28
(Name) menghela nafas panjang sembari mengocok botol minuman di tangannya. Setelah kejadian kemarin malam, (Name) sama sekali tidak dapat menatapi Oikawa—bahkan Iwaizumi juga. Sementara itu sang kapten tim Aoba Johsai berusaha mati-matian untuk mendapatkan kesempatan berbicara berdua dengan manajer Shiratorizawa tersebut. Sayangnya pemuda itu tidak mendapatkan satu pun kesempatan.
Ketika di lapangan, tentunya akan sulit untuk berbicara dengan para manajer, mengingat tugas mereka. Sementara ketika ada waktu senggang, (Name) selalu ditemani oleh orang lain, entah sesama manajer atau anggota tim. (Name) tidak tahu kalau merasa beruntung atau merasa semakin canggung, karena semakin lama waktu berlalu, tatapan Oikawa semakin jelas—sampai yang lainnya dapat menyadari hal itu.
Bahkan saat ini (Name) dapat merasakan tatapan pemuda berambut cokelat tersebut, seakan-akan (Name) adalah mangsa dan Oikawa adalah sang predator. (Name) juga tidak akan terkejut kalau Oikawa akan benar-benar menerjangnya ketika tiba kesempatan untuk berbicara berdua.
Sebuah senggolan pelan di lengannya menyadarkan (Name) dari lamunannya. Ketika dia menengok, ia melihat manajer manajer dari Ubugawa, Miyashita Eri, menyeringai lebar. Tanpa menunggu (Name) mengucapkan apa pun, ia mendahuluinya dengan berdiri lebih dekat dengan gadis itu.
"Hei, hei... hubungan macam apa yang kau miliki dengan kapten dari Seijoh itu?" tanyanya dengan penuh semangat. "Sepertinya dia menatapimu dengan sangat intens, semuanya menyadarinya, lho! Apa ini berhubungan dengan pertengkaran sepasang kekasih?" tebaknya, jelas-jelas mengada-ada.
Eri tidak menahan dirinya dari tertawa ketika melihat wajah masam yang ditunjukkan oleh (Name). Beberapa manajer yang berada di dekat mereka juga ikut tertawa. Otaki Mako dari Shinzen juga ikut mendekatkan diri. "Ooh, atau jangan-jangan kau menemukan rahasianya dan dia memastikan kalau kau tidak akan menyebarkan rahasia itu?"
"Atau mungkin kau membuang makanan favoritnya di depan wajahnya?" kali ini Yukie ikut berbicara. "Tentunya kalau aku korbanmu, aku tidak akan memaafkanmu. Kalau (Name)-chan melakukannya, aku masih bisa memaafkannya, asalkan kau membelikan aku lima porsi makanan favoritku!"
(Name) menghela nafas pendek. "Tolong ampuni aku, Yukie-san. Aku juga seorang pelajar, uangku bisa habis kalau begitu," gumamnya lesu sembari menatapi manajer kelas tiga tersebut. Yukie sendiri hanya tertawa dan menepuk bahu (Name) untuk menenangkannya. "Dan juga, aku tidak punya hubungan apa pun dengan Oikawa-san. Kami hanya kenal satu sama lain secara kebetulan."
"Tetapi, dia memanggilmu dengan nama panggilan," Shimizu Kiyoko dari Karasuno ikut berbicara. "Menurutku, dia juga ingin sekali mendapatkan perhatianmu. Bahkan sekarang ini dia juga sedang menonton, kau tahu."
Mendengarnya, (Name) membeku di tempat. Dia hanya diam untuk sesaat, menahan dirinya untuk tidak melihat ke belakang. Setelah berpikir untuk beberapa saat, barulah dia menatapi Kiyoko. "Bisa saja dia memperhatikanmu, Kiyoko-san. Terutama dengan kecantikan Kiyoko-san," ucapnya.
Manajer-manajer lainnya bergumam mendengarnya. "Benar juga, ya," gumam Suzumeda Kaori. "Ah, tapi tetap saja jelas kalau dia memperhatikanmu, (Name)-san! Apa jangan-jangan kau mengabaikannya karena malu ditatapi seperti itu?" tanyanya.
Manajer dari Shiratorizawa itu hanya diam saja, lebih memfokuskan dirinya untuk membuat minuman berenergi untuk timnya. 'Lebih tepatnya aku tidak memang tidak ingin melihatnya setelah kejadian tadi malam,' batinnya, namun dia tetap diam.
Setelah beberapa saat, barulah Yachi Hitoka berbicara dengan pelan. "T-Tapi, kalau aku ditatapi seperti itu... kurasa aku juga akan merasa tidak nyaman dan ketakutan," katanya, seakan-akan berusaha melindungi (Name) dari rasa malu. "M-Mungkin saja (Name)-san merasa tidak nyaman kemudian mengabaikannya!"
Perhatian semua manajer teralihkan begitu saja, menatapi manajer kelas satu dari Karasuno tersebut—(Name) juga ikut menatapinya. Hitoka sendiri hanya memekik pelan di tempat, terkejut ketika semuanya menatapinya dengan ekspresi yang sama. Namun, setelah beberapa saat, mereka bergantian mengusap rambut pirang gadis itu.
"Hitoka-chan, manisnya..."
"Enaknya, kalian yang memiliki adik kelas manis..."
"Aah, kalau saja Kaori-chan lebih pendek dariku..."
"Apa maksudmu, Yukie-san?"
(Name) tersenyum kecil, tangannya mengusap kepala Hitoka sedikit lebih lama dari yang lain. "Hitoka-chan manis sekali ya. Kau membuatku rindu adikku," katanya. "Tetapi, yang pasti aku memang sedang tidak ingin diganggu olehnya. Mengabaikan memang tidak sopan, tetapi..."
Manajer lainnya menatapi gadis tinggi tersebut dengan keheranan. Perlahan mereka menatapi satu sama lain, seakan bertanya tentang jawaban (Name). Pada akhirnya mereka kembali melanjutkan tugas mereka dengan perbincangan kecil saja—seputar obrolan sesama perempuan atau bergosip tentang anggota tim mereka.
Sampai tiba-tiba Yukie menjentikkan jarinya dan menatapi teman sesama manajernya. "Aku mendapatkan ide!" katanya dengan penuh semangat. Manik cokelat kemerahannya berbinar-binar penuh semangat. "Ayo kita semua lindungi (Name)-chan agar dia bisa menikmati kamp pelatihan ini!"
"...hah?"
⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡
Yukie tidak bercanda ketika dengan usulannya untuk melindungi (Name). Meskipun hanya beberapa yang benar-benar 'melindungi' (Name) dari segala gangguan, tetap saja gadis itu bisa merasakan betapa canggungnya suasana gym ketika manajer perempuan lainnya menarik (Name) pergi—bahkan sebelum Oikawa dapat melangkah mendekati sang manajer tim Shiratorizawa.
'Setidaknya aku mengenal mereka lebih banyak dengan begini,' pikir (Name) sembari mengingat kembali perbincangannya bersama manajer lainnya ketika mereka membawa (Name) pergi. Senyuman tipis terukir di bibirnya ketika membayangkan interaksi tersebut. "Tetapi... rasanya aku terlihat terlalu mencolok ketika bersama mereka..."
"Itu karena tinggimu," ketika (Name) menengok, Tendou sudah menatapinya dengan senyuman lebar terukir di bibirnya. "(Name)-chan terlihat sangat tinggi dibandingkan manajer lain, kau tahu! Rasanya seperti kau satu-satunya pohon di antara semak-semak!"
(Name) mengerutkan keningnya ketika mendengar perumpamaan dari middle blocker berambut merah tersebut. "Bukankah itu terlalu berlebihan. Rasanya seakan-akan tinggiku adalah 2 meter," gumamnya.
"Apakah mungkin karena pesona yang dimiliki (Surname)-senpai berbeda dari manajer-manajer lainnya?" tebak Goshiki yang berdiri tidak jauh dari mereka. Dia tersenyum lebar dengan bangganya, sebelum menatapi (Name) dengan wajah berseri-seri. "Karena (Surname)-senpai itu sangat hebat dan memiliki aura yang berbeda!"
Untuk beberapa saat (Name) hanya menatapi Goshiki dengan terkejut, sebelum dia tertawa canggung. "Aku tidak seperti itu," gumamnya malu. Warna merah menghiasi wajahnya ketika mendengar ucapan adik kelasnya. "Mungkin memang karena aku sedikit lebih tinggi dari yang lainnya."
Beberapa anggota lain tertawa pelan mendengarnya. "Tetapi, intinya kau senang karena kau mendapatkan teman, bukan?" tanya Leon perlahan. "Terlebih lagi, sudah terlihat jelas kalau kau menikmati waktu bersama manajer-manajer lainnya," dia menambahkan.
Lagi-lagi wajah (Name) berubah merah. Dia menutupi setengah wajahnya dengan buku catatannya sendiri, sebelum menggerutu pelan. "M-Mungkin seperti itu," gumamnya. "Apakah itu terlihat sangat jelas? Pasti sangat canggung," kata (Name), pandangannya jatuh ke kakinya sendiri.
Leon hanya tertawa dan menepuk punggung gadis itu untuk menenangkannya. "Kurasa ada bagusnya kalau kau menikmati waktumu di sini. Itu tidak canggung atau aneh, tenang saja," katanya. "Kau tahu, daripada kau bekerja terus dan membebani kakimu... kenapa kau tidak istirahat saja terlebih dahulu? Lagipula kami semua masih akan istirahat untuk waktu yang lama."
Sang manajer mengejapkan matanya. "Apa kalian tidak keberatan aku pergi begitu saja? Kalian tidak ingin melihat hasil observasi dari latihan tadi?" tanyanya.
Tendou melepas tawa. "Sudah cukup kata-kata pedas dari Tanji-kun, (Name)-chan tidak perlu menambahkan garam ke luka kami. Toh, meskipun kami tidak buruk dalam latihan ini!" katanya. "Sana! Pergi dan bergosip ria dengan sesama perempuan! Jangan terlalu sering berada di sekitar laki-laki, nanti posisiku diambil orang lain!" seru middle blocker tersebut.
Setelah berpikir sesaat, barulah (Name) mengangguk—dia juga tidak mempedulikan ucapan Tendou. Dia meletakkan buku catatannya di kursi, mengingatkan kalau siapa pun boleh membuka buku itu kalau mereka ingin. Setelah berbicara sejenak dengan Ushijima dan Semi, barulah manajer tersebut berjalan meninggalkan gedung gym.
Tepat ketika dia menyusuri lorong sekolah, dia tersadar. 'Rencanaku membantu manajer lainnya, tapi...' pikirnya, sebelum dia melihat sekelilingnya dengan kebingungan. '...Bahkan aku tidak tahu mereka di mana saat ini,' (Name) mengusap keningnya sendiri, antara kesal dan malu karena kecerobohannya sendiri.
"Kalau tak salah Yukie-san berkata dia akan membuat snack bersama Kiyoko-san dan Eri," gumamnya. "Mungkin yang lainnya juga sedang bersama tim mereka atau sedang beristirahat," gumamnya. Dia berpikir untuk waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya menghela nafas panjang. (Name) baru saja berpikir untuk kembali ke lapangan untuk menemani timnya, namun berhenti ketika manik (e/c)nya melihat tangga menuju lantai dua tidak jauh darinya.
Gadis itu memperhatikan tangga itu untuk sejenak, berpikir lagi. Pada akhirnya dia melangkah mendekati tangga itu, salah satu kakinya sudah menapak pada anak tangga. 'Lututku masih sedikit sakit, tetapi tidak ada salahnya kalau aku berolahraga sedikit, bukan?' pikirnya. Dia hanya diam untuk sesaat, sebelum mulai menaiki anak tangga dengan sedikit cepat, kemudian turun dengan perlahan.
Sesekali ia memelankan langkahnya ketika merasakan sedikit nyeri pada kaki kanannya, namun dia hanya memelankan langkahnya untuk sesaat. Dia terus menerus menaiki dan menuruni tangga tanpa memperhatikan sekitarnya, pandangannya terfokus pada tangga yang ia pakai. Dalam hatinya ia bersyukur tidak ada orang lain, yang sekiranya hanya akan membuat (Name) merasa canggung.
(Name) terfokus pada langkahnya sendiri, tidak menyadari adanya suara langkah kaki seseorang yang mendekatinya. Ketika dia akan menuruni tangga untuk kesekian kalinya, dia dikejutkan dengan suara nyaring milik seorang laki-laki. "KETEMU!"
Suara tersebut mengejutkan (Name), sampai-sampai membuatnya salah melangkah. Kakinya terpeleset—tidak berhasil menapakkan kakinya di anak tangga selanjutnya. Dia merasakan tubuhnya jatuh begitu saja, namun sepasang tangan segera menangkapnya sebelum dia bisa terjatuh ke lantai—dia merasakan adanya déjà vu.
Untuk beberapa saat (Name) hanya diam di tempat, tubuhnya masih kaku di pelukan penolongnya. Untuk sesaat dia yakin kakinya terasa lebih sakit dari sebelumnya, namun dia tetap mengabaikan rasa sakit itu dan menegok menuju penolongnya. Keterkejutan dan sedikit panik bercampur ketika dia melihat jelas siapa penolongnya.
"S-Syukurlah! Mungkin seharusnya aku tidak berseru," ucap pemuda itu. Helaan nafas lega keluar dari sela bibirnya, sebelum dia membalas tatapan (Name) dan menyunggingkan senyuman canggung. "Uh... H-Hai, (Nickname)-chan," sapanya perlahan. Manik cokelatnya menyiratkan adanya rasa bersalah hanya dengan menatapi (Name).
(Name) langsung mendorong tubuhnya menjauh dari pemuda itu. Dia menatapi Oikawa dengan kedua matanya terbelalak. Gadis itu membuka mulutnya, namun tidak ada kalimat yang keluar dari sana. Setelah beberapa saat, barulah dia berbalik untuk kabur dari pemuda itu.
Hanya saja Oikawa segera menangkap tangan (Name) dan menggenggamnya dengan erat. "T-Tunggu sebentar, (Name)! Tidakkah kakimu sakit karena terpleset tadi?!" serunya, panik terdengar jelas dari setiap kata yang ia ucapkan. "Duduklah sebentar! Kakimu sakit, 'kan?!"
"Aku baik-baik saja," sanggah (Name) dengan cepat, sembari berusaha menarik tangannya agar terlepas dari genggaman Oikawa. "Aku perlu kembali ke timku, kurasa aku sudah meninggalkan mereka untuk cukup lama—"
"Bohong, kau hanya ingin kabur dariku, bukan?" tanya Oikawa begitu saja. Suaranya keras, namun dia tidak membentak. (Name) berhenti meronta di tempat, sebelum dia menundukkan kepalanya. Oikawa hanya diam saja untuk beberapa saat, sebelum dia melonggarkan genggamannya. "(Name), duduk sajalah," pintanya.
Tanpa mengucapkan apa pun, (Name) bergerak mendekati anak tangga. Dia duduk dengan hati-hati, sebelum tangannya mengusap lutut kanannya dengan perlahan, ada sedikit rasa sakit—tetapi (Name) yakin dia masih bisa berjalan. Hanya saja dia dapat membayangkan bagaimana reaksi Pelatih Saitou ketika mendengar kejadian tadi
Oikawa, di sisi lain, hanya diam memperhatikan (Name) sebelum dia berlutut di dekat kakinya. Dengan perlahan ia mengusap pergelangan kaki kanan gadis itu, memastikan kalau adanya rasa sakit atau tidak. Ketika (Name) tidak bereaksi apa pun selain hampir menendang wajahnya, pemuda itu menghela nafas lega.
"Sepertinya kau tidak terkilir ya," katanya, senyuman tipis terukir di bibirnya. Pada akhirnya dia duduk di sebelah gadis itu, sebelum menatapinya lekat-lekat. "Apa kakimu sakit?" tanyanya memastikan.
(Name) meliriknya sesaat, sebelum kembali menatapi kakinya sendiri. "Tidak juga," katanya pelan. Dia mengusap kedua lututnya untuk memastikan hal itu. "Aku tidak terluka, terima kasih sudah menangkapku," dia menambahkan.
Sang kapten berambut cokelat di sebelahnya tersenyum puas, dia mengalihkan pandangannya dari gadis itu, sebelum bertumpu pada lututnya sendiri. Keduanya duduk bersama-sama dalam keheningan, sampai akhirnya mereka menyadari kalau udara di sekitar mereka bukanlah udara yang menenangkan, melainkan sesuatu yang membuat mereka canggung.
(Name) sendiri sesekali bergeser dari tempat duduknya, jelas-jelas berusaha menjauhi Oikawa, selain itu dia juga sering kali melihat sekelilingnya seakan-akan sedang mencari sesuatu. Oikawa hanya memperhatikannya dari ujung matanya dan setelah beberapa saat, barulah dia angkat bicara.
"Kau menghindariku, bukan?"
Tubuh (Name) membatu di tempat ketika mendengar pertanyaan itu. Dia tidak menjawabnya, hanya diam dan mengalihkan pandangannya dari Oikawa. Toh, jawabannya sudah jelas dari kelakuan (Name) dari tadi pagi. (Name) yakin Oikawa sudah mengetahui jawabannya tanpa perlu bertanya padanya.
Oikawa sendiri tidak bertanya lagi, dia hanya menghela nafas panjang. Memang, dia sudah tahu—Matsukawa dan Hanamaki sudah menjelaskan kalau (Name) memang menjauhinya, anggota tim Shiratorizawa seakan-akan juga ingin melindungi (Name) darinya, dan juga para manajer selalu mengganggunya sebelum dia bisa berbicara kepada (Name). Suatu kebetulan dia berhasil menemukan gadis itu seorang diri dan untungnya dia tidak berlari menjauh darinya.
"(Name)..." panggilnya pelan. Pada saat itulah (Name) tersadar dia sudah memanggil nama depannya beberapa kali—bukan nama panggilan yang biasa dia pakai. Oikawa mengusap tengkuknya untuk sesaat, sebelum dia berdiri dan menghadap ke arah gadis itu. "Aku... maafkan aku atas kata-kataku kemarin," ucap Oikawa, sebelum dia membungkukkan badannya.
Kedua mata milik (Name) terbuka lebar ketika melihatnya. Dia tidak mengucapkan apa pun, hanya mengepalkan tangannya dan menundukkan kepalanya. "Itu..."
"Yang kau katakan benar, aku tidak seharusnya berlatih sebanyak itu sampai hampir menghancurkan badanku—Iwa-chan juga sering mengingatkan hal yang sama," gumamnya. "Tetapi, karena melihat adanya Shiratorizawa... dan juga Tobio-chan di kamp pelatihan yang sama... aku meras terpojokkan tanpa alasan yang jelas," Oikawa menghela nafas panjan, tubuhnya masih membungkuk. "Dan aku... secara tidak langsung juga melampiaskannya padamu dan menyakitimu..."
(Name) menggigit bibirnya sendiri, masih memperhatikan Oikawa. "Oikawa-san, aku menghargai permintaan maafmu dan aku menerimanya," ucapnya. "Karena itu, berdiri sajalah," dia meminta.
Oikawa langsung berdiri tegak begitu saja. Dia menatapi (Name) dengan wajah kaget untuk beberapa saat, sebelum dia tersenyum lebar. "Kau sungguh memaafkanku?" tanyanya. "Dengan tulus?"
Gadis itu menghela nafas, sebelum mengangguk pelan. "Aku tidak memiliki rasa dendam apa pun padamu, hanya saja rasanya canggung untuk menemuimu setelah kejadian kemarin. Jadi, aku tidak sepenuhnya marah padamu," gumamnya. "Dan juga, kurasa Iwaizumi-san dan yang lainnya yang menyuruhmu untuk meminta maaf..."
"Eh? Tetapi aku memang berniat meminta maaf kepadamu sebelum disuruh," kata Oikawa perlahan. Keduanya bertatapan untuk beberapa saat, sebelum pemuda itu menyunggingkan senyuman kepada (Name). "Kenapa kau memasang wajah shock seperti itu? Apakah itu begitu mengejutkan?"
"A-Aku hanya tidak menyangkanya..."
"Apa maksudmu (Nickname)-chan?!" seru Oikawa kesal. "Meskipun terkadang aku menyebalkan, aku tetap tahu ketika aku sudah melewati batas dan membuat masalah! Aku tetap tahu kapan aku harus meminta maaf!" dia menambahkan.
"Aah... terkadang itu terselip dari pikiranku," gumam (Name).
"(Nickname)-chan, kenapa?!" pekik pemuda itu. Dia hanya menggerutu kesal ketika (Name) terkekeh mendengar reaksinya, sebelum dia menghela nafas pendek dan menggeleng. "Kau tidak jauh berbeda dari Mattsun ternyata."
(Name) hanya menatapinya keheranan, sebelum dia menggeleng pelan. "Aku tidak seperti dirinya," gumamnya, sebelum dia bersiap berdiri dari duduknya. Gadis itu terdiam ketika melihat Oikawa mengulurkan tangannya. "...Terima kasih," ucapnya pelan sembari menerima uluran tangan itu.
Oikawa menarik gadis itu dengan mudahnya, secara tidak langsung keduanya juga berdiri berdekatan. (Name) segera melangkah mundur untuk memberikan jarak, sebelum dia tersadar tangan Oikawa masih menggenggamnya. Saat gadis itu melihat wajah Oikawa, dia menyadari kalau Oikawa tengah menatapinya.
Kening (Name) mengerut ketika dia tersadar Oikawa tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan melepaskan genggamannya. "Oikawa-san?"
"Oh," Oikawa segera melepaskan tangan (Name), sebelum dia tertawa pelan. "Maaf, maaf," ucapnya. "Kalau begini sekarang kau tidak marah padaku lagi 'kan?" tanyanya. "Meskipun aku sudah menyakiti perasaanmu?"
(Name) mengangguk pelan. "Tenang saja, kau tidak menyakitiku," ucapnya perlahan. "Hanya saja..." dia terdiam untuk sesaat, sebelum tersenyum sayu. "...Aku hanya kaget. Jadi kau tidak perlu khawatir," jawab (Name).
Untuk beberapa saat, Oikawa hanya menatapinya keheranan. Dia mengingat kembali wajah (Name) setelah dia membentak ke gadis itu semalam—Oikawa bisa melihat jelas kalau dia terlihat seakan-akan sedang menahan rasa sakit, mungkin juga menahan air matanya. Bohong kalau misalkan Oikawa mengaku wajah itu tidak terngiang di kepalanya semalaman penuh, membuatnya merasa bersalah begitu saja.
Oikawa memperhatikan wajah (Name) lekat-lekat. Dan lagi-lagi dia melihat tatapan yang sama seperti yang gadis itu tunjukkan kemarin malam. Dia baru saja akan bertanya lagi, namun berhenti ketika mendengar suara langkah mendekat. Diikuti dengan suara orang yang tidak ingin ia temui saat ini.
"(Surname), di situ kau rupanya," suara berat Ushijima terdengar nyaring di tengah lorong tersebut. Dia memperhatikan Oikawa yang berada di dekat (Name) untuk sesaat, namun tidak terlalu mempedulikannya. "Yang lainnya mencarimu. Dan timmu juga bertanya-tanya di mana kau berada, Oikawa," jelasnya.
(Name) mengejapkan matanya. "Sudah selama itukah aku meninggalkan lapangan?" tanyanya keheranan. 'Kukira aku menghilang selama 5 menit saja,' pikirnya tanpa sadar. "Kalau begitu, ayo kembali ke lapangan..."
"Tunggu, aku belum selesai berbicara denganmu," kata Oikawa, dia segera menggenggam pergelangan tangan (Name). "Masih ada hal yang ingin kutanyakan pada (Name)," Oikawa berbalik menghadap Ushijima, sebelum menatapinya dengan intens. "Kuharap kau tidak keberatan kalau aku meminta privasi bersama manajermu..."
Oikawa dan Ushijima menatapi satu sama lain dengan sama intensnya, sementara (Name) hanya diam di tempat dan melihat keduanya secara bergantian. Hanya dengan berdiri bersama mereka, (Name) bisa merasakan adanya rasa tidak suka yang ditunjukkan oleh masing-masing pemuda—yang tentunya mengejutkan (Name), karena dia masih ingat kalau Ushijima tidak pernah menunjukkan ketidaksukaan terhadap Oikawa.
Setelah diam untuk beberapa saat, barulah (Name) menarik tangannya dari genggaman Oikawa dengan perlahan. "Aku sama sekali tidak keberatan kalau ada hal lain yang ingin kau tanyakan, Oikawa-san," katanya. "Tetapi, karena kita sudah harus kembali ke lapangan... kenapa tidak katakan sekarang saja?"
"Itu..." sang kapten tim Aoba Johsai terdiam sesaat, sebelum dia mengalihkan pandangannya. "Aku tidak ingin Ushiwaka mendengarnya, mungkin tidak terlalu penting... tetapi aku ingin tahu—"
Sebelum Oikawa dapat menyelesaikan kalimatnya, dia berhenti berbicara ketika melihat (Name) ditarik oleh Ushijima menjauh darinya. Ushijima sendiri segera berdiri di hadapan (Name), menghalangi Oikawa untuk bertatapan langsung dengannya.
(Name) memperhatikan kaptennya keheranan. "Ushijima-san, apa yang kau—"
"(Surname) membutuhkan banyak istirahat dan dia sedang dibutuhkan kehadirannya oleh tim kami," jelasnya. "Kau bisa berbicara dengannya di lain waktu, hanya saja aku perlu membawanya menuju lapangan sekarang."
Oikawa menatapinya dengan terkejut untuk sesaat, sebelum dia memicingkan matanya sinis. "Hah? Dan kau seenaknya menjawab atas nama (Nickname)-chan seperti itu? Apa kau memiliki hak untuk menghentikanku berbicara dengannya?" tanyanya ketus.
Ushijima masih tenang. "Tentunya tidak," jawabnya. "Tetapi, aku memiliki hak untuk melindunginya dan memastikan kalau dia tidak tertekan. Mengingat kejadian seharian ini, sudah jelas kalau (Surname) sedang kurang nyaman bersamamu dan menginginkan waktu seorang diri."
"Ushijima-san, mengenai itu..." (Name) menepuk bahunya pelan. "Aku sudah baik-baik saja, jadi kau tidak perlu melindungiku..." ucapnya, sementara pandangannya terjatuh pada beberapa anggota lain tim Shiratorizawa dan Aoba Johsai yang mulai berjalan mendekat—jelas-jelas kebingungan dengan ketidakhadiran kapten mereka.
"Lihat! (Nickname)-chan sudah tidak keberatan," tunjuk Oikawa. "Kau tidak bisa melarangnya, kau bukan siapa-siapa selain rekan dan kapten (Nickname)-chan," dia menambahkan. Jelas-jelas tidak suka dengan kelakuan kapten tim Shiatorizawa tersebut.
"Karena aku adalah rekan dan kaptennya, maka aku akan melindunginya," jelas Ushijima. "(Surname) adalah bagian penting dari tim, tidak mungkin aku akan membiarkannya terluka."
Oikawa menggertakkan giginya, semakin lama merasa semakin kesal. "Meskipun begitu, apa kau perlu seprotektif ini? Sudah jelas yang kau lakukan bukanlah hal yang akan dilakukan oleh seorang kapten tim kepada manajernya," katanya. "Sudah jelas kalau ada perasaan selain peduli, bukan?" tanyanya.
(Name) mengerutkan keningnya ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Oikawa-san, Ushijima-san... kusarankan kalian untuk tidak bertengkar," katanya. "Lebih baik kita kembali ke gym, yang lainnya sudah menunggu—"
"Bagaimana kalau iya?"
Balasan dari Ushijima membuat (Name) membeku di tempat. Oikawa juga tidak kalah terkejutnya ketika mendengar jawaban tersebut, manik cokelatnya terbelalak lebar. Sementara itu anggota tim lainnya yang menonton hanya dapat terdiam—mereka sudah mendengar percakapan kedua kapten tersebut semenjak berada di lorong.
"Bagaimana kalau aku memang memiliki perasaan lain selain peduli kepada (Surname)?" tanya Ushijima ulang. "Karena aku memang memilikinya. Aku tidak memandangnya hanya sebagai manajer saja, tetapi sebagai seorang perempuan yang kusayangi juga."
Seisi lorong menjadi hening begitu saja. Ushijima dan Oikawa masih memandang satu sama lain dengan terkejut, begitu pula dengan anggota Shiratorizawa dan Aoba Johsai lainnya. (Name) sendiri hanya tetap diam saja di tempat, sebelum dia menundukkan kepalanya.
Dari ujung matanya sendiri, dia dapat melihat ekspresi dari rekannya yang lain, termasuk anggota Aoba Johsai yang tiba. Dia yakin dia melihat Iwaizumi tidak kalah terkejut dari yang lain, sedangkan Matsukawa jelas-jelas tidak suka ketika mendengarnya.
Pada akhirnya (Name) hanya dapat mengepalkan tangannya, sebelum dia berbalik dan berjalan pergi duluan. Sementara yang lainnya menatapinya keheranan. Ketika dia mendengar Oikawa memanggil namanya, gadis itu hanya berhenti di tempat, namun tidak menengok.
"Aku memerlukan waktu seorang diri, tolong biarkan aku sendiri untuk beberapa waktu," katanya. Suaranya bergetar, namun cukup nyaring untuk di dengar yang lainnya. Tanpa menunggu apa pun, dia mempercepat langkahnya dan pergi.
⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡
Hoiyoy!
Drama dan lebih banyak drama lagi waw /nari/ /tebar bunga/ //digorok
Demy sempet nyantol di chapter ini karena bingung gimana menggambarkan beberapa adegan yang udah terpikirkan, yang sebenernya baru itu interaksi (Name) bersama manajer lainnya (yang Demy pengen banget masukin karena kasian (Name) kebanyakan temen cowok) (?)
VIVA FEMALE MANAGERS <3
Kira-kira apa ya yang akan terjadi selanjutnya? Hehehe~
Anyway, thank you for reading!
See you next time!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro