Lie
Suara pintu terbuka memecah keheningan apartemen itu, disusul seorang pemuda berambut merah muda pucat yang memasuki apartemen itu. Setelah memastikan pintu apartemennya terkunci, ia melepaskan sepatunya lalu meletakkannya ke rak sepatu yang berada disamping kirinya.
Langkahnya kakinya pelan namun pasti menuju sofa ruang tamunya. Segera ia hempaskan tubuh lelahnya kearah sofa dan membiarkan tas ranselnya terjatuh dilantai yang dingin. Sebelah tangannya ia letakkan diatas dahinya lalu menutup mata sebentar agar denyutan nyeri di kepalanya sedikit mereda. Helaan nafas lelah ia keluarkan,ia mengulurkan tangannya untuk mengambil remot tv yang tergeletak diatas meja kecil tepat disamping sofa yang ia baringi.
Dengan sekali tekan, layar lebar tipis menyala dan terdengar suara dari benda kotak itu. Dengan perasaan malas, pemuda itu mengganti-ganti saluran televisi. Jari tangannya baru berhenti menekan tombol remot setelah dilayar tipis itu menanyangkan seorang pemuda berambut merah terang yang tengah tersenyum dengan lebar. Tatapan pemuda berambut merah muda itu berubah sendu. Dilipatnya kedua kakinya dengan keadaan masih berbaring disofa. Meringkuk sambil memeluk bantal sofa.
Pikirannya melayang menuju masa lalu, masa ketika ia masih bisa tertawa riang bersama adik kembarnya. Tanpa memikirkan apa yang akan terjadi di hari esok. Senyum getir terbit dibibir tipisnya, kedua matanya mulai berkaca-kaca dengan rasa sesak mulai memenuhi relung dadanya.
Sebelum setetes air mata jatuh dari matanya, ia memilih menutup mata dan berusaha terlelap mengabaikan rasa nyeri Dikepalanya.
'Lie'
[Hypnosis Microphone x IDOLiSH7]
Fanfiction
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hei... Bangunlah-"
'Suara siapa itu...'
"Hei... Ayo bangun! "
'Ukh-'
Tepukan ringan disebelah pipinya membuat pemuda berambut merah muda pucat itu membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya untuk memokuskan pandangannya, sesekali ia juga mengucek matanya agar rasa kantuknya segera hilang.
Pemuda itu membulatkan kedua matanya ketika menyadari bahwa ia sekarang tak berada di tempat terakhir kali ia terlelap.
"Aku... Dimana? " tanyanya dengan suara lirih.
"Sepertinya kita terjebak disini"
Pemuda berambut sewarna bunga sakura itu menoleh ke asal suara, tepat disampingnya duduklah seseorang. Dengan sebuah buku yang ia gengam. Kepala dengan rambut berwarna coklat itu mengadah menatap keatas. Ia lalu menoleh dan tersenyum lembut, setelah meletakkan buku yang dibawanya, ia mengulurkan tangan dengan tetap mempertahankan senyum lembut di bibirnya.
"Perkenalkan namaku Arisugawa Daisu, seorang penjudi tak punya urat malu apalagi harta berharga. "
Si rambut merah muda pucat dengan ragu membalas uluran tangan si oknum yang mengaku bernama 'Arisugawa Daisu'
"Kujou Tenn... Jadi namamu Arisugawa Daisu... Atau aku panggil saja Arisugawa-san? "
Laki-laki berambut sewarna kayu itu tertawa ringan, sebelah tangannya ia gunakan untuk menutup mulutnya. Sungguh begitu anggun.
"Aku lebih senang bila kamu memanggilku gembel tak punya akhlak"
Tenn menatap tak percaya laki-laki disampingnya. Ia terheran-heran sebab ada orang yang dengan bangganya menyuruh orang lain memanggilnya dengan julukan senista itu. Menurutnya lebih baik julukan 'Manusia tertolak' yang disandang oleh leader grupnya daripada julukan dari orang aneh disampingnya.
"Ya... Tapi itu bohong. Mana mungkin aku menjadi gelandangan tak punya malu seperti dia"
Laki-laki berambut coklat kembali membuka mulutnya sambil tetap memasang senyum andalannya.
"Namaku adalah Amemura Ramuda,seorang desainer terkenal pecinta kakak-kakak cantik dan permen lolipop"
Tenn menggangguk paham,
"Jadi Amemura-san-"
"Tapi itu juga bohong"
Kembali Tenn menatap tak percaya sekaligus horor orang yang duduk disampingnya. Sedikit ia menggeser letak duduknya menjauh dari makhluk 'aneh' yang masih tersenyum kearahnya.
"Eh... Ada apa? Mengapa kau duduk menjauh dariku? Tenang saja, aku tidak berbahaya kok. Hanya saja... " Laki-laki berambut coklat itu menutup setengah wajahnya dengan lengan hakamanya.
"Aku berpikir sepertinya kau cukup cantik untuk di perjual belikan di pasar gelap~"
Cukup. Tenn sudah tak kuat lagi bersama makhluk aneh yang mengoceh tidak jelas disampingnya. Ia lalu bangkit berdiri dan langsung berjalan meninggalkan makhluk aneh yang masih terduduk anggun ditempatnya. Dengan perasaan kesal, ia terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun kebelakang. Tenn terus berjalan kedepan, namun ia merasa aneh karena ruangan ini seperti tak berujung.
Segera ia tepis pikiran buruk itu dari kepalanya dan tetap melangkahkan kakinya agar menemukan jalan keluar dari ruang gelap ini.
***
Tenn memandang horor makhluk didepannya, tepat didepan terduduk pemuda berambut coklat yang masih betah duduk diposisi awalnya. Dengan ditemani sebuah buku bersampul hijau ditangannya.
"Wah... Bagaimana Tenn-san, sudah menemukan jalan keluarnya? "
Tenn menghiraukan ucapan pemuda itu, dan kembali melangkahkan kakinya. Kali ini ia memilih berjalan kearah kiri. Semoga saja jalan yang ia pilih benar
Terus ia langkahkan kakinya, ia juga memanjatkan doa kepada maha kuasa didalam hatinya. Langkah demi langkah ia lalu sampai...
"Hm? Kita bertemu lagi, Tenn-kun~ Kupanggil begitu boleh kan? "
"..."
Mungkin ia salah lagi dalam memilih jalan... Ya benar ia hanya salah memilih jalan... Iya ayo singkirkan pikiran buruk ini...
Dengan helaan nafas, Tenn berbelok kearah terakhir yang menurutnya benar yaitu sebelah kanan.
'Baik... Aku merasakan arah ini yang benar... Ayo Tenn, kau harus keluar sesegara mungkin dari ruang gelap ini... '
Kali ini Tenn berlari bukan berjalan biasa, ia yakin bahkan amat sangat yakin bahwa arah terakhir ini menuju jalan keluar. Di ujung jalan yang ia tempuh, berpedarlah sebuah cahaya yang terang. Senyum lebar terbit diwajah Tenn. Ia semakin mempercepat larinya.
'Akhirnya... Aku bisa keluar dari sini-'
"Selamat datang kembali, Tenn-kun! "
Di cahaya berpedar itu, berdirilah laki-laki berwajah cantik dengan rambut coklat, tak lupa senyum khasnya ia sematkan diwajahnya.
'Ah... Inginku berkata kotor... '
***
"Ayolah, Tenn-kun... Jangan memasang wajah menyeramkan seperti itu. Aku yakin kita akan keluar dari ruang aneh ini"
Tenn tidak mengubris perkataan lelaki berambut coklat itu. Ia masih kesal dengan ruang gelap yang membingungkan ini. Ingin ia mengamuk sejadi-jadinya, namun niatnya ia urungkan. Cukup ia malu karena berputar-putar tidak jelas tadi dan dilihat oleh laki-laki yang juga duduk di sampingnya.
"Kita tunggu saja. Semoga ada keajaiban yang mampir kemari" ucap pemuda itu dengan santai.
Tenn menoleh kearah lelaki itu dengan wajah kesal, tak lupa pelototan ia hadiahkan dengan percuma kepada lelaki disampingnya. "Iya... Itu salahku karena berdiri dengan senter handphone yang ku nyalakan. Sudahlah... Jangan tatap aku dengan pandangan ingin memakanku seperti itu" ucap lelaki berparas cantik itu sambil menutup setengah wajahnya dengan buka yang dipegangnya.
Kembali Tenn menghela nafas, entah sudah berapa kali ia mengeluarkan nafas dari mulutnya. Sunyi menyambangi mereka karena sepertinya lelaki berambut coklat itu sudah tenggelam didunianya sendiri. Tenn yang tak mendengar suara apapun dari orang disampingnya merasa penasaran, dengan lirikan diujung bola matanya ia mencoba melihat apa yang sedang lelaki yang terjebak bersamanya itu lakukan. Ternyata lelaki itu sedang berkutat dengan buku yang ada dipangkuannya. berbeda dengan buku yang tadi ia pegang, di buku itu ia tengah menuliskan sesuatu dengan penanya. Jari lentiknya menari tanpa henti diatas kertas dibuku itu. Tak lupa raut serius namun sarat dengan ketenangan terlihat diwajahnya.
"Ada apa? "
Tenn terkejut karena lelaki disampingnya yang ternyata menyadari lirikannya. Tenn hanya terdiam lalu menekuk kakinya dan meletakkan dagunya di lutut.
"Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran apa yang sedang kau lakukan" jawab Tenn dengan tetap melirik sedikit lawan bicaranya. Lelaki itu menyudahi kegiatan menulisnya dan menutup buku yang tengah ditulisnya.
"Akan kuulangi perkenalan tadi. Namaku Yumeno Gentaro, aku seorang penulis yang berasal dari Shibuya. Salam kenal, Tenn-kun" katanya dengan senyum khas yang terlukis dibibirnya. Tenn hanya menganggukkan kepala sekali.
"Salam kenal juga... Kau tidak membohongiku lagi, kan? " tanya Tenn dengan pandangan menyelidik.
Tawa kembali lepas dari mulut sang penulis, tentu dengan sebelah tangan yang menutupi mulutnya yang tengah tertawa.
"Tenang saja. Aku berkata yang sebenarnya. Jadi jangan curiga seperti itu lagi"
Anggukan kembali dilakukan oleh Tenn, pandangan matanya kembali menatap keatas. Menatap hambaran warna hitam yang seperti tanpa batas.
"Warna hitam ini... Seperti hidup kita ya"
Kembali Tenn menatap Gentaro yang juga menatap keatas seperti yang ia lakukan tadi. Ia tersenyum getir lalu kembali mengadahkan kepalanya.
"Ya. Mungkin saja, Yumeno-san"
Gentaro yang juga tengah tersenyum menutup kedua matanya.
"Tapi untungnya ada 'Mereka' yang dapat mewarnai kita kan? " ucap Gentaro tanpa membuka matanya.
Tenn mengganggukkan kepalanya,
"Aku merasa bersyukur dapat bertemu dengan mereka, Yumeno-san juga merasa begitu juga? "
Gentaro juga menggangukkan kepalanya. Tangannya mengambil buku yang ia letakkan disampingnya. Di masing-masing kedua tangannya, terdapat dua buku dengan sampul yang berbeda. Tenn menatap bingung Gentaro yang menatapnya penuh arti.
"Tenn-kun. Apakah kamu hidup dengan cerita yang kau tulis sendiri?" kata Gentaro sambil mengangkat sebelah buku yang bersampul hijau.
Tenn terlihat berpikir sebentar, lalu menjawab,
"Selama aku hidup... Aku hidup dengan tujuan yang sudah aku tentukan"
Gentaro mengganguk paham, lalu ia meletakkan buku bersampul hijau itu, dan mengangkat buku yang tersisa.
"Apakah kau pernah mencoba menjadi sebuah pena? "
Tenn sedikit mengernyit mendengar pertanyaan Gentaro.
"Sebuah pena? " tanya Tenn dengan sebelah alis dinaikkan.
"Ya. Sebuah pena. Lebih baik kita menjadi sebuah pena yang bisa menuliskan beragam mimpi daripada sebuah novel yang sudah ditentukan ujungnya oleh seorang pengarang. Tak apa menjadi buruk karena mencorat-coret 'kertas'. Yang terpenting kita bisa menentukan mimpi kita sendiri, kan? "
Mendengar ucapan Gentaro, Tenn hanya menunduk. Tangannya meremas celana yang ia gunakan.
'Bagaimana bisa aku menjadi sebuah pena sedangkan-'
Sebuah tepukan ringan mampir di sebelah bahunya, Tenn menoleh dan menemukan Gentaro yang tengah menatapnya.
"Coba ungkapkan isi hatimu sedikit saja. Jangan jadi kuat sendiri. Banyak orang yang mengkhawatirkanmu. Tak baik kau terus berbohong dengan menjadi selalu kuat"
Tenn mengernyitkan dahinya sekali lagi, ia menatap bingung Gentaro.
"Mengapa kau bisa tahu-"
"Ah- Sepertinya keajaiban yang aku katakan tadi menjadi kenyataan"
Gentaro yang menatap arah belakang tubuhnya, ia pun ikut melihat apa yang dimaksud oleh Gentaro.
Tepat dibelakangnya, berpedarlah cahaya yang begitu menyilaukan.
Tenn berdiri disusul dengan Gentaro yang ikut berdiri disampingnya.
"Sepertinya... Cukup disini pertemuan kita, Tenn-kun" ucap Gentaro sambil menatap cahaya dihadapan mereka yang semakin mendekat. Tenn menatap Gentaro lalu tersenyum.
"Ya. Terima kasih atas masukannya, Gentaro-san" ucap Tenn dengan nada sedikit lirih dibelakangnya. Gentaro menoleh kesamping dan berkedip-kedip tak percaya.
"Astaga, Tenn-kun! Aku tak percaya kau memanggilku dengan namaku! Aduh~ Manis sekali~" ucap Gentaro sambil meletakkan sebelah tanganya di pipinya. Tak lupa suara 'Putri' nya ia keluarkan.
Rona merah mewarnai wajah pemuda berambut merah muda itu. Dengan rasa malu dan amarah, ia menunjuk wajah tersenyum jahil Gentaro dengan telunjuknya.
"ME-MEMANGNYA MASALAH?! ADA YANG ANEH DENGAN PANGGILAN ITU?! BUKANNYA ITU PANGGILAN UMUM JUGA?! "
"Wah~ Memang benar perkataanmu. Tapi aku berpikir bahwa kau bukan tipe orang yang akan memanggil nama orang dengan nama panggilannya saat baru bertemu"
"TA-TAPI KITA SUDAH BERBICARA BEBERAPA JAM, KAN? "
"Iya... Iya... Kau boleh memanggilku begitu, dengan tambahan Nii-chan di belakangnya juga boleh~"
"GENTARO-SAN! "
"Ahaha... Iya maafkan aku"
Tenn memalingkan wajahnya dengan seburat rona merah diwajahnya. Tepukan dengan elusan lembut tangan Gentaro dikepalanya menambah hawa panas diwajahnya.
"Tenn-kun bila malu-malu manis juga ~"
"AKH- SUDAH CUKUP, GENTARO-SAN! "
Senyum lembut terbit di bibir penulis itu, satu tepukan dikepala terakhir ia lancarkan di kepala Tenn. Langkah kakinya mengayun menuju cahaya yang berpedar semakin dekat. Gentaro membalikkan tubuhnya lalu melambaikan tangannya.
"Sampai jumpa, Tenn-kun! Jangan sampai kau tertular penyakit 'bohong' ku, ya! "
Tenn ikut melambaikan tangannya,
"Sampai jumpa juga, Gentaro-san. Tentu. Bisa repot bila aku tertular" ucap Tenn dengan senyum geli diwajahnya.
Cahaya itu mulai menyelimuti tubuh kedua laki-laki itu, sedikit demi sedikit tubuh mereka mulai menghilang. Sebelum benar-benar menghilang, Tenn mendengar sebuah suara terakhir dari Gentaro.
TBC...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro