10. 과거, 현재 그리고 영원히 비방하는 문제.
"Aku memang angsa hitam diantara semua berbulu putih. Mereka yang bisa bertelur emas adalah angsa paling hebat dan kaya. Tapi bagi yang bertelur biasa, tak lebih dimanfaatkan dari sekedar protein saja. Hidup dalam bayangan orang kaya adalah terburuk dari semua. Kecuali bagi mereka yang punya hati."
🦋
S u i c i d e
Kata tepat untuk orang yang sudah putus asa dengan masalah di hadapi oleh mereka yang diuji. Tuhan tidak akan pernah memberikan ujian lebih dari kemampuan manusia itu sendiri, selalu percaya dengan rangkap kalimat tersebut. Tapi entah kenapa hati seseorang tengah ragu dan kini berjalan diantara tatapan kosongnya gontai. Otaknya berputar bagaikan video lama yang memutar ingatan hitam dan putih.
Biarkan saja waktu berlalu, sabar, kau pasti bisa menghadapinya dan apa yang kau pikirkan? Ada banyak orang yang jauh lebih kesulitan dibandingkan dirimu. Jangan bodoh untuk bunuh diri, kenapa kau lakukan itu? Banyak orang yang ingin hidup tapi kau malah mati. Pikirkan bagaimana nasibku ke depannya kalau kau mati.
Terkadang Taehyung selalu mendapatkan pesan seperti itu dari seseorang yang begitu simpati terhadap masalahnya saat dia benar-benar populer dulu. Bukan sekarang dan tidak lama, setelah dia tahu bahwa mereka hanya sebatas munafik untuk memanfaatkan dirinya dan mendapatkan nilai bagus di persaingan kelas.
Sabar....
Tenang....
Kuatlah, kau tak tahu bahwa banyak manusia yang tak seberuntung dirimu.
Dasar lemah, jika kau seperti ini kapan kau maju?
Hei, tapi masalahmu pasti dapat diselesaikan. Dan setiap penderitaan akan ada kata bahagia di akhirnya.
Taehyung hanya tersenyum pahit dengan linangan air mata di kedua matanya. Mereka yang lain mudah mengatakan nasihat seperti itu, tanpa tahu bagaimana kondisi seseorang yang mengalami di posisinya. Mungkin kata mereka terdengar bijak tapi Taehyung merasa bahwa hal itu tidak membantu karena justru akan semakin membuat parah mental. Mereka tidak ada di posisinya makanya mereka enteng. Jika Taehyung bisa bertukar posisi tentu saja dia akan mengatakan hal itu tanpa perlu memikirkan sebuah perasaan.
Kadang nasihat penguat bisa diucapkan tanpa ada perasaan, makanya terasa lebih sakit dibandingkan seseorang yang berkata sungguh membenci dirinya. Diantara langkah putus asa nya dia selalu meninggalkan jejak air mata dari kelopak nya. Wajahnya jelek saat dia menangis dan nampak kacau dari sebuah patung yang dipenggal dengan kapak. Sesekali sesenggukan susah payah tertahan di kerongkongannya, wajah kacau itu semakin amburadul saat Taehyung melepaskan kacamatanya dan dibawa dalam genggamannya.
"Ibu hiksss... Kenapa kau melakukan ini hikkss... Kenapa kau tidak mau bertanya keadaanku sekali saja hikksss.... Tuhan aku mohon untuk tidak menghukum diriku dengan cara ini. Ini sesak, dadaku sesak dan sakit hikkkss... Tolong aku Tuhan, tolong aku..." Dia bersuara keras seperti orang gila, diantara kendaraan yang berlalu lalang.
Demamnya seperti bukan halangan untuk menuju ke suatu tempat dimana dia kini berada di atas jembatan dengan sungai membentang panjang dan luas. Uangnya habis untuk menaiki taksi, dia kini berada disini. Jembatan sungai Han, dimana dia selalu datang kesini membuang duka dan kesedihan. Taehyung hanya bisa menangis melihat sungai di depan matanya seperti manusia tengah putus cinta.
Kedua tangan meremat bangunan beton itu dengan gemetar, dia menahan angin dan dingin di tubuhnya. Kepalanya memang pusing tapi dia bertahan disini. Merasa jika pada akhirnya semua orang akan membuat dia lebih menderita, hal gila yang sempat dia pendam muncul ke dalam permukaan.
Bunuh diri.
"Aku bahkan tidak pernah melakukan kejahatan Tuhan, untuk apa aku mendapatkan masalah seperti ini. Apakah aku manusia di matamu? Lalu kenapa kau selalu menyuruhku untuk bersabar sementara manusia lainnya menginjak diriku seperti kotoran?!" Wajah kacaunya dia dongak ke atas langit. Berapa nyawa yang dia punya sementara sudah hampir mati beberapa kali dia mendapatkan masalah.
"Ayah, aku merasa kalau aku gagal. Bagaimana aku bisa mendapatkan kehidupan seperti dulu? Ayah, kenapa kau meninggal diriku secepat itu, kak Jackson menyalahkan atas kematian mu. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan sampai kau tiada, maafkan aku ayah. Aku sudah membuat kak Jackson kehilangan harapan dan masa depannya." Kepala itu menunduk dengan wajah pucat pasi, dia sendiri tersenyum dengan tipis dimana dia benar-benar kesal dan marah.
Taehyung ingin menjadi orang jahat tapi dia tidak mampu. Dia sudah dilahirkan dengan ajaran etika dan menjadi orang yang baik, dia juga senang dengan hal itu. Hanya saja dia dilahirkan dengan tahta rendah makanya dia direndahkan. Hatinya begitu mantap untuk memutuskan hal terberat dalam hidup. Bayang masa lalu dimana dia mendapatkan masalah besar sampai akhirnya dia terjebak di sekolahnya sekarang. Masalah dimana dia mencuri soal ujian dan dia bukan pelaku sebenarnya.
Cerita lama dan Taehyung merasa kalau hidupnya tidak adil sejak saat itu. Tertawa sumbang dengan kedua air mata keluar dengan deras hingga sembab. Siapa yang peduli dengan keadaan dirinya yang sudah kacau? Hanya Tuhan yang tahu deritanya dan dia belum menunjukkan bantuan yang diharapkan.
,
Pukul 09.00 pagi, mereka masih serius dengan soal di depan mata dan tidak membuat keributan agar tidak buyar. Meski diantara mereka berusaha untuk membobol sebuah kesempatan ketika ada yang lengah.
Tapi ada yang beda...
Beberapa soal sudah dia kerjakan dengan mudah, dimana setiap soalnya keluar ketika dia sudah mempelajarinya jauh-jauh hari. Taehyung tersenyum dan berkata yes dengan bangga di dalam hati ketika sudah memecahkan soal kimia yang mematikan menurut murid lainnya. Beberapa anak mencoba bertanya padanya tapi terlanjut takut karena seorang guru datang dengan suara pintu terbanting keras.
"Dimana yang namanya Kim Taehyung disini!" Terucap tegas dengan wajah amarah hingga memerah. Dia adalah wakil kepala sekolah Jung Do Young. Terkenal galak dan beringas jika menghukum para murid menjadi berandal. Dia membawa tongkat penggaris dan salah seorang menunjukkan dimana letak bangku Taehyung.
Wajah bingung namja dengan kacamatanya itu semakin menjadi, dimana seorang guru wali yang menjada ujian pun juga terkejut dengan sekarang. "Pak Young ada apa, kenapa anda mendadak marah dan mencari murid saya?" Seorang wanita memberikan senyuman hangat, salah satu cara agar emosi seseorang tidak meledak lebih besar. Bagaimana cara dia menatap guru lembut itu dengan lirikan tajam membuat mereka disana bergidik ngeri. Taehyung merasa sesuatu buruk terjadi padanya, tapi apa?
"Maafkan aku Bu Oh. Tapi aku membutuhkan muridmu sekarang. Kepala sekolah juga sudah menunggu, ada hal penting. Hei Kim Taehyung, tinggalkan soal mu dan ikut bapak." Sepertinya tidak bisa diganggu gugat hingga akhirnya namja itu berdiri dengan pandangan bingung dan juga ijinnya pada sang wali kelas. "Kau bisa lanjutkan mengerjakan nanti, siapa tahu memang hal penting Taehyung."
Guru itu memang perhatian pada muridnya, tapi dia tidak tahu bahwa masalah semakin besar ketika Taehyung mulai melangkah keluar dari pintu kelas tercintanya. Dengan perasaan gugup, takut, bingung dan penuh tanya dia berjalan di belakang dengan kepala menunduk. Lorong sepi karena mereka masih berkonsentrasi dengan soal. Beruntung Taehyung masih kurang lima soal dan dia bisa melanjutkannya dengan cukup mudah.
Selalu mengejar hal sulit untuk mendapatkan kemudahan di belakang.
Entah kenapa aura di tubuh pria di depannya terasa menakutkan. Langkah kaki terdengar di lantai dan terdengar bagaikan menyeramkan di dunia horor. Seram dan menegangkan, padahal Taehyung bukan salah satu tokoh idola yang bermain disana.
"Cepat masuk, ibumu, beberapa guru dan kepala sekolah sudah menunggumu." Dia mendorong tubuh itu sampai Taehyung masuk ke kantor besar milik kepala sekolah. Ketika kedua matanya menatap sang wanita yang dia sayangi itu dengan membola. Hatinya mencelos melihat linangan air mata. Dia menyeka air mata itu tapi sang ibu seperti menolak aksi dia lakukan dan memalingkan wajah enggan menatap wajah sang anak yang sudah dia rawat sejak kecil.
"Ibu, kenapa kau menangis? Apa yang terjadi ibu?" Taehyung kebingungan dan menghampiri sang ibu penuh tanya. Dimana dia merasa kalau suasana di tempat ini kian menakutkan dengan kepala sekolah yang membawa amplop sobek dan juga seorang murid yang berdiri dengan ketakutan. Dia Han Byul, teman satu angkatan Taehyung di kelas sebelahnya. Kebingungan semakin menjadi ketika temannya enggan menatap matanya.
Kenapa bisa dia juga ada disini? Apakah ada yang penting? Seorang wanita juga ada disana menatap dirinya dengan sinis, sepertinya Taehyung kenal dan dia ingat kalau wanita itu adalah ibunya Han Byul.
Kepala sekolah itu menghela nafas berat dan menatap muridnya dengan perasaan kesal sekaligus marah. Bagi Taehyung hal itu tidak jelas karena dia dipaksa disini dan melupakan soal ujiannya sejenak. Kepala sekolah dengan nama Go Shin Hwa. Dia memutuskan segalanya termasuk tata tertib sekolah yang sudah dia pegang selama hampir tujuh tahun ini.
"Kim Taehyung, aku memanggilmu kesini karena ada hal penting yang bapak dan lainnya bicarakan padamu." Dia ingin melakukan ini dengan perlahan agar sang murid bisa tenang, meski dia tahu kalau lainnya di ruangan ini cepat-cepat ingin mendapatkan keputusan untuknya. Mimik wajah Taehyung semakin menampilkan raut bingung dengan sebelah alis terangkat penuh tanya.
"Hal penting apa pak? Kenapa semua orang disini termasuk ibu saya. Jujur saya tidak mengerti dan merasa kalau semua orang disini seperti memojokkan saya." Taehyung butuh kejelasan dan dia berharap bahwa yang dia dapatkan bukan perkara sulit.
Shin Hwa menunjukkan salah satu name tag yang sudah kotor dengan tanah dan bukti rekaman cctv di kantor sekolah. Ketika pria itu meneken tombol play, sebuah gambaran seorang murid masuk dan membuka lemari dengan kepala mengendap, jika dilihat hal itu berlangsung sore hari saat semua orang sudah pulang. Dia memakai kacamata, masker, jaket dan topinya untuk menyembunyikan identitas. Bukan hanya itu saja dia juga membuka lemari itu dengan kunci lemari khusus yang entah kenapa bisa ada ditangannya.
Kejadian itu berlangsung seminggu sebelumnya dan beberapa kertas ujian juga mengalami kekurangan karena hal itu. Di perkirakan hampir semua soal itu diambil dan membuat murid itu mendapatkan kesempatan untuk bisa mendapatkan nilai baik.
Sampai lima menit Taehyung melihat hal itu dan kedua matanya syok dengan bulatan mata seperti bola pingpong. Seorang guru tersenyum puas ketika melihat murid itu bereaksi seolah tidak percaya. "Reaksi mu berlebihan, apa kau kaget jika kelakuanmu ketahuan oleh kami anak muda." Dia bicara santai dan membuat kepala sekolah berdehem padanya. Selain galak guru Do Young juga terkenal sembarang dalam bicara.
Taehyung menoleh dengan beberapa kata yang sulit keluar dari mulutnya, dia menjadi tergagap dengan kepala menggeleng di depan kepala sekolah. Sementara sang ibu semakin menangis dengan linangan air mata yang deras. Dia menganggap kalau selama ini didikannya tidak berarti dan Taehyung melakukan kejahatan kriminal. Dia mulai tidak percaya dengan anaknya bahkan merasa kalau Taehyung lebih buruk ketimbang anak pertamanya, Jackson.
"Pak kepala, tapi saya tidak melakukan hal itu. Saya tidak pernah mencuri soal atau apapun, untuk apa saya melakukannya selama saya bisa belajar sendiri. Ini fitnah, saya tidak pernah melakukannya!" Dia menimpal dan itu adalah kenyataan saat dia merasa bahwa seseorang berusaha untuk membuat namanya jatuh.
"Tapi Taehyung, bapak sudah melihat buktinya dan juga name tag mu ada di tempat kejadian, ada begitu banyak bukti mengarah padamu. Kau ada disana dan kami semua menyaksikan bahwa itu kau. Kami meminta agar kau keluar dari sekolah dengan sendiri agar ke depannya kau bisa mencari sekolah lain."
"Apa?! Bapak melakukan hal ini pada saya? Tapi saya tidak bersalah dan kenapa bapak tega melakukan hal ini?" Taehyung menghampiri pria itu dengan tatapan sedihnya. Dia menggenggam tangan itu penuh mohon dan mencium tangannya agar dia tidak dikeluarkan dari sekolah. "Pak aku bukan pelakunya, sungguh percaya denganku. Aku bukan pelakunya, aku tidak tahu kenapa bisa name tag aku disini." Imbuhnya dengan wajah penuh permohonan, dia memang berkata jujur tapi semua orang seolah tuli.
Bahkan salah satu wanita merupakan ibu temannya itu saja menambah suasana hingga menjadi lebih memburuk. "Keluarkan dia pak kepala sekolah, lihatlah karena kelakuannya anakku menjadi trauma dan harus menyimpan rahasia penjahat itu lebih lama. Anakku dan Taehyung memang teman tapi jika anakku Han Byul kena masalah dengannya, bukankah itu adalah kejahatan?" Wanita itu berseru dan gelengan kepala Taehyung perlahan terasa sangat berat saat melihat temannya seperti enggan menatap dirinya. Apa ini? Kenapa seolah dia menjadi penjahat dari yang tak pernah dia lakukan?
"Kenapa anda bisa bicara seperti itu, apa yang anda katakan tidak benar. Aku tidak pernah menelan dan memaksa Han Byul melakukan sesuatu seperti yang anda katakan. Kenapa anda begitu, ibu... Tolong aku. Aku tidak melakukan hal seperti ini, ibu percaya padaku kan?" Kedua mata itu sedih dia juga mengguncang lengan sang ibu tapi wanita itu tak bersuara. "Ibu, percayalah bukan aku pelakunya. Aku hanya korban fitnah, anakmu belajar agar menjadi pintar dan bukan mencuri soal. Anaknya mohon dan kedua matanya tak merasa peduli sedikitpun.
Mereka yang ada disana juga tidak percaya, mereka sudah melihat sebuah bukti dan Taehyung tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk menang.
Sampai akhirnya ketika Taehyung menitikkan air mata dengan emosi dia tahan sekuat tenaga, suara seseorang menjatuhkan kedua lututnya dengan pasrah terdengar keras di kedua telinganya.
"Tolong ampuni anakku pak, maafkan atas kesalahan dan kebodohan dia. Dia masih punya kesempatan disini, untuk mendapatkan pendidikan dari para guru. Maafkan dia pak, sebagai seorang ibu aku gagal membuat anakku menjadi penerus bangsa berguna. Maafkan dia pak, dia memang tidak punya otak sampai membuat kesalahan besar seperti ini."
Wajahnya kesal dengan lirikan mata seolah mengatakan bahwa dia menyesal punya anak seperti Taehyung.
Taehyung bersimpuh di samping ibunya dia memegang bahu itu tapi, langsung di tepis oleh wanita yang sudah melahirkannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku Taehyung! Kau sudah membuat kesalahan, tapi kenapa tidak mengaku! Katakan saja dan ibu akan mengusahakan terbaik agar kau tidak dikeluarkan!" Dia membentak dengan wajah sangar, suaranya sedikit melengking tinggi hingga sang anak merasa terkejut dan menjatuhkan pantatnya.
Alangkah terkejutnya dia saat melihat ibunya bersujud dan hendak mencium kaki kepala sekolah disana. Dia melakukan hal itu tanpa berfikir bahwa terlukanya hati Taehyung sekarang. Ibunya melakukan ini dengan hal seperti itu, sujud adalah sembah dan sembah harusnya dilakukan hanya untuk Tuhan. Semua memandang rendah sang ibu dan Taehyung melihatnya dengan kedua mata tak percaya, dia mencoba untuk menghentikan aksi wanita kesayangannya tapi sekali lagi.
Dadanya merasa sakit secara langsung.
"Tolong aku kepala sekolah, bagaimana dengan nasib anakku. Dia bersekolah disini dengan harapan agar dia sukses. Aku mohon padamu pak, beri ampunan untuk anakku tersayang."
"Tolong berdiri ibu, aku memang tidak bersalah. Untuk apa ibu memohon begitu?" Tatapannya tegar tapi tetap saja ada air mata yang jatuh dari kedua kelopak matanya. Mengejutkan beberapa orang yang ada disana, termasuk para guru yang selama ini masa bodoh dengannya.
Di balik kacamatanya dia menyembunyikan tatapan sedih itu, walau dia tahu bahwa kaca yang dia pakai tidak cukup tebal untuk menampung kesedihannya. Tentu saja masyarakat yang ada di dalamnya melihat tapi pura-pura sibuk dengan tugas mereka. Entahlah dia merasa bahwa sekolah ini cukup bobrok, menurutnya sangat percuma jika sekolah yang dulu dia cintai di renovasi karena sebagian orang disini sebenarnya butuh di renovasi.
"Aku sudah bilang bukan aku pelakunya, aku tidak tahu apapun soal pencurian ujian itu ibu." Dia menelan kesedihan yang hendak tumpah. Realitanya kedua tangan itu bahkan bergetar.
"Katakan dengan jelas, apa yang kau bicarakan huh! Katakan dengan jelas kenapa kau sangat membangkang!" Tatapannya marah dan meminta agar sang anak bicara jujur. Anaknya menatap mata itu iba, walau dia tahu bahwa tidak akan ada kata percaya untuknya.
"Sudah aku bilang ibu, aku jujur. Aku anakmu... Kenapa ibu sama sekali tidak percaya. Aku sungguh lelah dengan sekolah menyebalkan ini, tapi aku tidak pernah sekalipun mencuri soal ujian!"
Bohong kalau dia tidak menangis, dia memang laki-laki. Tapi sungguh jika dia pelaku kejahatan dia masih sadar diri bagaimana posisinya dan keberadaannya. Hanya berpegang pada sebuah beasiswa membuat dia sangatlah bersyukur.
Seperti menggeleng tidak percaya, anaknya menangis di depan matanya dengan wajah yang kasihan. Ibunya tak akan pernah percaya pada anaknya karena kenyataannya ada begitu banyak saksi guru yang melihatnya.
Diskriminasi, dia tidak menyukai hal itu.
"Kau bicara apa, sudah sangat jelas kalau kau ada di kejadian tempat! Kenapa kau tidak mengaku Tae! Katakan pada kepala sekolah dan minta maaf, seharusnya kau tahu bagaimana batasan mu!"
Ibunya mengatakan batasan, sungguh hatinya menjadi hancur dan kalut. Kesalahan apa yang dia buat sehingga ibunya sendiri mengatakan hal sesadis itu? Padahal dia sama sekali tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh guru itu.
"Para orang tua siswa meminta agar Taehyung dikeluarkan, tapi lebih baik dia mengundurkan diri. Dengan begitu dia bisa mendapatkan sekolah dengan mudah."
Menurut guru itu idenya baik, tapi tidak bagi Taehyung karena dia masih punya harga diri untuk tidak dituduh salah dalam sebuah kasus. Ini perkara yang tidak bisa di terima tapi kenapa dia malah tidak mampu menyelesaikannya? Apakah karena dia sendiri?
Ya tentu dia sendiri.
"Aku tidak mau keluar, karena aku tidak salah. Sudah aku bilang beberapa kali kalau aku tidak salah hiksss.. aku tidak salah, aku bukan penjahat hikkksss.. aku tidak salah... Aku tidak salah, aku tidak salah hikkksss... Tolong percaya padaku ibu, tolong percaya padaku hikkss..."
PLAAAAAKKKK!
"KAU SANGAT MEMALUKAN TAEHYUNG! PADAHAL IBU INGIN KAU SUKSES DAN MEMINTAMU BELAJAR DENGAN BAIK! KENAPA KAU SANGAT MENGECEWAKANKU!"
Tamparan yang keras membuat mereka terkejut melihat, bekas merah tangan sang ibu di pipinya adalah persoalan biasa dihadapi oleh siswa itu. Tapi rasa sakit di hatinya malah bertambah padahal luka kemarin belum sembuh.
"Ibu..." Dia menatap nanar wajah sang ibu. Sang anak merasa bahwa apa yang dilakukan ibunya kejam. Taehyung menggelengkan kepala tidak percaya, dia melihat sosok yang dia hormati malah bersikap tidak adil.
Dengan mata buramnya dia melihat mereka yang ada di ruangan kantor. Para guru yang memalingkan wajahnya dan ibu yang geram dengan persepsi salah.
Ingin rasanya siswa itu pergi dari dunia.
,
Kedua mata itu terpejam dan Taehyung ingin melupakan tapi tak mampu. Hanya bibir bawahnya yang dia gigit kuat dengan wajah pasrah dan lemah.
Dia tidak mampu ketika ibunya marah dengannya. Menyalahkan atas semua yang dialami selama hidupnya.
Dengan perlahan dia naik ke atas beton seluas telapak kakinya, dia menaruh kacamatanya di pinggir sana. Melepaskan dengan penuh duka, sengaja meninggalkan jejak agar ada yang tahu bahwa dia sudah memilih jalannya itupun kalau ada yang peduli. Kedua tangannya merentang, sekarang nasib menentukan kehendaknya. Dia memilih untuk mundur atau melanjutkan ide gilanya, ketika semua manusia tidak peduli padanya untuk apa dia masih bernafas.
Di bawahnya air bergerak bergelombang seakan mengundang dirinya untuk segera turun. Mungkin rasanya segar dan semakin dingin lebih dari udara di sekitar tubuhnya. Taehyung tersenyum ketika dia melihat ada ikan di bawahnya, biarkan dia menjadi makanan ikan karena menurutnya hal itu jauh lebih baik dari pada dia menjadi makanan para manusia dengan cara menindas nya.
Payah.
"Tuhan, bolehkah aku bertemu dengan ayahku. Aku sangat rindu padanya, aku sangat ingin bertemu dengannya dan menjadi temannya saat dia berada di sisimu. Tuhan, aku ingin ibuku tahu kalau aku begitu menyayangi dirinya." Lirih dan semakin menyendu.
Taehyung punya pemikiran bahwa dia sudah menyakiti seorang kawan, ketimbang hal seperti itu terjadi kembali lebih baik dia yang tersakiti. Rasa bersalah pada Jimin masih berlaku dan entah kapan itu hilangnya, sampai akhirnya saat dia melangkah dan menjatuhkan diri ke depan sana tanpa rasa takut sedikitpun.
"Selamat tinggal dunia."
BYUURRRRR!!
Jatuh... Hingga semua tubuh itu basah kuyup tanpa peduli dia akan kehilangan oksigen. Otak dan sarafnya mati rasa dia biarkan saja, merasa kalau sebenarnya hidupnya sudah tidak ada artinya.
"Aku rasa ini akhirnya, dimana namaku dalam marga keluarga sudah berakhir. Kekalahan ini membuat ku percaya kalau sebenarnya Tuhan memang menginginkan hal seperti ini."
Gelembung keluar dari mulutnya, dimana kedua kaki dan tangannya tidak dia gerakkan, untuk apa menyelamatkan diri jika pada akhirnya dia akan mendapatkan masalah baru. Rambutnya melayang di dalam air dengan kedua tangan terangkat, dia tidak akan melakukan apapun kecuali air menariknya terus ke bawah.
"Aku akan mati dan aku tahu kalau sebenarnya aku memang pantas mendapatkannya."
Pasrah, menunggu malaikat maut datang mencabut nyawa dari tubuhnya.
.
Jimin melihat rumah ini di depan matanya sendiri, Jungkook berada di belakangnya merasa bahwa bangunan itu bukan rumah melainkan sebuah gudang. Bagaimana tidak? Diantara lainnya rumah ini yang terburuk dan bisa dipastikan akan terhempas ambruk jika terkena badai yang kuat.
"Apakah benar ini kediamannya. Kak Jim, bagaimana kalau kita salah. Apakah kau yakin ini tempatnya, rasanya tidak etis jika ini rumahnya." Antara jijik dan sangat tidak manusiawi jika orang tinggal disini berkecamuk dalam pikiran Jungkook sekarang. Bukan hanya Jungkook yang merasa kasihan dengan keadaan Taehyung yang jauh dari mereka duga, tapi Jimin juga. Melihat situasi sekarang membuktikan bahwa lingkungan disini memang terasing bagi masyarakat perkotaan.
"Sepertinya memang ini rumahnya karena pak Song tidak akan mungkin berbohong." Dia melihat alamat yang ada di ponselnya, melihat bagaimana atap itu miring membuat dia menelan ludah berharap jika dia ada di dalam sana tak ada bangunan ambruk menimpa dirinya.
Langkah kakinya terhenti saat seseorang di belakangnya menahan gerakan dia untuk maju. "Kau yakin mau masuk kesana? Bagaimana kalau kita akan tertimpa." Jungkook sedikit takut dan dia melihat sekitar, bahkan suara reyot itu terdengar kala angin menerpa bangunannya.
Jimin melepaskan sedikit paksa dia juga tidak suka jika Jungkook mengatakan hal mengada-ada. "Sebaiknya kau jaga sikapmu Jungkook, mana mungkin rumah itu akan ambruk jika ada orang di dalamnya menjadikan tempat ini rumahnya. Kita disini menjenguk Taehyung dan mengatakan maaf padanya. Ingat kita lebih bersalah padanya Jungkook." Jimin masih marah dan dia bersikap sedikit dingin. Kekuasaan itu memang ada tapi baginya di sekitar ini tidak ada hal seperti itu.
Mau tidak mau Jungkook diam dengan tatapan bersalahnya, dia memang salah dan ingin meminta maaf juga. Entah kenapa pesan yang ditinggal oleh Jimin di grup memang cukup menohok dirinya, selama ini dia cuek tapi kalau kawannya marah bagaimana mungkin dia akan diam. "Baiklah kak, aku akan menurut." Bagaikan seorang anak kecil pada akhirnya dia menunduk patuh.
Jimin sebenarnya tidak mau marah seperti ini, tapi dia sendiri merasa bahwa ini cukup pantas karena memang kesalahan Jungkook fatal dan membuat semuanya hancur. Dalam langkah kakinya yang maju rasa gugup mendadak datang, tapi tangannya tidak menentang hatinya.
Tok!
Tok!
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu sedikit keras, berharap jika di dalamnya ada orang. Jimin merasa berat dalam menghirup oksigennya, semua menjadi kalang kabut dengan kecamuk besar dalam hati. Dia merasa kecewa dengan Yoongi juga Jungkook dan hal itu menjadi sebuah beban dalam hidupnya. Terdengar seseorang datang mendekat ke arah pintu dengan tangan menyentuh engselnya sekarang.
Seorang wanita keluar dengan raut muka yang bingung, dua orang pemuda datang di rumahnya dan masih menggunakan seragam. Jika dia lihat seragam itu sama seperti yang dipakai sang anak untuk bersekolah. "Kalian siapa ya? Maaf tapi aku tidak mengenal kalian." Wanita itu tidak mengulas senyum ramahnya, tapi merasa tidak asing dengan kedua orang itu. Seperti pernah melihat mereka tapi entah kemana.
"Kami adalah teman sekelas Kim Taehyung, mungkin ibu sudah pernah melihat kami. Ya, saat itu kami juga tidak sengaja menjadi beban masalah sampai akhirnya Taehyung mendapatkan kemarahan anda. Tapi... Ah lupakan saja, kami ingin menengok keberadaan Taehyung karena kudengar dia sakit." Jimin mengulas senyum ramahnya, dia merasa canggung dan gugup secara bersamaan. Merasa sedikit takut saat melihat wajah garang wanita itu, dia bahkan ragu jika diijinkan untuk melihat keadaan putra wanita itu.
Wanita itu memejamkan mata beberapa kali dengan wajah sedikit kesal, dia akhirnya membuka pintu rumahnya dengan lebar dan membiarkan dua orang disana masuk. "Masuklah, tunggu Taehyung di luar kebetulan dia pergi ke luar mencari angin. Dia memang sakit dan dia bosan di dalam kamar." Sedikit tidak bersahabat tapi Jimin merasa bahwa ini cukup baik jika dibandingkan waktu itu. Berbeda dengan Jungkook yang mengoceh di dalam hatinya mengenai sikap wanita itu yang dia anggap sebagai salah satu bentuk terganggu dengan kedatangan tamu.
Dia tidak berani berkomentar selama Jimin masih marah dengannya. Hingga akhirnya mereka berada di sofa yang bisa dikatakan cocok untuk di buang ke pembuangan akhir menurut mereka. Kain yang dijahit dan ditambal apalagi saat mereka duduk rasa empuk itu membuat pantat mereka tenggelam dan turun ke bawah. Jungkook membola dan bangun lagi dengan wajah tidak percaya. "Astaga apa yang aku duduki ini kenapa rasanya seperti duduk di spons murahan." Ungkapnya dengan wajah tidak suka.
Sementara Jimin langsung menariknya dengan keras agar dia kembali ke tempatnya. "Jungkook tolong jaga sikap, kita tidak sedang ada di rumah. Hargai rumah setiap orang dan jangan seperti ini." Ingatnya dengan nasihat sedikit menekan. Jungkook merasa keberatan tapi dia sendiri tidak punya alasan lagi untuk menolak, apalagi saat wanita itu datang dengan membawa nampan dengan dua teh hangat disana. "Maaf hanya ini yang ada di rumah, tunggu Taehyung sebentar lagi dia pasti akan pulang."
Mereka yang bertamu langsung mengangguk canggung, ada perasaan dimana tempat di dalam ini cukup gerah. Beberapa kali Jungkook mengibas salah satu buku pelajaran di dekat meja sana, dia tidak tahan dengan suhu panas sebuah ruangan.
Jimin mengambil teh hangat itu dengan hati-hati dan menyeruputnya tenang, dia seperti seorang pangeran tampan yang menikmati minumannya.
Rasanya enak juga hingga ada senyum damai di wajahnya. Jungkook yang enggan meminumnya karena dia merasa di tempat ini saja belum cukup bersih, ditambah lagi ruangan tersebut berhadapan dengan dapur hingga dia melihat bagaimana berantakannya wastafel itu. "Kak Jimin, apa kita tidak pulang saja bagaimana kalau Taehyung itu sudah sembuh sekarang dan-"
"Jungkook, aku tidak akan mampu memberimu kata maaf. Ingat apa yang kau lakukan, jika bukan karena campur tanganmu juga aku dan kau tidak mungkin disini. Tapi apa salah jika kita berkunjung ke rumah teman, tak ada yang buruk disini. Semua nampak baik saja." Jimin berusaha menjadi pihak yang sangat netral, dia juga tidak akan mencemooh apa yang dimilik Taehyung. Jungkook merasa menyerah saja saat dia mendengar ucapan namja di sampingnya itu.
Kedatangan wanita itu membuat keduanya langsung terdiam dengan senyuman tipis disana. "Jadi kalian teman sekolah Taehyung, ngomong-ngomong siapa nama kalian? Aku juga ingin tahu anakku berteman dengan siapa." Dia ramah akhirnya tapi wajah itu nampak berbeda dari biasanya karena menyimpan beban masalah dalam hidup. Tapi dia seperti seorang solois yang mampu mengubah suasana menjadi nampak baik-baik saja sekarang.
"Perkenalan namaku Park Jimin dan dia temanku Jeon Jungkook. Aku adalah teman sekelas Taehyung dan Jungkook adik kelas kami."
Dengan sopan keduanya memberikan rasa hormat, membuat wanita itu merasa bersalah saat dia tak sengaja pernah memarahi mereka waktu itu. Waktu berjalan lima menit di dalam keheningan sementara waktu, hingga akhirnya suara pintu terbuka dan seorang gadis cantik dengan pakaian mahalnya melepaskan kacamata dengan wajah sedikit risau.
Di belakangnya juga ada Jackson yang merangkul tubuh seseorang lalu setelahnya dia mendorong tubuh itu sampai akhirnya jatuh ke atas lantai dengan tampilan berantakan dan lemas nya. Kim Taehyung melihat sang kakak dengan wajah tidak terima juga manik mata berkaca menahan tangis, membuat kedua orang bertamu disana langsung berdiri dengan wajah terkejut bukan main.
"Jackson ada apa ini? Kenapa Taehyung basah kuyup dan kau juga. Lalu siapa gadis ini." Dia melihat putra pertamanya dengan wajah bingung, sementara gadis disana langsung mendekat dan meminta agar wanita itu bisa tenang. Awalnya dia terkejut saat dibawa ke tempat ini yang ternyata rumah pacarnya, tapi dalam keadaan darurat dia lupakan hal itu karena begitu tulus mencinta pria disana. "Maafkan aku ibu.... Tapi aku kekasih Jackson dan maaf kalau lancang. Tapi kami membawa putra kedua ibu ke sini karena tadi dia mencoba untuk bunuh diri di sungai." Penjelasan Wendy membuat wanita itu tercengang. Bukan ibu Kim saja tapi Jimin dan Jungkook tidak akan menyangka jika hal seperti itu akan terjadi.
Mereka melihat ke arah Taehyung dengan tatapan banyak arti dan Jimin ingin membantu dia berdiri tapi seseorang telah melakukan perlakuan kasar dengan cara melempari pemuda itu dengan handuk secara kasar. "Kim Taehyung, kau sudah membuat semua orang kerepotan bodoh! Adik macam apa kau yang membuat hal gila ini. Mau mati! Yang benar saja untuk apa kau melakukan itu sialan!"
PLAAAKKK!
Bukan hanya itu saja, sebuah tamparan keras juga mengenai pipinya saat dia belum sempat benar berdiri. Taehyung diperlakukan seperti itu oleh ibunya hingga kedua matanya tak berani menatap ibunya dan memilih untuk menundukkan kepala. Hatinya masih bergejolak dan merasa tindakannya juga begini karena tekanan dari yang terdekat.
"Kau membuat malu ibu, harunya kau sadar bagaimana aku bisa menerimamu. Lalu kau malah ingin melakukan tindakan gila, apa kau mau membuat ibu menjadi penjahat Kim Taehyung!" Dia membentak dengan suara keras sembari menunjuk wajah anaknya dengan garang. Wendy melihat pertengkaran keluarga ini sampai akhirnya dia memilih untuk keluar karena tidak nyaman.
Jackson merasa tidak enak dengan kekasihnya dan melihat adiknya dengan wajah murka. "Bodoh kau Taehyung! Aku harap aku tidak menemui mu lagi agar aku tidak bisa selamatkan dirimu!" Dia mendorong tubuh itu sampai akhirnya Taehyung terhuyung ke belakang. Dia merasa sakit dan tidak tahan dengan ungkapan keluarganya, masih tidak sadar bahwa ada dua tamu disana sampai akhirnya kata kasar lolos dari bibirnya.
"Jika aku merepotkan lalu kak Jackson apa? Bukankah kak Jackson mengatakan aku payah dan sebagainya. Tapi kenapa kakak bertanya soal uang ibu padaku. Apakah itu pertanyaan yang pantas diajukan oleh orang yang kenyataannya bisa mencari uang sendiri." Nampak sekali jika sang adik melihat dirinya dengan remeh dimana dia sekarang tidak menggunakan kacamata lagi, mungkin saja benda itu hilang dan Taehyung seperti buta untuk peduli. Dia hanya bisa memalingkan badan dan memunggungi sang kakak dengan wajah tanpa ekspresi.
Awalnya cukup terkejut saat melihat kedatangan Jimin di rumahnya, dia tak akan menyangka jika dia dan kawannya datang kesini. Padahal dia tidak terlalu dekat, entah kenapa rasa bersalah tempo itu kembali mengulang dan membuat di menggigit bibir. Sementara di sana Jackson menghentikan langkahnya terdiam dan menoleh ke arah adiknya.
"Apa yang kau bilang huh?!"
"Aku bilang di depan semuanya kalau kau disini untuk maksud tertentu bukan? Mana mungkin kau yang tidak pernah pulang malah kembali, kecuali kau membutuhkan uang banyak untuk urusanmu." Dia memang tidak menoleh ke arah kakaknya, tapi cara bicaranya cukup tajam dan menusuk.
"Kau bilang apa bajingan?! Kau ingin membuat masalah baru denganku? Aku yang telah selamatkan dirimu dari tindakan gila mu, tapi kenapa kau aissshhh... Kunyuk ini!" Dia hendak menampar bocah di depannya tapi sang ibu langsung menahan anaknya agar menghentikan aksinya. "Jackson benarkah itu yang dikatakan Taehyung? Kau ingin apa dengan uang ibu, kau bilang kau menghasilkan uang banyak. Jika kau butuh bilang saja pada ibu dan ibu akan memberikannya padamu, apakah di Amerika kau sembunyi sesuatu nak?"
Taehyung menyaksikannya, bagaimana seorang ibu seperti pilih kasih. Dia melihat kakaknya mendapatkan perhatian dua kali lipat lebih besar darinya, kembali sakit di bagian dada dan dia menangis terisak. Membuat Jimin disana merasa terenyuh dan dia juga berfikiran sama dengan Taehyung yang kenyataannya ada pemilihan cinta, kasih sayang. "Taehyung kau tak apa?" Hendak menyentuh pundak itu, tapi Taehyung lantas langsung pergi menuju kamarnya.
"Mungkin benar aku bukan keluarga ini, aku merasa tertekan karena gagal mati. Entah kenapa aku takut untuk membenci kalian semua, tapi aku sepertinya terlalu baik sampai akhirnya aku sadar betapa sabarnya aku."
Dia masih menangis tapi merasa tidak peduli dengan sekitarnya. Hanya tawa tipis dimana rasa sedih itu kini kian menyesakkan, dada dia pukul dengan perlahan hingga jantung itu masih saja nyeri. "Oh astaga, aku sangat lelah aku ingin tidur." Dia mengatakan diri sendiri dengan wajah tersenyum getir. Sampai akhirnya dia tidak berani menoleh ke arah Jimin karena terlalu takut jika dia tahu bahwa kesedihan itu masih ada.
Untuk apa rasa sedih di umbar? Padahal selama ini dia masih sebatas manusia tertutup.
Jimin disana dan dia berhenti kala melihat pintu itu menutup, entah kenapa dia merasa bahwa situasi di tempat ini cukup buruk. Sampai akhirnya Jungkook menarik tangannya untuk segera pergi dari tempat itu. "Kak Jim, sebaiknya kita pulang. Bukan saatnya kita melakukan ini, aku akan membantumu nanti atau besok. Jangan sekarang dan lihat keadaan." Mohon Jungkook dengan wajah memelas nya. Dia sendiri benar dan dalam diam Jimin setuju hingga mengikuti langkah namja muda itu.
Dia sendiri melihat pintu kamar Taehyung dengan kedua mata penuh simpati. Ingin menolong tapi dia belum menemukan jawaban dengan cara apa dia membantunya.
.
Yoongi membuang nafas saat dia mendapatkan nomor di blokir dari Jimin, beberapa kali dia memanggil ponsel kawannya itu tapi tidak ditanggapi. Lebih parahnya dia di blokir di sosmed juga. Frustasi memang tapi dia hanya bisa menahan rasa kesalnya dengan pensil di tangannya gemetar, dia tidak dingin tapi marah. Sampai beberapa teman sekelasnya yang cukup mengenalnya tidak berani bertanya keadaannya secara langsung.
Dia semakin marah saat realitanya kontaknya sudah dikeluarkan dan siapa lagi kalau bukan Jimin yang melakukannya.
"Astaga Jim, kenapa kau senang sekali membuatku pusing. Selalu saja dia menganggap hal aku lakukan salah." Usapan di wajahnya sangat kasar dengan mata melihat plafrom kelasnya. Entah kenapa dia memikirkan semua ucapan yang dikatakan oleh Jimin, termasuk...
Padahal Taehyung selama ini selalu memuji kebaikan kita semua dan kita seperti membuat neraka baru baginya. Aku menjadi paling bersalah.
Akhirnya setelah sekian lama menahan rasa kesal disana suara bel pulang berbunyi, semangat dia untuk pulang kalah dengan kata menohok Jimin. Yoongi langsung keluar begitu saja sebelum guru itu keluar, meski semua melihatnya tapi tetap saja diabaikan. Dia anak nomor satu di kota jadi apapun dia lakukan entah salah atau benar sudah dianggap biasa oleh masyarakat sekolah.
"Yoon, ada apa denganmu? Kenapa wajahmu menjadi jelek begitu. Hei, temani aku di kantin aku lapar nih." Namjoon adalah orang yang datang menghampiri dirinya dengan wajah santai. Dia datang bersama dengan Seokjin dan Hoseok yang kebetulan membawa buku dari perpustakaan. Mereka mendapatkan permintaan bantuan dari seorang penjaga perpustakaan. Mau tidak mau sebagai murid teladan mereka menjadi contoh baik di sekolah.
"Aku malas, dimana Jimin. Kenapa aku belum melihatnya dan Jungkook juga." Perasannya semakin tidak tenang saat dia melihat dua orang seakan menghilang bagai di telan bumi. Namjoon juga tidak bisa menjawab karena dia sendiri bingung, tapi Seokjin punya pemikiran sendiri dimana dia berada. "Yoongi, aku pikir Jimin pergi bersama Jungkook untuk suatu hal, kau sudah membaca pesannya di grup bukan."
Sedikit hati-hati karena dia tahu bagaimana batas perasaan seorang Yoongi sekarang. Tapi dia memang tidak bisa setuju dengan sikap Yoongi yang memang salah. Meski dia tahu bahwa Yoongi memang keras kepala tapi dia masih bisa diberi masukan. Jika memang dia bermasalah dengan Jimin dan juga Taehyung pastinya masalah itu akan berakhir. Hoseok berbisik di sampingnya, meminta pada Seokjin agar cepat-cepat mengembalikan Yoongi seperti biasa.
"Aku saja belum tahu bagaimana caranya, kau tahu Jimin kan? Jika dia marah memang tidak bisa dengan mudah untuk luluh. Itupun disini yang salah Yoongi, apakah kau punya ide Hoseok?"
"Justru itu aku bertanya padamu kak. Aku pikir kau punya ide, biasanya kau cemerlang dan sosialis."
Keduanya bicara dengan suara berbisik, mereka juga enggan jika Yoongi tahu dan semakin marah. Di sana Namjoon paling berat dalam menjalankan tugas karena mencoba untuk menenangkan seorang Min Yoongi. Tapi sepertinya dia hanya modal nekat saja karena beberapa kali juga mengalami kegagalan.
Sesuatu berdering dan itu dari salah satu saku celananya, sebuah ponsel tipe I-phonenya. Ada pesan baru dan itu bersifat pribadi.
Seokjin mendapatkan sebuah pesan dari seseorang.
Park Jimin.
'Aku butuh bantuanmu sekarang kak, bawa Yoongi dan semua ke rumahku.'
Dia mundur dan mencoba untuk menjauh sedikit, dia akan menelfon untuk memastikan bahwa itu benar. Meski dia tahu bahwa Jimin selalu bisa melupakan masalah tapi saat dia tahu bagaimana konfliknya membuat dia tak ayal turun tangan. Dalam kepastiannya Jimin tidak mengangkat panggilannya tapi pesan baru langsung datang ke ponselnya.
'Jangan telfon aku! cepatlah datang aku akan jelaskan semua kak.'
Pria tampan itu mendesah perlahan dengan kedua kelopak mata terpejam sebentar, entah kenapa kepalanya terasa sangat pusing sekarang. Dia akhirnya menyerah dan akan membantu, meski dia tahu hal ini akan sangat sulit. Tapi jika tidak dicoba maka semua akan sulit berakhir. Apalagi hal buruk bisa terjadi pada Jimin mengingat bagaimana dia bermasalah dengan kesehatannya. Seokjin selalu menjaga keadaan Jimin karena dia sudah menyanggupi janji orang tuanya.
Dia menoleh ke sana dan sepertinya dua teman lainnya kewalahan dalam mencairkan suasana. Karena Yoongi malah lebih beringas dan galak dari sebelumnya. Dia menghalau tangan itu saat Yoongi mencoba membuang ponselnya karena kesal, entah kenapa dia merasa kalau otaknya ingin meledak saat dia mendapatkan pesan dari ayahnya.
Ya, dia baru saja mendapatkan komentar pedas dari sang ayah lantaran cuek dan menanggapi dengan pedas seorang gadis yang dicoba untuk dijodohkan pada dirinya. Hal itu membuat Yoongi semakin muak dan ingin sekali membuang fasilitas yang berhubungan dengan masalah sang ayah. Semua amburadul dan dia sendiri tidak mau terjerumus ke dalam lubang paling mengenaskan.
"Apa yang kau lakukan hah?! Kau tidak lihat jika aku sedang kesal. Buang saja ponsel itu, aku tidak butuh!" Bahkan Yoongi tidak mau menerima benda itu meskipun Seokjin mengulurkan benda itu padanya. "Aku tahu kau kesal tapi setiap masalah akan ada penyelesaiannya. Bisakah kau tidak membuang benda berharga Yoon? Masih banyak yang membutuhkannya dan kau tidak tahu betapa pentingnya benda yang kau buang bagi mereka yang tidak punya." Dalam satu kali dorongan di dada Seokjin mengatakan hal itu dengan serius.
Dia melenggang pergi dengan wajah tidak percaya bahwa Yoongi memang mengalami perubahan sikap. Melihat sikap Seokjin membuat Namjoon dan Hoseok bungkam. Tapi Yoongi hanya bisa melihat ponselnya semakin kesal, tangannya tidak bisa membuang benda itu lagi karena dia tahu jika Seokjin akan semakin menjadi. Dengan kasar dia memasukkan benda itu ke dalam kantung celananya dan mengikuti Seokjin pergi.
"Kemana kau mau pergi, aku tahu kalau kau sebenarnya mau mengajak kami entah kemana itu." Kedua matanya berputar malas, disusul oleh kedua orang disana yang mengikuti langkah Yoongi.
Tapi jujur baik Namjoon dan Hoseok merasa keberatan dan tidak nyaman dengan situasi seperti ini.
"Kapan kita akan merasa seperti biasanya, sungguh aku sangat tidak nyaman dengan hal ini." Ungkapnya memelas sembari mengusap wajahnya kasar. Dia menginginkan bagaimana kedamaian itu ada dalam setiap pertemanan. Tapi Namjoon menannggapi dengan senyum tampannya, "kalau tidak ada masalah dalam pertemanan maka bukan pertemanan namanya tapi hanya sesaat. Hei Hoseok jika setiap kali ada perdamaian selamanya maka dunia tidak akan asik, lebih baik nikmati saja hahaha..."
Keduanya memang pihak yang tidak mau cari masalah tapi sering sekali mendapatkan masalah. Meski mereka juga membantu dalam penyelesaian masalah setiap waktu.
.
Jae Bum dan kedua anak buahnya datang sembari mengunyah permen karet, dia melihat bahwa malam ini cukup indah karena dia berada di depan rumah milik seseorang. Sudah dua kali gagal karena orang itu tidak tampak batang hidungnya sampai memaksa dia untuk menemui pemuda itu.
"Sinting, ternyata rumahnya sebesar ini. Sepertinya suasana akan panas dan cukup membuat gairah bukan?" Han Chol menambah sementara di belakangnya seorang pria yang sama sekali tak akan orang itu kenali. Dia bukan pria tua melainkan seorang pemuda sekitar berusia 25 tahun hampir sama dengan Jackson. "Jadi ini rumah pemuda yang kau maksud, dia miskin tapi saat kau menunjukkan fotonya aku penuh minat. Tapi apakah di dalam rumahnya ada keluarganya, kau tahu bukan bahwa aku bermain bersih."
Dia membuang asap rokok dari mulutnya, dalam setiap ringisan kebanggaannya hanya pikiran mesum yang ada di dalam otaknya. Jae Bum berani bertaruh bahwa dia tidak akan mendapatkan hal berat sekalipun, karena Taehyung sendiri yang bilang bahwa rumahnya sepi dan pihak keluarga akan pulang tengah malam. Dia menepuk pundak itu dan mengatakan penuh dengan kesombongan diantara bibirnya. "Percaya padaku, jika kau bisa mempercayai klien mu. Kau tahu bukan bahwa temanku ini bisa menjaga rahasia karena kami sudah mengajarinya."
Han Chol mengangguk setuju dia juga mengatakan dengan semangat bahwa ketuanya berkata benar. Kepercayaan itu muncul dan membuat pemuda itu masuk terlebih dahulu meninggalkan Jae Bum yang seharusnya memandu. "Oh astaga, dia sepertinya sudah tidak sabar. Baiklah dia pelanggan terhormat, dia pasti akan suka. Kim Taehyung sangat beruntung karena mendapatkan pelanggan yang lembut." Bersiul pada akhirnya dan ikut masuk juga, bersamaan dengan hal itu ruangan gelap di jendela luar menjadi terang. Han Chol lebih memilih menjaga keamanan di luar sembari melakukan kegiatan malasnya. Tapi dia tersenyum saat melihat sebuah pintu terbuka dari dalam, dia merasa bahwa akan ada yang terusik malam ini.
Sampai suara jeritan seseorang dan bekapan dengan benturan kuat terasa sangat nyata di pendengarannya. Dia berdiri tepat di jendela yang dia yakini sebuah kamar dari pemuda lemah itu. "Wah wah... Kim Taehyung mendapatkan mainan yang menyenangkan. Akan semakin seru kalau dijadikan film blue. Ah, sebaiknya Jae Bum juga harus mendapatkan ide gila ini."
Dengan semangat dia mengetik sebuah pesan di layar ponselnya dengan cekikikan gilanya. Semakin dia mendengar suara kegaduhan di dalam ruangan otaknya semakin liar saja. Beruntung sekali Kim Tae tidak ada di sekitarnya karena pemuda itu yang masih polos dalam pemikirannya. Sebagai teman yang baik dia tidak akan merusak pemikiran seseorang bukan?
Saat dia melihat dua gadis cantik dengan pakaian seksi nya dia justru punya ide gila untuk mengajak kencan dan menggoda mereka. Bukan rasa tidak nyaman yang mereka dapatkan tapi tawa nakal dari mereka, hingga membuat Han Chol semakin semangat saja untuk mempercantik usahanya. Sampai akhirnya dia tidak sadar bahwa Taehyung berteriak kesakitan dan tetangga banyak mengira bahwa dia mendapatkan hukuman dari ibunya.
Memang benar bahwa di dalam kawasan ini begitu banyak anti sosial.
sudah satu jam hal itu berlangsung dan tidak ada yang tahu akan seseorang tengah selesai berjuang dari semua rasa sakit dan direndahkan bagaikan sebuah sampah. Taehyung menatap tangis dan separuh wajahnya tenggelam dalam cermin di depannya. Dia merasa bahwa hidupnya sudah hancur sekarang, lebih buruk. Dia tidak bisa melawan saat kedua tangannya diikat begitu juga kakinya dibuat terbuka lebar dalam keadaan terikat. Beruntung Jae Bum masih punya hati untuk melepaskan ikatan itu dan melemparinya satu gepok uang sebagai bayaran.
"Kau akan membutuhkannya, jangan munafik jika kau memang butuh."
Taehyung tidak menjawab dan melihat bagaimana pria itu langsung melenggang pergi tanpa ada kata lainnya. Tangan kanan meremat sprei di bawahnya dan dia bangun dengan posisi lemah, wajah pucat seperti orang mati. Pandangannya berputar sekarang dan dia muntah tanpa mengeluarkan makanan dari perutnya. Entah kenapa rasanya sangat sakit di lambungnya, dan dia menekan perut itu dengan kuat.
Tidak ada yang keluar tapi rasa mual masih menjadi di dalamnya. Sampai akhirnya dia membasahi kerongkongan itu dengan air putih sebanyak satu gelas. Beberapa kali dia mencoba untuk menelannya tapi cukup susah dan akhirnya dia mengambil obat di laci tapi hanya tersisa bungkusnya saja. "Tuhan kenapa perutku sakit sekali, apa yang terjadi padaku aakhhhh!" Dia meringis dengan kedua tangan seakan lemah dan kehilangan penyangga. Dimana dia langsung jatuh tersungkur ke lantai dengan posisi telungkup dan tubuh itu menahan sakit akibat benturan.
Tubuhnya telanjang dan selimut tipis jatuh tepat di atas tubuhnya yang kini berada di atas dinginnya lantai. Taehyung merasa sakit di sekujur badan sekarang, padahal hanya sentuhan tidak seberapa dari lantai di bawahnya. Berusaha keras menopang semua rasa sakit itu dan akhirnya dia menatap bayangan tubuhnya yang lemah. Dia tidak memakai kacamata dan masih buram, tapi melihat adanya alat bantu ada disana membuat dia tersenyum kecut. Tak disangka ada barang yang datang dan dia bisa menebak dari siapa yang sudah memesan untuknya.
"Jimin, aku sudah menyakitimu. Kenapa kau malah membantuku, padahal aku tidak apa kehilangan kacamataku. Bagaimana aku membalas kebaikanmu jika aku sekarang lebih kotor. Lebih biadab dan lebih bajingan seperti jalang. Yoongi bisa mengatakan hal itu dengan mudah dan penuh kebenaran." Menatap ke depan bayangannya dan meremat dengan selimut tipis miliknya. Ada bekas sperma menjijikan disana dan itu membuat dia menangis dengan keras.
Keluarganya belum pulang dan dia tidak malu dan takut untuk menangis keras. "Bajingan sekali mereka, aku sekarang lebih buruk. BAJINGAN AARGHHHHH!"
Muak!
Semua yang dia lakukan adalah sebuah kegagalan termasuk menjaga diri, dia sakit tapi kesakitan nya malah digunakan untuk kesempatan seorang penjahat. Penjahat yang tak lain adalah teman sekelasnya dan untuk pertama kali dia berkata sekasar ini dengan suara keras. Taehyung melihat bayangannya sendiri dan tersenyum dengan gila, dia merasa bahwa intensitas hidupnya semakin berkurang saja.
"Tuhan, apakah kau ingin aku berubah? Menjadi sesuatu yang tak ingin aku lakukan. Tapi aku tidak bisa Tuhan... Aku bahkan menangis setiap harinya, menjadi jahat itu bukan sesuatu yang aku inginkan sejak dulu. Aku masih ingin menjadi manusia baik, Tuhan... Aku tunggu keajaiban mu." Dia masih sama walau setengah logikanya memaksa dia untuk menjadi pembunuh sekaligus.
Tangannya mengambil kacamata miliknya, lensa yang dia gunakan adalah salah satu alat bantunya. Sudah retak dan bayangan dirinya disana menjadi buyar. Taehyung mendongak ke atas, rasa sedih dalam hatinya semakin berkibar dan terus membentang luas entah kapan akhirnya. Mendadak pandangannya gelap dengan kedua kelopak mata yang berat, Taehyung hanya ingat bahwa kamarnya tidak di kunci.
Hanya pesan di ponselnya saja yang belum sempat di baca dan itu dari seseorang tanpa nama. Dengan nada mengancam akan menyebarkan aibnya.
Kim Taehyung, apakah kesedihan yang kau rasakan terus berlaku? Taehyung seperti kehilangan rasa tersinggung saking banyaknya rasa sakit yang dia terima. Di tempa oleh rasa sakit bagaikan sebuah rajam adalah hal sulit.
.
Sekarang sudah libur dan Jimin bangun lebih awal dari biasanya, sengaja menghindari sarapan karena dia malas bertemu dengan orang tuanya. Terlebih ibunya yang suka sekali mendikte hidupnya, entah kenapa dia selalu mendapatkan satu amarah yang menyatakan bahwa dia terlalu bodoh mengabaikan hal kecil juga segalanya.
Membuat dia mengintip lewat pintu kamarnya demi melihat ke bawah yang merupakan ruang keluarga. Ayah dan ibunya tidak ada disana tapi seorang pemuda dengan setelan kaus hitam juga celana jeans yang sobek pada lututnya berada disana.
Min Yoongi.
Sesuai perjanjian dengan Jimin dia datang dan tak sendiri, membawa empat kawan yang sudah menyusul masuk dengan wajah semangat pagi mereka. Merasa aman dan ini waktu yang tepat sebelum mendapatkan interogasi membuat pemuda itu langsung turun dengan tas gendongnya. Dia membawa beberapa alat dibutuhkan. "Akhirnya kalian datang juga, kenapa kalian terlambat 30 menit. Bahkan aku berfikir jika aku melakukan semuanya sendiri." Sedikit mendengus kesal tapi tidak jadi, wajahnya menjadi ceria dan tidak ketus seperti kemarin.
Memang benar kalau mood Jimin sungguh labil hingga membuat Yoongi merasa jika dia memang sudah melakukan hal terburuk. Atas diskusi dan pelurusan masalah kemarin membuat dia akhirnya setuju.
"Aku akan melakukan yang terbaik, aku memang seperti penjahat kemarin. Tapi berkat kau bantet, aku tahu bahwa dia tidak salah. Tapi, aku sangat peduli padamu dan ya... Siapapun akan marah jika teman terbaiknya sakit dengan sebab dari orang lain." Yoongi berubah sekejap dari naif menjadi logis. Dia akan menggunakan etika dibandingkan kekuasaan dan otot.
Semua menjadi antusias dan langsung pergi keluar takut jika ada orang tua yang tahu, kalangan orang kaya lebih selektif dan ingin mencari informasi. Tidak mau membuat kebohongan dan masalah baru membuat mereka rakus dengan rasa lari. "Hei biarkan aku yang membawa mobil, jika Yoongi yang menyetir maka kita semua akan mabuk."
Dengan berat hati Yoongi sendiri melempari kunci mobilnya ke arah pria tampan itu, dia merasa tersindir karena kualitas membawa kendaraan dalam tingkat level dewa. Apalagi Namjoon, tak jarang dia muntah sampai rumah ketika menumpang dengan Yoongi dan dia tidak kapok karena dia bisa mendapatkan tumpangan gratis.
Adrenalin.
Jimin hanya bisa tersenyum kekeh saat melihat bagaimana kebobrokan teman-temannya. Andai bertambah satu pasti akan seru, dan dia juga akan membuat hal itu terwujud.
Tujuh kawan. Salah satu hal yang diinginkan Jimin sebagai salah seorang tokoh sosial paling aktif. Peluang itu akan dia berikan pada Taehyung, dimana dia memang sangat membutuhkannya agar tidak sendiri. "Taehyung, tenang saja. Aku akan membawamu ke tempat dimana kau tidak akan sendirian. Selama ini kau tidak punya teman, tapi kami akan membuat kau menyadari betapa kau sangat penting menjadi teman kami." Jimin bergumam dalam lirih dengan posisi duduk di samping Seokjin sembari membawa salah satu buku diary milik Taehyung.
Dia tak sengaja mengambilnya dari salah satu meja. Meski dia tidak membuka seluruh halamannya, tapi ada satu hal yang membuat hatinya mendadak ngilu.
Sahabat.
Kim Taehyung butuh sahabat dan hubungan pertemanan indah seperti lainnya.
Dia juga menunjukkan hal itu pada kelima temannya dan mereka bisa merasakan bagaimana tulisan itu begitu banyak menyimpan sebuah keinginan terbesar. Mobil mereka melaju ke suatu tempat dimana Jimin sudah memesan tempat yang dianggap sebagai surganya langit.
Sky View.
Dia juga mengeluarkan biaya tak sedikit untuk sewa tempat itu hanya untuk perayaan kecil bagi seseorang yang sudah membuat pencerahan di setiap hembusan nafasnya sebagai seorang murid di SMA. Jimin akan memahami Taehyung begitu pula lainnya dan mencoba membantu.
Seokjin melihat bagaimana Jimin tersenyum adalah sebuah bayang yang jarang dia tampakkan. Semua juga sibuk dengan tugas dan agendanya, begitu mencolok dengan Namjoon yang beberapa kali mengacak rambutnya pusing saat dia mendapatkan jatah desain tempat.
"Kita harus semangat untuk bisa membuat gebrakan baru, kita tidak boleh membuat Jimin merasa gagal lagi. Jika kalian masih keberatan dengan Taehyung menjadi kawan kita sebaiknya katakan saja. Karena tidak ada paksaan dalam acara ini, dan aku hanya butuh kejujuran dari kalian. Jadi, siapa disini yang tidak setuju dengan Taehyung?" Seokjin masih fokus dalam berkendara tapi dia menggunakan lisan untuk pekerjaan keduanya.
"....."
Entah kenapa Jimin tersenyum senang dan melihat ke belakang dimana semua temannya nampak jujur.
"Sudah jangan ragukan lagi ketulusan kami, aku sudah tidak akan bergelut lagi. Sebaiknya cepat sampai dan kita kerjakan semua. Agar bisa melihat satu orang bahagia, dan tidak merasa sedih." Itu Jungkook dan dia mengubah persepsinya selama semalam. Dia menyadari bahwa dia masih muda dan juga labil. Masih ada banyak kesalahan perlu diperbaiki.
Deal!
Semua ikhlas dan Seokjin tidak akan bertanya, hingga akhirnya Jimin semakin bersorak senang dalam sikap tenangnya.
Dia mendapatkan sebuah Ilham dimana dipastikan acaranya akan lancar dan sukses. Entah kenapa Jimin merasa tertarik dengan keberadaan Taehyung yang saat itu, berada di sampingnya dan membantu dia ketika seseorang mencoba menjatuhkan nama baiknya. Dia menolong Jimin dengan menunjukkan bagaimana uang itu bisa ada di tas Jimin secara sengaja.
Semua itu berawal ketika, Taehyung pindah bangku ke sisinya.
Jimin tidak akan lupa.
...........
TBC...
Chapter 10 sudah gak kerasa sampai sejauh ini, tinggal 6 atau 7 chapter lagi akan selesai. Karena aku tidak mau membuat kisah ini sepanjang sinetron Indonesia. Tapi semoga yang aku targetkan selesai hehehehe....
Jika berkenan tolong beri bintang, masukan, kritik dan saran di kolom komentar. Aku harap kalian gak akan ngantuk baca versi panjang hehehe....
Tetap semangat dimanapun berada. Gomawo and saranghae ❤️
#ell
24/01/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro