Part 4 - You
Sudah satu minggu tidak ada kabar. Gayoung cukup gusar. Setidaknya, ia mengharap pria itu akan menghubunginya. Gayoung juga tidak menginginkan semuanya berjalan terlalu cepat. Walaupun ia perlu menata hatinya, ia butuh kepastian.
Karena saat ini, ia paham betul, ia tidak bisa terbang mencapai mimpinya sendirian.
***
"Hyung, aku rasa kita bisa membuat projek kita saat ini menjadi lebih tepat sasaran," tukas Sehun dari meja kerjanya.
"Seperti?"
"Aku ingin aplikasi kita, benar-benar bisa menjadi wadah untuk para tenaga kesehatan bertukar informasi. Dari informasi yang ku dapat, isu arogansi antar profesi masih menjadi momok...."
"..fitur-fitur kita semakin membuat mereka kompak dengan rekan seprofesi tapi memperburuk hubungan dengan profesi lain. Padahal tujuan mereka sama," papar Sehun panjang lebar.
"Apakah itu hasil review-mu dari analisis Sejeong yang ia kirim kemarin?"
"Aku pikir kau belum membaca e-mail," jawab Sehun malu-malu. Ia kira informasinya tadi akan menjadi angin segar untuk Hyung-nya.
"Ya, aku setuju dengan itu. Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, taraf kesehatan memiliki peranan penting. Dan hubungan antar profesi kesehatan harus dibangun sebaik mungkin."
"Kita perlu menghubungi Junmyeon hyung untuk ini," tukas Sehun memberi ide.
"Seingatku tahun ini index QoL* Korea Selatan mencapai 167.52, sudah ada peningkatan dari tahun sebelumnya. Kau bisa menambahkan ini di bagian latar belakang di proposal kita."
"Ya. Kalau begini, aku akan bersemangat mengurus anak-anakku," ujar Sehun yang menunjukkan wajah sumringahnya sambil mengangkat kedua tangannya.
Kedua pria itu kembali fokus dengan layar monitor di hadapannya.
Mereka menjalankan bisnis yang bergerak di bidang Teknologi Informasi di Seoul-masih dalam tahap start up. Beberapa waktu belakangan, aplikasi sosial untuk tenaga kesehatan menjadi projek besar mereka. Namun, perusahaan ini hanya dijalankan oleh tiga orang pria. Untuk sisanya, mereka biasa bekerja sama dengan konsultan dan beberapa freelancer. Ataupun teman-temannya yang ingin berinvestasi.
"Hyung, bagaimana dengan perempuan itu?" tanya Sehun di sela-sela kesibukannya. Pria satu ini memang paling bisa membicarakan hal yang tidak disangka dengan tiba-tiba.
Tidak ada jawaban.
"Kapan kalian akan melangsungkan pernikahan?" pria itu tidak menyerah walau tidak dilirik sama sekali. Hyung-nya sibuk menggerakkan jari-jarinya di atas keyboard.
"Aku sedang tidak ingin membahasnya."
"Apakah kau tidak ingin menceritakan bagaimana kau bisa dilamar olehnya?"
"Yah! Oh Sehun!"
Kali ini Sehun harus mengelus dada karena membuat orang lain hilang kesabaran.
Sepertinya itu adalah hal yang sangat sensitif. Pria mana yang harga dirinya tidak terinjak saat dilamar oleh seorang wanita dan disaksikan sahabatnya sendiri. Untung saja, tidak menjadi tontonan umum.
"Biasanya kau akan berbangga dan menceritakan semuanya jika kau dekat dengan seorang wanita," ucap Sehun masih bersikeras untuk menggali informasi.
"Untuk kali ini, tidak."
Pria itu memang terlihat kacau akhir-akhir ini dan itu nampak jelas dari tatanan rambut dan kantong matanya. Ia tidak bisa tegas pada dirinya sendiri maupun orang lain.
Sehun seperti biasa, akan terus mencari tahu jika hyung-nya terlihat aneh.
***
Untuk mengatasi kekacauan dalam pikiran, Chanyeol menyelonjorkan tubuh jangkungnya di sofa hingga kakinya menggantung. Memilih menghabiskan waktu di depan televisi untuk menonton channel favorit di Youtube. Akhir-akhir ini, ia bisa menghabiskan 5 jam dalam sehari hanya untuk menonton channel berita sampai hiburan.
Entah karena terlalu asik dengan hobi barunya atau memang sedang menghindari sesuatu, ia sudah hampir seminggu tidak menghubungi orang tuanya. Untuk melirik layar ponsel pun enggan.
Ting tong ting tong.
Ia melihat layar door bell nya dan Eomma Appa nya sudah ada di depan tempat tinggalnya.
"Chan, apa kau ada di dalam?"
"Ya, tunggu"
Tidak biasanya mereka datang berkunjung ke Seoul. Ini hanya akan terjadi jika mereka memiliki acara penting atau ada masalah tentang anak-anaknya.
"Appa Eomma, sudah lama kalian tidak berkunjung," sapa Chanyeol seakan mengisyaratkan 'ada apa?'.
"Apakah kau tidak mengharapkan kedatangan kami?" jawab Eomma yang langsung mengecup pipi putra kecilnya itu.
"Bagaimana bisa? Tentu aku mengharapkan kalian. Hanya saja, tidak biasanya."
"Di mana Hyung-mu?" tanya Appa basa basi. Karena yang mereka cari, tidak lain adalah dirinya.
"Sudah 2 hari dia tidak pulang. Sepertinya ada proyek besar di kantor," jawabnya seraya menyiapkan minum untuk orang tuanya.
"Anak itu, harusnya dia sudah berkeluarga di usianya. Ia sudah tidak muda lagi, tapi masih menenggelamkan diri pada dunianya," tukas Eomma menimpali.
"Ia menyukai itu, Eomma. Yang terpenting ia bahagia," bela Chanyeol.
Hubungannya dengan Hyung-nya bisa dibilang tidak sedekat ia dengan Noona-nya. Tapi, ia tidak bisa mendengar tanggapan negatif tentang Hyung-nya.
"Aku harap kau tidak seperti itu Chan, Appa tahu kau masih asik dengan usaha yang sedang berkembang tapi nantinya hidupmu akan lebih sempurna dengan keluarga yang kau miliki," Appa mengingatkan.
Chanyeol hanya mengangguk pelan. Ia malas merespon. Semoga mereka tidak membahas apa yang dihindarinya. Namun, itu semua hanya sebatas angan.
"Jika kau menikah dalam tahun ini, Appa akan mempertimbangkan untuk menginvestasikan 50 juta won di Visio," ujar Appa mengagetkan. Itu adalah angka yang fantastis untuk sebuah usaha startup.
"Apa Appa berusaha menyuapku?"
Semenarik apapun tawarannya, Chanyeol menahan diri.
Bagaimanapun Visio butuh banyak investasi, dengan kebutuhan user yang dinamis dan perkembangan teknologi yang cepat, akan sayang sekali jika ia melewatkan investasi sebesar ini.
"Sampai saat ini kau belum memberi keputusan. Appa pikir, harus ada dorongan untuk membulatkan niatmu," tegas Appa. Tak bisa membiarkan hal ini berlarut larut dan menggantung. Walaupun, ia tetap mengharapkan putranya akan melakukan apa yang ia inginkan.
"Maafkan aku, Eomma, Appa. Keputusanku sudah bulat untuk tidak menikahi Moon Gayoung," jawab Chanyeol yang baru saja menentukan keputusannya, setelah menyesap sisa teh di cangkirnya. Ya, fresh from his mind.
Chanyeol semakin enggan terlibat dengan Gayoung. Terlebih, hal ini membuat kedua orang tuanya semakin menekannya. Semakin ditekan, ia semakin sulit dikendalikan.
***
Tepat seminggu setelah pertemuan Keluarga Park dan Keluarga Moon di pusat perbelanjaan, Tuan dan Nyonya Park sedang di dalam perjalanan menuju Busan Station. Sesuai rencana, hari ini mereka akan menjemput Chanyeol di stasiun dan bertolak ke kediaman Keluarga Moon.
"Chan, apa kau serius? Mengapa baru mengatakannya sekarang? Apakah kau tidak bisa mendapatkan untuk schedule selanjutnya?" tanya Chanyeol Eomma pada suara di seberang.
"Ada apa Eomma?" tanya Chanyeol Appa mengalihkan pandangannya pada wanita di sebelahnya untuk beberapa detik, sebelum kembali memperhatikan lalu lintas yang ramai.
"Sepertinya dia tidak bisa melakukannya hari ini, tadi Chanyeol datang terlambat ke stasiun jadi ia ketinggalan kereta. Bagaimana ya?"
"Ya sudah, kita re-schedule saja kalau dia tidak bisa mendapatkan tiket hari ini," jawab Chanyeol Appa. Chanyeol Appa merasa tidak enak kalau orang yang ditunggu justru tidak bisa datang. Lalu, untuk apa pertemuan ini.
Sepertinya Chanyeol justru berpikir lain.
"Paham, paham, Eomma akan ke sana," jawab Eomma mengakhiri panggilan.
"Chan ingin kita ke sana, setidaknya jangan membuat kesan kita adalah orang yang tidak berkomitmen," imbuh Eomma-nya.
"Dasar anak itu! Aku suka tidak paham dengan cara berpikirnya. Justru ini akan membuat dia terlihat buruk."
"Satu lagi, ia meminta kita untuk tidak menyampaikan apapun terlebih dahulu," tutur Eomma menambahkan.
Appa sebenarnya memiliki cara berpikir yang serupa dengan Chanyeol, hanya saja keputusan yang diambil sering berbeda. Mungkin, karena tujuan mereka berbeda.
***
"Selamat datang, akhirnya tamu yang dinanti-nanti sudah tiba," sambut Gayoung Appa pada sepasang suami istri yang masuk ke halaman rumahnya dengan sangat ramah. Jika ada orang asing dan tidak tahu menahu siapa mereka, pasti akan mengira ia menyambut tamu istimewa.
"Wah, terima kasih untuk sambutannya. Senang bisa berkunjung lagi ke rumah ini," jawab Chanyeol Appa tidak kalah ramah.
"Benarkah? Kami sudah menyiapkan hidangan spesial untuk malam hari ini," Eomma menimpali.
Benar saja, kalau sampai Keluarga Park tidak jadi datang. Ini sungguh mengecewakan. Jujur atau tidak, tidak mungkin seseorang akan menyambut calon besan tanpa persiapan.
"Sebelumnya kami mohon maaf, mendadak Chanyeol tidak dapat datang. Karena hari ini lalu lintas Seoul sangat padat, ia tertinggal schedule keretanya," terang Chanyeol Eomma dengan wajah kecewa.
"Sayang sekali, padahal aku merindukan candaan putramu. Tapi mau bagaimana lagi, yang terpenting dia sehat-sehat saja," ujar Gayoung Eomma bijak. Eomma tentu menantikan kehadiran pria itu ke rumahnya. Sejak pernyataan Chanyeol di pusat perbelanjaan, keluarga Gayoung bahagia seperti akan mendapatkan lotre miliaran won.
Bahkan, Eomma sudah beberapa kali menghubungi teman-temannya sekadar untuk menanyakan ballroom ataupun wedding organizer yang bisa direkomendasikan untuk mengadakan acara pernikahan. Bukankah itu sudah seperti pengumuman tidak resmi?
Appa dan Eomma menjamu orang tua Chanyeol di ruang tamu seperti saat pertama kali mereka berkunjung ke rumah itu. Sedikit bercengkrama, menunjukkan betapa akrabnya mereka saat ini.
"Malam Ahjussi, Ahjumma," sapa Gayoung hangat ketika ia melangkahkan kakinya di ruang tamu. Kali ini, ia kembali menggerai rambut panjang bergelombangnya dengan balutan dress navy selutut.
"Malam Gayoung-ssi."
"Kau tampak cantik malam ini," puji Chanyeol Eomma. Bisa dibilang, mata bulat dan bibir penuh adalah standar kecantukan untuk Chanyeol Eomma. Terlebih aura lembut yang Gayoung pancarkan. Tak mengurangi sisi tegas dirinya.
Gayoung berterima kasih dengan senyum merekah. Hari ini ia sudah jauh lebih percaya diri. Tentu saja setelah menaklukkan Chanyeol.
"Sepertinya hidangan sudah siap, ayo lekas bersantap," ajakan Appa menghentikan sapaan Gayoung.
Untuk kali ini, pembicaraan antara kedua keluarga jauh lebih akrab dan hangat. Jaemin dan Yoojung pun ikut menyantap makan malam bersama-sama. Gayoung juga bisa terlibat dalam perbincangan dan ia bercerita banyak hal tentang pengalamannya, mulai dari sekolah sampai bekerja.
"Waktu itu aku belum banyak bertanya, bagaimana kau mengenal Chanyeol?" tanya Chanyeol Eomma di sela makan malamnya.
Gayoung meletakkan sendok garpunya di atas meja dan mulai bercerita, "Sebenarnya, aku mengenal Chanyeol Oppa ketika tahun pertama di kampus. Aku tidak pernah berbicara dengannya selama sekolah. Tapi dia satu-satunya senior di jurusanku yang berasal dari Busan. Jadi mau tidak mau aku harus mengenalnya."
Hal ini mengejutkan kedua orang tua mereka-- mengingat bagaimana mereka berkenalan sebelumnya. Seperti orang asing. Ya, keduanya memilih respon yang tak jauh berbeda. Mereka tidak membuat skenario. Walaupun tanpa kontak batin sekalipun, sepertinya mereka lebih nyaman untuk pura-pura tidak mengenal. Bahkan awalnya, seperti tidak pernah melihat.
Gayoung tidak bermaksud melangkahi. Jika nantinya mereka akan menikah, hal seperti ini tentu tak mungkin disembunyikan lagi. Tidak akan lucu jika orang tuanya mendengar ini dari tamu undangan.
"Bagaimana bisa kau tidak menceritakan ini pada Eomma?" tanya Gayoung Eomma tidak terima
"Aku rasa ini bukan hal yang penting Eomma," jawab Gayoung berharap mood Eomma akan tetap baik dengan jawabannya.
"Apa kalian sudah sedekat itu sampai Eonni memanggilnya Oppa?" tanya Yoojung dengan polos. Sudah seperti orang yang tidak pernah bertemu, kemudian hari ini dengan santainya memanggil 'Oppa'. Junior tidak akan berani memanggil seperti itu tanpa hubungan dekat.
"Apa? Tidak. Kami tidak dekat," jawab Gayoung cepat sambil menyilangkan tangan. Sepertinya, mereka salah paham.
"Lalu?" kini Chanyeol Appa terlihat lebih penasaran. Sikap Chanyeol sebelumnya sudah membuatnya curiga, apalagi cerita Gayoung malam ini. Ia bertanya-tanya sebenarnya mereka memiliki hubungan apa.
"Aaah, itu karena kami sama-sama berasal dari Busan. Pelajar dari Busan adalah perantau yang tinggal sendiri di sana jadi kami membuat perkumpulan, semacam keluarga kedua di Seoul. Agar kami bisa lebih santai, senior meminta kami untuk memanggil menggunakan panggilan yang lebih akrab. Selain Sunbae," jawab Gayoung yang masih belum bisa diterima keluarganya.
"Wah, Chan tidak pernah bercerita hal ini juga padaku, Appa," tukas Chanyeol Eomma mengompori.
"Kami terbiasa dengan panggilan oppa, noona, hyung, dan eonni tanpa alasan kedekatan apapun," jelas Gayoung sembari menarik kedua ujung bibirnya. Hal ini harus dipahami oleh semua orang yang hadir malam ini.
Tak pernah ada hubungan spesial antara Moon Gayoung dan Park Chanyeol.
"Lalu, bagaimana dengan sekarang?" Eomma memancing pendapat Gayoung.
"Ya, sama saja seperti sebelumnya. Kami tetap berteman."
"Kalau Chan menjadi suamimu, bagaimana?" tanya Chanyeol Eomma mengkonfirmasi.
Setelah jawaban Gayoung tadi, ia tidak dapat mengendalikan rasa penasarannya. Chanyeol hanya meminta Eomma-nya untuk tidak mengambil keputusan, bukan mengintrogasi Gayoung. Tentu tidak akan masalah, begitulah yang Eomma pikirkan.
Gayoung berpikir akan lebih baik menyampaikan semuanya ketika Chanyeol ada di sini. Bukankah hal ini melibatkan mereka berdua. Namun, menimbang lagi, ia tak punya banyak waktu hanya untuk menunda kabar bahagia itu.
"Setelah bertemu dengannya lagi, aku rasa Chanyeol Oppa bisa menjadi orang yang tepat," jawab Gayoung.
Tak disangka, ritme jantung Gayoung mendadak bekerja lebih cepat. Bukankah ini aneh? Ia tidak sedang menyatakan perasaannya terhadap Chanyeol.
Senyum mereka di bibir keluarganya dan keluarga Chanyeol. Apalagi melihat Gayoung yang refleks meneguk air minum-- menyembunyikan semburat merah di pipi. Ia memberanikan diri untuk menjawab, tentu karena keduanya sudah membahas beberapa hari lalu di Seoul.
Ya, pertemuan yang menghebohkan dan disebut sebagai drama oleh seorang teman Chanyeol--yang menyebalkan.
***
Chanyeol tiba di Busan keesokan paginya dan disambut hangat oleh kedua orang tuanya.
"Appa, Eomma, kalian terlihat begitu bahagia. Apa yang membuat kalian seperti ini?"
"Hmm ... Kami beri tahu sekarang tidak ya?" goda Eomma.
"Simpanlah barang-barangmu di kamar. Lalu, kita akan bicara di ruang keluarga," perintah Appa-nya.
"Aku tidak akan lama hari ini, Appa. Tidak bisa menginap. Sore nanti, aku akan kembali ke Seoul," ujar Chanyeol singkat. Ia sudah memiliki banyak agenda meeting karena besok adalah hari Senin. Sedikit banyak, ia perlu membaca materi presentasinya.
"Apa kau tidak akan pergi ke kediaman Keluarga Moon?" tanya Eomma-nya khawatir.
"Tidak, Eomma, sepertinya aku akan menemui Gayoung saja untuk membuatnya singkat," ujar Chanyeol sembari duduk di depan televisi. Ia berencana menjelaskan apa yang tidak bisa ia sampaikan setelah Gayoung melamarnya. Ia khawatir jika ada kesalah pahaman.
"Kapan kau berencana melamar Gayoung secara resmi?" Eomma memulai pembicaraan.
Chanyeol menyemburkan air minum yang baru diteguknya.
"Harus seterkejut itu? Kau akan segera melamarnya 'kan?" sekarang Appanya yang meminta kejelasan.
"Kapan aku bicara begitu? Kemarin aku sudah meminta Appa dan Eomma untuk tidak mengambil keputusan apapun. Mengapa sekarang menanyakan lamaran? Ini tidak ada di pembicaraan kita kemarin," bantah Chanyeol dengan mata membulat. Ia jadi berprasangka Eomma dan Appa-nya tidak mendengarkan permintaannya kemarin.
"Saat itu kau bilang tak bisa menolak bila Gayoung memilihmu dan sekarang ia memang memilihmu," tegas Eomma memberikan jawaban yang sama sekali tidak ingin Chanyeol dengar.
"Tapi aku sudah bilang pada Eomma dan Appa kalau aku tidak akan menikahinya."
'Oh Tuhan, waktu itu aku hanya ingin menjaga perasaan semua orang. Kenapa justru itu yang diingat?' kesal Chanyeol dalam hati.
Raut wajah Chanyeol mulai panik, ia sampai menggigit bibir bawahnya sendiri. Harap-harap cemas bagaimana Eomma-nya bisa sampai pada kesimpulan semacam itu.
"Kemarin Gayoung menyampaikan," jawab Eomma seraya menautkan jemari di kedua tangannya, menunjukkan keseriusan pembicaraan ini.
"Ah, perempuan itu bisa membuatku gila," ujar Chanyeol setengah berbisik, tapi terdengar jelas di telinga orang tuanya.
"Apa maksudmu?" kini Appa menjadi ingin tahu. Putranya memberikan ekspresi yang sulit dicerna.
"Sebenarnya, soal di supermarket, itu hanya sopan santun. Gayoung juga agaknya salah paham dengan diamku waktu itu dan menganggap aku mau menikah dengannya," keluh Chanyeol seraya mengusap wajahnya frustasi.
Ada penyesalan dalam benaknya. Mengapa tidak menolak Gayoung terang-terangan? Mengapa memilih menjaga harga diri perempuan itu di depan Sehun?
"Eomma harap kau akan melakukan tindakan yang tepat," tegas Eomma tidak mau mendikte apa yang dilakukan putranya. Namun, setidaknya ia harus memberikan peringatan, agar Chanyeol tidak melewati batas.
"Aku akan menghubunginya dan memperjelas semua ini."
Eomma mulai khawatir jika Chanyeol tak menindaklanjuti. Bukan semata soal harapan sebagai orang tua, melainkan keseimbangan hidup putranya.
"Lalu, kau akan menolak perempuan itu? Dia sudah mengatakannya di depan kami dan keluarganya. Kau bisa bayangkan bagaimana menjadi dia?" ucap Eomma berharap sedikit welas asih putranya.
"Itu konsekuensinya. Justru itu, aku perlu membicarakan ini dengannya. Agar kesalahan ini tidak berlarut."
"Tidak untuk sekarang! Kau masih terlalu emosi," sergah Appa. Walaupun Chanyeol sudah dewasa, tidak ada yang menjamin ia akan mampu mengontrol emosi dalam kondisi runya. Semua ini berjalan di luar kendalinya.
"Pikirkan baik-baik perkataan Eomma setidaknya selama beberapa hari. Menurut kami, jawabanmu waktu itu tidak ada yang salah. Gayoung wanita sempurna dari keluarga baik-baik. Kalian punya latar belakang serupa dan sepertinya cara berpikir kalian bisa saling menguatkan. Itu jika Appa tidak salah memahami kalian. Belum tentu, nantinya kau akan menemukan yang seperti itu lagi."
Chanyeol menghela napasnya.
"Lagi pula, kudengar kalian lebih dari sekali mengenyam pendidikan di tempat yang sama. Walaupun kalian tidak dekat, pasti kalian sudah cukup mengenal satu sama lain," lanjut Appa-nya mengingatkan.
Pandangan Chanyeol kosong sementara otaknya tengah berpikir. Ia sadar, Gayoung lebih dari kata sempurna yang banyak pria bisa ucapkan. Namun, ia tak ingin yang sempurna, hanya orang yang diinginkan.
Catatan kaki:
QoL: Quality of Life, standar hidup yang berkualitas untuk dapat beraktivitas dengan baik.
***
Hi! Bagaimana sejauh ini?
Apakah kalian mulai kesal dengan kondisi yang mereka hadapi? Sebenarnya agak sebal dengan karakter Chanyeol.
Dia baik banget tapi ya ada konsekuensi dari kebaikan sekalipun. Mau sejauh apa kita menjaga perasaan orang lain, belum tentu orang lain akan bersikap sama. Jadi ikhlas ya 😊
Tolong berikan komentar terbaik dan bintangmu ya biar aku bisa mereview sebenarnya cerita ini sudah lebih baik untuk dipublish atau tidak.
Terima kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro