Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1 • Bullying Never The End

Jangan lupa vote & comment ya😉

Notif dari kalian, penyemangat terbesar bagi kami🙈🤸

Suara derap langkah seorang gadis beradu dengan lantai dingin, seketika menarik perhatian siswa-siswi yang tengah berkumpul di lorong ini. Bisikan-bisikan yang menggema di sekitar, tak menjadi alasan untuknya berhenti. Kepalanya terus menunduk, membiarkan rambut sepunggungnya menjuntai ke depan hingga menutupi wajah yang sedikit lebam.

Saat kakinya hendak memasuki kelas, dua orang lelaki menghadangnya di pintu. Salah satu dari mereka terdengar bertepuk tangan seraya mengejek dengan suara yang sengaja dilantangkan untuk mencari perhatian teman-temannya.

"Lihat, siapa ini? Rupanya anak autis ini masih berani masuk ke sini," ejek laki-laki berambut cepak dengan seragam yang telah dikeluarkan itu. Geo namanya. Padahal hari masih pagi, tapi laki-laki itu sudah mulai berbuat onar saja.

"Mana, mana?" sahut salah satu temannya dari dalam kelas.

"Dia masih berani masuk sekolah? Cih!"

"Kalau gue jadi dia, gue bakal minta papa buat pindah ke sekolah luar biasa, sih," ujar gadis yang kini duduk di tengah kelas bersama teman-temannya.

Suara ricuh satu kelas seketika pecah menyakiti gendang telinga. Mereka menatap Alceena dengan tatapan mengejek sekaligus menjijikkan, seolah ia adalah sampah yang harus segera dibuang.

Mendapat perlakuan yang sedemikian buruknya membuat Alceena jadi mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Ia berusaha sekuat tenaga agar amarahnya tidak keluar begitu saja. Bisa-bisa papa dan mama akan kembali memukulnya di rumah, jika ia berani berkelahi dengan para manusia ini.

"Mi--minggir," usir Alceena pada kedua laki-laki tadi.

"Lo pikir, lo ini siapa sampai-sampai berani ngusir gue?" tanya Geo membuat amarah Alceena kian di ujung tanduk.

"Aku tidak ada urusan denganmu. Jadi, tolong minggirlah." Alceena semakin menguatkan kepalan di kedua tangannya.

"Hei, jangan berlagak seolah lo punya kekuatan super, sampai-sampai lo berani ngelawan gue," sinisnya lagi.

"Ini masih terlalu pagi untuk memojokkanku, Geo. Jadi, tolong berikan aku jalan," ucap Alceena tak ingin berdebat.

Kedua laki-laki itu tetap bergeming. Mereka justru bersedekap dada dan memandang Alceena dengan alis yang terangkat sebelah.

"Jika tidak bisa diberitahu dengan mulut, berarti tidak apa jika kuberitahu dengan tindakan." Entah keberanian darimana, Alceena mendorong pria yang lebih lemah itu ke samping kiri dan berjalan memasuki ruangan dengan pundak yang sengaja ia hentakkan pada pundak Geo.

Meskipun sakit, sebisa mungkin Alceena berjalan seolah tidak terjadi apa-apa. Ia kembali menundukkan wajah agar tertutupi oleh rambut, seperti yang ia lakukan sebelumnya.

Ketika tiba di kursi paling belakang pojok kanan, ia segera menelungkupkan wajah dan menyesali apa yang baru saja ia lakukan.

Melawan laki-laki itu sama artinya dengan melawan satu kelas. Bisa-bisanya ia terbawa emosi tadi. Sekarang, ia hanya perlu menunggu waktu sampai akhirnya masa eksekusi dirinya tiba.

Ya, hidupnya memang semengenaskan ini. Namun sayangnya, tak ada yang pernah peduli.

***

Rupanya Alceena tak perlu menunggu lama untuk masa eksekusi dirinya. Lihat saja, saat ini Geo sudah berdiri di sebelah meja Alceena dengan seringai menyeramkan yang terpatri di bibirnya. Susah payah Alceena menengguk ludahnya sendiri.

Tak hanya Geo, Alceena juga bisa merasakan teman-teman satu kelasnya kini tengah mengelilingi mejanya. Para laki-laki bertubuh gempal berdiri di depannya, sedangkan gadis-gadis berwajah cantik berhati busuk itu tengah menunggunya di bagian belakang.

Dengan gerakan pelan, ia merapikan beberapa buku di atas meja. Ia berusaha untuk terlihat tak terintimidasi. Meskipun pada akhirnya gagal karena tatapan mereka benar-benar menghunus Alceena seperti tusukan pedang.

Saat Alceena hendak berdiri, seorang perempuan dari arah belakang langsung menekan pundaknya agar kembali duduk. Karena kekuatan yang diberikan sangat besar, akibatnya bokong Alceena terhempas ke kursi dengan sangat keras.

Alceena memejamkan mata untuk meredam rasa sakitnya. Percuma jika ia mengeluh, yang ada mereka semakin senang menyiksanya.

"Mau ke mana lo? Kabur?" tanya Geo dingin.

Alceena hanya diam tak berani menjawab.

"Dih, bisu. Tadi aja gaya lo kaya Superman yang dapat pencerahan. Giliran sekarang? Mati kutu," ujarnya sambil tersenyum miring.

"Guys, coba lihat nih. Ada anak autis yang tadi berlagak jadi superman," ejeknya sambil mengangkat ujung rambut Alceena dengan jijik.

"Kok diem aja? Ga bisa jawab ya?" sindir seorang gadis yang berbeda di belakangnya, Lidya namanya. Seketika semua orang menyoraki Alceena dengan nyaring.

"Bisu beneran kayanya, Li," sahut laki-laki berbadan gempal di depan Alceena. Padahal kalau dipikir-pikir, laki-laki itu jauh lebih baik dijadikan objek bullying daripada dirinya.

"Lidya, gue mau lihat wajah cewek autis yang satu ini. Dari tadi nunduk terus, memangnya ada duit di bawah?" tanya Geo sinis.

"Oke," balas Lidya. Sedetik kemudian, kepala Alceena langsung terangkat ke atas dengan keras. Rasanya seluruh rambutnya kini ingin lepas dari kepala sekarang juga. Jari-jemari Lidya melilit rambut Alceena seraya menariknya dengan kekuatan yang luar biasa seperti ingin merobek kulit kepalanya.

Alceena hampir memekik kesakitan kalau saja perempuan yang lainnya tidak membekap mulutnya. Ia memejamkan mata, merasakan kulit kepalanya yang semakin panas karena ulah Lidya. Nafasnya juga semakin sesak mengingat perempuan lainnya membekap dengan tidak berperasaan. Tubuhnya mulai bergetar merasakan sakit yang luar biasa.

"Bisa jawab gue kan lo?"  tanya Geo sarkas.

Alceena berusaha untuk menjawabnya, namun lagi-lagi rambutnya dijambak dengan keras membuatnya menjerit tertahan.

"Cukup jawab dengan anggukan dan gelengan kepala," ujar Geo lagi. Ranya hanya mengangguk pelan.

"Ini akibatnya kalau lo berani sama gue. Ngerti?" tanya Geo. Dengan susah payah, Ranya mengangguk pelan.

"Gue gak mau denger ada panggilan dari BK karena masalah ini, ngerti?!" bentak Geo dengan suara yang dinaikkan satu oktaf membuat Alceena terkejut. Tak lama kemudian, Alceena mengangguk.

"Pertanyaan terakhir, lo berani ngelawan gue lagi?" tanya Geo. Alceena menggelengkan kepala. Sesaat kemudian bekapan di mulutnya terlepas, lalu digantikan dengan cengkraman Geo yang kuat.

"A--argh," desis Alceena merasakan bagian dalam mulutnya terluka.

"Buka mata lo! Tatap gue, terus jawab!" Ucap Geo penuh penekanan.

"Lo berani ngelawan gue?" tanya Geo lagi.

Alceena merasa rambutnya ditarik semakin kuat, hingga kepalanya terasa semakin pusing. Matanya mulai berkaca-kaca tak mampu menahan siksaan ini.

"E--enggak," jawab Alceena terbata. Barulah setelah itu semua tangan yang berada di kepala dan wajahnya terlepas.

Rasa pusing langsung mendera kepalanya. Alceena bisa merasakan kulit kepalanya yang panas dan ingin terkelupas. Bahkan rambutnya juga banyak yang rontok di lantai, mengingat betapa kuatnya Lidya menjambaknya. Wajahnya juga terasa kebas akibat tangan Geo yang sebesar gorila mencengkeramnya.

Jangan lupakan nafasnya yang tersengal-sengal akibat sempat kesulitan bernapas tadi. Alceena benar-benar lemas sekarang. Tanpa sadar, matanya terpejam dan kesadarannya seolah melayang begitu saja.

***

"Saya semakin heran sama kamu. Semakin dewasa kok semakin nyusahin orang saja." Terdengar suara papa yang pertama kali masuk ke gendang telinga Alceena.

Alceena mengerjapkan matanya dengan pelan, mengatur cahaya yang masuk ke pupil matanya.

"Akhirnya sadar juga kamu?"

Ditulis bersama chynthiach

Ketemu lagi di chapter berikutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro