Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22

Helaan nafas panjang keluar dari bibir milik (Name). Gadis tersebut berjalan dengan lesu, menyeret kakinya sendiri menuju gedung sekolah. Tangannya sendiri juga mengusap pipinya dengan hati-hati—saat ini pipi kirinya sudah tertutupi oleh salonpas karena tamparan yang ia terima kemarin, Semi dan Leon membujuknya berkali-kali untuk segera menangani pipinya yang memar, khawatir kalau wajahnya akan berubah biru.


Kejadian pada saat latihan kemarin masih terngiang di kepala (Name), bahkan menghantuinya sesaat sebelum dia tidur. Bukan berarti (Name) takut atau khawatir akan ada masalah yang lebih besar, hanya saja saat ini dia sudah lelah dengan kelakuan perempuan-perempuan tersebut. Terlebih lagi kalimat yang ia dengar kemarin.


"Aku terkejut akan mendengar kata-kata itu dari seseorang yang pernah dirumorkan menghancurkan masa depan orang lain saat SMP dulu!"


'Menghancurkan masa depan orang, ya...' lagi-lagi (Name) menghela nafas kemudian mengusap keningnya. Dia berhenti melangkah untuk sejenak, kembali memikirkan ulang kata-kata tersebut. "Ah, sudahlah," gadis itu mendengus pelan. "Aku tak mau peduli lagi," gerutunya kesal. Ia melanjutkan perjalannnya menuju loker sepatu, namun berhenti ketika mendengar suara berat yang familiar datang dari belakangnya.


"Kau tidak boleh seperti itu," (Name) menengok dan langsung di sapa oleh tatapan tajam dari sang kapten tim voli laki-laki sekolahnya. Ushijima masih menatapinya dengan intens untuk beberapa saat, sebelum pandangannya melembut—ada kekhawatiran terlukiskan di wajahnya. "Kau tidak boleh tidak peduli. Bagaimana kalau tidak ada yang mempedulikanmu nantinya?"


(Name) terkejut dengan pertanyaan itu, tetapi dia hanya diam dan berbalik. Sesaat dia merinding di bawah tatapan intens kapten timnya, sebelum dia menghela nafas. "Mau bagaimana lagi," gumamnya. "Peduli atau tidak, aku sudah tidak tahu mana yang lebih baik," dia dan Ushijima segera berjalan berdampingan, keduanya sama-sama tidak menghiraukan tatapan dari murid-murid lainnya. "Rasa peduli menumbuhkan rasa sayang, yang kemudian bisa membuat orang terlalu... sayang. Hal seperti itu hanya akan menyakitimu kalau kau tidak berhati-hati."


"(Name)-chan?! Apa kau pernah patah hati saat SMP dulu?!" terdengar suara familiar sang Guess Monster, yang entah sejak kapan sudah berada di belakangnya, dengan panik. "Siapa yang berani menyakiti hatimu?! Laki-laki macam apa yang seenaknya menyakiti hati perempuan baik hati seperti (Name)-chan!"


Sang manajer hanya bisa tertawa pelan. "Oh, kukira kau menganggapku sebagai seorang ratu es," candanya sembari merapikan kembali rambutnya. "(Surname) (Name), si gadis dengan tatapan sedingin es."


Tendou mendengus. "Tatapan sedingin es dan berhati es itu berbeda!" katanya. "Lagipula, yang benar adalah (Surname) (Name), seorang gadis dengan tatapan sedingin es! Namun, di dalamnya ia adalah seorang gadis baik hati yang pemalu!" kata middle blocker itu sembari mengangkat lengannya untuk mendramatiskan dialognya.


Kening (Name) memngerut, sebelum dia menggeleng pelan. Dari ujung matanya dia melihat Semi dan Yamagata yang segera berlari mendekat, mengejar sang manajer bersama sang kapten dan Guess Monster. "Pagi!" sapa keduanya bersamaan, diikuti Semi yang mendekati (Name) dengan penuh khawatir dan menunjuk pipinya yang tertutupi salonpas. "Bagiamana keadaan pipimu?"


Untuk beberapa saat (Name) hanya diam saja, sebelum dia mengusap pipinya dengan hati-hati. Gadis itu merintih pelan untuk sejenak, sebelum kembali menatapi Semi. "Lebih baik dari kemarin. Kurasa besok sudah sembuh dan bekasnya akan segera menghilang," jelasnya perlahan. "Terima kasih banyak atas bantuannya kemarin, Semi-senpai."


Semi tertawa pelan. "Apa yang tidak untukmu?" tanyanya, sebelum dia mengusap rambut (h/c) sang manajer dengan hati-hati. "Tetapi, lain kali tolong jangan diam saja tentang masalah ini. Untung Washijou-sensei masih bisa mentoleransi kelalaianmu dan Saitou-sensei akan berbicara dengan guru lainnya untuk membantumu," Semi menambahkan.


(Name) menatapi Semi untuk beberapa saat lagi, sebelum dia mengalihkan pandangannya ke depan. "Maaf menyusahkan kalian," ucapnya perlahan.


Keempat seniornya hanya menatapi satu sama lain keheranan untuk beberapa saat, bingung dengan balasan sang manajer. Yamagata-lah yang segera mendekati (Name) dan menepuk bahunya, sembari tertawa pelan. "Apa-apaan kau ini?" tanyanya perlahan. "Setidaknya ucapkan saja terima kasih. Kau tidak perlu meminta maaf!" katanya.


(Name) mengerjapkan manik (e/c)nya, sebelum dia menunduk lagi. "Terima kasih," bisiknya. Semburat tipis berwarna merah mulai menghiasi pipinya—hanya Yamagata dan Tendou yang menyadarinya, namun keduanya tetap diam dan terkekeh geli.


Topik pembicaraan segera berganti setelah itu, tidak ada yang ingin mengganggu suasana pagi dengan perbincangan berat atau tentang penindasan yang sang manajer alami—meskipun (Name) masih mengotot dia tidak mengalami penindasan dan baik-baik saja. Setidaknya itu yang berusaha ia yakinkan, meskipun tatapan yang Ushijima berikan membuatnya sadar kalau dia lebih baik diam saja.


Di antara semua topik yang saat ini mereka bicarakan—mulai dari latihan klub, tugas sekolah, hingga restoran yang menyajikan makanan penutup enak—hanya topik kamp pelatihan yang akan datang yang menarik perhatian (Name). Mengingat Grup Fukurodani mengundang tim Shiratorizawa dan juga Aoba Johsai juga Karasuno, tentunya rasanya pasti aneh dan di luar dugaan. (Name) sendiri hanya bisa membayangkan kekacauan macam apa yang mungkin terjadi saat kamp tersebut.


'Kira-kira tim seperti apa yang Nekoma punya saat ini,' pikirnya sejenak. 'Mungkin aku bisa bertanya salah satu orang di tim lama. Tapi, bagaimana cara memulai percakapan tanpa membuat semuanya menjadi canggung?' (Name) menggertakkan giginya kesal. '...Mungkin saja mereka sudah melupakanku.'


(Name) tersentak dari benaknya sendiri ketika dia menabrak Tendou yang berjalan di depannya. Dia baru saja akan menegurnya, namun menutup kembali mulutnya ketika melihat ekspresi kesal yang terlihat jelas di wajah pemuda berambut merah itu. Yamagata dan Semi sendiri hanya bisa berdiri dengan canggung, sementara Ushijima menatapi hal yang sama seperti yang sedang ditatapi oleh Tendou saat ini.


Gadis itu bergeser agar bisa melihat apa yang membuat mereka berhenti, sebelum terdiam ketika mendapati loker sepatunya. (Name) bisa melihat ada lumpur yang dimasukkan ke dalam loker sepatunya, tidak lupa spidol hitam yang menunjukkan ujaran kebencian menghiasi pintu kecil loker sepatunya. Tanpa perlu membukanya, (Name) tahu pasti sepatu dalam ruangannya tidak bisa dipakai—kemungkinan kotor atau bahkan sudah dirusak oleh kau-tahu-siapa.


(Name) tahu betul dia tidak salah dengar ketika ada yang berbisik, "Rasakan itu!" dari salah satu penonton yang ada. Terlebih lagi karena suara kekehan yang familiar membalas ucapan tersebut.


Helaan nafas keluar dari sela bibir (Name). "Bagaimana caranya agar aku bisa mengikuti kelas nanti?" gumamnya sembari berjalan mendekat. Dia menghiraukan tatapan dari siswa-siswa lainnya dan juga Yamagata yang baru saja akan menghentikannya. "Bagaimana pun juga, aku datang ke Shiratorizawa untuk sekolah. Apa salahnya kalau aku ingin belajar," dia mencibir kesal.


Tendou menatapinya khawatir. "Hey, (Name)-chan... apa kau yakin kau—"


"Aku baik-baik saja, Tendou-san. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, tetapi itu tidak perlu," potong (Name) sembari menatapi pemuda itu datar. "Aku akan mengunjungi UKS, siapa tahu ada sepatu tidak terpakai di sana," perlahan (Name) membuka pintu loker sepatunya, sama sekali tidak terkejut ketika meliaht sepatu dalam ruangannya sudah tidak layak dipakai dan kotor oleh lumpur. "Hm, mereka serius juga ya. Sepertinya aku akan datang sedikit telat nantinya—"


Sebuah tangan memotong ucapannya dan menutup pintu loker sepatu (Name) dengan kasar.


Manik (e/c) milik gadis itu terbelalak ketika ia melihat sang kapten di sebelahnya—bukan karena tangannya yang tiba-tiba menutup loker itu, tetapi karena ekspresi penuh amarah yang ia tunjukkan saat ini. Suhu sekitar langsung turun beberapa derajat, membuat orang-orang di sekitar merinding—termasuk (Name) sendiri.


Ushijima mengepalkan tangannya, sampai-sampai telapak tangannya terasa sakit karena itu. Dia menarik nafas dalam-dalam, sebelum melihat sekelilingnya—tatapannya tajam dan dingin, bagaikan predator yang sedang mencari mangsanya. "Siapa yang melakukan ini?" tanyanya tegas.



Tidak ada yang berani bersuara. Bahkan orang-orang yang baru saja datang tidak berani berbicara atau mengeluarkan suara apa pun, sebisa mungkin memakai sepatu mereka tanpa suara dan pergi dari tempat sebelum terlibat lebih dalam. (Name) baru saja akan mengucapkan sesuatu, tetapi pemuda itu menghentikannya.


"Sekali lagi, siapa yang melakukan ini pada (Surname)?" tanyanya lagi. "Aku tahu, mungkin ada beberapa di antara kalian yang kurang menyukai kehadiran manajer kami. Aku tahu, beberapa dari kalian memiliki dendam pada salah satu anggota tim kami. Tetapi, kalian perlu tahu kalau kami—aku tidak terima dengan perlakuan kurang ajar seperti ini," jelas Ushijima dengan tegas. Matanya menangkap beberapa perempuan yang mulai tampak ketakutan dan was-was.


"Ushijima-san..."


"Aku tidak tahu apa alasan kalian hingga berani melakukan hal seperti ini. Ini tidak sopan dan kalian semua tahu kalau seorang murid Shiratorizawa tidak sepantasnya melakukan hal rendahan seperti ini," dia menggeram kecil. "Aku tidak keberatan kalau kalian tidak berani maju dan mengakui kesalahan kalian..."


"Ushijima-san, tolong tunggu sebentar—"


"...hanya saja kalian perlu tahu, kalau kami tidak akan tinggal diam dan akan meminta kepala sekolah memberikan hukuman yang setimpal!" ucapnya. Mata zaitun gelapnya menunjukkan amarah yang sama, kali ini terlihat jelas sehingga semuanya tahu itu bukanlah tatapan yang biasanya ia tunjukkan.


Ushijima baru saja akan melanjutkan kata-katanya, namun (Name) segera menarik lengan seragamnya dengan cukup keras. Pemuda itu menengok menuju sang manajer, menunggunya untuk mengucapkan sesuatu. Sesaat mereka mengira dia akan menambahkan ancaman lainnya, namun (Name) hanya menggeleng pelan dan ikut menatapinya dengan intens.


"Sudah cukup. Aku menghargai kebaikanmu, tetapi tolong hentikan itu," katanya perlahan. "Ancaman tidak akan menyelesaikan apa pun. Kekerasan hanya akan menambah masalah lainnya," (Name) melepas genggamannya pada lengan baju Ushijima. Pandangannya terjatuh pada kaki gadis itu sendiri.


Sang kapten menatapinya keheranan. "(Surname), apa kau mendukung apa yang mereka lakukan padamu?" tanyanya datar.


Gadis itu tertawa—bukan tawa geli, atau pun tawa yang menunjukkan kebahagiaan. Sebuah tawa mengejek. "Mana mungkin," katanya. "Hanya saja... cara seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Biarkan saja mereka," jelas (Name) sembari menatapi loker sepatunya sendiri.


Ushijima membuka mulutnya, hanya saja tidak ada kata-kata yang keluar. Dia berbalik menatapi teman-temannya dengan kurang yakin, hanya saja mereka juga tampak heran dan khawatir. Pada akhirnya Semi melangkah mendekat dan menatapinya dengan cukup intens. "Jadi, apa kau baru saja menolak bantuan kami dan ingin kami tetap diam? Membiarkan semua ini terjadi begitu saja?"


"Bukan," (Name) menggeleng pelan. "Aku menghargai bantuan kalian, hanya saja aku tidak menolak dan juga tidak memintanya," jelasnya. "Hanya saja, seseorang menindas orang lain... karena kecemasan mereka. Rasa cemas itu menakuti mereka, hingga mereka mencari seseorang yang membuat mereka cemas dan berusaha meyakinkan bahwa mereka lebih dari orang itu. Tetapi, terkadang dengan cara yang salah."


Tendou mengerutkan keningnya. "Jadi apa maksudmu, (Name)-chan?" tanyanya.


(Name) terdiam untuk sesaat, sebelum dia menarik nafas dalam-dalam. Perlahan ia kembali menatapi senior-seniornya, sebelum dia menyunggingkan sebuah senyuman kecil. "Aku senang kalian ingin membantu, tetapi aku tidak ingin kalian terlibat masalahku. Jadi, kumohon, jangan sampai kalian semua terkena masalah hanya karena ingin membantuku," pintanya.


Ushijima, Tendou, Semi, dan Yamagata menatapi sang manajer dengan terkejut. Mereka baru saja akan menolak, namun terdiam ketika (Name) masih menatapinya dengan cukup intens. Setelah cukup lama mereka menatapi satu sama lain, barulah keempatnya memaksakan diri untuk mengangguk—meskipun Ushijima hanya diam saja dan menunduk.


Helaan nafas keluar dari sela bibir (Name), sebelum ia membungkuk di hadapan senior-seniornya. "Terima kasih banyak, senpai," katanya.


Lagi-lagi, mereka hanya bisa mengangguk tanpa menatapi gadis itu.


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


Tidak ada yang berani mendekati (Name) selama satu hari penuh.


Tidak, bukan berarti dia dikucilkan seorang diri. Hanya saja tidak ada satu pun orang yang berani menyentuh atau menjahilinya, sebatas menatapi sinis saja tidak ada yang berani. Meskipun merasa sedikit canggung, (Name) bersyukur tidak ada yang mengganggunya selama satu hari penuh.


Hanya saja kecanggungan yang ia rasakan bukan hanya terhadap pengganggunya, tetapi juga dengan rekan satu timnya—terutama para kelas tiga sendiri. Hanya dengan melihat sekilas, manajer itu tahu kalau anggota kelas tiga tampak ragu untuk berbicara dengannya. Terutama ketika ia sadar Ushijima enggan menatapi matanya ketika keduanya sedang berbicara bersama para pelatih.


Bahkan Tendou pun juga. Buktinya dia dapat pulang dari latihan lebih cepat, meskipun (Name) sudah mengabari teman satu timnya kalau dia perlu pulang dan juga menjemput adik laki-lakinya. Gadis itu masih bisa mengingat ekspresi terkejut Kawanishi dan Shirabu ketika Tendou hanya melambai dan berharap semoga perjalanannya baik-baik saja.


Pada akhirnya (Name) hanya bisa terdiam. Dia tidak pernah memikir kalau suasana canggung bersama senior-seniornya akan terasa seperti ini. Tidak begitu mengganggu, tetapi tetap saja meninggalkan sebuah beban pada hati dan bahunya ketika ia memikirkannya kembali. Ditambah, (Name) hanya bisa merasa pundung ketika teringat sifat keras kepalanya-lah penyebab kecanggungan itu.


'Tidak, hal ini tidak boleh menggangguku,' batin gadis itu sembari menggeleng pelan. 'Tetapi, mungkin aku perlu meminta maaf kepada para senior. Tidak baik membiarkan keadaan klub seperti itu,' (Name) menghela nafas kemudian mengeluarkan ponselnya.


Ia segera mengirimkan sebuah pesan singkat untuk memberitahu Shinju tentang kehadirannya, tidak lupa mengingatkannya untuk segera cepat keluar. Hal terakhir yang (Name) inginkan adalah diganggu oleh murid-murid dari sekolah lain karena rumor bodoh dan sebuah kesalahpahaman. Untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan hari libur.


Meskipun begitu, tetap saja (Name) masih mendapatkan perlakuan yang sama ketika ia menunggu di depan gerbang SMA Aoba Johsai. Para laki-laki menatapinya keheranan, mengingat seragam Akademi Shiratorizawa yang ia kenakan, sedangkan para perempuan ada yang menatapi dengan heran, ada juga yang menatapi dengan sinis. (Name) tidak perlu menebak siapa yang tengah menatapinya dengan tajam saat ini.


"Bukankah dia perempuan yang dirumorkan bersama Oikawa-san?"


"Apa yang dia lakukan di sini? Kukira orang-orang elit alergi dengan orang yang mereka anggap lebih rendah dari kita."


"Hmph, menyombongkan dirinya mungkin? Jangan katakan kalau dia kemari untuk memeras Oikawa-san lagi?!"


"Tidak mungkin! Kita tidak bisa membiarkannya begitu saja! Ayo cepat usir dia sebelum Oikawa-san tiba—"


"Perlu kalian ketahui kalau kedua telingaku berfungsi dengan baik. Jadi, tolong pelankan suara kalian kalau niat kalian adalah membicarakanku diam-diam," tegur (Name) datar, namun ada sedikit nada kekesalan yang terdengar dari ucapannya. Tangannya kali ini tengah menggenggam ponselnya dengan erat, sementara manik (e/c)nya menatapi perempuan-perempuan yang tadinya membicarakannya. "Atau kalau tidak, berusahalah untuk tidak terlihat mencolok."


Mereka hanya bisa tersentak kaget dan menatapi (Name) dengan panik. Sesaat mereka hanya bisa diam di tempat dan mengalihkan pandangan mereka, sebelum mereka semua segera berlari pergi meninggalkan gerbang. Kedua alis (Name) terangkat, heran sekaligus terkejut mereka tidak akan membalas atau memberikannya satu tatapan meledek terakhir.


Untuk beberapa saat dia hanya bisa menatapi orang-orang yang berlalu lalang, masih heran dengan kelakuan perempuan-perempuan tadi. Tidak perlu waktu lama bagi (Name) untuk tahu alasan mereka segera kabur dari gerbang sekolah.


"Oh! (Nickname)-chan datang lagi rupanya!"


(Name) tidak berpura-pura atau menghentikan dirinya dari mengeluarkan suara erangan nyaring, membuat Matsukawa dan Hanamaki langsung terkekeh di tempat. Gadis itu menengok, mendapati para anggota tim voli tengah berjalan mendekatinya, sudah tidak ada keterkejutan di mimik wajah mereka.


Untuk beberapa saat, (Name) hanya menatapi mereka ragu-ragu. Terlihat jelas kalau dia tidak merasa nyaman dengan kehadiran mereka, membuat Iwaizumi segera menahan sahabatnya sebelum dia bisa memeluk manajer tim voli Shiratorizawa itu atau bahkan berdiri lebih dekat darinya. Yang lainnya hanya mengabaikan ketika Oikawa merengek.


"(Surname)-san!" (Name) mengalihkan pandangannya pada salah satu murid kelas satu Aoba Johsai—Kindaichi Yuutarou, yang kebetulan (Name) kenal karena dia adalah teman sekelas adiknya. "(Surname)—maksudku, adikmu sedang bersama teman-temannya. Seharusnya dia sudah selesai sekarang," jelasnya.


(Name) mengerang lagi. "Bagus, baru saja aku memintanya untuk cepat," gerutunya. Ia bersandar pada dinding gerbang dengan lesu, sebelum menatapi kakinya sendiri dengan kesal. Sebisa mungkin gadis itu mengabaikan tatapan dari para anggota tim voli di sebelahnya, namun yang ada dia hanya membalas tatapan mereka dengan kesal.


Matsukawa-lah yang sadar pertama kali dengan kelakuan gadis itu. Dia melangkah mendekat dan menatapi (Name) dengan waspada dan juga khawatir. "Ada apa ini? Kau terlihat lebih kesal dari biasanya," gumamnya. "Apa kau kelelahan?" tanyanya.


"Kalau dipikir-pikir," (Name) menengok menuju Iwaizumi, yang perlahan berjalan mendekatinya. Dia hanya diam untuk beberapa saat, sebelum melipat lengannya di depan dadanya. "Kau terlihat pucat, (Surname). Apa kau baik-baik saja?"


Gadis itu menggigit lidahnya sendiri. Tidak tahu harus merasa tersanjung atau kesal karena dia bisa terbaca dengan semudah itu—terutama oleh Iwaizumi sendiri. Pada akhirnya gadis itu hanya bisa menjawab dengan anggukan pelan. Dia tahu tidak akan ada yang percaya kalau dia menjawab dengan suaranya sendiri.


"Kau pasti belum makan, (Surname)-chan!" seru Hanamaki. "Bagaimana kalau kau ikut dengan kami makan di ramen langganan kami? Kau boleh ajak adikmu juga!" tawarnya sembari menyunggingkan sebuah senyuman ramah. "Kapten kami yang akan membayar semuanya!"


Mendengarnya hal itu, Oikawa langsung menatapi rekan satu timnya dengan terkejut, namun dia tidak mengucapkan hal lain. "Iwa-chan benar. Kau pucat, (Nickname)-chan," katanya. "Apa kau sudah makan? Apa istirahatmu tertatur? Atau jangan katakan kalau Ushiwaka mengganggumu?!" tebaknya begitu saja. (Name) hanya mengerutkan keningnya ketika mendengar tebakan terakhir itu.


"Tidak," jawab (Name) singkat. Dia memperhatikan wajah tiap anggota tim Aoba Johsai di hadapannya untuk sejenak, sebelum dia menghela nafas panjang. "Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah. Karena itu aku ingin segera pulang."


Iwaizumi menatapinya keheranan, tangan besarnya perlahan menggenggam bahu (Name) dengan cukup erat, namun tidak sampai menyakiti gadis itu. "Kami tidak bercanda tentang menawarkanmu ikut makan dengan kami. Aku akan membuat Oikawa membayar makananmu dan adikmu nanti," dia menambahkan dengan lembut sembari menatapi sang kapten—yang di luar dugaannya mengangguk setuju.


"Tetapi, aku hanya akan membayar (Nickname)-chan dan adiknya!" dia mengingatkan dengan tegas, mata cokelatnya menatapi sinis Matsukawa dan Hanamaki yang mulai terlihat gembira tadinya. "Jadi, aku akan mentraktir (Nickname)-chan dan Shinju-chan!"


"Aku tidak akan menolak selama itu berarti makanan gratis."


Perhatian teralihkan begitu saja. Mata (Name) bersinar sesaat ketika melihat Shinju berjalan mendekat. Perlahan (Name) menyentuh tangan Iwaizumi agar melepaskannya, sebelum mendorong dirinya dari dinding yang menjadi sandarannya. "Tidak ada makanan gratis, ibu akan memasak menu favoritmu malam ini," jelasnya, tanpa pikir panjang langsung menarik lengan adiknya pergi dari gerbang. "Kalau begitu, aku akan pergi terlebih dahulu. Terima kasih banyak atas tawarannya."


Gadis itu bisa melihat Iwaizumi dan Matsukawa sama-sama ingin menghentikannya, namun dia segera melangkah pergi. Shinju sendiri hanya bisa menatapi sang kakak keheranan, sebelum melambai pada tim voli dan menyamakan langkah kakinya dengan (Name).


Keduanya berjalan cukup cepat tanpa memulai percakapan apa pun. Beberapa kali Shinju melirik menuju (Name) dan gadis itu bisa merasakan kecanggungan dan kekhawatiran yang ditunjukkan oleh sang adik. Setelah cukup lama, barulah langkah kaki mereka memelan, diikuti dengan helaan nafas keluar dari sela bibir (Name).


"Tidak biasanya kau menolak tawaran seperti ini," komentar Shinju perlahan. Dia masih menatapi sang kakak. "Kenapa terburu-buru? Issei-san dan Iwaizumi-san tampak sangat khawatir, kau tahu. Apakah ada sesuatu yang terjadi di sekolahmu?"


(Name) melirik Shinju, mata mereka bertemu untuk sesaat. Pada akhirnya, dia hanya menggeleng pelan dan mengalihkan perhatiannya dari tatapan sang adik. "Tidak ada, hanya gangguan-gangguan kecil seperti biasa," jawabnya. "Aku hanya ingin istirahat," dia menambahkan sembari mempercepat langkahnya.


Shinju hanya bisa menatapi (Name) keheranan. Setidakya dia hanya bisa diam, sebelum pada akhirnya mengangkat bahunya dan tetap mengikutinya. Toh, melihat suasana hati kakaknya, dia tahu dia tidak bisa bertanya banyak-banyak. Setidaknya untuk saat ini dia perlu menjawab pesan-pesan yang ia terima—kemungkinan dari Matsukawa dan Iwaizumi—mengingat ponselnya berdering berkali-kali sedari tadi.


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡ 


Hoiyoy!

Wow! 1 bulan Demy ngga update buku ini ahahah--
Pertama-tama Demy minta maaf karena ngga up Liberosis, up buku lain juga sedang lambat

Demy menyalahkan kemalasan Demy dan juga tugas-tugas yang menumpuk, maka dari itu Demy sekarang cuma bisa bilang kalo selama bulan November ini Demy berencana ngga up banyak, tapi Demy usahakan untuk terus mengetik biar ngga jadi karatan

Setelah Penilaian Akhir Semester berlalu, Demy usahakan untuk melakukan boom update, usahakan, karena Demy sendiri kurang tau bisa atau ngga

Sekian tentang status menulis Demy  _ _)


Di sisi lain, (Name) memang keras kepala pake banget sih, mungkin beberapa ada yang kurang suka sifat keras kepalanya? entah juga sih, cuma perasaan Demy saja
Demy cuma mau (Name) yang kuat dulu, tapi tentunya nanti bakal Demy hancurin (Name) ketika waktunya tiba OvO)/

Ngga hancurin beneran  kok www

Sebagai tambahan, mengenai pendapat (Name) tentang para pem-bully itu Demy ngga sepenuhnya cari di internet, melainkan Demy bertanya-tanya pada teman-teman Demy yang kemungkinan punya pendapat tentang masalah seperti ini

Kalau kalian kurang jelas dengan maksud (Name), pendapat Papa Squ adalah alasan orang membully orang lain adalah anxiety/kecemasan mereka, di mana mereka takut untuk menjadi orang yang berada di bawah atau khawatir posisi mereka akan dikalahkan, bisa juga karena kecemasan itu mereka mau menunjukkan bahwa dia adalah orang yang kuat dan hebat dari orang lain tetapi caranya terbilang salah

Anyway, thank you for reading! Also please keep fighting, bagi kalian yang sedang mengalami masalah seperti ini! 


Ketemu Iwaizumi lagi tapi ngga banyak ngomong ya, Demy padahal kangen masukin dia sobs //slapped

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro