Hello, Jiran! {FanFic}
"Oppa baru masak puding roti. Nak rasa? Kamu jiran yang selalu mainkan lagu oppa, kan? Rasanya tak salah kalau oppa belanja kamu makan," ajaknya lagi.
Minho lantas menarik tanganku ke dalam rumahnya.
Lee Minho-ssi? Bukan ke dia menghilangkan dirinya minggu lepas? Lepas shooting terakhir, terus je dia hilang!
"Duduklah..."
Dia duduk terlebih dahulu, lantas menarik tanganku agar aku turut duduk di atas sofa kayu palet yang lebih menyerupai sebuah katil.
Aku lihat, Minho segera mencapai sebuah piring yang berisi puding roti. Dia menyudu puding, lantas membawa tangannya ke hadapan.
"Say aaa..." Dia berkata dengan reaksi wajah yang amat comel.
Aku... terkesima. Hatiku kini berbelah bahagi.
Nak tolak, macam kesian pula dia dah berusaha buat puding tu. Nak makan... err... serius talk... aku tak suka gila puding roti karamel!
Kali pertama merangkap kali terakhir aku makan dulu, berbau hanyir telur, memang tak boleh bawa bincang!
"Minho-ssi... saya... tak..."
Tiba-tiba, mulutku disuap sesudu puding roti karamel.
Mataku terbuka luas. Aku berhenti dari terus bernafas. Tak nak terbau hanyir telur.
Anak tekakku mula mengembang. Badanku membeku. Aku membatu... takut ingin bergerak. Takut-takut aku 'terasa' puding tersebut.
"Kenapa?" Minho menyoal dengan riak keliru. "Tak... sedap ke?" Wajahnya mulai terlihat muram.
Hatiku yang penuh dengan rasa simpati, empati dan kasih sayang ini, dijentik rasa bersalah.
Aku pantas mengunyah dan menelan puding itu secepat mungkin. Tanganku lantas mencapai teko air di atas meja sisi yang ada di hadapan kami.
Aku tuangkan air teh suam ke dalam cawan Minho terlebih dahulu. Setelah menuang air ke dalam cawanku, pantas aku minum air tersebut.
Aku kemudian melepas nafas lega.
"Kenapa? Hani... tak suka puding roti?" Minho bertanya.
Aku gigit hujung bibirku, sedikit. Rasa bersalah menerpa di dada. "Hani... trauma dengan puding roti... especially puding karamel. Sorry..."
Wajah Minho terlihat muram. Dia melepas keluhan kecil. "Jadi... puding masakan oppa pun, Hani tak sudi nak terima... ya?" Dia menyoal pada meja sisi.
"Bukan... bukan macam tuu..."
"It's okey. Maaflah, oppa memaksa pula." Dia nyata terlihat sedih.
"Macam mana oppa boleh ada dekat sini? Berita laporkan, oppa hilang." Aku bertanya, sengaja ingin mengubah topik perbualan.
"At last! Panggil pun oppa!" Dia kembali tersenyum lebar. Dia mencapai cawan lalu meneguk airnya.
Aku terkejut dengan perubahan drastiknya. Okey, I did it. Aku memang panggil dia oppa pun selama ni. Cuma, bila dia personally requested dekat aku dulu... aku jadi macam hilang haluan sikit... sebab terlalu takutkan peminat dia yang ada di sekitar lokasi penggambaran.
"Tapi... cemana... dan kenapa... oppa tetiba boleh jadi jiran Hani pula?"
"Because of you..." Tiba-tiba dia berubah serius. Dia kemudian turun dari sofa, lantas duduk melutut dengan kedua-dua belah kakinya.
Suara nyanyiannya mulai kedengaran. "Ojik neo hanaman bogo deutgo shippeun geol..." Hanya dirimulah yang ingin kulihat dan kudengar...
"Nae ane neoreul salge hago shippeun geol..." Dalam diriku hal yang ingin kulakukan adalah hidup denganmu...
"Nal barabwa..." Lihatlah aku...
"Naui peumeuro wa, you’re my every... my everything..." Datanglah ke dakapanku, kaulah segala... segalanya bagiku...
"Love for you..." Cintaku untukmu...
Itu, lagu nyanyiannya... lagu kegemaranku.
#dudukrumah
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro