Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 14 - Why

Pertemuan Gayoung beberapa waktu lalu dengan Madam Pierre membuat gadis itu bisa lebih mengenal tetangga di samping unitnya. Hal yang tak direncanakan sama sekali, terlebih setelah keributan yang—tak sengaja—ia timbulkan. Wanita baya itu sangat senang bisa mengenal Gayoung hingga ia sering menceritakan pengalaman masa mudanya sampai resep masakan kebanggannya.

Meskipun nenek tersebut tak yakin Gayoung akan berhasil memasaknya, gadis itu menyalin dengan lengkap catatan milik Madam Pierre. Gayoung percaya kalau resep penduduk lebih otentik dibandingkan resep di internet.

Akibat merasa tersentil dengan anggapan Madam Pierre kalau ia tak akan mampu membuat masakan serupa milik wanita itu, Gayoung tak membuang-buang waktu untuk segera bereksperimen di dapurnya sendiri. Gadis itu mengeluarkan banyak bahan makanan dan peralatan sebagai bentuk persiapan dan antisipasi.

Suara gaduh yang ditimbulkan berhasil membangunkan Chanyeol yang semalam hanya tidur selama lima jam.

"Apa yang kau lakukan sepagi ini? Kenapa semuanya ada di meja?" keluh Chanyeol melihat meja pantry yang penuh botol dan piring.

"Memasak."

Masih dalam kondisi setengah sadar, Chanyeol menghampiri Hoobae-nya. "Memang apa yang mau dimasak?"

Gayoung melafalkan dengan aksen British yang kental, "Classic French Salad."

"Apa? Kau ingin bereksperimen membuat makanan alien pagi-pagi?" decak Chanyeol bingung sembari menggosok matanya. Ia menarik satu kursi untuk mengamati aktivitas Gayoung lebih dekat.

Dengan percaya diri Gayoung mempraktikkan apa yang sudah dicatatnya dari buku resep Madam Pierre. Awalnya Chanyeol hanya diam sampai ia melihat bagaimana cara Gayoung memegang pisau dapur.

"Kau mau potong dada ayam? Hentikan!"

"Kenapa?"

Sejujurnya, sejak awal Chanyeol tak pernah suka jika Gayoung sudah berurusan dengan peralatan dapur. Peringatan kedua orang tua Gayoung cukup menggambarkan bakat gadis ini. Ia lebih ahli memegang pena dan buku.

Tanpa babibu, Chanyeol mengambil apron di dalam laci dan menggunakan pisau yang baru saja Gayoung letakkan.

"Sunbae, aku tidak perlu kau bantu," protes Gayoung.

"Dari pada hanya menonton. Aku bosan. Ini dipotong apa?," bohong Chanyeol.

Gayoung menatap Chanyeol sengit. "Dadu."

Gayoung hanya bisa tertunduk mengamati Sunbae-nya yang sudah mengambil alih pekerjaan dan memotong fillet dada ayam miliknya nyaris sempurna.

"Sejak kapan Sunbae ahli di dapur," gumam Gayoung yang masih bisa Chanyeol dengar.

Pria itu menanggapi, "Aku suka membantu Eomma di rumah."

Memasak adalah salah satu keahliannya. Bahkan ia sering memasakkan teman-temannya yang berkunjung ke apartemennya di Seoul. Sangat bertolak belakang dengan Gayoung, Eomma-nya pasti akan berteriak saat melihat putrinya masuk ke dapur. Image Gayoung adalah pengacau dapur dan itu yang menjadi motivasinya untuk berubah.

"Lalu, akan kau apakan?" tanya Chanyeol sembari menepuk kedua tangannya layaknya chef di layar kaca.

"Sudah. Aku yang akan menumisnya."

Jawaban Gayoung tidak sepenuhnya digubris karena Chanyeol membaca resep Gayoung di meja dapur. Pria itu menuangkan sedikit minyak dan menunggu beberapa saat sebelum memasukkan irisan bawang bombay yang sudah Gayoung selesaikan. Dilanjutkan dengan potongan ayam dan beberapa bumbu dapur.

"Lain kali, kau tidak boleh seperti ini lagi. Biarkan aku belajar," ujar Gayoung kecewa. Bibirnya mengerucut tanda ia tak suka.

"Tapi tidak yang berbahaya. Mungkin lebih baik kau les masak dari pada conversation. Kau sudah terlampau jago bicara. Ini akan mencegah insiden di dapur dan perdebatan kita," goda Chanyeol tanpa rasa bersalah, "sudah tinggal kau angkat ayamnya."

Pria itu mengacak-acak rambut Gayoung sebelum berlalu kembali ke ruang tengah. Semenjak Gayoung tak protes Chanyeol mengusap kepalanya, pria itu jadi suka mengacak-acak rambut Gayoung.

Ting tong ting tong.

"Aku saja. Kau selesaikan dulu saladmu," putus Chanyeol melihat Gayoung mulai panik dan bersiap melepas apron kalau Chanyeol tak mendahuluinya.

Dilihatnya seorang wanita berkaca mata bulat yang mungkin seusia neneknya di Busan. Chanyeol lantas tersenyum dan menyapa wanita tersebut, "Bonjour!"

"Bonjour! Ada Gayoung di dalam?"

"Oui.* Silakan masuk," ajak Chanyeol pada nenek itu.

"Merci*. Aku hanya mampir. Semalam, aku membuat banyak croissant. Gayoung menikmati masakanku sebelumnya. Aku harap kalian menyukainya," ujar nenek tersebut.

Gayoung yang sedang asik mencampur bahan lain berhenti mendengar namanya disebut dan segera berlari ke pintu. Ia mengenal nenek tersebut. Siapa lagi kalau bukan pemberi resep salad yang sedang dibuatnya.

"Merci*, Madam Piere. Lain kali aku akan mengirimkan makanan Korea untukmu."

"Dérien,* Gayoung. Jangan repot-repot!"

Seketika, Chanyeol menyikut lengan Gayoung. Gayoung selalu berusaha memenuhi ekspektasi orang lain ataupun membuat orang bahagia tanpa menyadari kemampuannya sendiri.Pria itu pun langsung mewanti-wanti, "Jangan berjanji jika tidak bisa menepati".

Gayoung bersungut mendengarnya. Tak terima.

"Sadarlah, kau sangat menyeramkan di dapur. Membuat masakan basic seperti seolleongtang juga tidak bisa."

"Permintaanmu saja yang sulit," jawab Gayoung lantas memukul Chanyeol sekuat tenaga.

"Astaga! Sakit tahu!" teriak Chanyeol langsung melindungi dadanya dengan kedua tangan.

Tak enak hati memberikan tontonan pertengkaran di depan tetangganya. Chanyeol langsung menahan kedua tangan Gayoung.

"Maaf, Madam harus melihat kekacauan pagi-pagi. Kapan-kapan kita bisa makan malam di Restoran Korea favorit kami. Aku jamin rasanya sangat enak dibandingkan kau harus makan masakannya, dan tenang. I'll pick up the bill," janji Chanyeol sebagai ucapan terima kasih.

"Baik, aku tunggu undangannya."

***

"Kalian ribut lagi?" tanya Sunbin retoris.

Chanyeol tersenyum getir. Ia tidak merasa melakukan satupun kesalahan, tapi Gayoung mengabaikannya semenjak mereka berangkat. Diajak bicara tak menjawab. Diingatkan untuk tidak melewatkan anak tangga, gadis itu justru lompat dari bus. Benar-benar sangat kekanakan pikirnya.

"Tsaah... Sudah kuperingatkan berapa kali, Hyung? Kalian terlihat seperti pasangan kekasih muda belia yang masih belajar berkencan," sindir Jongin bergaya menggurui Chanyeol.

Meskipun melarang, Jongin hampir tidak pernah absen sebagai saksi pertikaian mereka dari hari ke hari. Ia justru menikmati. Sesekali penasaran, bagaimana bisa Chanyeol lolos dari tangan Sehun.

"Ah, tak peduli. Aku tidak ingin membahasnya. Kita makan saja."

Kedua temannya cukup kooperatif. Tak ada satupun yang membahas Gayoung selama mereka menghabiskan makanan utama. Di tengah-tengah keheningan, tiba-tiba Jongin mulai bicara, "Aku dengar ada kafe yang akan dibuka akhir pekan ini. Apa kalian mau ikut denganku Sabtu nanti?"

"Sepertinya aku tidak bisa," tolak Chanyeol mengingat jadwal meeting-nya dengan Junmyeon dan Sehun, serta relasi mereka. Ia tak yakin akan selesai cepat.

"Kalau begitu, aku tidak ikut," putus Sunbin.

"Kenapa? Padahal, kita bisa berkencan akhir pekan ini," ajak Jongin. Pria itu sampai memasang aegyo*-nya di depan Sunbin, berharap gadis itu akan mendukungnya. "Kau harus meluangkan waktumu, atau kutunggu di depan unitmu sampai malam?"

Sunbin terlihat ragu, "Hanya Berdua?"

Jongin mengangguk yakin. Toh, sebenarnya dia memang hanya ingin mengajak Sunbin. Namun, demi sopan santun, tentu Chanyeol harus diajak.

"Sepertinya tidak."

"Ayolah Sunbin! Dari pada kau hanya berdiam diri di rumah. Aku pastikan aku akan menghiburmu nanti."

Saking gemasnya pada Jongin, Chanyeol memukul dahi pria itu dengan garpu. Bahkan, Chanyeol sampai melarang, "Jangan mau pergi dengannya Sunbin!"

Sebenarnya, Chanyeol hanya bercanda, tapi sepertinya disalahartikan oleh Jongin ataupun Sunbin.

"Kenapa kau mau memonopoli Sunbin?" tanya Jongin serius.

Chanyeol sampai batal menyesap minuman di meja, saking terkejutnya. Ia tak bermaksud apapun.

"Tanpa bermaksud merusak hubungan kita. Sebenarnya sudah beberapa waktu ini aku ingin mengutarakan. Entah, kau senang dikelilingi para perempuan atau apa. Tapi, apa kau sebegitu sukanya mencari perhatian para wanita?"

Pertanyaan Jongin kali ini di luar perkiraan. Chanyeol sering mendapat pertanyaan serupa, tapi dengan nada bercanda. Aura di sini sangat berbeda. Panas.

"Pada Sehun yang bertangan dingin saja kau berani. Apalagi dengan peringatanku yang bukan siapa-siapanya Sunbin. Pasti kau mengabaikanku," omel Jongin masih tertuju pada Chanyeol.

Mata Chanyeol menatap Jongin dingin. Ia tak suka dipandang sebelah mata karena pesonanya. Apa lagi oleh orang terdekatnya. Chanyeol pikir, Jongin tak jauh beda darinya—wajahnya—, tak ada alasan untuk iri bukan?

"Sebentar, sebentar. Aku tadi hanya bercanda melarang Sunbin. Tapi, aku jadi tahu pandanganmu terhadapku—"

"—Baik. Aku tak pernah sekalipun minta perhatian orang-orang. Mungkin obrolanku menarik minat mereka. Soal Sunbin, kau tak masalah mengajaknya pergi selama ia mau. Tak ada paksaan. Asal kau tahu, orang yang kau bilang memonopoli ini, juga tak akan memaksa perempuan untuk berkencan dengannya. Paham?"

Chanyeol memang terkesan dekat dengan Sunbin dan Gayoung di sini. Namun, itu semua karena ia merasa harus menjaga mereka berdua. Ada rasa tanggung jawab yang sama untuk dua orang yang ia anggap paling dekat untuknya sekarang. Walaupun seorang bersikap seperti malaikat dan satu lagi seperti iblis kepadanya.

Sunbin menatap Jongin dan Chanyeol bergantian. Merasa bersalah sudah menjadi alasan perdebatan keduanya.

"Satu lagi, soal Gayoung, itu perkecualian. Kau tak berhak berpikir macam-macam tentang hubungan kami. Dia immune padaku," tegas Chanyeol.

***

Sampai sore ini, Chanyeol masih merasa tak nyaman. Ia bisa meninggalkan Gayoung untuk memberi gadis itu pelajaran, tapi ia tak akan mampu melakukannya. Setiap kali ingin menyakiti Gayoung dengan sengaja, ia selalu ingat wajah pendeta dan kedua orang tuanya.

"Mau pulang bersama, atau kutinggal?"

Gayoung melirik Chanyeol sinis dari tempatnya berdiri. Pria itu menunggunya di depan gerbang. Seumur hidup, baru Chanyeol, pria yang rela melakukan hal semacam itu untuknya.

"Kalau kau ingat janjimu di pesawat, kau tak akan meninggalkanku. Ayo segera ke halte sebelum ramai," ajak Gayoung serta menjawab pertanyaan Chanyeol implisit.

Chanyeol mengekor berjalan di belakang sembari menahan senyum. Meskipun Gayoung berbicara dengan dingin padanya, ia merasa bisa-bisa saja memaklumi gadis itu.

"Hmmm. Aku lupa, jangan pernah mengganggu pekerjaanku," ujar Gayoung selepas mendaratkan pantatnya di bangku bus.

"Oh, karena aku membantumu memasak kau kesal? Tapi 'kan tadi memang berbahaya. Kalau aku tak membantumu—"

Tatapan nyalang Gayoung lemparkan pada Chanyeol membuat pria itu membisu seketika. Ia sadar baru membuat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kalau Gayoung sudah kesal begini, Chanyeol punya dua pilihan, meladeni sampai didiamkan atau ia yang diam dahulu.

Selang beberapa menit, Chanyeol tak mendengar pergerakan apapun dan ia mendapati wajah Gayoung yang sudah pucat.

"Kenapa? Sakit?"

Gadis itu hanya menggeleng lemah sembari menyandarkan kepala pada jendela bus.

Tepat saat bus yang mereka tumpangi akan berbelok ke jalan tempat halte mereka berada, Gayoung sudah berdiri membelakangi Chanyeol.

"Sunbae, tembus kah?"

"Apanya?"

"Celanaku. Pantatku."

Chanyeol tak habis pikir saja, sedekat-dekatnya ia dengan wanita, tak seorang pun menanyakan hal tersebut. Diminta melihat pantat pun baru sekali ini.

"Satu titik kecil. Seukuran kelingkingmu. Kau —menstruasi?" tanya Chanyeol segan.

Gayoung menatap Chanyeol lesu. Menstruasi hari pertama selalu membuatnya tak nyaman. Tadi saja ia sampai melewatkan jam makan siang karena harus mencuci celananya akibat noda merah kehitaman.

"Benarkah? Nanti saat turun, kau harus berjalan di belakangku, ya. Aku malu dilihat orang."

"Memang aku bukan orang?"

Chanyeol mendengus, ia sekarang tahu alasan mengapa gadis itu jadi sangat sensitif padanya pagi tadi. Bahkan, ia berharap, setiap keganasan Gayoung adalah akibat tamu bulanannya bukan sifat asli gadis itu.

***

Catatan Kaki:

Merci: Terima kasih

Dérien: Sama-sama

Oui: Ya

Aegyo: Gestur imut

***

Kalian capek ga baca Gayoung sama Chanyeol yang suka bertengkar?

Masih betah ga sih?

Buat yang masih betah, bisa banget follow akun aku. Beberapa part akan di-PRIVATE.

Semoga suka deh. Karena aku penganut paham memahami sebelum menyayangi. Dan perdebatan itu umum banget terjadi saat kita mulai memahami. Proses gitu walaupun tidak selalu. Kembali ke wise nya aja menangani perdebatan.

Kindly give your vote and comment

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro