Masih Part 3
Iris mengalihkan pandangan. Genggaman tangannya pada tombak direnggangkan, sering dengan tombak itu yang menyusut dan seolah masuk ke dalam luka di telapak tangannya.
Stein menunduk, melihat semua proses ketika senjata itu menghilang. Dia kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Iris dalam. Ada banyak yang ingin dia tanyakan, tetapi dia tahu tidak seharusnya bertanya pada Iris sekarang.
"Ayo kita pulang. Kau pasti kelelahan dan butuh istirahat." Stein tersenyum.
Agak jauh dari mereka, pemuda bersurai merah yang sedari tadi terabaikan akhirnya meledak. Keningnya berkerut hingga kedua alisnya menyatu.
"Apa ini? Apa menurut kalian keberadaanku hanya untuk menonton drama keluarga picisan? Bahkan sinema ikan terbang pun lebih baik ditonton dibandingkan kalian." Dia mencibir.
Ekspresi Stein menggelap. Dia melepaskan genggaman tangan di pundak Iris. Pria itu berjalan melewati Iris dan berujar, "Tunggu sebentar. Urusan Ayah belum selesai. Menjauhlah dahulu agar kau tidak terluka. Ayah janji ini tidak akan lama."
Iris menganggukkan kepalanya. Dia berlari kembali ke tempat dirinya menonton pertarungan tadi.
Tombak Stein yang tergeletak di lantai perlahan menghilang. Dia menggigit ibu jarinya hingga terluka. Dari bekas luka itu menetes darah yang perlahan membentuk kembali tombaknya.
Stein menatap tajam pemuda berambut merah di hadapannya. Dia tidak mengulur waktu. Stein langsung melayangkan serangan tanpa ampun. Dia tidak memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk melawan.
Pemuda berambut merah itu menatap Stein linglung. Untuk sejenak dia mengandalkan reaksi spontan tubuhnya untuk menghindari serangan. Karena melihat pertarungan antara ayah dan anak tadi, dia terlanjur meremehkan Stein. Tidak, sedari awal pertarungan dia sudah meremehkan Stein dan semakin meremehkannya setelah pertarungan.
"Se-sebentar! Kau manusia, kan? Bagaimaba bisa ada manusia sekuat ini?" Pemuda itu meraung.
Stein mengabaikan raungannya. Tanpa belas kasih, dia menusuk perut pemuda itu dengan tombak. Begitu mata tombaknya menembus tubuh, pemuda itu perlahan kehilangan kesadaran.
"Wow, itu pasti sakit. Dia harus dibawa ke mana? Apakah ditinggalkan saja?" tanya Iris ketika sampai di tempat Stein.
Kita bawa. Dia bisa menyebabkan kehancuran jika dibiarkan di sini." Stein melihat Iris dan tersenyum.
Setelah tombaknya menghilang dan menyatu dengan tubuhnya, Stein menggotong pemuda itu di pundak.
"Sekarang, ayo kita pulang."
- akhir hari ketujuh -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro