Kasus Penculikan Anak
Happy Reading
[Name] POV
"Hahhh, pada akhirnya aku disuruh untuk membeli coklat juga" gumam ku sambil berjalan dengan santai.
Ya, Naomi yang menyuruh diriku untuk membelikannya coklat sebagai permintaan maaf karena sudah kabur. Aku hanya bisa pasrah dan menuruti permintaannya. Aku hampir menyesal untuk menuruti keinginannya untuk memakai baju maid saat itu. Tapi mereka terlihat sangat menyukainya saat itu, dan hal itu membuatku sedikit senang. Nii-chan sedang menjalani misi bersama Kenji-san.
Aku merutuki diriku yang terlalu baik. Tapi jika dilihat-lihat, sifatku menjadi sedikit berbeda di sini. Aku jadi lebih sering berbicara, walaupun cuman gerutuan tak jelas yang keluar dari mulutku. Aku juga berteman dengan banyak orang, padahal itu adalah sesuatu yang paling aku hindari ketika berada di tempat terkutuk itu. Dunia luar tak seburuk yang mereka bicarakan. Bahkan ada banyak hal yang tak terdapat di buku atau peta. Ketika di sana, aku hanya bisa membaca buku yang dibawakan oleh beberapa penjaga agar aku tidak terlalu stress atau bosan.
*Ting
Suara bell berdenting dari pintu sebuah toko yang kumasuki. Bau kue dan coklat menusuk Indra penciuman ku. Sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari Agensi, dengan penataan ruang yang terkesan santai. Toko ini menjual berbagai manisan, seperti coklat, kue, dll. Ranpo-san mungkin akan menyukai tempat ini, mengingat ia adalah seorang maniak manisan. Alunan melodi dari lagu yang diputar di toko itu, sangat membuat suasana menjadi lebih santai dan nyaman.
Ku langkahkan kakiku mendekati rak coklat, tanpa memperdulikan lagu ataupun orang yang berada di sekitar ku. Mengambil satu batang- iie, dua batang coklat, yang satunya untuk diriku. Aku kemudian mengantri untuk membayar coklat itu, yang tentunya memakai uang ku. Ketika aku sedang mengantri, aku mendengar beberapa orang di depanku sedang bercakap-cakap tentang suatu hal yang tak sengaja di dengar olehku.
"Ahh, lagu ini. Ini lagu untuk memperingati 5 tahun kematian penulis lagunya lho"
"Hee souka? Jika di dengar, lagunya memang bagus dan menarik. Pantas saja kematiannya sampai dikenang begitu"
Karena tak sengaja mendengar pembicaraan mereka tadi, aku pun langsung mendengarkan lagu yang sedang di putar di toko itu sambil menunggu antrian.
(Lihat mulmed)
"You see her when you close your eyes"
"Maybe one day, you'll understand why"
"Everything you touch surely dies"
"But you only need a light when it's burning low"
"Only miss the sun when it starts to snow"
"Only know you love her when you let her go"
Ku akui lagunya memang enak di dengar, dan juga kata-katanya penuh makna. Mungkin aku sedikit tertarik pada lagu ini. Nanti akan ku coba tanyakan pada Naomi, dia mungkin tahu dengan lagu ini. Tak terasa sekarang giliranmu untuk membayar. Ku ambil uang dan kuletakkan di atas meja kasir, kemudian berjalan ke luar toko. Aku berjalan sambil menggumamkan beberapa kata dari lirik lagu yang ku ingat.
"You see her when she close her eyes. Maybe one day, you'll understand why. Everything you have, surely gone" gumamku sambil mengingat lirik lagu tadi.
"Eh, memangnya begitu ya liriknya?" gumamku lagi dengan bingung, Kemudian mengendikkan bahu tak acuh dan melanjutkan perjalananku menuju Agensi.
Author POV
Sesampainya di Agensi, [Name] di sambut oleh Naomi yang tentu saja sudah menunggu kedatangannya [baca:coklat pesanannya]. [Name] kemudian duduk di sofa Agensi sambil memakan coklat yang sebelumnya belum habis. Sedangkan coklat yang satunya, ia akan memberikannya kepada Atsushi. Ia memakan coklat di tangannya dengaan tenang, sampai Kunikida yang sedang mengetik berbalik ke arahnya.
"Oi gaki" panggil Kunikida. [Name] mengalihkan pandangannya pada Kunikida dengan mata yang seolah berkata 'ada apa?'.
"Kau punya misi yang harus di jalankan" ucap Kunikida sambil membenarkan letak kacamatanya.
"Sendiri?" tanya [Name].
"Tidak. Seharusnya kau bersama Dazai, tapi si Jisatsu Maniac itu entah kemana perginya sekarang. Jadi, kau akan bersama Ranpo-san" jawab Kunikida. Ranpo yang mendengar hal itu langsung angkat suara.
"Kenapa harus aku?" tanya Ranpo sambil mengunyah cemilannya.
"Kemampuanmu akan berguna di misi ini, Ranpo-san" jawab Kunikida pada Ranpo.
"Tapi, aku yakin [Name]-chan bisa mengatasi misi ini sendirian" ucap Ranpo sambil meletakkan kepalanya di atas meja.
Kunikida hanya menghela napas dan melihat ke arah [Name]. Sedangkan yang dilihat tak menunjukkan raut wajah yang datar, tak peduli dengan pembicaraan mereka tadi. Ia berjalan ke arah [Name] sambil memegang sebuah map.
"Ini, kau bisa membacanya dulu sebelum pergi. Jangan sampai mengecewakan klien kita. Kau bisa melakukan misi ini sendirian kan?" tanya Kunikida sambil menyodorkan sebuah map yang ia bawa kepada [Name]. [Name] hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian Kunikida kembali ke tempat duduknya.
[Name] membuka map itu dan membacanya. Terdapat 2 lembar yang berisi rincian kasus, dan 1 lembar yang berisi tulisan tangan seseorang. [Name] mengambil kertas-kertas itu dan membacanya dengan seksama. Misi yang akan ia jalani kali ini adalah tentang kasus penculikan anak, yang dimana sang penculik tidak meninggalkan jejak apa pun. Hanya secarik kertas yang tidak dapat dikatakan berguna untuk mencari sang pelaku. Hingga polisi menduga bahwa penculik ini mempunyai kemampuan khusus. Karena itulah, para polisi menyerahkan kasus ini pada Bunsho tantei-sha. Menghela napas, [Name] mengambil kertas yang berisi tulisan tangan itu.
[Name] pada awalnya bingung dengan apa yang ada di kertas itu. Kemudian dia merapikan mapnya dan beranjak untuk pergi ke tempat yang sudah di tentukan sang klien.
"Ittekimasu" ucap [Name] pelan, kemudian melangkah ke luar Agensi.
Sesampainya di tempat yang akan di tuju
[Name] mengerjabkan matanya sebentar, kemudian beralih melihat ke arah peta di tangannya untuk memastikan tujuannya sudah benar atau tidak. Ternyata, tempat yang di tentukan oleh klien adalah sebuah gang kecil yang sebelumnya [Name] lewati. Di tempat itu lah ia bertemu dengan Chuuya saat membeli coklat pertamanya tadi. Ia tak melihat adanya anggota polisi di sekitar sini. Hanya dia sendiri bersama map yang ia bawa. Menghela napas kemudian ia memeriksa keadaan sekitar gang tersebut.
Ada bercakan darah yang menempel pada dinding gedung itu. Padahal saat [Name] berada di sana, bercakan darah itu tidak ada di situ. [Name] memegang darah itu sedikit dan melihat ke arah tangannya. Betapa terkejutnya [Name] ketika mengetahui bahwa darah itu masih dalam keadaan segar. Kemudian ia berlari ke arah luar gang, meninggalkan map yang di bawanya. Ia berlari dengan secepatnya, tanpa memperdulikan tatapan heran dari orang-orang sekitar. Melihat ada tikungan yang berada di depannya, [Name] pun mengambil langkah untuk berbelok.
'Jika dugaanku tak salah, seharusnya penculiknya masih berada di sekitar si.. ni...' batin [Name] ketika berbelok. Ia melebarkan matanya ketika melihat anggota-anggota polisi sudah berada di tempat itu. Ia segera berlari mendekati kerumunan polisi yang terlihat bingung itu.
"Hahh.. hahh.. Anoo, apa yang sedang terjadi?" tanya [Name] sambil terengah-engah karena terus berlari. Seorang polisi berbalik ke arahnya dan bertanya
"Maaf, tapi anak-anak tidak diperbolehkan untuk main di sini" ucap polisi itu. Perempatan siku-siku muncul di kepala [Name]. [Name] hampir saja ingin menendang polisi itu, jika saja salah seorang petugas kepolisian tidak datang mendekati mereka.
"Kau anggota tantei-sha itu ya? Kemana detektif yang satu itu?" tanya seorang petugas kepolisian bernama Minoura itu. Polisi yang berada di depan [Name] agak terkejut ketika mengetahui bahwa [Name] adalah salah satu anggota Bunsho tantei-sha. [Name] menegakkan badannya sambil menatap datar mereka, karena masih kesal di sebut anak kecil.
"Ya, Ranpo-san bilang dia tak mau mengambil misi ini. Jadi, misi ini sepenuhnya di serahkan oleh Ranpo-san kepadaku. Dan sekarang bisa kau katakan apa yang sedang terjadi di sini?" tanya [Name] ketus sambil berkacak pinggang. Minoura kemudian menunjukkan sebuah pisau cleaver yang bernoda darah.
"Ketika kami sampai di gang itu, kebetulan sekali sang penculik sedang berada di situ melakukan aksinya. Ia terlihat memotong kedua tangan korban menggunakan pisau ini. Kami pun segera mengejar penculik itu. Tapi, kami kehilangan jejaknya ketika dia berbelok ke sini. Satu-satunya barang bukti adalah pisau ini. Tampaknya, si penculik tak sengaja menjatuhkan barang ini" ucap Minoura sambil memberikan pisau cleaver yang di tunjukkannya. [Name] mengambil pisau cleaver itu dan melihatnya dengan teliti.
"Jam berapa kalian memergoki penculik itu?" tanya [Name] tak mengalihkan perhatiannya pada pisau di tangannya.
"Aku tak tahu pastinya, tapi kejadiannya terjadi sekitar 17 menit terakhir" ucap Minoura sambil melihat ke arah jam tangannya. [Name] masih melihat ke arah pisau itu, kemudian menyerahkannya kembali kepada Minoura.
Minoura tentu mengambil pisau itu dan di buatnya ke dalam sebuah plastik agar barang bukti tersimpan dengan rapi. [Name] kemudian memasukkan tangannya ke dalam coat hitamnya, sambil berjalan-jalan melihat sekeliling tempat itu. Minoura hanya mengikuti [Name], karena pada pasalnya memang [Name] lah yang bertugas sebagai detektif di sini. Jadi, Minoura hanya bisa mengikutinya saja. [Name] menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Minoura yang masih mengekorinya. Minoura ikut menghentikan langkah kakinya dan melihat ke arah [Name] dengan tatapan bingung.
"Kalau tak salah di dalam dokumen yang kau serahkan ke Agensi, kasus ini memiliki seorang saksi mata. Apa kalian sudah meminta informasi pada saksi itu?" tanya [Name] pada Minoura. Minoura kemudian menghela napas dan memegang tengkuknya sambil melihat ke arah lain.
"Ahh, soal itu... Sepertinya akan lebih mudah mengetahuinya jika kau berhadapan langsung dengan saksi mata itu. Kami agak kesulitan ketika meminta keterangan padanya" ucap Minoura sambil mengusap tengkuknya. [Name] mengerjabkan mata bingung, kemudian dia mengeluarkan tangannya dari dalam saku coat hitamnya.
"Dimana tempat tinggal saksi itu? Biar aku yang mengatasinya" ucap [Name] sambil menghela napas. Jika saja ini bukan misi, [Name] tidak akan peduli dengan hal seperti ini.
Minoura pun mengeluarkan secarik kertas yang nampaknya berisi alamat saksi mata tersebut "Alamatnya ada di sini. Tapi, apa kau serius? Maksudku kau tak perlu repot-repot melakukan hal itu. Ku kira kau memiliki kemampuan khusus sama seperti detektif itu" ucap Minoura sambil melihat [Name] dengan tatapan tak yakin.
"Kemampuanku memang tak seperti Ranpo-san. Maa, kau tinggal diam bersama bawahanmu itu dan biarkan aku menyelesaikan kasus ini" ucap [Name] dingin sambil mengambil kertas itu. Minoura hanya mendengus kesal, karena ucapan [Name] yang meremehkan para anggota kepolisian.
"Kau tak bisa bicara dengan sembarangan, bocah. Akan ku suruh salah satu bawahanku untuk menemanimu-" ucap Minoura yang terpotong oleh perkataan [Name].
"Tidak perlu, aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku hanya memerlukanmu untuk menjaga barang bukti dan membantuku untuk membawa pelaku penculikan ini ke dalam penjara ketika aku sudah menemukan nya. Itu saja, aku akan pergi dahulu" ucap [Name] kemudian berbalik dan berjalan menuju alamat yang terdapat pada kertas di tangannya. Sebelum [Name] benar-benar pergi, tangannya ditahan oleh Minoura.
"Setidaknya biarkan kami juga ikut. Ini juga termasuk misi kami. Aku akan ikut bersamamu untuk mencari informasi" ucap Minoura. [Name] hanya dapat menghela napas dan mengiyakan ucapan Minoura.
Sebelum mereka pergi, Minoura sempat menyuruh para bawahannya untuk melihat sekitar jika saja ada barang bukti lainnya. Dan akhirnya mereka berdua pun pergi ke arah rumah saksi mata itu. Di dalam perjalanan keheningan melanda mereka berdua. [Name] masih melihat ke arah kertas di tangannya, sementara Minoura hanya berjalan dengan santai di sampingnya. Mereka tampak seperti dua orang partner yang sedang menjalani misi. Setelah beberapa menit berjalan [Name] pun akhirnya buka suara.
"Anoo saa Minoura-san, apa maksudmu tentang kesulitan ketika meminta informasi darinya?" tanya [Name] tak mengalihkan pandangannya dari jalanan yang mereka lewati.
"Entahlah, mungkin saksi mata itu sedang trauma atas kejadian itu. Saat kami menginterogasinya, ia pada awalnya terlihat biasa saja. Namun, lama-kelamaan ia jadi terlihat sangat gelisah dan bingung. Katanya kepalanya terasa sangat sakit dan juga kami sempat melihatnya kejang sebelum kami akan mengintrogasi nya. Bicaranya sangat tidak jelas, yang membuat kami tak mendapatkan informasi apapun darinya" jawab Minoura sambil mengingat-ingat ketika dia dan bawahannya sedang mencari informasi tentang kasus ini.
[Name] hanya mengangguk mengerti, kemudian meletakkan tangannya di dagu. Ia berpikir keras, memutar-mutar otaknya. Kemudian ia kembali bertanya kepada Minoura.
"Apa dia tinggal sendiri? Maksudku apa tak ada anggota keluarganya yang berada di rumahnya?" tanya [Name] sambil menoleh ke arah Minoura. Minoura berusaha mengingat-ingat kemudian Berkata
"Tidak, dia hanya tinggal sendirian. Lagipula, dia itu seorang pria yang berusia sekitar 28 tahun. Dia hanya bekerja sebagai penulis novel dan komik" jawab Minoura. [Name] hanya mengangguk kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalanan.
'Jika dugaanku kali ini benar, maka ini akan gawat. Kasus ini menjadi sedikit lebih rumit dari perkiraanku' batin [Name]
To Be Continue
Author Note :
• Cleaver : sejenis pisau dapur yang digunakan untuk memotong daging yang tebal. Contohnya daging sapi, dll.
Yo minna-san! Balik lagi bersama author di book ini. Astaga, gak nyangka udah 1k lebih yang baca book ini. Arigatou buat yang udah baca\(>▽<)/.
Oh iya, yang book sebelah itu author pengen publish tapi kok draftnya tiba-tiba kehapus semua ya? Ada yang tau kenapa? Atau mungkin karna kelamaan di draft jadi kehapus sendiri?
Ok sampai sini dulu. Maafkan kesalahan dalam pengetikan. See you in the next chapter!
Jangan lupa vote dan commentnya ya!
Bonus pict
Ini Minoura yang muncul di season 1 (kali aja ada yang lupa:v)
2095 words
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro