Part 1
Kota Surabaya, 2xxx
Semilir angin malam menyusuri tiap-tiap sela Kota Surabaya. Suasana sudah sangat sunyi pada dini hari yang pekat. Dari dalam gang sempit dan gelap, seorang gadis dengan rambut sewarna anggur merah berjalan pelan. Begitu kakinya keluar dari gang, gadis itu langsung melompat tinggi dan mendaratkan kakinya di salah satu atap bangunan. Dia terus melompat, berpindah-pindah di antara atap bangunan.
"Aku lelah mencarinya. Sudah hampir 700 tahun lamanya aku mencari dirinya, tapi sampai sekarang tidak ada juga titik terang. Apa yang harus kulakukan agar kami bisa bertemu?" gadis itu membatin.
Dia berhenti di salah satu gedung tertinggi yang berhasil dia lompati. Gadis itu berjalan santai, tidak terlalu pelan dan juga tidak terlalu cepat, ke tepi gedung yang dihalangi pembatas setinggi satu meter. Kedua tangannya bertopang pada pagar pembatas. Kepalanya mendongak, menatap langit malam yang bertabur bintang. Iris matanya yang berwarna ungu berbinar.
"Jarang-jarang aku bisa melihat bintang di malam yang penuh dengan polusi cahaya. Aku merindukan masa-masa saat bintang bertaburan dengan indah bersama dirinya," gumamnya pelan, kemudian menutup matanya perlahan.
Gadis itu larut dalam pikirannya. Wajahnya terlihat sendu, bibirnya membentuk garis melengkung ke bawah. Menjadi manusia yang hidup abadi tidak begitu menyenangkan. Dia sudah terlampau sering melihat peperangan dan pembantaian. Bahkan kali ini, mungkin kota ini akan menjadi tempat insiden mengerikan terjadi dan dia akan kembali menjadi saksi hidup yang akan menonton dari awal hingga akhir.
Dia membuka matanya. Wajah yang sebelumnya mendongak ke atas kini menunduk, menatap rumah-rumah yang berada di bawah sana.
"Manusia-manusia itu masih bisa tidur dengan nyenyak, tanpa mereka tahu betapa bahayanya dunia sekarang. Dunia ketiga sudah berani bergerak semakin aktif dan terbuka. Pembantaian terjadi di mana-mana dan di setiap sudut kota." Gadis itu menarik napas panjang.
Dalam setahun ini, sudah ada sejumlah insiden di kota sekecil Surabaya. Mulai dari orang hilang, perampokan bank darah, pembunuhan berantai, hingga pengeboman. Pemerintah selalu mengatakan itu bukan masalah besar dan semuanya sudah diselesaikan. Namun ....
"Aku tahu itu ulah dunia ketiga," gumam gadis itu tanpa sadar.
Suara ledakan samar menyentak gadis itu dari lamunannya. Dia langsung menoleh ke sumber suara. Sekitar lima kilometer dari tempatnya berada, terlihat cahaya berwarna merah yang bergerak dengan cepat. Gadis itu mengernyit. Dia membalik tubuhnya untuk segera menjauhi tempat kejadian perkara. Sudah seribu tahun lamanya dia selalu sembunyi dari makhluk dunia ketiga.
Ketika dia hendak melompat pergi, suara petir menghentikan langkahnya. Dia menolehkan pandangan. Tepat di mana sinar merah itu bergerak, sebuah petir berwarna ungu menyambar secara berurutan. Pupil mata gadis itu membesar dan bibirnya melukiskan sebuah seringai.
"Akhirnya, aku menemukanmu."
- akhir hari kedua -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro