Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Due: Lorenzini Bersaudara dan Si Boneka Kayu


Aku bosan.

Kakek Geppeto baru pergi tiga hari yang lalu, tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun. Jika selama ini Kakek Geppeto selalu menyambut kami dengan senyum hangat setiap kali kami berdatang ke rumahnya, kali ini hanya sepi yang menyambut.

Karena Kakek sudah menitipkan rumahnya pada kami, maka aku dan Carlo memutuskan untuk mengecek rumah itu setiap dua hari sekali. Walaupun kami tidak melakukan apa-apa di sana, sih.

Hari ini kami berdua pergi sesudah sarapan. Aku sedang tidak berselera untuk lari-lari seperti biasanya, tentu saja itu membuat Carlo senang karena tidak perlu berlari menyusulku.

Jarak kami masih sekitar tiga meter dari rumah Kakek, tapi sepertinya aku melihat semacam cahaya aneh dari arah rumah itu. Karena penasaran, aku langsung berlari menuju rumah itu, menghiraukan Carlo yang berteriak di belakangku.

Cahaya itu datang dari halaman belakang rumah. Perlahan, aku merayap melalui tembok samping, berusaha mengintip apa atau siapa yang membuat cahaya aneh itu.

Oh, astaga.

Seorang peri. Bukan khayalan, benar-benar seorang peri. Wujudnya berupa perempuan bertubuh tinggi yang mengenakan gaun biru cerah yang hampir menyentuh tanah. Di punggungnya, sepasang sayap kupu-kupu biru berkilau mengepak pelan. Tubuhnya bercahaya, dan dia sangat cantik.

Bukan cuma itu, aku melihat ada sesuatu yang bergerak dari arah rumah. Dan yang satu ini jauh lebih mengejutkan daripada sang peri. Boneka kayu besar yang tempo hari ditunjukkan Kakek Geppeto pada kami, kini berdiri di sana. Ditambah, dia bisa berjalan dan menggerakkan tubuhnya.

Terdengar suara pekik tertahan di belakangku. Carlo menatapku dengan pandangan penuh tanda tanya.

Aku yakin si boneka kayu dan peri itu sedang bicara serius. Tapi aku tidak bisa mendengar mereka dari sini.

Beberapa waktu kemudian, sang peri menghilang dengan satu kedipan cahaya. Kini hanya ada si boneka kayu di sana.

Aku menelan ludah ketika si boneka kayu menatap ke arah kami. Refleks aku berbalik, berharap semoga dia tidak melihat kami.

"Apa itu tadi?" Carlo berbisik pelan.

Aku hanya menggeleng. Kalau aku tahu, mana mungkin aku segugup ini.

"Ciao."

Aku menjerit. Jika Carlo tidak menahan lenganku, aku pasti sudah lari. Ekspresi Carlo tegang. Dia menunjuk sesuatu di belakang punggungku.

Wajah yang nampak waktu aku menoleh, jelas merupakan wajah si boneka kayu. Dia setinggi Carlo. Ada semacam engsel di kedua siku dan lututnya, sama seperti boneka-boneka lain, dan rambut cokelatnya yang terbuat dari serbuk kayu itu agak kasar. Tapi mata cokelat terangnya tampak hidup, wajahnya yang tengah tersenyum lebar itu juga manis.

"Eh, um ... h-halo ...?" balasku kaku. Aku tidak berani menatapnya langsung.

Si boneka kayu memiringkan kepalanya sebelum bertanya, "Tadi kalian lihat, ya?"

Aku gelagapan. Jangan-jangan dia marah karena kami seenaknya melihat? Waduh, gawat.

"Iya, kami lihat semuanya." Carlo menyela, "Aku juga tahu siapa kau. Kau itu boneka kayu bikinan Kakek Geppeto yang disimpan di sudut ruang tamu, kan? Harusnya kau cuma boneka, tapi mengapa kau bisa bergerak dan berbicara selayaknya manusia?"

Ini dia, sifat aku-kakak-dan-aku-bisa-mengatasi-ini dari Carlo yang sudah berulang kali menyelamatkan kami.

Ada jeda sebelum si boneka kayu menjawab, "Hmm ... memang betul, aku cuma boneka kayu buatan Kakek. Tapi salahkan kalau aku bisa bergerak dan bicara seperti anak lain?"

Dia menunjuk kami berdua. "Kalian ini Lorenzini bersaudara, kan? Aku selalu mengawasi waktu kalian datang. Dan, kalau kalian tidak keberatan ...." Senyumnya terkembang. ".... aku mau jadi teman kalian!"

"Sebentar!" Carlo menyela. "Jadi secara singkat, kau ingin bisa bergerak seperti manusia, lalu peri tadi mengabulkan permohonanmu. Begitu?"

"Betul. Aku senang kamu cepat paham," kata si boneka kayu. "Oh, kalian bisa panggil aku Felicchio. Semoga kita bisa jadi teman baik."

Carlo kelihatannya ingin menyela lagi. Tapi kini aku mengerti. Felicchio, Kakek Geppeto sudah memberitahu kami nama boneka itu.

Aku mencegah Carlo yang hendak membantah. "Felicchio, ya ...? Kami memang belum sepenuhnya percaya padamu. Tapi jika kau betul-betul tulus, mungkin kita bisa jadi teman baik?"

Si boneka kayu, Felicchio, tersenyum lebar. "Tentu, setelah aku jadi manusia betulan, kita akan jadi teman baik!"

-----

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro