11. 난 네가 필요해
"Harapan adalah doa, dimana keinginan terkadang tak sesuai kemauan. Saat aku ingin pergi ada orang yang meminta datang kembali, ketika aku kembali sebagian orang membenci. Seperti itulah hidup, bagaikan metamorfosis. Bukan malas yang menjadi tujuan tertunda, tapi rintangan yang butuh waktu untuk dihancurkan."
🦋
1 4 F e b r u a r y
Pelajaran akan segera dimulai dan semua murid kelas berada di aula olahraga untuk segera kembali ke dalam kelas. Hal yang merepotkan adalah saat berganti pakaian dengan seragam yang memang harus di gunakan. Bukan hanya itu saja jika beberapa murid melanggar mereka akan mendapatkan hukuman dari guru pengajar.
"Jim, aku akan mengambil pakaian gantimu. Kau menaruh dasi mu dimana?" Di saat seperti ini Yoongi melakukan perhatian kecilnya. Dia tahu bahwa temannya sedang kerepotan, maka dia akan memberikan bantuan. Terlebih waktu sangat mepet sampai-sampai tak ada waktu untuk membeli minuman di kantin.
"Baiklah, seperti biasanya aku selalu menaruh di bagian kecil. Aku tidak mau kebingungan mencari dasi ku. Terimakasih Yoon dan maaf merepotkan mu." Ucapnya dengan senyum di antara kedua pipi chubby miliknya. Dia merasa senang karena merasa terbantu, jika saja tidak ada Yoongi kemungkinan besar dia tidak akan mendapatkan teman akrab.
Salah seorang murid baru saja selesai memasukkan bola basket ke dalam jaring bola, dia hanya tinggal memasukkannya dalam gudang saja. Karena dia punya jadwal maka Jimin yang mengerjakan bagiannya. Anggap saja dia melakukan piket meski guru penjaskes disana meminta dia untuk tidak melakukannya. Maklum saja karena dia anak dari salah satu donatur terbesar membuat dia disegani. Lalu apakah dia menyukai hal tersebut?
Tentu saja tidak.
Dia ingin dianggap sebagai siswa yang normal sama seperti lainnya. Yoongi kebetulan pergi dulu untuk mengambil baju ganti sekalian. Tapi dia tak akan mengira kalau seseorang menggunakan kesempatan itu untuk melakukan sesuatu. Dia yang berdiri di salah satu sudut pintu tak jadi masuk dan bermaksud untuk mengintip. Dengan seksama kedua matanya melihat tas seseorang tengah di geledah.
Rupanya ada yang mencoba untuk melakukan kebaikan dan dia hafal siapa itu Yoongi. Siapa yang tak kenal dengan salah satu anak pejabat kota sekaligus teman akrab seorang Park Jimin. Cukup lama dia disana sampai akhirnya seseorang datang dengan wajah menahan lelahnya. Dia memakai seragam berbeda dari murid lainnya, ada logo sekolah lain dan itu bukan sekolah dia duduki sekarang.
Kedua terkejut secara bersamaan tanpa suara, Taehyung melirik salah satu name tag disana. Seseorang yang menggunakan seragam olahraga dan dia terlihat sebagai anak cukup berandal. "Apa yang kau lihat?! Jangan campuri urusanku." Dia berkata seperti itu dengan kasar serta membuat Taehyung menjadi bingung. Realitanya dia tidak ada berniat bertanya karena dia hanya murid baru dua hari yang lalu. Pada akhirnya namja dengan kacamata kuno itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin ikut campur akan sesuatu.
Park Han Chol.
Taehyung mengetahui nama itu saat dia melihat bagaimana seragam dia tenteng di pundak terdapat namanya. Bukan itu saja ada dua orang yang tampak akrab saat mendekati nya tapi Taehyung tidak terlalu hafal nama mereka. Kemungkinan butuh waktu satu Minggu agar mereka saling mengenal satu sama lain secara akrab. Ya, mungkin itu gambaran mengenai bayangannya saja tapi dia sama sekali belum menemukan teman seperti itu.
Saat dia masuk hanya satu orang yang sedang sibuk menggeledah tas untuk mengambil seragam seseorang. Keduanya tak sengaja bertatap langsung. Min Yoongi merasa tidak nyaman saat di perhatikan seperti itu sampai akhirnya dia bicara jujur. "Lebih baik kau segera keluar atau kau akan membuat semua ruangan bau. Minggirlah kau menghalangi jalanku." Diusirnya Taehyung secara dingin sampai akhirnya pemuda itu menurut. Dia duduk di bangku sebelah seseorang yang memang tidak nyaman dengannya. Sebenarnya hampir satu kelas tidak menyukai keberadaannya entah kenapa.
Dia berfikir bahwa rumor soal dirinya mengambil soal ujian tersebar hingga mereka yang ada di kelas ini memusuhinya. Saat dia melihat salah satu tas terbuka saat itu juga dia mengetahui siapa yang duduk di sebelah sana. Seseorang yang begitu berani berkenalan dengannya walaupun belum sempat Taehyung menjawab namanya. Dia tersenyum kala bayangan siswa itu begitu ramah padanya. Bukan hanya itu saja saat penglihatan Taehyung tidak terlalu jelas ada orang yang peka dan meminta dia untuk pindah bangku sebentar. Sampai akhirnya Taehyung bisa mengerjakan tugas dengan baik.
"Sepertinya aku akan betah berada disini ibu." Dia menarik nafas dengan banyak. Oksigen ketenangan dan suasana kelas mendukung membuat dia semakin bersemangat saja. Taehyung ingin melupakan semuanya, meski dia sedih karena harus mengulang kelas dari kelas dua. Tak membuat dia patah semangat. Di sekolah sebelumnya dia mengambil kompetensi mesin lalu sekarang dia menjadi murid SMA biasa. Meski dia harusnya menjadi kakak kelas tapi bukan berarti semangatnya akan jatuh.
Untuk sekarang dia akan menjalani hidup sesuai yang di tuliskan takdir. Dia mungkin berfikir jika semuanya akan baik saja. Tapi dia tidak akan pernah menyangka jika sebenarnya hidupnya akan berubah drastis. Sangat drastis sampai dia seperti tidak ada kesempatan untuk bernafas dengan benar. Semua itu dimulai ketika Taehyung kembali berpapasan dengan orang yang sama, seseorang yang datang dengan alasan mengambil dasinya yang tertinggal.
Tuhan tidak akan pernah tidur untuk menulis kisah masing-masing hambanya.
10.50 KST.
Tugas mengarang harus segera di kumpulkan beberapa hal sedang diupayakan oleh para siswa termasuk
menyelesaikan bagian akhir ceritanya. Bukan hanya itu saja saat seseorang sedang mencoba untuk mengambil cadangan bolpoint nya di dalam tas tiba-tiba saja tangannya menjadi gelisah karena mencari sesuatu.
Bukan hanya itu saja dia juga menjatuhkan semua benda di dalam tasnya di atas meja untuk memastikan bahwa benda yang dia cari benar-benar tidak ada. Beberapa siswa menyadari kegelisahannya dan melihat gadis itu dengan raut bingung, termasuk Yoongi yang sedikit terganggu dengan suara sibuk itu.
Beberapa kali dia mengobrak-abrik dalam tasnya, mencari barang yang memang membuat dia kebingungan setengah mati. "Dimana dompetku, kenapa tidak ada. Oh ya ampun, apakah aku kehilangannya!" Dia menampilkan wajah ketakutannya sekaligus mengejutkan guru yang sedang sibuk menuliskan soal di papan tulis. "Kau kenapa Chae Ryung, apa yang membuatmu gegabah?"
"Pak dompet saya hilang, sepertinya ada yang mengambil. Pak aku ingin semua murid di tempat ini di geledah, siapa tahu ada yang mencuri dompetku." Kedua mata itu menatap curiga pada semua orang, bahkan ke arah murid baru yang kebetulan datang. "Aissshhh.... Ada-ada saja, baiklah semua cepat kalian taruh tas di atas meja. Bapak akan geledah isi tas kalian." Semua menurut lantas dengan wajah macam ekspresi dari mereka semua menjadi pertanyaan masing-masing dari pemikiran mereka.
Semua tampak dapat di ajak kerjasama, bahkan dalam deretan bangku belakang disana tidak ditemukan dompet yang dimaksud. Sampai akhirnya di barisan Jimin guru itu mulai mengais isi di dalam kantong sana, betapa terkejutnya dia saat merasa bahwa benda panjang ada di tangannya dengan berwarna kuning dengan gambar pisang kecil-kecil sebagai hiasannya. Dia mengangkat benda itu dari dalam tasnya dan membuat beberapa murid membola termasuk Chae Ryung yang kehilangan tadi.
"Astaga kenapa bisa ada di tas Jimin, apakah dia mencurinya?" Salah seorang berseru dan membuat Yoongi menoleh wajah tidak suka. Dia mendengar ucapan itu sebagai kata dimana suasana semakin di buat keruh. Jimin yang tidak tahu apapun langsung membantah dan mengatakan pada gurunya bahwa dia bukan seorang tersangka. "Aku tidak tahu apapun, bukan aku pencurinya. Aku tidak tahu kenapa bisa dompet itu dalam tasku, tapi aku memang tidak melakukannya." Dia memutar badan dan melihat semua orang di dalam kelas sana. Meyakinkan mereka tapi sepertinya gagal.
Chae Ryung mendekat dan mengambil dompet dari tangan guru itu ketika gurunya meminta dia mematikan bahwa benda itu miliknya atau bukan.
"Benar ini milikmu?" Dia mencoba menjadi seorang guru kooperatif disini. Melihat bagaimana ekspresi kaget gadis itu dan memeluk langsung dompet itu membuat dia menjadi yakin bahwa Jimin adalah pelakunya. "Benar pak ini dompet saya. Oh astaga beruntung sekali uang di dalamnya masih utuh. Terima kasih pak... Dan kau Park Jimin sungguh aku sangat tidak menyangka kalau kau pencuri!"
PLAAAKKKK!
Tiba-tiba saja pipi kanan itu menjadi sakit saat Jimin mendapatkan kejutan tak terduga dari seorang gadis. Dia sudah melakukan tindakan sendiri pada orang yang belum tentu salah. Semua terkejut termasuk Yoongi yang datang dengan tepisan kasarnya pada tangan yang sudah menyakiti temannya tersebut. "Apa yang kau lakukan?! Jimin tidak akan mungkin melakukan hal itu!" Langsung marah dengan dia yang tak takut jika seorang guru juga ikut menuduhnya. Dia yakin kalau Jimin tidak melakukan hal itu, untuk apa dia mencuri uang jika selama ini kehidupannya selalu terjamin dan tercukupi.
"Chae Ryung kau jangan menuduh sembarangan, apa buktinya Jimin mencuri dompet mu. Apa gunanya dia melakukan hal itu jika kenyataan Jimin lebih kaya dari pada dirimu!" Yoongi datang membela tapi gadis itu tidak takut dan kekeh mengatakan bahwa Jimin pelaku segalanya. Bahkan dia menaruh uang satu gepok di atas tas Jimin sebagai tanda puas bahwa dia telah mendapatkan pencuri sesungguhnya. Bukan itu saja dia juga mendorong tubuh Yoongi dengan sedikit bertenaga.
"Aku mengatakan bahwa dia mencuri karena ada bukti. Kau sendiri lihat bukan bagaimana dompetku ada di dalam tasnya. Jimin kau itu bajingan ya, seenaknya mengambil uang ku padahal kau sendiri kaya. Apa saja yang diberikan oleh orang tuamu tidak cukup hah!" Tanpa pikir panjang gadis ini juga membawa nama orang tua dalam masalah yang bisa dikatakan cukup anak muda saja yang menyelesaikannya.
"Jimin ikut bapak ke kantor, bapak ingin mendengar dari kejujuran mu dan alasan kenapa kau mengambil uang teman sekelas mu."
Guru itu mencoba untuk membawa Jimin agar dia ikut dengannya. Tapi pemuda itu langsung menolak dengan keras, dia tidak melakukan kesalahan apapun dan tuduhan menyakitkan itu sama sekali tidak benar. "Aku tidak melakukan apapun kenapa aku harus disidang. Soal dompet itu aku tidak tahu kenapa bisa ada di dalam tasku. Tapi bukan aku pencurinya pak." Dia membela dirinya sendiri dan itu adalah kenyataan yang konkrit. Semua murid disana separuh percaya dan separuh tidak, sementara Taehyung dia mencoba menerka dengan apa yang terjadi. Dia murid paling baru tapi dalam soal nyali dia memang pantas di perhitungkan.
Tanpa sadar dia menunduk dengan gugup dimana kebiasaan seperti itu, dia tidak suka berada dalam suasana penuh ketenangan sebenarnya. Semua melihat bagaimana gadis itu menunjukkan isi dompetnya di balik wajah sombongnya tanpa rasa takut. Dia menaruh uang itu diatas tas agar menunjuk betapa rendahnya Jimin di mata teman sekelasnya.
"Bagaimana bisa kau mengatakan kau bukan pelakunya! Dasar alasan! Apakah mungkin dompetku berjalan sendiri menaiki tasmu, apa kau mau aku melaporkan mu pada polisi. Aku tidak sangka kalau anak kaya bisa mencuri juga." Dia berkata pedas tepat di depan wajahnya dengan kepala mendongak sepele. Jimin tidak suka hal ini, untuk apa dia melakukan hal itu. Yoongi ada disana mencoba membela tapi gadis itu langsung menatap nyalang ke arahnya juga.
"Jangan ikut campur Min Yoongi! Aku tahu bahwa dia adalah kawanmu, meski begitu aku merasa bahwa dia masih cukup buruk karena mengambil uang orang lain. Park Jimin, lihat sekarang. Apa kau senang satu gepok uang banyak ada di tasmu sekarang!" Dia seperti menyindir dan melihat bagaimana Jimin menatap serius padanya. Dengan gampangnya Chae Ryung mengambil uang yang baru saja dia taruh sendiri di atas tas itu dan kini melempari tubuh Jimin dengan uang satu gepok yang berserakan. Bagaikan puluhan kertas bernilai di atas tanah. Sungguh ini adalah penghinaan menurut Yoongi karena hal seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.
"Jimin sebaiknya ikut bapak, jelaskan pada bapak sebenarnya. Kalian semua jangan sampai ada yang keluar sebelum bapak meminta kalian keluar." Dia mencoba untuk tidak membuat semua murid disini terganggu dengan pelajaran yang masih berlangsung. "Aku tidak bersalah pak! Bukan aku pelakunya, aku diajarkan orang tuaku bukan menjadi pencuri. Aku tidak melakukan kejahatan itu!"
"Apa?! Kau sendiri tidak mengaku. Oh astaga... Mana ada maling mengaku maling. HEI SEMUA LIHATLAH PARK JIMIN MENJADI MALING DAN DIA TIDAK MAU MENGAKU KESALAHANNYA!" habis kesabarannya sampai gadis itu tidak bisa lagi mengatur volume suaranya. Bukan hanya itu saja beberapa orang seperti merasa yakin bahwa dia adalah pencurinya dan membuat Jimin menggeleng tidak percaya. Namanya seakan di cemarkan, dia bukan penjahat tapi kenapa seperti terpojok.
Semua anak mencoba mempertimbangkan pikiran mereka, ada pro dan ada yang kontra. Tapi dengan ditemukannya dompet itu membuat mereka yakin bahwa pencurinya memang sedang tidak mengaku. Jimin melihat kedua mata Yoongi dengan ucapan seolah dia bukan pelakunya. Yoongi tentu percaya Jimin bukan orang seperti itu, tapi semua di dalam kelas?
Saat sang guru mencoba untuk menarik tangan namja Park itu. Mendadak ada tangan lain yang menahan guru itu untuk tidak melakukan tindakannya. Semua menatap ke arahnya dimana dia cukup berani menghalangi seorang guru yang terkenal galak untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Disana Jimin terkejut saat melihat seorang murid baru datang seperti sebuah harapan. Dia tidak tahu kenapa hatinya bisa berpendapat seperti itu.
"Pak, sebenarnya ada yang aku bicarakan pada bapak." Dia mengatakan dengan nada lirih dimana Taehyung menatap sedikit takut ke arah sana. Dimana seorang gadis galak berdiri dengan wajah garangnya, beberapa kali Taehyung menggigit bibir bawah penuh yakin. Seharusnya dia tidak melakukan hal ini, tapi... Melihat Jimin sekarang mengingat akan dirinya yang dulu.
Dia juga korban fitnah dan rasanya sungguh tidak menyenangkan.
"Apa yang ingin kau katakan, apa kau tahu siapa yang mengambil dompet Chae Ryung?" Guru itu ingin bersikap adil pada muridnya, dia melihat dengan serius bagaimana pemuda itu mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan. Semua murid terkejut bahkan ada yang bergumam dengan bahasa kasar, termasuk gadis itu yang memberikan tatapan tajam ke arah Taehyung yang menatap dirinya takut.
Yoongi sedari tadi merasa janggal kini juga mengikuti arah mata Taehyung. Dalam diam dia ingin tahu segalanya dahulu sebelum membuat keputusan sepihak nya untuk mencaci maki yang sudah membuat fitnah untuk Jimin.
Tangan Taehyung menunjuk ke arah gadis itu, Han Chae Ryung. Membuat semua siswa menjadi syok tidak percaya, mereka bingung sebenarnya apa yang terjadi. Dalam satu tarikan nafas dan penuh keyakinan bahwa dia melakukannya atas dasar kemanusiaan, membuat Taehyung terlihat tangguh dalam berbicara.
"Gadis itu yang sengaja menaruh dompetnya di dalam tas Jimin. Aku melihatnya saat sedang berganti pakaian sekitar pukul 10.30 tadi. Dia bahkan mengancam ku akan mengurungku di kamar mandi jika aku mengatakannya. Tapi aku jujur, karena dia bergumam sendiri bahwa Chae Ryung dendam pada Jimin lantaran cintanya di tolak."
Semua yang mendengarnya terbelalak tidak percaya, rasanya sangat mengejutkan karena seorang gadis berani melakukan hal segila ini. Bukan hanya mereka saja yang ada di sana, bahkan Jae Bum bicara dengan kata sangat kasar dalam bahasa familiar nya. Ada beberapa yang memuji keberanian Taehyung termasuk Han Chol yang sempat meremehkan murid baru itu. Perlahan tangan itu turun dia sendiri memainkan jemarinya dengan gelisah, gugup datang hingga kepala itu menunduk dan sesekali membenarkan kacamatanya.
Yoongi kini tahu bahwa hal ini terjadi karena seorang gadis yang mencoba untuk balas dendam. Jimin juga menatap semakin bencinya pada gadis itu, beruntung Tuhan tidak menciptakan dirinya untuk jatuh cinta pada gadis itu. Terlebih gadis itu lebih berani menembak dirinya lebih dahulu. Sekarang semua menjadi masuk akal dan itu berkat Taehyung yang berani membuka kesalahan seseorang.
"Bohong! Aku tidak melakukan hal itu. Apa yang kau katakan sialan! Kau sudah fitnah aku, mana mungkin aku memasukkan uang secara senjata di dalam tas Jimin! Oh yang benar saja. Kau itu bajingan juga hah!"
"Aku bisa bersumpah, karena aku jujur dan Tuhan juga tahu apa yang kau lakukan. Aku masih ingat saat kau mengancam ku."
"....."
Gadis itu bungkam dengan desahan kesalnya dia berturut-turut mengatakan bahwa Taehyung sudah merusak segalanya bahkan meremat kedua tangannya. Terlalu banyak bisikan para siswa lainnya yang kini memihak pada Jimin dan dia seperti sebuah racun sekarang.
Dia seperti orang konyol sekarang.
Jimin melihat Taehyung dengan senyuman, dia tak akan sangka bahwa ada orang yang tulus menolongnya. Sementara Chae Ryunh, merasa semua orang seperti mengatakan hal buruk pada gadis itu membuat dia langsung menemui Taehyung dan menamparnya keras. Bukan hanya itu saja dia juga mendorong tubuh laki-laki itu dan mendudukinya dengan kasar.
"Bajingan sudah aku bilang untuk tidak mengatakannya! Kenapa kau katakan itu huh! Aku tidak akan memaafkan mu anjing! Yaaaaaakkkk kau berurusan dengan orang yang salah!" Begitu kasarnya sampai menarik dan mencekik kerah baju seragam sekolah lamanya sampai kesakitan. Dimana kerongkongan itu sulit mendapatkan oksigen. Taehyung bisa saja melawan tapi dia sadar diri kalau lawannya seorang gadis.
Betapa kuatnya gadis itu seperti mau membunuhnya, beberapa kali Taehyung juga terbatuk karena oksigen susah masuk dalam tubuhnya. Saat itulah Jimin, Yoongi, guru dan beberapa murid lainnya bertindak untuk melerai. Tentu saja pada tanggal itulah ada banyak kejadian sampai saat ini.
Kim Taehyung memang baik itulah mengapa Jimin orang yang merasa beruntung. Jika bukan keberaniannya juga kemungkinan besar hidupnya jauh dari sekarang.
.
Ada senyuman disana dan itu berasal dari si pemilik pipi chubby yang terkenal cukup tampan. Mereka yang ada di belakang sibuk dengan dekorasi, sementara tangan Jimin baru saja selesai membuat balon. Dia melihat bagaimana semua sahabatnya begitu semangat dan ada juga yang bobrok dalam mempersiapkannya.
Jimin melihat pemandangan dari kaca gedung yang sudah dia sewa, ah... Lebih tepatnya adalah lantai paling atas. Disini matahari sudah beranjak siang dan sekitar delapan puluh persen persiapannya. Namjoon bilang bahwa dia dan Jungkook bisa menjemput Taehyung, sementara lainnya menyelesaikan sisanya. Jungkook juga selesai dengan bagian menghias kue dan juga menata bangku. Dia meminta agar Jimin segera turun.
"Jangan lupa antar Taehyung masuk ke sini dengan penutup mata seperti yang aku bilang." Ucapnya dengan nada mengingatkan, bagaimanapun acara kali ini harus lancar karena mereka berharap bahwa hal ini dapat membantu seseorang untuk bahagia. Siapa yang tidak senang dengan acara perayaan ulang tahun yang menyenangkan. Hanya orang bodoh saja yang menolak itu semua.
"Siap kak, aku sudah membawa dua lapis agar dia semakin penasaran. Tapi apakah kakak sudah hampir selesai, aku minta jangan sampai gagal ya hehehe..." Jungkook mulai mengacau dengan leluconnya. Begitu pula dengan Jimin yang sudah mengirim pesan agar pihak restaurant segera membawa hidangan makanan untuk naik.
Saat Jungkook menarik tangannya semua sudah di perjelas bahwa dia dan semua berusaha sekarang. Sejarah akan mengubah nasib Taehyung dengan menggunakan tangan mereka. Jika dalam buku diary pemuda itu mengatakan kemalangan dari pengalaman yang lalu maka Jimin dan lainnya akan mengubah hal itu seperti tempat impian. Dari kemalangan menjadi sebuah kebahagiaan.
Magic shop.
,
Kenyataan pahit. Taehyung keluar dari kamarnya setelah sekian lama berbenah agar penampilannya tak terlalu buruk di depan sang ibu. Saat dia berharap akan ada simfoni kehangatan dari acara sarapan pagi, sekarang yang dia lihat hanyalah mitos semata. Dia mendapatkan pesan yang sengaja di tinggalkan oleh sang ibu.
Taehyung menjadi pendiam ketika tulisan itu terbaca di depan matanya, dalam posisi dia duduk tanpa ada sarapan nikmat seperti biasanya.
- Ibu pergi dengan kakakmu selama satu Minggu. Kau urus dirimu sembari renungkan kesalahanmu, ada urusan penting yang harus ibu selesaikan karena menyangkut kakakmu dan kekasihnya. Ibu merasa bangga karena kakakmu dapat kekasih yang kaya. Kim Taehyung, tetap bersihkan rumah dan ingat tugasmu. Ibu sudah meninggalkan uang untukmu.-
Setiap orang tua punya cara sendiri untuk memberikan kasih sayang kepada anaknya. Tapi kenapa sekarang dia merasa bahwa apa yang dilakukan oleh ibunya keterlaluan. Bahkan dia pergi sekitar subuh tanpa memberi kabar Taehyung atau membangunkannya. Setidaknya Taehyung bisa diajak sehingga dapat menikmati kebersamaan dengan keluarga dan melupakan kejadian buruk ini.
Harapan tetap harapan, sampai kapanpun dia tidak bisa mendapatkan kebahagiaan walau satu menit. Ibunya pergi dengan uang tak cukup banyak tapi bisa digunakan untuk kebutuhan makan dan jajan di sekolah. Hanya saja cukup janggal ketika ibunya mau diajak Jackson kakaknya ke suatu tempat. Sementara dia yang selalu berusaha membujuk sang ibu untuk ikut dirinya berwisata murah bersama saja sangat susah.
Selalu saja dengan kata bahwa ibunya sibuk, ibunya berjualan dan terakhir ibunya lelah setelah seharian bekerja kemarin. Entah kenapa ada yang sakit dan ini terasa sangat menyesakkan di dalam hati. Kedua mata itu menyendu di bawah mejanya, sekarang adalah ulang tahun dirinya. Ketika tudung saji di buka tidak ada nasi atau sup rumput laut yang biasanya ibu buat ketika usianya bertambah. Malahan yang dia temukan adalah roti olahan kemarin malam.
Hampir basi.
"Apakah aku selalu ada disini sementara lainnya bersenang-senang. Padahal selama ini aku menjadi anak yang baik agar aku tidak kena marah." Taehyung membongkar kantong bajunya dan mengambil ponsel kuno dengan merek Nokia. Dia menekan panggilan ibu dan menunggu panggilannya diangkat oleh wanita yang dia sayangi itu. Satu menit Taehyung mencoba tapi panggilan itu tak dibalas juga, beberapa kali tangan itu mencoba dan penuh harap sampai air mata itu jatuh mengalir di pipinya.
Hancur hatinya dengan gigitan di bibir bawahnya penuh pengharapan. Kenapa bisa sang ibu tidak menjawab atau membalas ponselnya. "Ibu, apakah kau masih marah denganku. Aku minta maaf karena sudah membuat mu kecewa, tapi apakah ibu tahu bahwa aku juga punya masalah. Anakmu ini ibu, anakmu hikkss..." Tak sanggup bicara, Taehyung seperti berbicara pada ruang yang hampa.
Kala kedua manik mata itu masih basah tapi Taehyung mengatakan hal itu dengan ungkapan tak mendasar. Dia seolah bercerita pada ibunya lewat ponsel miliknya tapi sebenarnya tidak, bahkan ibunya tidak terketuk hatinya untuk mengangkat panggilan telefon itu.
Tangan itu menjadi lemas dan sedikit kasar ketika ponsel itu jatuh. Layarnya sudah retak tapi masih bisa di gunakan untuk komunikasi. Dengan roti sebagai hidangannya seakan ini persembahan dari ibunya untuk dipaksa dimakan. "Tuhan terima kasih untuk makanan yang kau berikan. Selamat makan..." Dia mencoba tersenyum diantara dua air mata yang jatuh dengan deras. Biarkan saja rasa asin dari air matanya jatuh ke dalam mulutnya, sesekali sesenggukan itu ada meski dia susah untuk bernafas.
Taehyung masih merasa sakit pada bokong dan bagian alat vitalnya, dia tidak bisa bergerak leluasa dan harus menggunakan bantal untuk duduk. Apakah efeknya separah ini, dia juga mengabaikan darah yang keluar dari bagian vitalnya. Seharusnya dia harus periksakan diri, tapi nyatanya dia sedikit takut. "Semua pasti akan baik saja, sama seperti kata ibu. Aku akan baik saja dalam keadaan sehat. Kim Taehyung yakinlah semua akan baik saja." Dia berusaha menelan serat tepung itu dengan susah payah hingga tersedak.
Semua tampak menyedihkan tapi Taehyung tidak suka jika ada orang yang berkata seperti itu. Dia sudah diajarkan sejak kecil oleh kedua orang tuanya, apapun yang terjadi jangan sampai dia mengemis.
Tersenyum tegar tapi menyedihkan. Hidup tak ada bedanya dengan seorang gembel tanpa rumah dan tak ada bedanya dengan seorang anak yang yatim piatu.
.
Jae Bum mendapatkan banyak keuntungan karena sudah menjual beberapa video yang dia salin pada VCD. Dalam hembusan asap rokoknya dia seolah mengatakan pada semua temannya bahwa dia sukses dengan jalan setan. Ada pelanggaran yang dia lakukan dan mengakibatkan satu pihak merasa dirugikan akibat perbuatannya. Tapi....
Tetap saja dia tidak peduli. Dalam kamar yang sengaja dia tutup jendelanya dengan korden. Dia membeli ponsel keluaran terbaru dengan hasil kerja instannya. Tak lupa dia menggunakan ponsel itu sebagai bisnis, entah kenapa dia sedikit minat menjadi seorang germo jika hasilnya sedemikian banyaknya. Tak disangka pintu kamarnya terbuka ketika suara deritan itu berbunyi. Bukan karena dia lengah tapi masih ada banyak yang dia pentingkan ketimbang seseorang masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu.
Ada nampan disana dan seorang wanita mengulas senyum sayangnya. Membawakan sarapan pagi dengan roti yang dipanggang juga telur mata sapi setengah matang kesukaan anaknya. Dia yang kini tampil lebih cantik dari sebelumnya membuat sang anak menoleh tersenyum juga. "Ibu kenapa harus repot. Aku bisa turun dan makan bersama." Beruntung uang yang dia simpan sudah tertata dalam kardus, melihat sisi kardus di bawah tempat tidurnya terlihat membuat dia akhirnya menendang pelan untuk memasukkannya kembali.
Ibunya tidak menyadari itu dan berfikir bahwa anaknya sedang sibuk berbenah. "Tidak apa sayang, aku dengar kau sibuk dengan tugas sekolahmu kemarin malam dan aku merasa kau butuh perhatian ibu." Ditaruhnya nampan itu di atas meja dan melihat sekeliling kamar yang masih berantakan. Dia akan membereskannya begitu anaknya sudah selesai memakainya. Begitulah punya anak laki-laki tidak ada yang beres selain dia yang merapikannya, meski begitu Jae Bum adalah anaknya yang tersayang karena dia sendiri tidak punya kesempatan memilik anak lagi.
Anggap saja Jae Bum anak tunggal dan sang suami menerima Jae Bum meski beberapa kali ada konflik di antara mereka. Mungkin terdengar wajar dan memaklumi semua. Melihat sang anak yang menikmati sarapannya membuat dia menangis terharu. Bagaimana tidak? Ternyata dia sudah besar dan anaknya kini bisa mendapatkan hidup layak jauh dari sebelumnya.
Ada air mata dan pemuda itu langsung mengabaikan makanannya. Dengan raut khawatir dia melihat ibunya yang menangis sendu. "Kenapa ibu menangis, apakah ada yang menyakiti ibu. Apa ibu dan ayah bertengkar lagi?" Sang anak memiliki inisiatif bicara seperti itu karena pengalaman. Dimana dia benar-benar ingin melindungi wanita yang sudah membuat dia ada di dunia, bukan hanya orang lain saja yang akan dia hajar. Bisa saja ayah kandungnya juga akan dia hajar saat ibunya kembali disakiti.
"Tidak apa anakku. Ibumu baik saja, hanya saja ibu merasa senang karena kau rupanya sudah hidup lebih enak dari sebelumnya. Maafkan ibu sudah membuat kehidupanmu dulu lebih buruk, tapi berkat keberadaan mu aku menjadi semangat dan kini bisa hidup bersama seorang pria yang benar-benar mencintai ibu tanpa menyakiti." Ucapan penuh sayang dan dimana kedua manik mata itu berbinar sayang. Dia sendiri juga merasa sesak tapi sekarang lega karena sudah mengatakan itu semua dengan nyata. Dengan sayang sang anak mengusap kedua air mata itu hingga tidak tersisa. Tubuh memeluk sang ibunda dan Jae Bum merasa bahwa kebahagiaannya tidak akan lengkap tanpanya.
Anak dan ibu itu saling berpelukan dengan sayang. "Ibu tenang saja aku selalu bahagia di hidupku yang sekarang. Aku juga akan menjamin ibu luput merasakan kebahagiaanku juga. Bagaimanapun aku senang ibu sudah seperti nyonya besar." Dia mengatakan hal itu dengan lembut dan jauh dari biasanya saat dia bersikap menekan pada teman-temannya. Jika dalam keadaan seperti ini Jae Bum seperti seorang anak yang baik dan lugu. Tapi di dalam hatinya aura hitam penuh keburukan memang ada.
Di satu sisi sang anak sengaja tidak mengatakan bagaimana sang ayah datang menemuinya dan makan bersama. Dia juga tidak peduli karena hal itu terpaksa dia lakukan, hanya saja dia tidak tahu bahwa kesempatan itu ada dan waktu sudah membuat keputusan yang akan membuat manusia menerima sebab-akibat.
"Baiklah kalau begitu habiskan sarapan mu, jika sudah selesai taruh di wastafel. Oh ya, apakah boleh kamarmu aku bereskan. Tampak seperti kapal pecah dan ibu tidak suka sayang." Dia meminta agar anaknya membuat pilihan meski dia sudah merasa gatal untuk melipat selimut dan menata bantal. Jae Bum lantas langsung menggeleng, ada begitu banyak rahasia dalam kamar ini.
Jika ibunya sampai tahu dia bisa habis, hingga gelengan kepala itu muncul. "Aku akan membereskannya ibu. Jangan khawatir nanti setelah makan aku tata kembali." Ucapnya menahan gugup. Dia juga enggan jika uang yang dia simpan di temukan oleh anggota keluarganya. Meski dia patuh pada ibunya tetap saja sifatnya yang pelit itu masih ada.
Tersenyum meringis hingga dia nampak lucu di mata sang ibu. Sang ibu langsung keluar dari kamar dengan sedikit terbatuk, perlahan namun pasti pintu itu tertutup. Anaknya kini sejarah lebih bebas, kembali dalam rutinitas terbatalkan sejenak kala pesan singkat belum dia balas dan belum dia cek siapa pengirimnya. Hingga dia melihat foto profil yang ada disana dan membuat pemuda itu terkejut.
"Astaga aku tidak percaya kalau ini dari dia. Bagaimana bisa pak Hyang tahu videoku. Jangan-jangan... Sial! Bagaimana kalau aku akan di depak." Kedua tangannya cukup cekatan menulis ketikan di pesan itu. Dia sudah menduga kalau ini semua adalah hal yang akan dia dapatkan, tapi siapa sangka saat ada pesan balasan dari orang yang sama mengatakan dengan mengejutkan.
"Berapa tarifnya, aku sangat terkesan. Jika bisa sewakan dia satu malam untukku, tapi aku bisa menggunakan topeng?"
Bagaikan tertimpa durian runtuh, secara langsung Jae Bum menutup mulutnya tak percaya. Dia melihat dengan kepala matanya sendiri kalau orang tersebut adalah seorang kepala sekolah di sekolahnya. Apakah ini kelakuan gila dan bejad?
"Oh tentu saja, aku bisa mengaturnya. Tapi apakah kau yakin mau menyewakan dia, bukan dia murid anda sendiri?" Dia bergumam sembari menulis pesan itu dengan kekehannya yang khas. Bukan karena otak kriminalnya yang pintar tapi dia mendapatkan keuntungan dua kali lipat, terlebih modelnya dibayar tidak terlalu mahal karena secara harfiah orang itu cukup jual mahal. Dia menunggu pesan dan belum sampai satu menit sudah ada balasan.
"Aku akan mengatakan padamu kalau kau murid ku Im Jae Bum. Kau sangat terkenal sebagai murid yang nakal, jika kau bisa sesuaikan kesepakatan maka nilai minus mu aku hapus dengan mudah."
Sepertinya menggiurkan, terlebih nama baik lebih berharga dari segalanya. Bukan hanya itu saja dia bahkan memikirkan dengan sangat matang, antara uang banyak atau nama baiknya di rapor sekolah. Tapi, kalau ayahnya sampai tahu betapa buruknya kepribadian miliknya maka dia akan mendapatkan hukuman. Oh tentu saja dia tidak ingin mendapatkan hal itu. Pada akhirnya dia menyerah dengan tidak menerima uang itu dan membalas pesan itu dengan rasa sangat penuh kehormatan.
"Sepertinya akan sangat menyenangkan jika semua yang aku lakukan di sekolah tidak akan mendapatkan nilai minus. Rupanya bocah itu bisa membuatku lebih beruntung dari sebelumnya. Hahaha... Oh astaga aku sangat senang." Dia bahkan tertawa terbahak dengan suara lantang bahagianya, dia begitu semangat sekarang. Sampai akhirnya ponselnya berdering ketika seseorang memanggil.
Han Chol, dia bahkan sudah bangun untuk menagih hutang sepertinya. "Ya ada apa, aku akan membayarnya tapi kau malah jalan dengan wanita lain." Dia sudah memotong pembicaraan sampai akhirnya ada desakan dari temannya untuk datang. "Baiklah... Kau harusnya bilang dengan rinci, kirimkan saja bukti itu dan kita datang dengan kamera, hemm..." Dia menggosok lehernya untuk menghilangkan sedikit rasa jenuhnya. Pemuda kaya nan tampan ini bahkan masih sempat membalas pesan percakapannya dengan kepala sekolah itu.
Pembicaraan itu berlangsung selama dua menit sampai akhirnya dia mendapatkan pesan baru. Han Chol cukup cekatan dan bisa dikatakan tepat waktu tanpa membuat dia jenuh menunggu terlalu lama pesan.
"Sky view, Seoul 076. Apa yang dilakukan mereka untuk menyewa restaurant bintang lima. Rasanya sangat aneh saat mereka menulis nama Kim Taehyung disana." Bukan hanya itu saja, dia juga melihat ada sebuah foto terkirim padanya. Han Chol seperti sebuah informan terbaik yang mampu memberikan dia peluang untuk tahu mengenai suatu hal. Dalam sekejap dia menutup laptopnya, tapi sebelum itu dia harus membersihkan badan dan juga semua dalam kamar ini atau ibunya akan masuk dan mengetahui ulahnya.
"Aisshhhh... Merepotkan saja." Pemuda itu masih sempat tidak terima dengan apa yang sudah menjadi kewajibannya sebagai pemilik kamar.
.
Taehyung tidak ingin keluar manapun selain menyelesaikan tugas sekolahnya, semua rumah sudah bersih dan dia juga segar ketika mandi. Ketika dia sibuk mengerjakan soal ketiga suara ketukan pintu membuat dia menoleh ke belakang, sepertinya ada tamu yang datang kerumahnya. Dengan perlahan dia bangun tapi tangan kanannya menopang salah satu meja yang dia gunakan untuk belajar. Dia tidak punya meja belajar selain meja makan.
Untungnya jarak pintu dengan tempat duduknya tidak terlalu jauh dan sedikit meringankan usahanya. "Sebentar aku datang." Dia mengatakan hal tersebut agar yang mengetuk tahu. Kemungkinan besar yang datang adalah orang yang akan membayar hutang kue pada ibunya, Taehyung tidak sempat bicara ketika pintu sudah terbuka tangannya. Kedua orang ada disana dengan lambaian tangan mereka seperti mengatakan hai apa kabar?
Entah kenapa Jimin dan Jungkook cenderung canggung di depan Taehyung. Hal itu membuat pemuda dengan kacamtanya itu terdiam seribu bahasa, sungguh kedatangan mendadak mereka membuat sebagian hati kecil Taehyung merasa takut. Bukannya apa, hanya saja dia tidak pantas berteman dengan anak terpandang seperti mereka. Saat Taehyung tanpa sadar menutup pintu, justru Jimin menahan gerakannya.
Posisi sedikit tidak mendukung tapi dengan sedikit harapan dia akan memaksa si pemilik rumah untuk bisa merasakan sebuah kesempatan. "Taehyung aku tahu kalau kau sedang tidak ingin diganggu, tapi apakah kau bisa meluangkan waktu untukku dan juga lainnya." Jimin mencoba bicara dengan hati-hati, bagaimanapun caranya dia harus bisa membuat Taehyung mau. Bahkan Jungkook akan menyeretnya jika perlu, dia mengatakan hal itu dengan cara berbisik lirih pada Jimin.
"Syukurlah kau baik sekarang Jim, tapi aku memang tidak ingin menerima tamu maaf." Taehyung mencoba lembut dan tidak ingin niatnya gagal. Tapi kaki itu menahan dan Jungkook yang melakukannya sampai akhirnya wajah kesal itu tampil di wajahnya. "Kami datang dengan itikad baik, ikut dengan kami dan kau akan tahu. Kau tahu jika kak Jimin ingin-"
"Jungkook apa kau mau membuat semua gagal!" Jimin berseru dengan cepat saat dia melihat kebodohan Jungkook yang akan membuat semuanya tidak lancar. Bagaimana bisa bibir itu akan keceplosan dan akan semakin gawat jika tidak di hentikan segera. Merasa bersalah membuat pemuda dengan gigi kelincinya itu menyentuh bibirnya penuh rasa bersalah. Dia hampir melakukan kesalahan dua kali sampai akhirnya dia meralat cara bicaranya menjadi lebih ramah.
"Kumohon ikut dengan kami, aku dan kak Jimin menjemputmu. Kau tahu teman kami lainnya juga kan? Ya... Mereka juga menunggumu." Dia memegang pundak Taehyung, tapi rupanya sentuhan itu membuat pemuda itu tertunduk sakit dengan ringisan di bibirnya. "Jungkook apa yang kau lakukan, jangan kasar!" Jimin melihat hal itu langsung melepaskan sentuhan pada bahunya. Jungkook tentu saja kebingungan karena dia tidak melakukan kekerasan apapun.
"Aku hanya menyentuh dan tidak melakukan tindakan lebih. Hei Taehyung kau kenapa, kenapa kau sangat pucat." Kedua manik mata itu tampak kacau ketika Jungkook mencoba melihatnya. Meskipun Taehyung menggeleng tanpa suara tetap saja dua orang disana masih kebingungan setengah mati. "Taehyung maafkan aku tapi-"
Sreeettt!
"Hei apa ini? Kenapa bisa seperti ini?!" Jungkook paling heboh saat dia melihat apa yang ada di depannya secara nyata. Jimin tak akan menyangka bahwa ada lebam disana dan membuat seseorang sampai menggigil dan gemetar. "Aku tidak apa-apa. Sungguh aku hanya..." Taehyung seperti tak sanggup melanjutkan kebohongannya. Dimana dia berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak menatap tepat di depan mata Jimin. Tangannya menarik paksa bajunya untuk menutupi bagian bahu kirinya. Meski sakit dia berusaha untuk melupakan hal itu.
"Apa yang kau maksud tidak apa huh! Lihat ini, bahkan luka lebam mu sangat parah. Apa yang terjadi Taehyung! Siapa yang melakukan hal ini!" Entah kenapa Jimin paling emosional disini. Dia tidak suka dengan keegoisan dan kesombongan Taehyung yang mengatakan dirinya baik. Kenyataannya penampilannya seperti seorang pemuda yang mengalami gangguan jiwa.
Jungkook mencoba membuka bagian tubuh itu lebih lebar lagi, kedua matanya terkejut saat dia melihat bagian belakang punggung Taehyung yang penuh luka bergaris merah. "Kak Jimin lihat ini, bukankah ini cambukan?" Semakin kuat Jungkook menarik baju itu semakin gugup Taehyung ketika dia tidak bisa berkutik kala dua orang di belakangnya memperhatikan hal itu dengan tidak percaya.
"Ya ampun kenapa parah seperti ini. Apakah ibumu yang melakukannya Tae?!" Jimin semakin keras bersuara dia melihat bagaimana Taehyung yang menggeleng dan mengatakan bahwa dia tidak tahu. Cara bicaranya juga sedikit ngawur dengan kedua matanya yang menangis. "Aku tidak tahu apa yang kau katakan hikss... Aku tidak sakit hikkss... Aku mohon jangan lakukan itu, aku mohon hikkss... Ibu ibu aku butuh kau ibu hikkss... Aku tidak apa jangan membentak ku. Aku mohon jangan lakukan itu hiksss..." Taehyung bahkan menggosokkan kedua tangan takut hingga sesenggukan.
Linangan air mata penuh pengampunan memohon pada keduanya untuk tidak melakukan tindakan yang membuat dia semakin takut. Mendadak hati itu terasa sangat sakit dan Jimin melihat sebuah efek dari ketidakadilan yang di derita oleh Taehyung sekarang.
"Taehyung aku dan Jungkook tidak akan menyakiti mu percayalah. Kami akan mengantarkan mu berobat dan membuat kau tenang nantinya." Bujukan Jimin dengan senyum santainya, kedua tangan itu membentang seperti siap menerima sebuah pelukan. Taehyung menolak dan menepis apa yang sempat ditawarkan ke arahnya. Dia justru menangis dengan mengucek kelopak di balik kacamatanya dengan kasar dan sembunyikan wajahnya dalam lipatan lututnya.
Sepertinya akan sulit saat Taehyung benar-benar kehilangan kontrol dan separuh kewarasannya. Bahkan ketika Jungkook mencoba mendekat untuk membantu dia bangun yang ada Taehyung mendorong dan menangis semakin kuat. Dia seperti ulat yang hancur diinjak tanpa tahu bahwa dia sebentar lagi akan menjadi kepompong.
Jungkook mendongak dan menatap mata Jimin dengan kebingungan. "Kak kita harus bagaimana?" Bangun dengan wajah kasihan saat melihat Taehyung tak jauh bedanya dengan orang yang benar-benar ingin mengakhiri hidupnya. Ingat bagaimana seseorang memarahinya karena sikapnya yang dianggap pendek pikiran membuat Jungkook siaga. Dia memperhatikan sekitar seolah di sekitarnya tidak ada benda tajam berbahaya.
"Jungkook panggil lainnya untuk datang kesini, acaranya kita undur nanti malam." Dengan kedua tangan meremat dia menjadi sedikit membenci seseorang yang berpotensi membuat semua ini terjadi. Meski Taehyung tidak mau mengatakannya tapi nalurinya berkata bahwa dia orangnya.
"Eh apa?! Kau yakin?"
Jimin mengatakan hal itu dengan mantap. Membuat yang muda merasa bahwa dia sempat salah dengar. Tapi sepertinya tidak karena kenyataannya Jimin melihat dirinya dengan tatapan kesal. "Aku akan menanggung sisi kerugiannya tapi acara tetap harus berjalan di saat Taehyung baik saja. Apa kau ingat rencana kita, sebaiknya tempat itu di tutup dan tidak diijinkan siapapun masuk. Aku sudah menyewanya." Dia berharap apa yang dia lakukan ini benar. Jimin melihat kondisi Taehyung yang buruk dengan keadaannya menangis terpuruk seperti itu rasanya tidak tega.
Dia akhirnya mencoba memeluk tubuh yang membelakanginya dalam posisi meringkuk kesakitan. Tangisan dan kesedihan menjadi satu membuat Taehyung sendiri semakin bergejolak minta di lepaskan. Tubuhnya sakit begitu juga hatinya sampai dia berteriak frustasi seperti orang gila.
Jungkook yang masih miris lantas membantu dengan menelfon mereka yang sibuk disana. Kemungkinan besar akan berdampak buruk jika Taehyung dipaksa untuk ikut. "Kak Jin, bisakah kau disini. Ada hal yang sedikit emmm... Aku jelaskan tapi Kak Jimin meminta semua ditunda dulu- OH ASTAGA TAEHYUNG!"
Jungkook hampir melempar ponselnya begitu tahu saat seseorang jatuh tak sadarkan diri dengan posisi tubuh limbung ke samping. Jimin panik begitu juga Jungkook, bahkan suara Seokjin yang panik dari seberang sana membuyarkan kekisruhan terjadi. "KAK SEOKJIN NANTI AKU KIRIM PESAN LAGI, INI URGENT!"
Jungkook mematikan ponsel secara sepihak tanpa peduli bahwa mereka yang ada disana mengalami ketegangan luar biasa. Bisa saja Jungkook akan diganyang setelah ini.
dua puluh menit. Bisa dikatakan waktu yang cukup panjang untuk seseorang yang membawa mobilnya dalam mode cepat. Setelah berusaha dengan keras menghindar dan menyalip akhirnya mobil hitam itu sampai di tujuan.
Rumah sakit Hwayang, Seoul.
Seokjin dan lainnya berhenti dengan semrawut saat tiba di parkiran. Sungguh ini membuat semua seperti di pacu tepat pada jantung, mereka berlari seperti mengejar angin dan ketika sampai di sebuah kamar yang dimaksud membuat keempat lainnya segera melihat sekitar.
Jimin dan Jungkook duduk bersebelahan di bangku tunggu rumah sakit dengan wajah bingung. Bahkan Jimin beberapa kali mengusap rambutnya kasar.
"Jungkook kira-kira apakah keadaan Taehyung akan membaik?"
"Semua pasti akan baik saja kak, kita sudah membawanya ke rumah sakit. Tenang saja semua akan tepat waktu."
Jimin melihat pintu itu dengan wajah amburadul, entah kenapa pikirannya menjadi buntu. Begitu banyak luka di derita oleh Taehyung sampai dia melihat dengan nyata bahwa dia seperti mencapai sakaratul maut.
Lebih parah ketimbang dia masuk ke rumah sakit waktu itu.
Tatapan Jimin nampak kosong sesekali dengan desahan nafas berat ketika dia melihat kejadian tadi. Kim Taehyung bukan Taehyung biasanya dan Jimin melihat bagaimana seseorang remuk dan pecah seperti kaca yang dilempar batu dari kejauhan. Kepalanya sangat berat dan itu bukan perihal mudah untuk diterima. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak datang ke rumahnya. Kau lihat bagaimana Taehyung seperti itu?" Dia menatap Jungkook dengan gelisah.
Yang muda sulit menjawab karena dia juga tidak menyangka kalau semua ini akan terjadi. Hanya usapan lembut saat ada punggung itu seperti tertindih batu besar dengan semangat Jimin yang mendadak hilang.
"Jimin apa yang terjadi kenapa bisa Taehyung ada di sini." Seokjin datang dengan gerombolan temannya di belakang. Jungkook mendekat dan menjelaskan kepada Seokjin soal semua yang terjadi ketika mereka datang ke rumah pemuda itu. "Sebenarnya kami sudah mencoba membujuknya tapi dia seperti ketakutan dan menolak, sampai tahu bahwa ada luka lebam di punggung dan bahunya. Aku dan kak Jimin membawa dia ke sini karena Taehyung mendadak pingsan." Saat dia mengatakan hal itu mereka yang ada disana menjadi iba.
Termasuk Yoongi yang paling bersalah kemarin, jika saja dia tahu bahwa efeknya akan sebesar ini seharusnya dia tidak melakukan hal itu. Niatnya dia ingin menebus kesalahannya dan meminta maaf secara langsung tapi seperti takdir berkata lain, karena Tuhan tidak mengijinkan. Tahu bahwa Yoongi memikirkannya membuah Hoseok datang mendekat dan mengusap punggung itu penuh sayang.
"Yoon, jangan pikirkan soal itu. Aku tahu dia seperti ini bukan karena kau, tolong lupakan masalah itu. Kita akan bertemu Taehyung jika semua sudah baik." Dia bisa membaca manik mata dan raut wajah sendu itu. Siapa yang akan menduga jika ucapannya seperti penetral hatinya yang sedih. Anggukan itu ada dan rasa bersalah dalam hatinya berkurang walaupun tidak sepenuhnya. Seokjin mencoba memberikan ketegaran bagi Jimin, entah kenapa dia merasa bahwa Jimin orang yang paling peka diantara semuanya hingga dia bisa saja berfikir terlalu berat.
"Jangan sampai kau tertekan dengan masalah ini Jim. Ingat juga bagaimana dengan kesehatanmu." Meski di jawab dengan anggukan pada wajah gelisah. Tetap saja Jimin orang yang bisa dikatakan anak paling parno. Dia sendiri takut jika Taehyung meninggal karena dia terlalu banyak melihat orang yang dekat dengannya tiada, termasuk keluarga. Hal ini yang ditakutkan oleh Seokjin ketika Jimin dekat dengan seseorang. Lalu orang itu punya masalah lebih berat hingga merenggang nyawa.
Bukan soal kemanusiaan tapi memang ada orang yang tak bisa menerima hal semacam ini termasuk Jimin. Sama halnya dengan Hoseok yang kini sudah menjalani sedikit demi sedikit perlahan membaik dan tidak separah dulu. Mereka ber-enam menunggu kabar mengenai Taehyung. Begitu juga doa mereka panjatkan dalam hati.
Doa yang terbaik.
Lima belas menit berlangsung. Seorang pria dengan jas putihnya keluar sembari melepaskan masker medisnya. Di balik kacamatanya ada banyak sekali kata yang ingin dia ucap saat Jimin berlari mendekat ke arahnya dan bertanya dalam jangka cepat penuh rasa takut.
"Apakah disini ada orang tuanya atau wali." Kedua mata itu mengedar tapi dia hanya menemukan ada begitu banyak pemuda disana. Sementara Seokjin menggeleng. "Kebetulan orang tuanya sedang pergi, kami temannya dan sebenarnya apa yang terjadi dokter." Seokjin merasa bahwa ini bukan hal sepele. Apalagi saat dia pernah belajar hal medis ada begitu banyak beberapa bekas darah yang baru saja dia lepaskan di balik sarung tangannya.
Raut wajah itu nampak berat dan penuh perasaan was-was. Dia memang sudah banyak menangani pasien dengan kasus yang sama tapi kali ini lebih parah. "Cukup bingung bagaimana aku menjelaskan nya. Tapi sepertinya teman kalian mengalami traumatik berat dan pengaruh dari obat GHB." Dokter itu mengatakan berbagai banyak kemungkinan yang terjadi dengan wajah yang memang sulit di jelaskan. Apalagi yang mendengarnya nampak asing kecuali Seokjin yang memang menyukai ilmu medis.
"Maksud anda apa dok, jujur saya tidak mengerti." Jimin langsung menimpal, dia sungguh ingin tahu jawaban agar dia tahu bagaimana keadaan Taehyung sesungguhnya. Beberapa kali dia mencuri pandang ke arah pintu disana. "Obat itu sejenis chemsex. Obat itu akan membuat gairah seksual seseorang menjadi meningkat dan tanpa sadar membuat mereka ketagihan jika dikonsumsi lebih lanjut. Bahayanya jika obat tertentu seperti itu digunakan maka orang akan sering melakukan hubungan seks yang lebih kasar dari biasanya. Dan itu membuat pendaratan. Seperti teman kalian, dia mengalami pendarahan bagian lubang vitalnya sampai akhirnya saya melakukan langkah pertolongan pertama."
Semua yang mendengar langsung bungkam, dimana Yoongi seketika ingat bagaimana ucapannya pada Taehyung seakan menjadi kenyataan tapi. Tidak mungkin Taehyung seperti itu kecuali ada orang yang tega melakukan hal se-bejad itu. "Maksud dokter Taehyung dia..." Jimin merasa bahwa ada yang sangat menyedihkan dari seluruh kabar duka yang pernah dia dengar. Jungkook, Namjoon, Hoseok dan juga Seokjin seolah bungkam dengan petualang menggunakan pikiran masing-masing.
Jimin menggeleng tidak percaya. "Aku yakin Taehyung bukan orang seperti itu, dokter katakan padaku apakah Taehyung akan baik saja dia tidak akan menjadi manusia penyimpang kan?" Ucap Jimin dengan kata memohon dimana dokter itu meyakinkan bahwa semua akan baik saja. "Dia adalah korban karena ada bekas suntik di bagian bahunya juga bentuk kekerasan lainnya. Sebaiknya kalian bawa dia ke tempat kejiwaan dan laporkan tersangka ke polisi. Dia adalah korban dan itu akan berdampak buruk terlebih pendarahan itu akan terus saja terjadi." Dokter tersebut bahkan memberikan solusi, dia tahu bahwa hal seperti ini membuat mereka tidak akan percaya. Hal di luar akal dan manusiawi membuat semua menjadi sulit di cerna.
"Saya permisi, masih ada beberapa pasien yang harus saya tangani untuk sekarang biarkan teman kalian istirahat. Mungkin kalian bisa membantunya dengan meminta dia berkata perlahan apa yang terjadi."
Jimin terdiam dengan pandangan kabur akibat mengeluarkan air mata. Hatinya terhenyak saat mendengar ini semua, yang terjadi ini bukan sebuah kecelakaan tapi kesengajaan dari seseorang sampai membuat mental pemuda di dalam sana pecah. Dalam pandangan fokusnya Jimin melihat pintu besi disana, ingin sekali dia membebaskan Taehyung dari dalam sana. Jurang begitu dalam bagaikan membentang luas memisahkan jarak dari keduanya. Seokjin merasa dia ikut emosi.
"Siapa yang memungkinkan seseorang melakukan hal ini semua. Apakah keluarganya tahu bahwa Taehyung menjadi korban kebrengsekan seseorang?!" Dia menatap ke arah teman-temannya. Semua langsung terdiam entah menjawab apa, tapi Jungkook langsung mengatakan apa yang ada di dalam otaknya. "Untuk siapa pelakunya aku belum tahu, tapi menurut ku ibunya tidak pernah mau tahu bagaimana keadaan Taehyung dan dia sama sekali tidak peka padanya. Lalu Taehyung punya kakak, kalau tidak salah namanya Jackson karena Taehyung menyebutnya begitu. Dia galak dan juga keras, bahkan seperti membenci Taehyung padahal adiknya." Dia secara tak sengaja menjadi saksi dimana saat itu Taehyung juga mencoba untuk bunuh diri.
Jimin tersadar bahwa ini adalah saatnya dimana dia harus melakukan sesuatu. Berdiam diri saja tidak akan bisa berhasil, apalagi seorang manusia bisa mati karena ketidakadilan ini. Meski nanti ada orang yang tidak setuju dengan tindakannya kali ini Jimin sendiri akan menjadi manusia bodo amat dengan komentar orang lain.
"Mereka seperti orang asing, tak ada yang mau mendengar Taehyung sepertinya atau memahaminya. Kemungkinan besar juga Taehyung tidak mau mengatakan apapun pada keluarganya." Pendapat Jimin masuk akal karena Taehyun sendiri memang terkenal sebagai orang yang penutup dan jarang menceritakan masalahnya pada orang lain. "Aku mengerti tapi siapa yang melakukan hal sekejam ini, apakah mungkin salah satu siswa di sekolah kita. Karena tidak mungkin hanya orang luar saja, jika memang pendapat Jimin benar bagaimana bisa Taehyung tidak punya keberanian untuk melapor." Hoseok tiba-tiba saja menjadi cerdas dan briliant dalam mengatakan pendapatnya.
"Bisa saja dia diancam, seseorang akan ketakutan apabila diancam. Kemungkinan tersangkanya adalah salah satu siswa yang punya koneksi besar dan peluang besar untuk lolos."
"Orang kaya."
Jungkook menatap Namjoon dengan menelisik, dia menjadi detektif dadakan jika berada di samping pemuda yang terkenal cerdas itu. Jimin merasa bahwa emosinya semakin meledak, dia tidak akan memaafkan seseorang yang sudah melakukan tindakan kejam ini.
Yoongi menatap serius ke arah pintu disana, dia mendapatkan pencerahan ketika mengingat semua dan beberapa siswa yang menjadi kemungkinan. "Sepertinya aku tahu siapa dia." Dia melenggang begitu saja dengan langkah kaki cepat. Semua yang ada disana melihat dengan pandangan bingung, sebelum Jimin terbebalak menyadari suatu hal.
"Namjoon tolong ikuti Yoongi. Dia akan melakukan perbuatan yang tidak terduga." Jimin mengatakan dengan nada dan raut berbeda, sementara Seokjin yang setuju dengan hal itu memilih dirinya sendiri untuk mengikuti Yoongi. "Biar aku saja, Namjoon aku yakin kalau kecerdasan mu akan di butuhkan disini." Entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa sebaiknya yang cerdas disini untuk menangani perkara berat.
Benar saja saat dia melenggang ke jalan raya Seokjin menahan Yoongi untuk naik taksi, dia menarik tangan itu agar mengikuti rencananya. "Aku akan membantu, jangan gegabah karena kau akan membuat semuanya semakin buruk. Aku akan ikut." Dia mengambil mobilnya di tempat parkir, beruntung Yoongi masih bisa diatur sampai akhirnya pemuda itu mau mengikutinya aturan.
Mobil itu melaju dan memacu menuju suatu tempat dimana Yoongi punya pemikiran buruk juga emosi yang sama besarnya dengan Jimin.
Ingin meledak.
"Aku pikir kau punya pemikiran yang sama denganku, apakah itu benar Min Yoongi?" Seokjin berani bertaruh bahwa pemikirannya dengan pemuda sipit itu sama.
"Aku tidak akan mengampuninya dan kau pasti tentu begitu."
.
Semua menjadi panik saat seseorang berdiri di perbatasan tingkat lantai. Seorang pasien dengan baju perawatannya berdiri di antara balkon tinggi. Lantai disini cukup tinggi karena berada di lantai utama. Tatapan seorang pemuda yang sangat putus asa.
"Taehyung apa yang kau lakukan, jangan lakukan hal yang membuat semua menjadi takut. Percayalah semua akan baik-baik saja." Teriak Jimin dengan lantangnya, beberapa orang melihatnya dan hal itu bagaikan sebuah pertunjukan bunuh diri. Ya, Kim Taehyung mencoba untuk mengakhiri hidupnya tanpa ada kesempatan untuk dirinya.
Tes....
Tes...
Tes....
Air mata jatuh hingga lantai disana meninggalkan jejak air mata miliknya. Taehyung semakin bobrok dan dia merasakan bahwa tubuhnya tidak lagi utuh. "Benarkah? Jika semua baik saja apakah hal saka akan terulang padaku. Kenapa bisa di hari ulang tahunku aku seperti ini."
Nafasnya sangat berat dan mereka yang ada di belakang sana berteriak meminta agar Taehyung turun.
Saat dia melihat ke belakang seseorang mencoba mendekatinya, seseorang yang sama sekali tidak menganggap dia rendahan seperti lainnya. Kakinya bisa saja jatuh melawan gravitasi jika melangkah maju tapi dia memang ingin melakukannya dengan niat sangat tinggi sekarang.
"Aku akan ada disini Taehyung, jangan lakukan hal bodoh atau aku akan menangis. Percayalah padaku kalau kau tidak bisa percaya dengan dirimu sendiri, aku jamin... Kali ini berbeda. Kau punya aku dan lainnya. Bukankah kita teman?"
Seseorang mengatakan dengan kepastian. Apakah kalian tahu siapa dia?
.....
TBC...
Akhirnya dalam kisah panjang sudah ada ketegangan juga sampai pegal nih tangan. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Aku ingin pendapat kalian mengenai ff ini dong. Aku harap target chapternya bisa seperti yang aku inginkan.
Thank you sudah meluangkan waktu kalian untuk ff ini. Salam cinta dan hangat dari saya untuk kalian.
Gomawo and saranghae ❤️
#ell
31/01/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro