Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14 • Accident

Update setiap hari temen-temen! Asik nih, gak digantungin lama-lama🤣

Seorang gadis dengan topi capil di kepalanya sesekali mengusap keringat yang menetes tiada henti. Hidupnya yang terbiasa enak sekarang sudah berubah. Ternyata begini rasanya mencari uang, melelahkan. Tapi Alceena bangga dengan apa yang sudah ia lakukan hari ini.

"Al, kayanya sudah cukup kedua bakul kita sudah penuh. Sekarang kita pulang, lalu jemur hasil tehnya," ucap Bu Ratih. Sedari tadi Alceena tidak luput dari pandangan Bu Ratih, ia paham sekali jika gadis remaja seperti Alceena pasti belum pernah merasakan kerja keras mancari uang.

"Kalau boleh tau, setelah kita jemur tehnya. Apa lagi Bu tahap selanjutnya?" tanya Al penasaran. Wajar, ia belum pernah melihat cara pembuatan teh bubuk secara langsung.

"Kalau sudah dijemur kita giling tehnya pakai mesin penggiling teh, Al. Tidak hanya itu, nanti kita bungkus kecil-kecil lalu kita jual ke pusat desa," jelas Bu Ratih.

Alceena mengangguk paham sembari tersenyum. Beberapa detik kemudian kakinya melangkah mengikuti Bu Ratih dari belakang.

***

"Sial! Apa alasan para investor itu membatalkan kerja sama!? Mereka sama sekali tidak memberitahu penyebabnya. Tidak profesional sekali!" Kepalan tangan Derga tidak henti-hentinya memukul stir mobil. Kecepatannya pun bertambah seiring dengan bertambahnya emosi lelaki paruh baya itu.

Tin

Tin

Tin

Suara klakson dari kendaraan lain bersahut-sahutan. Dengan tidak hati-hati Derga menyalip semua kendaraan yang ada di depannya. Dan saat mobil truk yang melaju dengan kecepatan sedang lagi-lagi mobil Derga berusaha untuk mendahuluinya.

Lelaki itu benar-benar macam kesetanan. Tidak memikirkan keselamatan dirinya dan orang lain.

Tanpa ia sadari ternyata ia sudah sampai di rumah. Tatapan bengis ia tunjukan pada supir pribadi dan asisten rumah tangga yang sedang membersihkan halaman.

"Ada apa dengan Tuan Derga?" tanya Bi Jeni.

"Saya juga tidak tau, bukankah setiap hari wajahnya selalu seperti itu," jawab Pak Uje, supir pribadi di keluarga ini.

"Tapi kelihatannya kali ini berbeda."

"Iya sih, tapi ya sudah lah biarkan saja. Yang penting kita tetap di gaji dengan Tuan."

"Iya ta--"

"Apa yang kalian bicarakan?" Tiba-tiba Derga sudah ada di samping mereka. Bi Jeni dan Pak Uje lantas terkejut bukan main, takut Derga mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Ti--tidak, Pak. Tidak ada apa-apa, kami hanya membahas tentang tanaman ini, banyak yang sudah layu." Bi Jeni merutuki kebodohan Pak Uje, kebohongannya sangat tidak masuk akal. Jelas-jelas tidak ada satu pun tanaman yang layu.

"Ah, saya tidak peduli. Jangan sekali-sekali kalian membicarakan saya di belakang, atau kalian akan tau akibatnya!" bentak Derga. Matanya tepat menusuk tatapan Bi Jeni dan Pak Uje. Kilatan amarah terpancar, macam tak segan untuk membunuh seseorang.

"Ba-baik, Pak. Maaf."

Derga meninggalkan mereka berdua yang masih mematung ketakutan. Suara sepatu kemudian menggema di seluruh rumah bak istana ini.

Tiba-tiba, Rianna datang dari arah tangga menatap suaminya penuh selidik.

"Kok kamu sudah pulang jam segini, Mas?" tanyanya.

"Ini semua karena anak sialan kesayangan kamu itu! Harusnya dia tidak hadir di hidup kita, Rianna. Aku menyesal sudah mengambilnya dulu, asal kamu tau itu!" geram Derga. Tidak jauh dari tempat mereka berdiri, Eveline dan Fieta datang untuk melihat pertengkaran pasangan paruh baya ini.

Derga menarik tangan istrinya kasar dan membawanya ke kamar agar kedua putri mereka tidak mendengar percakapan lebih jauh lagi.

Rianna menatap takut suaminya yang sedang mengunci pintu kamar. Langkah kaki mundur menjauh, air mata mulai membasahi pipi.

"Maksud kamu apa, Mas? Aku tidak mengerti dengan semua perkataanmu."

"Kamu tau? Alceena sudah membunuh orang, Rianna. Dia sudah menjadi pembunuh, dan keluarga korban mengajukan gugatan kepada kita!"

"Dia pergi dari rumah ini karena dia sudah membunuh, anak kesayangan yang selalu kamu manjakan itu PEMBUNUH!"

"Stop! Apa bedanya dengan dirimu? Hah!? Kamu juga dulu membunuh kedua orang tua Alceena, kan," sembur Rianna tak tahan. Jujur ia sangat terkejut mendengar fakta yang terucap dari mulut Derga bahwa Alceena sudah membunuh seseorang.

Tapi apakah lelaki itu sadar bahwa ia juga adalah seorang pembunuh?

"Mengapa kamu jadi menyalahkan aku, Rianna? Kalau aku tidak membunuh mereka, mana mungkin kita bisa hidup enak sampai sekarang, hah!?"

Plak

Tamparan keras di pipi, Derga terima dari sang istri. Lelaki itu menatap tangan kanan Rianna yang masih bergantung di dekat wajahnya.

"Dari awal aku tidak menginginkan hidup mewah! Aku hanya menginginkan anak saja, dan itu pun bukan hasil mengambil anak orang lain!"

Perlahan Derga menurunkan tangan Rianna lalu menampar balik pipi sang istri.

"Berani sekali kamu menamparku!"

Tak sampai di situ, tangan berdosanya mulai mendorong Rianna ke belakang. Kepalanya terbentur meja nakas sangat keras, tiba-tiba darah segar mengalir sampai ke lehernya.

Tubuh Rianna kejang-kejang di tempat lalu tak sadarkan diri. Derga ketakutan melihat Rianna yang tidak bergerak sama sekali. Ia berlari keluar kamar, ternyata Eveline dan Fieta menguping pembicaraan mereka sedari tadi.

"Pa."

"Sudah jangan banyak bicara, kalian harus ikut Papa dan pergi dari sini," ajak Derga sembari menarik kedua tangan anak gadisnya. Eveline dan Fieta menolak ajakan Derga dan berusaha untuk melangkah masuk ke kamar Rianna untuk melihat ibu mereka.

"Mama mana, Pa? Kenapa Mama ditinggal? Ajak Mama pergi juga," ucap Fieta memohon.

"Sudah, ayo kita pergi dari sini. Mama kalian di dalam sudah seperti orang kehilangan akal sehat, Papa tidak mau kalian kenapa-napa."

***

Mobil Derga melaju kencang di jalan raya. Tangisan Fieta sedari tadi tak henti-henti menyambar di telinga Derga. Merasa geram karena putrinya tak kunjung berhenti menangis ia menambah laju kendaraan roda empat itu.

"Diam! Sudah berapa kali Papa menyuruhmu untuk diam, Fieta," kesalnya.

"Kenapa kita tinggalin Mama, Pa. Kenapa!?"

"Ternyata selama ini Papa pembunuh? Ternyata selama ini Alceena bukan gadis seperti yang aku kira, dia anak baik yang orang tuanya Papa bunuh dan hartanya Papa ambil, iya kan, Pa!" Baru kali ini Eveline membentak Derga. Padahal selama ini ia sangat takut dengan orang tuanya yang satu ini.

"Eveline! Jaga bicaramu!"

Dari arah berlawanan mobil putih milik seseorang yang Derga kenal terlihat akan menghantam badan mobilnya.

"Kamu dan keluargamu akan mati, Derga. Semua perusahaan milik Demian akan segera jatuh ke tanganku, hahahah," tawa menggelegar keluar dari mulut seseorang berpakaian serba hitam.

"Kamu--"

"Aaaaaaaaaaaaaaa!"

Brakkk

Sebelum benar-benar tertabrak, Derga memutar stir ke samping kiri. Mobil hitam itu jatuh ke jurang lalu terbakar. Sempat terdengar suara meledak dari arah bawah. Sang pengendara mobil putih tadi menghentikan laju kendaraannya lalu tersenyum devil.

***

"Akhirnya selesai juga. Sekarang kamu siap-siap ganti bajumu, Al. Kita akan jual kue-kue ini dan juga teh yang sudah dikemas ke pasar pusat desa." Bi Ratih memasukan kue-kue buatannya dan Al ke dalam wadah berukuran besar.

"Iya, Bu. Aku mandi sekalian ya, lengket banget badanku, hehe."

"Ah, iya. Sepertinya Ibu juga mandi deh, agar lebih segar ya. Masa ke pasar bau asem begini," timpal Bu Ratih.

Alceena tertawa mendengar perkataan Bu Ratih. Seketika ia mengingat Rianna, sedang apa mamanya itu sekarang. Ia merindukan malaikat pelindungnya, walaupun Rianna bukan ibu kandung Alceena tapi gadis itu sangat menyayangi Rianna.

***

Di perjalanan menuju pasar pusat desa kebetulan Alceena dan Bu Ratih melewati rumah yang lumayan besar dari rumah lain di desa ini.

Mata Al terus tertuju pada kerumunan orang yang ada di teras rumah tersebut.

"Ada apa, Al?" tanya Bu Ratih.

"Hmm, Bu itu kenapa di sana ada ramai-ramai ya kayanya. Al jadi penasaran nih," ucap Al.

"Oh itu dokter, perawat dan para psikolog yang biasa sebulan sekali kunjungan di desa ini. Mereka di tugaskan pemerintah untuk memeriksa warga di sini," jelas Bu Ratih pada Alceena.

Pikiran Alceena langsung berkelana segelah mendengarnya.

Nah lho, yang dendam sama Derga akhirnya dia pergi jauh dari dunia ini

Okee see u next chapter!

Ditulis bersama chynthiach

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro