Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 10 - Mood Swing

"Eomma, aku paham, kami sudah menikah, tapi bukan berarti aku hanya mengikuti kemauannya. Toh, aku yang memilih ke Toulouse. Dia yang seharusnya menyesuaikan."

Begitulah jawaban Gayoung pagi ini dari ceramah pagi Eomma-nya mengenai hubungan kedua manusia itu. Semua karena Gayoung kelepasan bercerita soal perbedaan preferensi tempat tinggal antara dirinya dan Chanyeol. Padahal, semalam mereka baru mendiskusikan fasilitas yang terpampang di platform, tapi sudah ada saja yang diperdebatkan.

"Baiklah. Baiklah. Aku akan mendengarkan pria itu. Eomma dan Appa jaga kesehatan, ya," tutur Gayoung menahan kekesalannya. Baru beberapa hari menikah, tapi ia bisa merasakan keberpihakan orang tuanya pada Chanyeol.

Tok tok tok.

"Gayoung-ah, sudah pukul 8, waktunya berangkat!" teriak Chanyeol menggema di depan pintu kamarnya, sementara Gayoung mandi pun belum.

"Ini Perancis, Sunbae! Jangan terlalu pagi," kilah Gayoung lalu berhamburan ke kamar mandi. Tak peduli kalau Chanyeol harus menunggu lagi.

***

Hari kedua adalah jadwal keduanya untuk berkeliling. Jangan dibayangkan berapa tempat terkenal yang mereka kunjungi. Gayoung dan Chanyeol sudah mengelilingi Toulouse Centre dan belum menemukan satupun tempat tinggal yang sesuai. Sejujurnya, mencari tempat tinggal memang susah-susah gampang.

"J'ai de bons Appartement pour loyer*. Apakah dari katalog ini ada yang sesuai keinginan Anda?" tanya salah satu landlord.

Hari ini, rencana mereka adalah menjelajah daerah tersebut. Sebenarnya, untuk di Toulouse, Toulouse Centre memegang harga tertinggi untuk biaya hidup. Kamar ukuran studio saja, umumnya berkisar 200-300 € per bulan walaupun tidak sedikit yang harganya jauh lebih mahal. Semua bergantung pada preferensi.

Mereka bisa saja melihat pilihan kamar dengan harga yang agak miring jika saja mereka mau tinggal di distrik lain. Namun, lokasinya relatif jauh dari kampus dan tempat belajar Chanyeol. Jika dihitung-hitung akan lebih hemat tinggal di pusat kota dengan akses transportasi yang mudah. Mereka bisa menekan biaya transportasi. Soal makanan, sepertinya Gayoung berencana lebih sering memasak saja. Harga makanan di pusat kota pasti relatif mahal.

"Monsieur*, bisa Anda tunjukkan tipe untuk katalog kamar ukuran studio?" Gayoung menyerahkan tablet yang ia pegang pada landlord. Dari tadi pilihan yang ada di katalog itu hanya apartemen.

Landlord itu terlihat menghubungi beberapa orang lewat ponsel. Gayoung yakin landlord itu tidak memiliki kamar ukuran studio yang bisa ditawarkan, tapi ia tak ingin kehilangan calon pelanggannya.

Gayoung menopangkan dagu di atas tangan kirinya. Jari-jari tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja, "A-t-il besoin de longtemps*? Jika iya, saya ingin berkeliling dulu."

Bagaimanapun, Chanyeol dan Gayoung hanya memiliki waktu 2 hari sebelum mereka berdua harus check out dari hotel. Tidak salah jika Gayoung memutuskan untuk bergerak cepat.

"Attendez Mademoiselle.* Saya akan mengantar Anda ke sana."

Landlord itu mengarahkan mereka pada bangunan di sebelah kantornya. Sepertinya, bangunan baru. Gayoung jatuh cinta dalam sekali pandang, terutama ketika landlord menunjukkan kamar berdinding putih dan furnitur berwarna senada.

Kamar itu tidak terlalu besar, tapi dipastikan bisa menampung semua barang-barang Gayoung. Full furnished. Ia hanya perlu menambahkan beberapa hiasan agar kamar ini bisa seperti yang diharapkan.

Hanya satu pertanyaan yang terbesit di pikirannya, "Combien par mois*?"

"350€ per bulan. Tapi apakah ini tidak terlalu kecil untuk kalian?"

Refleks, sikut Chanyeol menyenggol tangan kanan Gayoung dan memastikan, "Apa ini sesuai seleramu?"

"Ya. Aku sangat menyukainya. Meskipun agak mahal."

Dengan beasiswa sekalipun, Gayoung tetap hati-hati membelanjakan uangnya.

Sedikit-sedikit Chanyeol bisa berbahasa Perancis, untuk sekedar mengurangi bahasa monyetnya, "Avez-vous le même*?"

Landlord itu berpikir beberapa saat, seperti mencari ide, "Mengapa kalian tidak tinggal bersama di apartemen?"

"Tidak bisa. Kami perlu dua studio yang lokasinya berdekatan," tegas Gayoung pada landlord sambil mengangkat dua jarinya.

"Hmmm ... Hanya satu kamar studio kosong di bangunan ini dan satu lagi ada dua blok dari sini."

Tidak jauh, mereka masih bertetangga. Sayangnya, kondisi bangunannya berbeda 180 derajat. Sejak landlord itu menunjukkan bangunan yang mungkin sudah tidak terawat bertahun-tahun, Gayoung sangat yakin Chanyeol tidak akan bisa tinggal di tempat seperti ini. Standar pria itu terlalu tinggi.

"Kautunggu saja di sini. Aku akan naik sendiri," cegah Chanyeol ketika Gayoung akan mengekorinya naik tangga.

Gayoung menggerutu masih memaksa naik hingga Chanyeol meninggalkan gadis itu dengan sedikit peringatan, "Aku tidak yakin kau tidak akan merepotkan di dalam."

Akses menuju kamar yang akan ditawarkan cukup kecil bahkan anak tangganya ada yang berlubang. Bisa-bisa, Gayoung akan marah-marah dan mengumpat pada landlord tersebut. Wajah tak bersahabat Gayoung sudah jadi alarm.

Chanyeol menelusuri ruangan dengan wallpaper yang mulai terlepas dari dinding, perlengkapan yang kira-kira keluaran awal tahun 2000. Kalau ada bagian yang rusak, mungkin akan sulit mencari spare-part.

"Apakah krannya rusak?" tanya Chanyeol. Ia memutar kran wastafel yang berada di dapur.

Tidak hanya kran, tempat tidurnya pun terlihat agak miring. Bisa-bisa akan roboh kalau Chanyeol berbaring di atasnya.

"Sepertinya begitu. Nanti akan diperbaiki," ujar landlord itu gelagapan.

"Bagaimana dengan atap—"

Chanyeol hampir berteriak ketika ia melihat laba-laba keluar dari celah pada asbes di atasnya. Untuk serangga, Chanyeol tidak bisa mentolerir, ia benci segala spesies serangga di muka bumi.

"Tidak tidak! Aku tidak bisa hidup bersama serangga," tolak Chanyeol seraya berlari menuju pintu. Sudah tidak penting lagi berapa biaya sewanya.

Braaak!

Nahas, ia justru menabrak Gayoung di ambang pintu. Gadis itu baru saja naik karena tidak sabar. Untung saja mereka tidak tersungkur ke tangga.

Seperti yang Chanyeol duga, Gayoung terkejut melihat betapa menyedihkannya tempat yang akan ditinggali oleh Chanyeol. Bisa-bisanya landlord tersebut menawarkan tempat yang tidak layak. Namun, tanggapan dari Gayoung sungguh di luar dugaan.

"Sepertinya kau bisa tinggal di sini."

"Hah. Kau sehat?"

Hari ini Chanyeol memang tidak ada salah padanya. Namun, pembicaraan dengan Eomma pagi tadi cukup mengingatkan akan betapa menyebalkannya sebuah pernikahan terlebih ketika Chanyeol sudah menginjak harga dirinya sedari awal.

"Aku tidak bisa tinggal di tempat seperti ini," tolak Chanyeol. Suara baritonnya terdengar menyeramkan.

"Anda hanya perlu menghabiskan 150€ setiap bulannya," rayu landlord yang tahu Gayoung sudah sangat menginginkan tempat sebelumnya.

Chanyeol pikir suara dalam yang dikatakannya cukup sebagai peringatan, tapi sepertinya tidak. Gayoung justru memasang wajah polos dan berkata, "Tapi sulit menemukan lagi kamar kosong yang berdekatan. Lokasinya selalu jauh."

Kehilangan kesabaran, Chanyeol yang merasa sudah menahan diri lantas meninggikan nada bicara, "Kau tinggal saja di asrama! Mengapa kau harus tinggal dekat denganku!"

Gayoung tetap menahan Chanyeol dan menawarkan perbaikan pada beberapa fasilitas. Ia bahkan iseng memutar kran yang rusak dan justru kran tersebut lepas dari wastafelnya.

Landlord bangunan tersebut dengan sigap menutup saluran air dan menawarkan solusi, "Bagaimana kalau kalian mencoba melihat apartemenku."

"Sekali lagi, kami tidak memerlukannya," tolak Gayoung dengan menyilangkan kedua tangannya. Kalau Chanyeol sampai tinggal di apartemen, Gayoung akan menggagalkan satu kesempatan emas. Kapan lagi ia bisa menyiksa Chanyeol?

"Baiklah. Siapa tahu aku bisa tinggal di apartemen itu dan kau di studio tadi," tawar Chanyeol, mencoba mencari jalan tengah.

Gayoung harus kecewa karena Chanyeol tak mendengarkannya dan mengikuti landlord kembali ke bangunan pertama. Sepertinya memang ini solusi paling tepat dan adil.

"Wah, ini baru tempat tinggal. Berapa biayanya?"

"Untuk apartemen, biayanya 600€ setiap bulannya."

"Wow, c'est cher*. Berapa biaya yang perlu aku keluarkan setiap bulannya," decak Chanyeol.

"Tapi tempat ini ideal untuk menampung kalian berdua. Ruang geraknya sangat cukup. Bahkan biaya sewa per orangnya bisa lebih murah," jelas landlord bersemangat.

"..."

"Satu kamar tidur, satu toilet, dan satu ruangan luas tanpa partisi untuk bersantai dan dapur. Kalian bisa berhemat. Kalian masih kuliah 'kan?"

"Iya, benar," respon Chanyeol.

"Tenang, aku tidak mempermasalahkan status kalian. Orang Asia suka sekali khawatir soal dokumen pernikahan, tapi ini Perancis. Selama bisa bahagia, kami lebih memilih kebebasan."

Gayoung selalu sependapat dengan moto negara ini—Liberté, égalité, fraternité, tapi bukan seperti yang landlord tadi maksudkan.

"Tapi kami tidak ingin tinggal serumah!" bantah Gayoung dengan intonasi tinggi.

"Kami sudah biasa menerima pasangan tanpa status suami istri," jelas landlord itu seperti tuli, "aku dengar Korea Selatan sudah maju. Bukankah banyak pasangan kekasih yang tinggal bersama. Satu lagi, kamar ini kedap suara. Kalian tidak akan mendapat komplain soal suara-suara di malam hari, dipan ini juga sangat kokoh."

Wajah Gayoung semakin merah bak kepiting rebus. Ia benar-benar membenci kondisinya sekarang. Ternyata, sangat tidak nyaman mendengar anggapan orang akan hubungannya dengan Chanyeol. Ingin rasanya ia menyumpal mulut landlord tersebut.

"Bisakah kau memberikan penawaran lain?" tanya Chanyeol yang menyadari perubahan itu.

"Ini adah penawaran terbaikku. Akan kuberikan potongan menjadi 3300€ untuk 6 bulan, hanya untuk kalian. Luasnya 35m persegi. Dibandingkan kamar tadi yang hanya 10m persegi, kamar ini jauh lebih menguntungkan."

Bagaimanapun, apartemen ini adalah milik si landlord. Ia pasti akan lebih bersemangat menyewakan tempat itu.

"Ini terlalu mahal. Kami akan mencari tempat lain," putus Gayoung yang kesal dengan pendapat landlord. Ia meninggalkan apartemen itu. Tanpa babibu lagi.

"Terima kasih. Akan kami pikirkan nanti," pamit Chanyeol membungkukkan badan dan menyusul Gayoung yang mulai menjaga jarak dengannya. Ia yakin, Gayoung sedang mengalami mood swing.

***

Di antara etalase makanan ringan yang berjejer, Gayoung mendorong troli belanjanya. Beberapa kotak biskuit dimasukkannya ke dalam troli. Walaupun ia belum familier dengan merk dagangnya, Gayoung tetap harus punya stok biskuit jika nanti ia lapar.

Label diskon pada salah satu stan keripik kentang mencuri perhatian sehingga Gayoung segera mengarahkan troli ke sana. Tidak banyak makanan ringan yang ia sukai, tapi keripik kentang adalah favoritnya.

"Keripik kentangnya diskon! Kau tidak memanggilku?"

Suara bariton yang dibencinya terdengar tiba-tiba, merusak mood bahagia Gayoung karena sebuah diskon. Segera Gayoung mengurungkan niat untuk berlama-lama di sana. Mengarahkan trolinya ke lorong lain. Asal tidak ada Chanyeol di sana. Tidak masalah.

Semenjak tanggapan landlord yang membuat Gayoung tidak nyaman, gadis itu selalu menjaga jarak dengan Chanyeol. Ia tidak siap mendengar pendapat orang yang beragam. Jika bertemu, mereka hanya bicara seperlunya. Bila ada yang perlu didiskusikan, Gayoung akan berkirim pesan atau menelponnya lewat telpon hotel. Tidak ingin terlihat akrab.

"Yaaah! Moon Gayoung di mana suamimu?"

Bukan suara bariton, tapi Gayoung cukup familier dengan suara di lorong lain. Ia menolehkan kepala mencari asal suara itu. Apakah ia berhalusinasi. Tidak mungkin ada yang meneriaki namanya di tempat asing begini.

Blaaar!

Tampak sosok pria yang muncul dengan peek a boo. Jantungnya terasa hampir copot saking kagetnya. Hampir tiga tahun mereka tidak bertemu. Wajah cerianya sebelas dua belas dengan Park Chanyeol. Hanya saja, gaya berpakaiannya masih seperti bocah.

"Wow. Kau sudah berubah menjadi perempuan sekarang. Bagaimana kabarmu? Sehat?"

Gayoung mengangguk sopan, "Ya. Bagaimana dengan Sunbae?"

"Seperti yang kau lihat. Aku lebih tampan dari suamimu."

"Byun Baek Hyuuuuuuuuun!"

Tidak ada lagi yang mungkin meneriakkan nama tersebut selain Chanyeol. Pria itu berhamburan berlari memeluk sahabat karibnya.

Gayoung mematung melihat dua pria yang berpelukan. Seperti melepas kerinduan yang teramat dalam. Tanpa memedulikan Gayoung terlihat bagai orang ketiga.

"Ehm ...," deham Gayoung mencuri perhatian.

"Gayoung-ah maafkan aku peluk dia sebentar. Aku terlalu rindu pada suamimu."

Cengiran lebar saja yang menjadi respon Gayoung. Kikuk sekali berinteraksi dengan mantan seniornya itu.

"Bagaimana kau bisa di sini? Bukannya Perancis tidak masuk dalam daftarmu?" tanya Chanyeol.

Lantas, Baekhyun bercerita dengan semangat, "Seperti biasa. Eomma-ku. Sewaktu kami tiba di Brussel, Eomma melihat iklan salah satu pameran busana di Paris. Sekonyong-konyong ia memintaku untuk mempercepat waktu kami di Brussel dan terbang ke Paris."

"Tapi ini bukan Paris," celetuk Gayoung.

"Bagaimanapun aku sangat merindukanmu Park Chanyeol. Aku dengar kau akan tinggal di kota ini. Baru sore aku berencana menghubungimu."

"Jangan cemburu, ya! Aku biasa menggodanya," tutur Baekhyun mengedipkan sebelah mata dengan centil. Ini sudah menjadi gaya pria itu sejak kuliah. Bukan berarti dia gay. Jadi, Gayoung hanya membalasnya dengan tawa kecil.

Pria itu cukup cerewet untuk tak henti bertanya, "Grup kita kan selalu ramai, tapi kau tak pernah mengkonfirmasi—"

"—Aku tidak bisa menahan pertanyaan ini terlalu lama. Berapa usia kehamilanmu?"

Pertanyaan terakhir diarahkan tepat pada Gayoung.

"Maaf?" tanya Gayoung dengan mata mengerjap.

"Calon keponakanku sudah berapa bulan?"

Wah, mendengar tuduhan landlord kalau mereka adalah kekasih saja membuat kuping Gayoung panas. Apalagi disangka sedang mengandung anak Chanyeol, ia ingin mendorong troli ini tepat ke perut Baekhyun.

Chanyeol was-was, ia memasang badan di depan Gayoung dan menegur sahabatnya, "Bicara apa kau ini?"

"Salah sendiri kalau ditanya pernikahan selalu diam. Ada alasan lain memang selain kau telah menghamilinya?"

"Tidak ada kehamilan yang terjadi selama dia seperti cacing kepanasan di dekatku. Mengerti?" jawab Chanyeol sekaligus menyindir tingkah Gayoung.

"Cacing kepanasan haus belaian?" tanya Baekhyun mendramatisir.

"Yah Baekhyun!"

"Ooops. Maaf. Kau masih setia padaku sepertinya," kikik Baekhyun lantas menyeringai dan tertawa.

Gayoung hanya bisa menggeleng melihat tingkah dua pria dewasa yang sama sekali tidak dewasa.

"Gayoung, aku tahu kau polos. Jadi jawab jujur, apa alasan kalian menikah secepat itu sampai membuatku tidak bisa datang?"

Baekhyun tidak hadir pada pernikahan Chanyeol karena ia sedang menemani Eomma-nya untuk tur keliling Eropa selama 2 bulan. Baekhyun sendiri sudah di perjalanan saat Chanyeol mengirim undangan. Tidak mungkin ia membiarkan Eomma-nya berlibur sendirian.

"Nanti akan kuceritakan, lebih baik kita cari tempat yang nyaman dulu," ajak Chanyeol sembari merangkul pundak sahabatnya yang masih penasaran.

Pertanyaan ini sebenarnya dilayangkan oleh hampir semua anggota grup chat Chanyeol. Setahu mereka Chanyeol masih cinta mati pada Kim Jiwon, kekasihnya sejak kuliah. Jadi, terlalu tidak masuk akal ketika ia memberikan undangan dengan nama hoobae-nya.

***

"Tempat ini yang kau sebut nyaman?" tanya Baekhyun saat mendaratkan pantatnya tepat di sofa beludru bergaya minimalis.

"Tentu! Kau ingin kita duduk-duduk di kafe?" tawar Chanyeol sambil berjalan ke arah dapur.

Baekhyun mengamati sekitarnya, "Bukan. Tidak sebesar di Seoul, ya."

"Oooh, di Seoul kami tinggal bertiga. Tidak perlu bayar sewa lagi."

Tempat tinggal Chanyeol sekarang memang tidak ada apa-apanya dibandingkan apartemen mewah di dekat Sungai Han yang dimiliki keluarga besarnya.

"Yeol, jangan Americano! Orange Juice saja."

"Baik Tuan!" jawab Chanyeol sambil menuangkan orange juice yang baru saja dibelinya.

Sebelum Chanyeol membawa Baekhyun ke apartemennya, ia sengaja mengambil orange juice dan cemilan yang disukai Baekhyun. Pria ini sangat perhatian pada teman-temannya, sampai sering memanjakan mereka.

"Di sini cukup dingin ya. Brrr ...."

"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu? Bukannya suhu negara-negara di Eropa mirip-mirip?"

"Tetap saja, satu musim, tapi tergantung lokasinya, Yeol," jawab Baekhyun menggosok-gosokkan telapak tangannya.

Baekhyun sepertinya lupa dengan pertanyaan yang tidak kunjung dijawab oleh Chanyeol, bahkan sejak beberapa minggu lalu. Ia justru asik membahas kabar teman-teman di grup WhatsApp mereka. "Nollaun Namja". Apalagi Baekhyun sangat bersemangat menceritakan kegilaan Eomma-nya selama di Eropa. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam.

"Aku melupakan sesuatu."

"Apa? Eomma-mu?"

"Alasanmu menikah!" tembak Baekhyun. Ia memicingkan matanya pada Chanyeol.

Telunjuk Chanyeol mengetuk meja, tanda ia sedang berpikir, "Kuliah, aku dan Gayoung sama-sama ingin belajar di sini."

"Memang ada syarat menikah untuk diterima—kuliah?"

"Orang tua Gayoung menginginkan syarat tersebut."

Baekhyun mencibir, "Kau ini kurang pintar bohong. Buat apa? Kau sendiri 'kan juga masih punya Jiwon terakhir kita bertemu. Kenapa harus menikah? Bukan, kenapa harus menikahi Moon Gayoung?"

Chanyeol mengusap wajahnya. Paling susah memang bicara dengan Baekhyun.

Kemudian, Chanyeol menarik jaket hitam yang sedari tadi ia sampirkan di sofa, "Kuantar kau pulang."

"Kau mengusirku? Aku jauh-jauh ke sini, ingat!"

"Sudah malam," tukas Chanyeol, menaikkan resleting jaket dan berjalan ke arah pintu kamarnya.

Tok tok tok.

"Gayoung-ah, aku pergi sebentar."

Tidak ada jawaban. Sepertinya perempuan di dalam sudah tertidur. Chanyeol tak lagi memanggilnya, ia segera mengantar Baekhyun pulang, sebelum Gayoung bingung mencarinya.

***

Catatan Kaki:

J'ai de bons Appartement pour loyer: Saya punya apartemen bagus untuk disewa

Attendez Mademoiselle: Tunggu nona

A-t-il besoin de longtemps?: Apakah masih lama?

Combien par mois?: Berapa setiap bulan?

Avez-vous le même?: Apakah Anda punya yang sama?

C'est cher: Ini mahal

***

Hi hi yeorobun!

Gayoung sensitif a.k.a baperan banget ya. Mungkin karena harapan dia dulunya bukan seperti ini. Maafin ya 😉

Aku beneran penasaran nih sama feedback dari kalian.

Enjoy reading ya ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro