok juga lainnya kebingungan.
"Yoon, sebaiknya kita ikuti dia atau sesuatu yang buruk akan terjadi." Pada akhirnya semua setuju dan menyusulnya, berharap bahwa hal seperti ini berakhir dengan baik meski persentase yang diharapkan tidak sebesar ekspetasi. Kembali lagi ke tempat dimana sekarang Seokjin menatap secara intens pemuda yang masih tertunduk dengan rasa sedihnya itu. Beberapa kali dia mencoba untuk mengangkat wajahnya tapi yang dia lihat adalah Kim Taehyung mengalihkan wajahnya karena menangis. Ludah itu dia telan pelan, dimana manik matanya seperti kaca retak. Jungkook mencoba untuk membuat suasana lebih baik tapi dia sendiri merasa buntu sekarang.
"Taehyung, untuk apa kau diam. Untuk apa kau membuat keputusan sepihak, apakah kau ragu dan takut pada kami?" Kata-kata lembut seperti bicara pada anaknya sendiri. Bukan karena dia ingin membujuk hanya karena paksaan teman-temannya, tapi dari nada suaranya terdengar sangat tulus. Taehyung berpendar akan kesedihan, dimana kedua tangannya masuk dalam dekapan seseorang membuat dia tenang. "Katakan sejujurnya padaku. Kau ingin membuat Jae Bum membayar perbuatannya bukan? Katakan dengan jelas dan kami akan membantumu." Permohonan itu ada dan membuat hati Taehyung mencelos begitu dalam.
"Aku sangat takut kak, aku tidak tahu bagaimana aku melawannya. Aku sangat ketakutan saat dia hikkkss... Apa yang aku lakukan hikkss... Kakak aku bodoh, aku bodoh! Bodoh! Bodoh! Kim Taehyung yang bodoh!" Menunjuk diri sendiri dan memukul kepala dengan kedua tangan, Jungkook meminta agar dia tidak melakukan hal seperti itu. "Kak Tae jangan lakukan itu, kau sangat buruk. Hentikan oke, pelan-pelan saja dan semua akan baik-baik saja." Entah kenapa tangan itu terasa gemetar, dimana dia bisa merasakan bahwa sebenarnya Taehyung sangat kacau lebih dari sebuah dugaan.
"Kau gemetar oke aku akan mengambil jaket, kak Jin lanjutkan saja aku jamin semua akan aman dan aku akan membawa beberapa makanan dan minuman untuk nya." Begitu perhatiannya sampai membuat rasa haru tumbuh dalam perasaannya. Sudah berapa banyak mereka membantu, entah kenapa akan sangat tidak adil jika dia membuat masalahnya membesar dan membuat mereka kerepotan. Haruskah dia mengakhiri sendiri ini semua agar apa yang dia takutkan selama ini berakhir? Pikiran Taehyung morat-marit sekarang.
"Taehyung aku ingin kau jujur. Apa kau takut dengan kami? Bukankah kita sudah menjadi teman, katakan tak apa. Jae Bum melakukan apa saja terhadapmu?" Saat itulah dua manik mata itu dia lihat sekarang. Dua manik mata yang mengatakan bahwa dia siap untuk membantu dan selamanya akan begitu. Saat Taehyung merasa tidak mampu menopang beban frustasi di kepalanya dia langsung menjatuhkan diri dalam pelukan pemuda di depannya. Dia butuh seorang kakak, walau dia punya tetap saja yang bukan satu kandung.
Hingga akhirnya dia melemah dengan pondasi dan segala keyakinan yang menyerah sekarang. Terus menitikkan air mata dan mengatakan bahwa dia sebenarnya ingin normal seperti lainnya. "Ceritakan semua padaku, dan kau akan merasa lega untuk semuanya." Dia menepuk punggung itu pelan, menerima pelukan itu dengan ringan hati. Ketika semesta sudah menulis takdirnya maka semua akan terjadi, sama halnya dengan seperangkat ponsel yang kini merekam suara. Perbincangan penting akan terjadi meskipun dalam hal sekecil apapun.
Saat semua ambisi ada pada satu pihak, maka pihak lain akan menggagalkan nya. Itulah cara manusia untuk tetap hidup.
.
Jimin berlari hingga suasana tampak pecah sekarang, dia mendengar bagaimana tawa dalam kelas sana bergulir riuh dengan mereka yang seakan mengatakan kata kotor dan mesum. Suara ramai itu terjadi di dalam lapangan yang luas dengan begitu banyaknya siswa berkumpul menjadi satu. "Bajingan itu membuatku marah, lihat saja aku akan balas apa yang dia lakukan!"
Kedua tangannya langsung di tarik ke belakang oleh mereka, membuat suasana menjadi sedikit terpotong meski Jae Bum tahu dia sama sekali tidak akan merusak suasana ini dengan menanggapi masalah baru. "Kalian sudah tahu bukan bahwa siapa yang jadi pemeran fulgar yang fenomenal sekarang. Ngomong-ngomong aku dapat dari temanku dan dia sumber terpercaya yang mampu membuktikan seratus persen kebenarannya." Dusta Jae Bum dengan lidah kotor miliknya. Semua langsung terkagum dan beberapa dari mereka membuat gosip di jejaring sosial milik mereka.
Jae Bum merasa semakin senang saja saat dia melihat ada banyak penggemar video buatannya. Dia juga melirik salah satu guru dengan kacamatanya, identitas dia aman dan salah satu pelaku yang sudah bermain lebih dulu. Tapi siapa sangka bahwa kesenangan tidak akan berlangsung lama ketika dengan jelas pria itu melihat seseorang datang dan menghajar Jae Bum dengan bogeman kerasnya.
"BAJINGAN SIALAN, AKU AKAN MEMBUNUHMU. KAU PELAKU DARI SEMUA INI BRENGSEK!" Bukan Jimin atau siapapun, tapi Yoongi yang notebene sudah tak mampu menhana gejolak amarahnya. Membuat pemuda terduduk tadi terjungkal ke belakang. Jae Bum merasa hidungnya sedikit bergeser dan mengeluarkan darah seperti mimisan. "Yoongi sejak kapan dia ada disini. Sial! Dia rupanya tidak puas mengganggu kesenanganku!" Meludah dan membuangnya, tidak peduli bahwa itu sangat menjijikan.
Yoongi mengipas telapak tangannya panas. Satu tinju keras lagi mampu dia berikan asalkan si bajingan itu kapok dan menyerah. Melihat dia berdiri membuat Yoongi menggeleng tidak percaya, dia lantas hendak memberikan tendangan menyakitkan sampai dada seseorang membentur akibat rasa sakit. "Kalian tahu, bahwa sebenarnya bajingan disini adalah dia! Dia yang sudah membuat Taehyung terjebak dalam video mesum itu!" Suaranya keras dan jelas membuat semua di dalam ruangan itu menjadi kaget bertanya. Selama ini mereka ingin tahu siapa si pembuat, lalu benarkah Jae Bum yang membuatnya.
"Hei Yoongi, apa kau punya otak? Kenapa kau menuduh seperti itu. Mana mungkin Jae Bum melakukan hal gila itu, bukankah kau anak pejabat. Seharusnya kau berfikir sebelum bicara atau kau akan menyesal." Han Chol mendorong tubuh itu dengan kesal Yoongi langsung menghajarnya juga dan membuat suasana menjadi ricuh.
Hoseok dan Namjoon menahan tubuh Yoongi untuk tidak melakukan kekerasan lagi, terlanjur kalap sampai kata makian keluar dari mulutnya. "Sialan kau! Aku tidak akan memaafkan dirimu! Kau bajingan sesungguhnya, kau sudah membuat keputusan salah. Mengaku lah bahwa kau yang sudah membuat Taehyung seperti sekarang anjing!" Terlalu frontal dan dia membuat kegaduhan luar biasa. Sepertinya pria tadi sudah pergi saat suasana semakin kacau saja. Semua murid disana membantu untuk memisahkan keduanya, Jae Bum termakan emosi akibat kata kasar Yoongi yang pedas.
Han Chol berdiri di samping kawannya dan menunjukkan tampang licik sesungguhnya. "Min Yoongi aku menjadi curiga padamu dan ini patut. Kau datang tiba-tiba dan menuduh kawanku, apalagi kau sangat dekat dengan Taehyung. Sebenarnya kau dibayar berapa oleh siswa itu? Berapa uang dia terima, atau kau memang sudah membuat dia seperti sekarang. Jangan-jangan kau itu sudah memakai Taehyung ya?" Entah kenapa ucapan itu membuat semua menjadi umpan, dan membuat Jae Bum di sampingnya tersenyum dengan senang.
"Pintar sekali!" Puji dalam hati dan melirik ke arahnya. Siswa yang lain terperanjat ketika mendengar kata itu dan membuat Yoongi membuang tangannya minta di lepas. "Jangan asal bicara bajingan, kau sama sekali tidak tahu apapun. Jae Bum membuat Taehyung menderita dan dia-"
"Dan dia kini menjadi budak seks untuk kaum kaya seperti dirimu. Aneh sekali kau Yoon, selama ini kau diam tanpa banyak akrab dengan lainnya tapi sekarang kau membuatku berfikir jauh mengenai hubungan mu sesungguhnya." Diantara para siswa nada bicaranya terlihat meyakinkan dan membuat spekulasi baru hingga Namjoon yang mencoba untuk protes saja dianggap seperti angin lalu. Mereka seakan dianggap sama, "mana mungkin maling mengaku maling. Aku yakin kalau kau sebenarnya marah. Apakah Taehyung itu pacar patner mu atau apa? Kalau dia dipakai orang bukan masalah kan? Anehnya kau paling marah dan menuduh temanku. Mana buktinya kalau Jae Bum salah dan kau benar?" Dia pintar bicara, penipu yang ulung dan membuat Yoongi hampir saja memberikan bogeman untuknya jika saja Jimin tidak menghentikan dirinya.
"Cukup Yoon. Jika kau menanggapinya dia akan merasa menang, sebenarnya kita sedang melawan iblis berwujud manusia. Tapi aku tidak terima jika kau fitnah temanku. Sekarang aku tanya padamu, bukti apa kau melakukan tuduhan itu pada Yoongi kawanku?" Keduanya saling adu tatap diperhatikan oleh semua siswa di dalam ruangan. Meski terpaut tinggi badan bukan berarti membuat Jimin minder atau sebagainya.
Mindset dia berani dan akan selalu begitu. Bahkan Han Chol berani mentertawakan keadaan Jimin yang nampak tak tangguh dimatanya. "Tahu apa kau, bukankah kau hanya anak mami. Dasar sialan, aku bisa saja menghajar mu jika saja orang tua kita tidak ada hubungan saudara."
"Memangnya aku senang dengan hubungan saudara ini denganmu? Sadarlah Han Chol, kau lakukan ini fitnah. Aku akan buktikan bahwa kau itu pembohong, Yoongi tidak melakukan hal itu dan sesungguhnya kau pelaku segala kebejatan ini!" Tunjuk Jimin dengan mendorong bahu itu menggunakan telunjuknya.
Bukan sekedar ancaman, bukan sekedar gurauan.
.........
TBC....
Yang aku tulis ini adalah bagian konflik penting dan puncak. Tingf dua atau tiga chap lagi nih. Ayo dibaca terus jangan sampai ketinggalan kisahnya ya.
Kalau bisa tolong rekomendasi ke teman kalian dong kalau ada yang minat hehehe. Aku juga sangat berterima kasih atas kesabaran dan dukungan kalian sama fanfic ku yang satu ini.
Tetap semangat dan sehat dimanapun, jangan lupa bintang dan komentarnya. Gomawo and saranghae ❤️
#ell
22/02/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro