Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29

"Aku tidak memandangnya hanya sebagai manajer saja, tetapi sebagai seorang perempuan yang kusayangi juga."


Gadis tersebut membeku di tempat ketika kalimat tersebut terlintas dalam benaknya untuk sekian kalinya pada hari yang sama. Dia hanya diam di tempat untuk beberapa saat, sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya. Kelakuannya sempat mengundang beberapa pertanyaan dari orang sekitarnya, namun mereka juga kembali terfokus pada pekerjaan mereka—mengira (Name) hanya diam karena sedang mengingat sesuatu.


Helaan nafas panjang keluar dari sela bibirnya. (Name) tahu kalau pengakuan Ushijima kemarin tidak hanya mempengaruhinya—Oikawa menjadi lebih tenang dan tidak banyak ulah, Matsukawa juga sering terlihat tidak fokus, sedangkan Iwaizumi lebih sering cemberut dari biasanya. Sedangkan dari tim Shiratorizawa, Semi dan Tendou sama-sama menjadi canggung ketika bertatapan dengan (Name) atau bahkan Ushijima sendiri.


'Semuanya tambah canggung karena aku tidak tahu harus berkata apa dan berakhir kabur dari tempat,' pikir sang manajer sembari memberikan handuk yang terlipat ke anggota timnya yang baru saja menyelesaikan satu pertandingan lagi—dan lagi-lagi berhasil mendapatkan kemenangan. 'Jadi, kecanggungan ini terjadi karenaku...'


(Name) larut dalam pikirannya sendiri sembari membagikan handuk dan minuman kepada rekan-rekannya. Gadis itu masih membayangkan kalau saja dia mengatakan sesuatu ketika Ushijima menyatakan perasaannya begitu saja—meskipun sebenarnya secara tidak langsung karena kalimat tersebut ia tujukan pada Oikawa.


Tanpa ia sadari dia mengeratkan genggamannya pada salah satu botol, namun tetap memberikan botol tersebut pada orang di hadapannya. Tidak ada yang berusaha menghentikan atau mempertanyakan kelakuan sang manajer, sehingga mereka hanya menatapi dan menonton dengan penuh rasa ingin tahu. Toh, memang hanya anggota kelas tiga saja yang ada di tempat pada saat itu.


'Sial, seburuk itu kah aku? Aku hanya kabur dari tempat dan tidak menjawab pernyataan Ushijima-san,' (Name) menghela nafas lagi, sebelum dia menatapi botol dan handuk di tangannya. 'Seharusnya aku tetap di sana dan menjawabnya. Tetapi, mungkin saja Ushijima-san tidak benar-benar menyatakan perasaannya padaku. Kalimat tersebut ditujukan ke Oikawa-san bukan? Apa aku perlu menjawabnya?'


Pertanyaan demi pertanyaan mengisi kepala gadis berambut (h/c) itu. Dia terus menerus memikirkan apa yang seharusnya dia lakukan, sampai-sampai tidak menyadari orang yang berada di hadapannya. (Name) baru lepas dari pikirannya sendiri ketika merasakan sebuah usapan lembut di keningnya. Saat mata (e/c)nya menatapi orang di hadapannya, wajahnya merona ketika melihat Ushijima-lah yang berada di depannya.


Alis sang kapten sedikit berkerut, sebelum dia bertanya, "Apa kau baik-baik saja?" dengan pelan. "Kau diam saja dari tadi. Apa kau terkena heatstroke?" dia bertanya lagi. Kali ini sembari melangkah menjauh dan menurunkan tangannya dari kening sang manajer.


(Name) terbata-bata sesaat, sebelum dia akhirnya menjawab dengan menggeleng pelan. "Aku... Aku hanya sedang... itu... berpikir..." jawabnya dengan pelan. Dia kemudian memberikan handuk dan botol kepada sang kapten, sembari meminta maaf tidak segera memberikannya. "Aku akan mencoba untuk lebih fokus setelah ini."


Ushijima memperhatikan sang manajer dalam diam. Manik zaitun gelapnya melihat gerak-gerik (Name) dari atas sampai bawah, sebelum dia mengerutkan keningnya. "Apakah ini karena kejadian kemarin?" tanyanya. Dia tahu dia menjawab langsung tepat pada sasaran, terutama ketika melihat tubuh (Name) tersentak kaget. "Maafkan aku karena sudah mengatakannya dengan tiba-tiba. Sepertinya itu sangat mengejutkan untukmu..."


"Tidak, bukan itu—sebenarnya memang iya, maaf aku berusaha menjawab yang lain," (Name) terbatuk sesaat, sebelum dia mengusap kepalanya. "Hanya saja aku merasa bersalah sudah kabur begitu saja. Rasanya kejam sekali karena aku meninggalkanmu tanpa jawaban... seperti itu," jelasnya.


Untuk beberapa saat Ushijima hanya diam saja. Dia mengalihkan pandangannya sejenak, sebelum kembali menatapi (Name). "Sejujurnya, aku tidak benar-benar menunggu jawaban," katanya. "Kau tidak perlu merasa bersalah karena sudah pergi begitu saja. Kalau dipikirkan aku mengatakannya dengan berlebihan dan kau kaget karena hal itu," jelas Ushijima.


(Name) mengangguk lagi, sebelum menghela nafas panjang. "Kukira aku sudah melakukan kesalahan besar," kata gadis itu lirih. Dia menatapi kakinya untuk beberapa saat, sebelum kembali menatapi Ushijima lagi. "Tapi, senang mendengarnya. Setidaknya aku tidak akan terlalu memikirkannya sekarang."


Ushijima mengangguk. "Kau tidak perlu khawatir," katanya. Setelah itu, dia segera berjalan pergi meninggalkan (Name) sendirian. Namun, baru dua langkah menjauhinya, Ushijima berbalik menghadap (Name) lagi. "(Surname)," panggilnya pelan. "Ada satu hal lagi yang aku ingin kau ketahui..."


"Aku tidak bercanda atau berbohong agar Oikawa mau diam, itulah yang memang kurasakan."


Dia berjalan pergi begitu saja, sementara (Name) masih menatapi kaptennya dengan terkejut. Gadis itu segera kembali tersadar dan mengalihkan pandangannya menuju arah lain—di sisi lain dia juga berusaha untuk tidak terlalu memikirkan ucapan Ushijima, khawatir kalau itu nantinya hanya akan membuatnya tidak fokus sedikit pun.


Pada akhirnya (Name) berusaha mengalihkan perhatiannya kepada buku catatannya, melihat ulang hasil latihan selama empat hari ini sembari mencatat hasil pertandingan yang baru saja mereka selesaikan. (Name) antara terpana dan sama sekali tidak terkejut dengan total kemenangan tim Shiratorizawa yang sedikit di atas Fukurodani.


Ketika dia menutup kembali buku catatannya, matanya bertatapan sesaat dengan Matsukawa yang berada di seberang lapangan. Mereka hanya bertatapan untuk beberapa saat, sebelum Matsukawa akhirnya hanya tersenyum kearahnya dan mendekati timnya sendiri.


(Name) termenung sesaat, sebelum dia menghela nafas panjang dan menggeleng pelan. 'Mungkin dia hanya sedang melamun saja.'


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


Ketika waktu makan malam lewat, (Name) tidak berkumpul bersama manajer lainnya. Dengan alasan mencari udara segar, ia berjalan menuju ruang kelas lain yang tidak dipakai sebagai kamar tidur siswa-siswi lainnya. Setelah berkeliling beberapa saat, akhirnya dia menemukan ruang kelas yang dapat ia pakai untuk menyendiri.


(Name) berjalan dengan perlahan, tanpa membuat banyak suara, dan duduk di bangku sebelah jendela. Dia membuka jendela selebar yang ia bisa, membiarkan angin malam memasuki ruangan dan menyisir rambutnya dengan lembut.


Helaan nafas panjang keluar dari sela bibirnya. Setidaknya untuk saat ini dia bisa lepas dari berbagai tatapan canggung dan juga pertanyaan dari yang lain mengenai keadaan (Name). Memang seharian ini (Name) kesulitan untuk fokus dan meskipun dia berusaha menutupinya, yang lainnya dapat melihat hal itu. Goshiki sendiri yang bertanya duluan dengan penuh rasa khawatir.


Gadis itu menutup matanya sejenak, berusaha mengosongkan pikirannya. Baru beberapa saat dia menikmati angin malam, dia mendengar pintu ruang kelas dibuka dengan hati-hati. (Name) bergeming sesaat, sebelum berbalik menatapi orang yang baru saja masuk.


Dia sedikit terkejut ketika melihat Matsukawa berdiri di ambang pintu, menutup pintu di belakangnya dengan hati-hati. Pemuda itu diam saja sembari menatapi teman masa kecilnya, sebelum tersenyum kecil dan melangkah mendekat.


"Malam, izinkan aku mengganggumu ya," katanya pelan, sembari duduk di bangku sebelah (Name). Senyumannya melebar ketika gadis itu hanya menjawab dengan anggukan. "Oh, jarang sekali kau setuju begitu saja," guraunya.


(Name) tersenyum tipis. "Toh, kau tidak berisik," jawabnya pelan. "Dan juga kurasa niatmu bukan untuk menggangguku, 'kan?" tanya (Name) sembari melirik pemuda tersebut.


Matsukawa hanya terkekeh untuk beberapa saat, sebelum dia bersandar pada bangkunya sembari menatapi (Name) lekat-lekat. Dia tidak berbicara untuk beberapa saat, hanya memperhatikan wajah gadis tersebut. (Name) sendiri balas menatapnya untuk sesaat saja, sebelum dia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Kian lama merasa kian canggung.


Lagi-lagi pemuda itu tertawa. "Jadi, bagaimana rasanya memiliki banyak teman?" goda pemuda itu. "Sepertinya kau sangat menikmati waktu bersama para manajer, sampai-sampai Issei-niisan yang satu ini tidak pernah kau hampiri. Padahal, dulu kau selalu setia di sebelahku! Bersembunyi layaknya anak kucing yang mencari perlindungan dari induknya~"


"Aku tidak seperti itu," sanggah (Name) ketus. Dia diam ketika melihat tatapan dari Matsukawa yang bertanya "Yakin?" kepadanya. Pada akhirnya (Name) menghela nafas dan mengalihkan pandangannya. "Tapi, setidaknya aku menikmati waktuku..." gumamnya.


"Oh, (Name) kecilku tumbuh dewasa dan sudah memiliki banyak teman, Nii-san sangat terharu!" Matsukawa menambahkan sembari mengusap air mata bayangan dengan dramatis. Dia hanya tertawa saat (Name) berbalik menatapnya untuk memukul lengannya. "Aduh! Hei! Apa ini? Violence!"


(Name) menatapinya kesal untuk beberapa saat. "Salahmu sendiri," gerutunya. "Apa kau kira aku tidak memiliki teman? Dan aku tidak sekecil itu dibandingkan dirimu," dia menambahkan.


Matsukawa menatapi (Name) dengan heran untuk beberapa saat. "Kau memiliki teman di luar klub voli?" tanyanya begitu saja. Beruntung dia sempat menghindar saat (Name) mengayunkan lengannya ke arahnya lagi. "Maaf! Maaf! Aku hanya bercanda! Lagipula sudah terlihat jelas kalau kau jauh lebih kecil dariku! Aku ini laki-laki dewasa!"


"Bah, dewasa katamu," sindir (Name) sembari menyeringai kecil. Gadis itu hanya tersenyum puas saat mimik wajah kesal yang ditunjukkan Matsukawa. "Seharusnya kau tahu kalau aku tidak sekecil itu, 'kan? Usiaku 17 tahun, demi Tuhan."


Seringaian lebar menghiasi bibir Matsukawa saat mendengarnya. "17 atau bukan, kau masih lebih kecil dariku. Karena itu, sampai kapan pun, kau akan tetap kupanggil (Name) kecilku," ucapnya, di luar dugaan (Name) jauh lebih lembut dari biasanya. Gadis itu melihat Matsukawa perlahan mendekati wajahnya, terlalu dekat, namun (Name) memaku di tempat. Pemuda itu terkekeh sesaat, sebelum berbisik kepadanya,


"Dan juga, aku dapat memojokkanmu ke dinding dengan mudah, (Name)."


(Name) tersentak kaget, kemudian menutupi telinganya sembari memundurkan tubuhnya agar kepalanya jauh dari Matsukawa. Manik (e/c)nya melebar, warna merah menghiasi wajahnya, dan telinganya terasa panas. Dia terbata-bata untuk beberapa saat, sebelum mengalihkan pandangannya, menggeram pelan dan merutuk kesal.


Matsukawa terkekeh geli melihat reaksi tersebut—'Imutnya,'—sebelum dia bersandar pada bangkunya. Senyuman puas terukir pada bibirnya. Hal itu jelas-jelas menunjukkan kalau dia tidak merasa bersalah sudah membuat (Name) kaget seperti tadi.


Mereka duduk dalam kesunyian untuk beberapa saat, sebelum (Name) berdiri dari bangkunya dan menutup jendela yang ia buka tadi. "K-Kurasa aku akan kembali ke ruangan para manajer sekarang," katanya. Matsukawa dapat melihat betapa gugupnya gadis itu.


"Oh? Begitu saja? Tidak ingin berbicara dan mengenang masa-masa kecil bersama Issei-niisan?" goda Matsukawa, tangannya menggapai pergelangan tangan (Name). Gadis itu tidak menjawab dengan kata-kata, namun berusaha menarik tangannya agar terlepas dari genggaman itu. Matsukawa mengerutkan keningnya sesaat.


"Hei, (Name), apa kau akan kabur seperti apa yang kau lakukan pada Ushijima?"


(Name) berhenti meronta, tetapi tidak berbalik menatapi Matsukawa. Dia hanya menundukkan kepalanya, tangannya mengepal erat. Matsukawa sendiri dapat merasakan tangan (Name) bergetar saking eratnya dia mengepalkan tangannya.


"Kau juga kabur ketika Iwaizumi menyatakan perasaanmu, bukan?" tebak Matsukawa. Tangannya menggenggam (Name) jauh lebih erat. "Dan juga kau menolak tawaran dari temanmu ketika kau ditindas, bahkan ketika sedang bersama para manajer sebenarnya kau menahan dirimu untuk tidak terlalu dekat, benar bukan?"


(Name) diam untuk beberapa saat, sebelum dia menggeleng pelan. "...Mungkin itu hanya bayanganmu saja," bisiknya.


"Kau menjauhi tim Nekoma sebisa mungkin, padahal setter tim itu pernah menjadi teman sekelasmu dan kapten itu juga mengenalmu. Kau berusaha untuk tidak banyak berinteraksi dengan yang lain selain berhubungan dengan voli atau latihan. Beberapa kali kau terlihat menahan diri untuk mempedulikan orang lain," Matsukawa tidak berhenti berkata. Semakin lama suaranya semakin nyaring di telinga (Name).


"Aku memiliki alasanku sendiri—"


"Kau tidak bisa terus begini, (Name)!" seru Matsukawa, dia berdiri dari duduknya dan menarik (Name) agar mau menghadapnya. "Kau tidak bisa terus menerus seperti ini. Kabur dari segalanya, berusaha tidak peduli, berjuang sendirian!" kedua tangannya menggapai untuk menggenggam erat bahu (Name), mata mereka bertemu. "Kau perlu berubah—bahkan, lebih tepat kalau aku berkata kau sudah berubah!"


(Name) menggertakkan giginya, sebisa mungkin tidak menatapi Matsukawa. "Lalu kenapa kalau aku sudah berubah? Dan bagaimana kalau aku berkata inilah diriku?!" gadis itu mulai melawan. Suaranya parau dan tubuhnya juga mulai bergetar.


"(Name) yang kutahu tidaklah seperti ini! (Name) yang kutahu adalah seorang gadis penyayang yang peduli dengan sekitarnya! Aku tahu kau seperti itu (Name)!" kata Matsukawa. "Kau tidak dapat menghilangkan rasa pedulimu semudah itu, kau masih peduli pada yang lain—hanya saja kau menahan diri agar tidak terlalu peduli—"


"Memangnya kenapa kalau aku menahan diriku?!" suara (Name) terdengar semakin keras—beruntung kelas yang dia pilih cukup jauh dari ruangan yang dipakai, sehingga dia yakin tidak ada orang yang akan mendengar mereka. "Aku memiliki alasanku sendiri! Seharusnya kau tahu itu! Memangnya apa pedulimu?!"


Di luar dugaan (Name), Matsukawa menariknya dengan kencang dan mendorongnya menuju dinding. (Name) meringis kesakitan untuk sesaat ketika punggungnya bertemu dengan dinding. Dia baru saja akan melawan Matsukawa, namun pemuda itu menahan (Name) dengan kuat.


Dan pada detik selanjutnya bibir mereka bertemu.


Matsukawa hanya menciumnya untuk beberapa detik saja, sebelum dia menjauhkan wajahnya. (Name) dapat melihat wajahnya yang merah—entah karena malu atau karena dia akan menangis, alisnya mengerut, dan (Name) juga dapat melihat emosi yang ia rasakan hanya dengan menatapi matanya. Marah, sedih, dan juga sakit bercampur menjadi satu.


"Apa peduliku... apa peduliku, katamu?" tanya Matsukawa lirih. "Aku peduli padamu (Name). Aku peduli padamu jauh dari yang kau kira. Aku peduli padamu semenjak bertahun-tahun yang lalu! Aku tidak peduli hanya sebagai sahabat atau tetangga saja, bukan karena aku menganggapmu adik, bukan karena ibumu ingin aku melindungimu..."


"AKU PEDULI KARENA AKU MENCINTAIMU, (NAME)!"



Suara Matsukawa terdengar nyaring, bahkan menggema di kepala (Name). Gadis itu sendiri hanya dapat menatapi teman masa kecilnya dengan terkejut. Keterkejutannya membuat tubuhnya berhenti bekerja sesuai keinginannya untuk beberapa saat. Ada banyak pikiran mengisi kepalanya, mulai dari apa yang baru saja terjadi sampai ucapan Matsukawa tadi.


Ketika semenit berlalu, barulah gadis itu tersadar. Matsukawa sudah mengantisipasi sebuah tamparan, atau setidaknya mendapatkan satu hajaran sampai dia akan kesulitan bermain nantinya. Itu yang dia kira akan terjadi, namun (Name) hanya terbata-bata di tempat. Dia kebingungan dan sedikit panik, tentunya Matsukawa tidak terlalu terkejut dengan reaksi itu juga.


(Name) tidak mengucapkan apa pun, hanya saja dia langsung mendorong Matsukawa menjauh, memberikan kesempatan untuk terlepas dari pemuda itu. Dia melangkah dengan pelan untuk beberapa saat, menatapi Matsukawa dengan mimik yang bercampur aduk di wajahnya. Alisnya mengerut, bibirnya ia gigit karena gugup, dia juga gemetaran—seakan-akan takut akan sesuatu.


"M-Matsukawa... aku..." 'Kenapa?' "Tentang ini... aku..." 'Kenapa aku?' "...M-Maafkan aku, Issei..." 'Kenapa ini harus terjadi padaku?'


Dia tidak menunggu Matsukawa berkata apa pun dan segera berlari keluar. Matsukawa sempat memanggil namanya dengan nyaring, namun (Name) tidak melihat ke belakang dan melangkah dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang—rasanya sakit, kepalanya terasa sakit, kakinya juga tidak kalah sakit.


Dibandingkan penuh dengan ciuman Matsukawa tadi, kepala (Name) penuh dengan ucapan Matsukawa sebelumnya. Kalimat tersebut memicu banyaknya kalimat lain yang pernah ia dengarkan—ketika Oikawa membentaknya di gym, ucapan dari para siswi Aoba Johsai, dari senior Shiratorizawa yang pernah menindasnya. Ucapan yang ingin dia lupakan dua tahun yang lalu.


Nafas (Name) tercekat, dan pada saat itulah dia tersadar kalau air mata telah mendung. Dia menggertakkan giginya kesal, mengusap matanya dengan kasar, sembari melangkah menuju tangga terdekat. Ketika lututnya terasa sakit, (Name) tetap mengabaikannya. Dia baru saja akan menuruni anak tangga, namun sebelum dia dapat melangkah dengan benar kakinya terselip.


Rasa panik menyelimuti tubuh Matsukawa ketika dia mendengar suara terjatuh dari tangga. Dengan penuh harap, ia berlari menuju asal suara tersebut—rasa paniknya hanya menjadi-jadi, entah seberapa dia berusaha untuk tetap berpikir positif.


"(Name)?!" serunya, mengharapkan sahabat masa kecilnya tidak terluka—berharap kalau dia hanya terkilir saja. Dia terus menerus berdoa dan meminta maaf di dalam hatinya. Dan ketika dia melihat (Name) di bawah tangga, wajahnya berubah pucat.


Gadis itu berbaring di lantai, berusaha menahan dirinya untuk tidak teriak dengan menggigit bibirnya sendiri—sampai-sampai bibirnya mulai berdarah. Lutut kanannya ia pegang dengan erat, seakan-akan berusaha menahannya. Rintihan demi rintihan lirih terdengar darinya, sesekali ada pula isakan pelan. Hanya dengan melihat keadaan gadis itu, Matsukawa sudah tahu kalau tidak ada yang baik-baik saja.


"(NAME)!!!"


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


Hoiyoy!

Sesuai janji Demy, Demy update dalam waktu satu minggu! YAAAAAY!!

oh, dan oops... sepertinya Demy lagi-lagi kasih (Name) sesuatu ya, h e h e h e //setan

Demy ga banyak komentar untuk chapter ini deh, intinya terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa pada update selanjutnya!

Dan bagaimana ini, haremnya (Name) sepertinya sesuatu ya hmm //?

Oh iya, ngomong-ngomong April Liberosis bakal anniv loh wan kawan //?
mau dirayain ga nih? OwO)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro