Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 25 - Nightmare

Bukannya hilang rasa bersalah, demi kedamaian hubungannya, Chanyeol berusaha bekerja sama dengan lebih melihat dari perspektif Gayoung. Termasuk dengan tidak membahas soal perasaan ataupun hubungan keduanya yang pernah melampaui batas. Fokus bagaimana untuk saling menjaga satu sama lain selama beberapa waktu ke depan.

"Hmmm, sebenarnya ada yang mengganggu pikiranku," ujar Chanyeol memulai pembicaraan, di sela-sela kesibukannya, "waktu itu, kau kenapa ada di klinik? Sakit apa?"

Gayoung yang duduk di ujung sofa terdiam. Seharusnya tak sulit untuk mengaku. Hanya saja, ia tak mau.

"Tidak. Hanya cek kesehatan. Aku terbiasa memeriksa tubuhku berkala, memastikan tidak ada masalah. Lagi pula, sebelum mulai masuk aku perlu surat keterangan sehat," jelas Gayoung berdalih.

"Bagaimana hasilnya? Kau terlihat kurang sehat belakangan."

"Eee ..., aku baik-baik saja. Mungkin, hanya kelelahan," jawab Gayoung. Ia ragu Chanyeol benar-benar memperhatikannya. Gadis itu yakin, ini hanya basa-basi.

Chanyeol mengangguk paham walaupun ada kecurigaan dengan apa yang Gayoung sampaikan. Mungkin sekarang belum saatnya. Lagi pula, masih ada hal penting yang lebih perlu keduanya bicarakan.

"Soal perjanjian ...."

Gayoung terdiam sejenak. Lantas, gadis itu mempersilakan Chanyeol melanjutkan ucapannya.

"Sebelumnya, aku memang ingin kita memperbarui perjanjian kita. Saat ini ... kupikir kita tak butuh perubahan. Tapi, aku ingin satu hal."

Hampir tak percaya mendengar apa yang Chanyeol katakan, Gayoung ingat betul Chanyeol mendebatnya habis-habisan soal klausa perjanjian mereka yang dianggap tidak efektif. Entah pria ini sedang bercanda atau ada alasan besar yang tak diketahui.

"Apa?" tanya Gayoung penuh selidik.

Pria itu, menautkan jari-jari panjangnya dan menatap Gayoung sungguh-sungguh. "Tidak perlu rahasiakan hubungan kita dari siapapun. Ini akan lebih mudah juga untukku menjagamu."

Wow! Sama sekali Gayoung tak terpikir, Chanyeol akan mengambil langkah ini. Meskipun, dari awal pria itu memang tak pernah berniat menyembunyikan hubungan mereka dari siapapun.

"Kenapa?"

"Orang sering menghalangiku untuk berada di dekatmu ataupun sebaliknya. Kupikir, karena mereka memang tidak tahu apa-apa."

Gayoung berdesis. Meskipun hanya status, semua tak akan lagi sama. "Pernikahan ini, bukan hanya tentang aku. Ini juga tentang Sunbae. Apa kau tak takut kehilangan kebebasan?"

"Kebebasan seperti apa yang kita perlukan memang? Ini tak akan mengubah hubungan kita berdua. Aku tak akan merecoki keputusanmu seperti perjanjian kita. Apa yang menjadi privasimu akan tetap menjadi hakmu. Sepenuhnya. Sama halnya denganku."

"Kau tak akan menyesal, Sunbae?"

"Apa yang harus aku sesali? Aku hanya ingin hubungan ini jelas di lingkaran—pertemanan— kita."

Gayoung tertegun. Benar, hubungan keduanya tak akan ada yang berubah. Yang mungkin berubah adalah bagaimana hubungan mereka dengan teman-teman mereka, termasuk Jongin dan Sunbin. Jelas, Chanyeol kembali menjadikannya pion.

"Sunbae, punya rencana apa? Kau tahu, kbisa kehilangan Sunbin," pancing Gayoung.

"Rencana? Astaga! Aku hanya ingin mengurai benang kusut di antara kita. Mungkin Sunbin dan Jongin akan kesal, tapi akan lebih menyakitkan kalau mereka tahu dari orang lain."

Gayoung tersenyum sinis, "Atau tak perlu tahu sekalian."

"Kalau begitu, kau harus siap menjaga dirimu sendiri. Satu hal lagi, apa kau tak penasaran pada teman—perempuan—mu. Berteman karenamu atau aku?" tanya Chanyeol telak. Gayoung lebih dari jengah dengan fakta ini. Mungkin ada benarnya, gadis itu juga perlu mengetahui tendensi Sunbin berteman dengannya.

***

Bersama Chanyeol dan kedua temannya, Gayoung mengunjungi Des Roses et Des Orties, sebuah fine dining restaurant ternama di Colomiers. Restoran mewah yang tampak artistik dengan eksterior minimalis serta pemilihan warna interior ruangan yang hangat.

Dari sekian lokasi meja yang strategis, mereka memilih bagian luar, dengan kursi rotan beratapkan shelter putih. Mudah untuk mereka menikmati lampu kelap-kelip menghiasi siluet pepohonan dan semak-semak sekitar di malam hari.

"Well, this is my first time in Toulouse," celetuk Jongin jujur. Tadinya, ia pikir Chanyeol sedang bercanda mengajaknya makan malam, mengingat Hyung-nya itu sangat perhitungan.

"Ya... sekali-kali boleh lah, lagi pula sebentar lagi kita akan berpisah," canda Chanyeol.

"Aku tak bisa membayangkan berpisah dari kalian," ucap Sunbin bergaya sendu. Malam ini, gadis itu mengenakan gaun berwarna salem dengan potongan selutut. Tampak memesona hingga mampu membuat gadis-gadis lain insecure melihatnya, termasuk Gayoung.

"Sambil menunggu makan malam kita, sebenarnya aku punya pengumuman. Bukan hanya aku, aku dan Gayoung," jelas Chanyeol memulai. Sementara itu, Sunbin dan Jongin menatapnya heran.

"Jangan-jangan ada kaitannya dengan perjanjian yang kau ancam pada Gayoung? Baguslah kalian tidak bermain petak umpet dengan kami," ucap Jongin penuh selidik.

Chanyeol tergelak dan lantas menyesap sedikit wine di sisi kiri mejanya. Sementara itu, Gayoung hanya menyunggingkan senyum tipis. Tinggal menghitung waktu, menunggu ledakan bom di hadapannya.

"Hmmm. Kita sudah berteman sekian lama, kupikir tidak baik ada rahasia besar di antara kita," tukas Chanyeol dengan suara husky-nya.

Tiba-tiba, pandangan pria itu terarah pada Gayoung dengan penuh arti. Gayoung sendiri sampai tertegun melihatnya. Mengingatkan Gayoung pada momen ketika pria itu mengecup keningnya. Sekaligus menyadarkan bahwa pandangan dalam Chanyeol bukan hal yang sulit, tak seberarti yang ia duga. Pria itu layak masuk nominasi aktor terbaik.

"Kami sudah menikah," ucap Chanyeol seraya menautkan jari-jarinya pada jari-jari lentik Gayoung. Memamerkan cincin yang bertengger di jari manis gadis itu.

Pernah menduga hubungan keduanya bukan sebatas teman, tak lantas membuat Jongin tak terkejut.

"Kalian tidak bercanda? Tapi temanku— Sehun?" tanya Jongin bingung.

Gayoung pun angkat bicara, "Sehun hanya ingin mengerjaimu, Jongin. Aku tak pernah punya hubungan apapun, selain mengenalnya dari Sunbae."

Tangan Jongin memijat pelipisnya. "I see. Kalian mau-mau saja bersekutu dengan si Berengsek itu. Aku sudah curiga ada yang tak beres di antara kalian sejak awal. Selamat. Jadi, kapan kalian me—"

"Katakan kalau ini bohong, Gayoung?" sela Sunbin. Pandangannya sayu dan air mata mulai menggenangi kelopak matanya. Kecurigaan Sunbin yang disimpannya sejak insiden di rumah sakit sudah terjawab.

Empati membuat lidah Gayoung kelu hingga sulit untuk bicara. Ia tak setega yang dibayangkannya sendiri ketika melihat raut kecewa Sunbin.

Hari ini Sunbin merasa ditipu dan dikhianati. Terlebih oleh Gayoung. Selama ini, ia berharap memenangkan hati Chanyeol dengan dukungan Gayoung. Namun, semua tak akan lagi pernah terjadi.

"Sunbin, pernikahan kami tak seperti pernikahan pada umumnya. Kami hanya saling membutuhkan," tandas Gayoung, meminta pengertian Sunbin.

Mata Sunbin memerah. Ia malu sudah membiarkan Gayoung tahu perasaannya dan memberikan kesempatan Gayoung untuk menertawakan kebodohannya.

"Kalian ... jahat!" amuk Sunbin. Segera ia berlari meninggalkan meja. Tak menghiraukan teriakan yang memanggilnya, dari Jongin ataupun Chanyeol.

Ada rasa bersalah turut andil dalam sakit hati yang Sunbin rasakan sehingga Gayoung berlari mengejar gadis itu. Tanpa peduli ke mana kakinya melangkah.

***

Awalnya, Chanyeol dan Jongin memberikan waktu kedua gadis tadi bicara. Namun, sudah terlalu lama dan laporan dari seorang petugas security bahwa kedua gadis itu masuk ke hutan, membuat mereka risau.

"Kenapa Anda tidak menahan mereka?" keluh Jongin yang merasa terlambat. Ia tak mendengar suara Sunbin ataupun Gayoung ketika mulai memasuki kawasan dengan pinus-pinus menjulang. Tanda-tanda kedua gadis itu melewati jalan yang Jongin dan Chanyeol lalui pun hampir tidak ada.

Sementara itu, Chanyeol hanya bisa meneriakkan nama mereka tanpa sahutan. Mau bagaimana, tak seorang pun dari kedua gadis itu yang membawa ponsel.

"Aku pikir, dengan terbukanya hubungan kalian, Sunbin akan menerima, tapi sepertinya tidak," ujar Jongin sembari mengarahkan penerangan pada sela-sela pepohonan dan semak.

"Kami punya pilihan untuk diam lebih lama. Tapi, mengenal kalian sedekat ini, membuatku merasa tak perlu ada kebohongan di antara kita."

"Aku tahu," ucap Jongin seraya menepuk pundak Chanyeol. Lantas, ia bertanya kembali pada si Pegawai, "Apa kau tak punya solusi untuk menemukan temanku? Kalau mereka tidak bisa ditemukan malam ini, bagaimana?"

"Jangan sampai, Monsieur! Kita harus cepat, sering ditemukan pemuda sakau di sini," ucap si Pegawai.

Tadinya ia hanya ingin menggertak, tapi kekalutan membuatnya menarik kerah baju si Pegawai dan menatap pria kaukasoid itu dengan tatapan nyalang. "Kau gila! Kenapa baru bilang?"

Refleks Chanyeol melerai meskipun ia sendiri merasa sangat berdosa menjadi salah satu penyebab kejadian ini.

***

"Sunbin-ah! Kau di mana? Kita perlu bicara!" teriak Gayoung. Gaun panjangnya menjuntai, membuatnya sulit berjalan, sehingga ia sulit mengikuti langkah Sunbin.

"..."

"Sunbin!"

"..."

Teriakan Gayoung menggema tanpa satupun jawaban. Sementara itu, malam semakin mencekam. Sekitarnya tampak begitu gelap. Hanya pantulan sinar dari bulan yang lolos dari sela-sela dedaunan.

"Sunbin, kumohon!"

Gadis itu terus berjalan masuk, mengabaikan tumbuhan liar yang menggores kakinya. Bahkan, sepasang heels yang membalut kakinya terpaksa dilepaskan.

"Hiks... hiks...."

Beruntung, pencarian Gayoung membuahkan hasil. Suara tangisan sampai di telinganya dan semakin lama semakin jelas. Gayoung yakin itu lirihan temannya.

"Sunbin-ah...."

Matanya menangkap keberadaan Sunbin yang sedang berjongkok dan terisak. Sementara itu, sosok yang disapa melayangkan tatapan membunuh.

Gayoung hanya bisa memejam. "Aku tidak bermaksud berbohong. Ini —pernikahan— tidak seperti yang ada di pikiranmu."

"Cih! Kenapa kau harus membiarkanku mengharapkannya?" protes Sunbin penuh amarah, "atau, kau memang ingin menjadikanku lelucon?"

Apapun yang dikatakan Gayoung, Sunbin sudah terlanjur kecewa.

Gayoung mendesah. Ia telah mengingatkan Sunbin sejak awal. Namun, semua menjadi sulit ketika keduanya —Sunbin dan Chanyeol—terlihat saling mencintai. Posisinya serba salah.

"Aku sudah bilang, tapi aku tak bisa memaksakan perasaanmu bukan?"

"..."

"Maaf."

"Sejak kapan?" tanya Sunbin dengan pandangan nanar.

"Sebelum kami tiba di Toulouse," ucap Gayoung tak bisa menahan getar suaranya. Ia takut Sunbin semakin tersakiti.

Sunbin menjambak rambutnya. Kesal. Tak kuasa untuk tak bicara, "Astaga! Padahal kalian cukup mengaku di awal agar perasaanku tak tumbuh sedalam ini."

"..."

"Kau tahu, Gayoung-ah? Sekarang ... sekarang ... perasaanku tak mudah kalian hapus dengan pernyataan kalian tadi. Ak-aku sangat mencintainya. Aku menginginkannya."

Kata-kata Sunbin membuat Gayoung merasa menjadi pengecut paling munafik di dunia. Keputusan egoisnya yang membuat temannya sendiri terluka.

"Tenang. Seperti yang kubilang tadi, hubungan kami bukan soal cinta. Kalau aku mencintainya, aku sudah memisahkan kalian sejak dulu."

Kaki Sunbin melangkah maju untuk menatap apakah kejujuran yang disampaikan Gayoung. Kata-kata Gayoung sangat sulit dimengerti. Mana ada hubungan pernikahan seperti itu?

"Benarkah? Berarti, kalau aku minta Chanyeol darimu, kau akan memberikannya?" tantang Sunbin.

Sontak, Gayoung bergeming. Tak menyangka perasaan Sunbin membuat gadis itu menjadi begitu berani. Selama ini, Gayoung mengenal Sunbin sebagai sosok yang ceria dan berhati lembut, bahkan rapuh.

"Kenapa diam? Kau tak bisa memberikannya 'kan? Kau sama menginginkan Chanyeol sepertiku?"

Gayoung menggigit bibir bawahnya. Ya, benar. Ia tak bisa bicara karena ia tak bisa memberikan Chanyeol pada siapapun. Bukan dirinya, bukan juga Sunbin.

Hati-hati, Gayoung menanggapi, "Aku hanya menikah ... tapi ... aku tak pernah memilikinya. Lantas, apa yang bisa kuberi?"

"Bohong!" pekik Sunbin kesetanan. Air matanya kembali berderai dengan teriakan histeris.

Dada Gayoung sesak melihatnya. Tak sanggup lagi menanggapi, ia terdiam. Mungkin hanya waktu yang mereka perlukan.

***

Kres kres kres.

Tidak Gayoung ataupun Sunbin menduga mereka akan masuk ke dalam hutan pinus yang mencekam. Beberapa orang pemuda muncul di hadapan Gayoung dan Sunbin dengan tatapan tak bersahabat. Sepintas terlihat sadar, tapi mereka lebih mirip orang linglung.

"Allo, Madmoiselle.*"

Keduanya melangkah mundur.

"Perdebatan kalian mengganggu mimpi indah kami. Bagaimana kalau kita bermain sebentar?" goda seorang pria yang mendekat.

"Ya, agar mulut kalian tidak hanya mengeluarkan sampah," celetuk pemuda lain yang lantas mematikan rokoknya.

Kedua gadis itu saling melirik. Tanpa kata, mereka sepakat untuk berlari. Menggenggam erat tangan satu sama lain dan meneriakkan permintaan tolong meskipun pemuda-pemuda tadi terus mengejar mereka.

"Ki-ta ha-rus ber-pen-car. Me-re-ka a-kan ke-sulit-an —menangkap kita," saran Sunbin dengan nafas tersengal.

Sadar bahwa mereka perlu memecah gerombolan pemuda tadi, Gayoung melepaskan genggaman tangan Sunbin dan mengambil arah berlawanan, meski ragu.

Gadis itu bisa berlari lebih cepat dan bersembunyi di balik pohon. Sayang, suara nafasnya tak dapat dikendalikan.

Bruk!

Seseorang mengetahui tempatnya bersembunyi. Pria itu menarik ujung gaunnya yang sudah robek, hingga tubuh Gayoung terjerembab ke tanah.

"Jangan jual mahal, Nona."

Tubuh Gayoung meremang mendengarnya. Ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya. Tangannya bergetar meraba-raba mencari sesuatu untuk melindungi diri. Ketika pria bertubuh ceking itu kian mendekat, entah kekuatan dari mana yang menguatkannya. Segera ia pukulkan ranting tepat ke kening dan menendang bagian vital pria tersebut.

"Merde*," umpat pria tersebut.

Dengan sisa kekuatan yang dimiliki, Gayoung berusaha bangkit. Lantas, berlari tanpa peduli arah, sekencang yang ia bisa. Berharap tak seorang pun bisa meraihnya. Ketika dilihatnya secercah sinar lampu jalan, gadis itu mempercepat langkah. Mengabaikan cahaya terang yang melaju kencang dari sisi lain.

Brak!

***

2010, Paris

Ribuan orang berjalan di sepanjang Champs-Élysées menyerukan aksi penolakan terhadap penundaan masa pensiun dari presiden yang menjabat, Nicolas Sarkozy. Berbagai plang-plang dikibarkan dan suara teriakan menggema di sepanjang jalan sebagai bentuk sikap mereka terhadap kebijakan pemerintah.

Aksi ini tak terprediksi, termasuk bagi beberapa siswa pertukaran yang sedang asik bercengkrama di salah satu kafe di Rue de Marignan. Sekelompok remaja itu sadar bahwa kondisi mencekam saat suara dentuman mulai terdengar.

Mulanya mereka ingin menunggu sampai semua tenang sebelum kembali ke rumah singgah. Namun, kondisi jalanan yang kacau memaksa pemilik kafe untuk menutup tempatnya dan meminta para pengunjung untuk pulang melalui jalan tikus. Tak mudah menghindari demonstran yang berkeliaran.

"Il y a des traîtres ici!*" teriak segerombolan pemuda berkulit gelap dengan muka penuh coreng dan papan bertuliskan aksi protes ketika mendapati keberadaan mereka—siswa asing.

Spontan, siswa-siswa itu berhamburan dan berpencar. Mereka teringat kata pemilik kafe untuk menjauhi demonstran karena tidak semua demonstran akan simpatik pada warga asing. Penduduk asli cenderung sensitif dan ofensif dalam kondisi genting.

Aksi kejar-kejaran itu berlangsung terus menerus hingga dua orang gadis berwajah oriental terjebak di gang buntu.

"M'AIDEZ!*"

"M'AIDEZ! M'AIDEZ!" teriak kedua gadis itu bersahutan minta tolong.

Nahasnya, tak ada seorang pun yang datang menolong mereka. Suasana di sekitar terlalu chaos, beberapa tempat nyaris terbakar habis. Penduduk sibuk menyelamatkan diri masing-masing.

Tak tahu lagi ke mana harus meminta pertolongan, salah seorang gadis dengan rambut sebahu mencoba maju melindungi temannya, "Pouvons-nous bien parler? Nous devons rentrer chez soi.*"

Pemuda-pemuda itu tertawa dengan wajah beringas dan mendekat. Wajah ketakutan gadis-gadis itu justru menjadi stimulus. Seorang dari mereka nekat mengayunkan tongkat pada kepala salah seorang gadis.

"Aaaah!" teriak kedua anak perempuan itu seraya menghindar.

"Ferme ta bouche!*" gertak pemuda berambut cepak, meminta kedua gadis itu untuk tidak banyak bicara.

Tubuh keduaya semakin bergetar hebat ketika seorang pemuda tak henti-hentinya menggoda dengan mengayunkan tongkat kayu. Membiarkan temannya bersenang-senang, pemuda lain berjaga dan sibuk menertawakan.

Berkali-kali gadis-gadis itu menghindar dan mencoba menjelaskan kalau keberadaan mereka di sini hanya untuk belajar dan minta untuk dilepaskan.

Bug!

Nahas, ujung tongkat kayu yang sejak tadi diayunkan berhasil menghantam kepala anak perempuan berambut sebahu hingga mengucurkan darah segar.

Seorang gadis yang tadi bersembunyi di balik tubuh temannya tak bisa tinggal diam. Ia nekat mengambil pot tanaman gantung di dekatnya dan melemparkan pada pemuda bertongkat. Khawatir gadis itu mengancam keselamatan mereka, tanpa peringatan, pemuda berambut cepak yang berjaga menghunus sebilah pisau di perut gadis itu. Matanya membola karena terkejut. Refleks tangannya menahan darah yang mengalir. Seketika tubuh gadis itu limbung dan hilang kesadaran.

"Sooyoung-ah."

Flashback end

***

"Tolong! Tolong!"

Suara teriakan Sunbin sampai ke telinga Jongin. "Sunbin, kami di sini!"

Ketiga orang itu berjalan semakin cepat membelah semak-semak yang menghalangi. Tak ingin terlambat sedetik pun.

"Tolong Aku! Mereka mengejar kami," ucap Sunbin yang berhasil mereka temukan. Sepintas tak ada satupun yang kurang dari gadis itu selain pakaian dan kakinya yang sudah kotor. Namun, Chanyeol merasa ada yang hilang.

Gerombolan pemuda tadi bukannya takut pada Jongin dan kawanannya, mereka justru maju seakan cari ribut.

"Sial, kenapa kita harus berurusan dengan pria-pria ini," sinis Jongin.

Bash!

Seorang pria mengayunkan tangannya berusaha menyerang, hingga membuat mereka mundur dan terdesak.

"CHAAAAAN!" pekik Sunbin mendapati seorang lagi menarik lengannya dari samping. Chanyeol bergegas menarik Sunbin ke belakangnya. Ia menendang pria bertubuh gempal berkali-kali, hingga tersungkur. Sunbin terus menangis akibat ketakutan yang ia alami dan Chanyeol merengkuhnya untuk menenangkan gadis itu.

Tanpa sadar, di saat yang sama pria lain dengan tato jangkar di lengan, menyeringai tajam. Ia mencoba mendekati Jongin dan melemparkan beberapa pukulan. Cekatan, Jongin menghalau dengan lengannya.

Bug!

Nahas, satu pukulan berhasil mendarat di tepi bibirnya. Berbekal ilmu karate seadanya, Jongin membalas pukulan pria tadi dengan kalap hingga babak belur.

Tak terima temannya dihabisi, seorang lagi mengeluarkan pisau dari saku dan tersenyum meremehkan. Ia berusaha menyerang Jongin dengan pisaunya, terlebih dulu.

Bash!

Gerakan Jongin yang sudah melambat mengakibatkan dirinya sulit menghindar dan aliran darah mengucur dari lengan kanannya. Diselimuti kabut emosi, Chanyeol balas menendang pria tersebut.

"Kami dari kepolisian Colomiers, angkat tangan kalian!" terdengar suara polisi yang menyusul mereka masuk. Beruntung, Chanyeol tak perlu terlalu lama menghabiskan tenaganya untuk menghajar mereka satu per satu.

Jongin masih bisa berdiri dengan tegap sekalipun lengan dan bibirnya terluka. Perban tangan Chanyeol pun lepas karena ia banyak bergerak. Menyisakan rasa ngilu yang menjalar di sekujur tubuh bagian kanan dan sedikit lebam di pipinya. Sedangkan Sunbin, tak henti-hentinya menangis ketakutan karena perilaku agresif pria-pria tadi.

Chanyeol bisa sedikit bernapas lega, hingga menyadari apa yang sebenarnya hilang darinya.

***

Sudah dua hari ini tidak ada tanda-tanda kepulangan Gayoung. Chanyeol telah menghubungi pihak berwajib namun tidak ada kabar apapun. Sejumlah rumah sakit dan klinik yang didatangi mengaku tak memiliki pasien bernama Moon Gayoung.

Gleg.

Segelas champagne tandas dalam sekali teguk. Ketika ia mengambil langkah besar untuk menjaga Gayoung, gadis itu justru lepas dari penjagaannya. Mungkin takdir sedang mengajaknya bermain, bagaimana jika tak ada Gayoung dalam kehidupannya?

***

Catatan Kaki:

Allo, Madmoiselle: Halo, Nona

Merde: Tahi

il y a des traîtres ici!: ada penghianat di sini!

M'AIDEZ: Tolong aku

Pouvons-nous bien parler?: Bisa kita bicara baik-baik?

Nous devons rentrer chez soi: Kami ingin pulang ke rumah

Ferme ta bouche: Tutup mulutmu

Puas aku memisahkan Chanyeol dari Gayoung, tapi sampai kapan, ya? Kasihan juga si Gayoung tertekan. Aku tuh nggak sampai hati.

Oiya, sekali lagi ini hanya fiktif belaka ya, termasuk kejadian demo itu, biar lebih drama aja. Nggak semenyeramkan itu juga real demo di masa itu.

https://youtu.be/J-AEtyi_acg

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro