16
Dengan malu-malu, gadis itu mengusap rok bergambar bunga yang ia kenakan, pakaian yang dipilih oleh ibunya ketika (Name) meminta saran pakaian yang terbilang santai namun cocok untuk kegiatan hang-out bersama. Bukannya mendapatkan pakaian yang gadis itu kira, ibunya memberikan kemeja yang panjangnya sampai di atas lututnya berlengan pendek, dipadukan dengan rok sepanjang betis bergambarkan bunga yang sedikit transparan—intinya, pakaian yang tentunya akan jarang (Name) pakai kecuali dipaksa atau terpaksa.
'Kukira Ibu akan membiarkanku memakai pakaian yang kuminta, ternyata dia tidak terima pilihanku,' batinnya dari hati. Manik (e/c)nya terfokuskan pada sepasang sepatu mary jane hitam yang ia pakai. Sesaat wajahnya merona, mengingat hari ini adalah pertama kalinya ia akan pergi kencan—mengikuti kencan buta yang Chiyo tawarkan saja tidak pernah, apalagi kencan biasa.
Gadis itu kembali mengingat-ingat percakapannya dengan Iwazumi saat dia masih berada di rumah—"Tunggu aku di stasiun dekat Seijoh. Kau tidak perlu terburu-buru, hari ini aku ada latihan pagi—akan kupastikan selesai sebelum jam sembilan!", itu katanya. Berkat kata-katanya, ibunya langsung memaksa (Name) untuk berdandan lebih rapi.
Perlahan gadis itu mengeluarkan ponselnya sendiri, tidak ia nyalakan, namun ia gunakan untuk bercermin sejenak. Rambutnya sudah tersisir rapi—bahkan sekarang rambutnya sudah terkepang dengan rapi, semuanya berkat kerja keras ibunya yang ingin melihat anaknya tampil dengan pantas—bukan hanya keluar memakai rok selutut dipadukan sweater atau kaus yang cocok untuk keluar, atau intinya terlalu santai.
Saat layar ponselnya menyala, (Name) langsung membaca sebuah pesan yang ia terima—pengirimnya lain tak lain adalah Tendou Satori sendiri. Gadis itu hanya menghela nafas, sembari membaca pesan yang ia terima dengan perlahan. Tanpa perlu membaca isinya dia sudah tahu apa yang seniornya kirimkan padanya. Tentunya pasti meminta (Name) untuk membatalkan rencananya atau mungkin beralih menghabiskan waktunya bersama dengan tim Shiratorizawa.
Bukannya membaca pesan itu, (Name) hanya membiarkannya saja—memang terbilang kejam, tetapi kalau dia membalas yang ada Tendou tidak akan berhenti mengirim dan mungkin saja mencari keberadaan sang manajer saat ini. Setidaknya untuk saat ini sebaiknya dia tidak terlalu memikirkan timnya.
Tanpa ia sadari, gadis itu larut dalam pikirannya sendiri, membayangkan apa yang Iwaizumi rencanakan dan apa yang akan terjadi setelah itu. Timnya sudah tahu rencananya untuk pergi kencan, mereka juga mulai berperilaku cukup aneh setelah mendengarnya—bahkan Kawanishi dan Shirabu yang biasanya tidak peduli, sedangkan Ushijima, meskipun (Name) tahu dia terlihat terlalu suka dengan hubungan manajer timnya dengan ace tim Aoba Johsai, hanya mengatakan pada (Name) untuk menikmati waktunya. Pandangannya masih terfokuskan pada layar ponselnya sendiri, yang sudah lama mati, sampai dia mendengar namanya dipanggil dari kejauhan.
"(Surname)! Maaf membuatmu menunggu!"
(Name) mendangak, manik (e/c)nya segera melihat Iwaizumi yang berlari mendekat. (Name) langsung memperhatikan pemuda itu, terutama pakaiannya. Kaus hitam berlengan panjang dengan lengannya ia lipat sampai sikunya, celana panjang berwarna kelabu, dan sepatu olahraga hitam—ditambah tas selempang abu-abu . Memang terkesan monoton dan monokrom—tapi (Name) sendiri juga dominan berwarna putih.
Langkah Iwaizumi memelan, pada saat itu juga dia memperhatikan gadis dihadapannya tersebut dari ujung kepala hingga kaki. Rona merah menghiasi pipinya ketika melihat pakaian yang dikenakan oleh gadis itu dan juga dandanannya yang lebih terkesan simpel dan natural. Dia tidak mengucapkan apa pun, namun terus memperhatikan (Name) sampai gadis itu sendiri mulai merasa gugup.
"Aku tidak menunggu lama, kau tidak perlu khawatir, Iwaizumi-san," katanya. "Apakah ada yang aneh?" tanya (Name), perlahan ia mengusap rambutnya dengan hati-hati—takut untuk merusak kepangannya. "Ibuku yang memintaku untuk memakai ini, katanya aku perlu tampil pantas dan manis... tapi rasanya ini berlebihan, ya?"
"T-Tidak! Pakaian itu cocok untukmu!" pekik Iwaizumi tiba-tiba, wajahnya semakin memerah ketika dia sadar apa yang telah ia ucapkan. "M-Maksudku... aku hanya terkejut karena selama ini aku lebih sering melihatmu menggunakan jaket atau sweater dengan celana panjang. Ini pertama kalinya aku melihatmu berdandan—bukan berarti aku keberatan."
(Name) merasa malu seiring berjalannya waktu. "Aneh kah?" tanyanya malu-malu, tanpa ia sadari dia mulai menggenggam roknya.
Iwaizumi menelan ludahnnya sendiri. Dengan malu-malu ia mengusap tengkuknya yang mulai memanas dan menggeleng. "Tidak, tidak ada yang aneh darimu," katanya. "Malah... kau terlihat sangat cantik," dia menambahkan sembari tersenyum ramah.
Wajah (Name) kian memerah. Dia hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada Iwaizumi sembari mengalihkan pandangannya. Untuk beberapa saat keduanya berdiri dengan canggung di peron kereta, tidak melakukan apa pun selain mengalihkan perhatian dan menunggu salah satu dari mereka untuk bergerak.
Keduanya sama-sama tersentak kaget ketika pemberitahuan kedatangan kereta terdengar begitu saja. (Name) menghela nafas, jantungnya bergedup kencang saking malunya dia. Perlahan ia menatapi Iwaizumi lagi, menyadari bahwa pemuda itu sudah mengulurkan tangannya pada (Name).
"Keretanya sudah tiba," katanyanya sembari tersenyum ramah. Dengan pelan-pelan (Name) pun menerima uluran tersebut, yang langsung disambut dengan genggaman erat dari Iwaizumi. "Ayo, sebelum kita tertinggal."
(Name) mengangguk pelan, dia berjalan berdampingan dengan Iwaizumi. Keduanya segera berjalan menuju kereta yang telah tiba—dalam hatinya (Name) bersyukur saat ini kereta tidak terlalu penuh, yang berarti dia tidak perlu khawatir untuk ditatapi atau harus berdiri berdempetan dengan orang-orang. Ketika mereka sudah mendapatkan tempat duduk, barulah (Name) membuka mulutnya.
"Ke mana kita akan pergi?" tanyanya. Mengingat Iwaizumi tidak memberitahu rencananya kemarin atau pagi ini, dia hanya menginstruksikan (Name) untuk menunggu di stasiun dan mereka akan berangkat bersama-sama.
Untuk sesaat Iwaizumi hanya menatapi (Name) dalam diam, sebelum dia tersenyum. "Lihat saja nanti," jawabnya. Dia hanya tertawa pelan ketika melihat ekspresi kebingungan dari (Name).
⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡
Manik (e/c) gadis itu terbuka lebar, sesaat berbinar-binar ketika dia memperhatikan sekelilingnya. Ada banyak orang di sana—tentu saja, lagipula sekarang adalah akhir minggu, pastinya tempat seperti ini akan ramai oleh keluarga dan orang-orang lain. Hanya saja (Name) hanya bisa berpikir sejenak kapan terakhir kali dia pergi menuju suatu tempat dengan lautan manusia seperti ini. Dia juga tidak menyangka Iwaizumi akan membawanya ke kebun binatang.
Kalau dipikir-pikir kapan terakhir kali dia pergi ke kebun binatang? (Name) hanya bisa melihat sekelilingnya dengan terpana, sesaat melupakan pikirannya untuk menahan diri dan tetap tenang di depan umum—terutama di depan Iwaizumi sendiri.
Iwaizumi hanya bisa menatapi (Name) untuk sesaat, sebelum dia berdehem untuk menarik perhatian gadis itu. "Kau tidak keberatan kalau pergi ke sini, 'kan?" tanyanya. "Maksudku, mungkin taman bermain lebih baik... tetapi ada kebun binatang yang cukup sering dibicarakan belakangan waktu ini dan kupikir kau akan tertarik."
"Apa kau bercanda? Aku tidak keberatan dengan apa pun. Lagipula sudah cukup lama semenjak terakhir kali aku pergi ke kebun binatang," kata (Name), ada tanda-tanda antusiasme dari nada bicaranya. "Aku hanya keberatan saat kau membayar tiket masukku, aku bisa membayar tiketku sendiri," dia menambahkan sembari menatapi Iwaizumi sedikit kesal.
Pemuda itu hanya tertawa pelan. "Baiklah, anggap saja hanya satu kali saja aku membayar untukmu," katanya. "Dan daripada kita berdiri di sini terus, bagaimana kalau kita segera berkeliling?" usulnya, dia segera mengambil brosur peta yang tersedia tidak jauh dari mereka dan membuka brosur tersebut. "Kira-kira hewan apa yang ingin kau kunjungi terlebih dahulu?"
(Name) hanya diam untuk beberapa saat, sebelum dia mengusap rambutnya dengan hati-hati. "Singa," ucapnya perlahan, sebelum dia mengalihkan perhatiannya ketika Iwaizumi menatapinya. "Kalau kau tidak keberatan aku memilih, aku ingin melihat singa," dia menjelaskan.
Sesaat Iwaizumi terdiam, sebelum dia tersenyum. "Apa kau mau mengunjungi kandang harimau juga? Kudengar kau boleh memasuki kandang harimau dan mengelus anak harimau," jelasnya. Dia hanya tersenyum lebih lebar ketika melihat wajah berseri-seri (Name). 'Manisnya,' batinnya.
"Kalau begitu ayo segera ke sana," kata (Name). Dia mengintip peta yang dipegang oleh Iwaizumi dan segera berjalan pergi dari tempat mereka berdiri. Gadis itu menghentikan langkahnya lagi ketika merasakan tangannya ditarik oleh Iwaizumi.
Untuk sesaat keduanya menatapi satu sama lain dengan terkejut, sebelum Iwaizumi mengalihkan pandangannya dan melangkah mendekat. "Maaf," bisiknya malu-malu. "Saat ini kebun binatang cukup ramai. Karena itu tolong tetap pegang tanganku agar kita tidak terpisah, aku tidak ingin kau tersesat," jelasnya—meskipun begitu pandangannya tidaklah terfokus pada (Name).
Gadis itu hanya bisa terdiam, wajahnya tampak kian memerah. "A-Aku tidak buta arah," gumam (Name). "Tapi... lebih baik mengantisipasi hal itu daripada benar-benar terjadi," dia menambahkan dan ikut mengalihkan perhatiannya.
Iwaizumi melirik (Name) untuk sejenak, sebelum dia tersenyum puas. Tanpa mengucapkan apa pun dia segera berjalan, tangannya menggenggam tangan (Name) sedikit lebih erat—bukan berarti (Name) keberatan, dia hanya bisa membiarkan Iwaizumi menggenggam tangannya dan berusaha menenangkan dirinya agar jantungnya kembali memompa darah dengan normal.
Keduanya melewati beberapa kandang hewan lain dalam perjalanan mereka mencari kandang harimau. Terkadang (Name) berhenti untuk melihat-lihat hewan yang ada—dirinya segera melupakan rasa malunya saat awal-awal menggandeng tangan Iwaizumi tadi, seakan-akan hewan-hewan yang ia lihat langsung menghapuskan pikirannya tentang itu.
Setidaknya ada cukup banyak hewan yang mereka temui, Iwaizumi sepenuhnya hanya menuntun dan diam saja sementara (Name) yang terlihat lebih bersemangat. Bukan berarti dia keberatan, sejujurnya Iwaizumi cukup senang bisa melihat gadis itu menikmati dirinya di kebun binatang, terutama karena dia juga bisa melihat sisi lain dari gadis tersebut—padahal biasanya dia selalu diam dan tampil lebih dewasa, meskipun begitu Iwaizumi menikmati kedua sisi yang berbeda tersebut.
Meskipun begitu, tiap kali Iwaizumi berusaha untuk menikmati waktunya dengan lebih tenang dan santai, terutama karena saat ini dia tidak diganggu oleh temannya, Iwaizumi tidak bisa berhenti melihat sekelilingnya tanpa alasan. (Name) sendiri juga sama, terkadang dia menghentikan langkahnya tiba-tiba dan melamun ke arah kerumunan orang-orang, tampak heran dan terkejut.
Ketika (Name) lagi-lagi diam dan menatapi lautan orang-orang yang berlalu lalang, barulah Iwaizumi akhirnya bertanya, "Apa yang kau lihat?" dengan kebingungan. Keduanya saling menatapi satu sama lain, sampai akhirnya (Name) mengangkat bahunya.
"Mungkin hanya perasaanku," katanya. "Tapi, aku mendengar suara yang familiar," dia menjawab sembari perlahan mengusap tengkuknya. "Atau mungkin saja itu karena aku terlalu banyak pikiran."
Untuk beberapa saat Iwaizumi hanya menatapi gadis itu keheranan. Perlahan dia melepas genggamannya pada tangan (Name), sebelum pemuda itu mengusap rambut (Name) dengan hati-hati. Dia terkekeh ketika melihat ekspresi terkejut (Name). "Kau terlalu serius," katanya. "Sekali-kali cobalah untuk melupakan pikiran yang hanya akan membebanimu. Cobalah untuk santai sedikit saja."
(Name) diam untuk beberapa saat. Perhatiannya sempat teralihkan menuju arah lain, sebelum dia mengangguk pelan. "Yang ada aku hanya merusak kegiatan hari ini ya," gumamnya perlahan. "Maaf, aku akan berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya.
Iwaizumi tersenyum puas. "Kalau begitu ayo segera pergi ke kandang harimau," ajaknya sembari kembali meraih tangan (Name). "Sebelum tempat itu terlalu ramai dan kita harus menunggu lama," dia menambahkan. Pemuda itu tidak menunggu balasan (Name) dan segera berjalan, masih menggenggam tangan (Name) dengan erat.
⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡
"Kau serius dia mendapatkan nama itu?" tanya (Name), di wajahnya jelas-jelas tampak ekspresi terkejut—bahkan tidak percaya dengan apa yang baru saja Iwaizumi ceritakan. "Dan dia bahkan bangga dengan nama aneh seperti itu? Kau serius pikiran Oikawa-san bisa sedangkal itu."
Iwaizumi hanya mengangkat bahunya. "Bukan bermaksud menjelek-jelekkannya, bagaimana pun juga Oikawa selalu bisa mendapat peringkat atas," katanya. "Tapi... aku tidak bohong sedikit pun, dia pernah dipanggil 'Oikawa Hanger' selama satu hari penuh dan tidak merasa malu sedikit pun. Aku bertanya-tanya dari mana dia mendapatkan rasa percaya diri seperti itu."
"Oikawa Tooru memang di luar dugaan," gumam (Name) perlahan. Dia tertawa untuk beberapa saat, sebelum lanjut memakan waffle yang telah disajikan di hadapannya. Iwaizumi hanya tersenyum dan memakan kentang gorengnya sembari memperhatikan gadis di depannya.
Saat ini keduanya berada di salah satu café di dalam kebun binatang, berhubung waktu makan siang telah tiba. Setelah menghampiri kandang harimau dan memanjakan anak-anak harimau, keduanya segera lanjut berkeliling—mulai menuju kandang khusus unggas, kandang jerapah, bahkan juga menyempatkan diri untuk melihat akuarium. (Name) tersenyum ketika mengingat kembali waktu yang dia lalui—sejenak berpikir kapan terakhir kali dia merasa serileks ini.
Setidaknya kencan mereka tidak terasa sekaku yang (Name) bayangkan. Mereka masih bisa berinteraksi seperti Iwaizumi tidak pernah menyatakan perasaannya, bahkan sempat tertawa bersama ketika keduanya melihat ikan bernama "Oikawa" di buku yang mereka baca di akuarium tadi. Terkadang juga mereka menujuk hewan-hewan tertentu untuk menebak mirip siapa wajah hewan itu.
"Dan juga..." (Name) lepas dari pikirannya sendiri ketika Iwaizumi berbicara lagi. "Katamu... Tendou pernah mengacaukan permainannya karena dia menginginkan teknik baru, kemudian menamainya 'Shooting Star'?" tanyanya. "Maksudmu... seperti teknik-teknik yang ada di shounen jump atau kartun itu?"
(Name) menyeruput minumannya sejenak, sebelum menyeringai—seakan-akan mengejek orang lain. "Memangnya aku terlihat berbohong?" tanyanya, dia terkekeh sejenak. "Lucu juga kalau dilihat, tapi aku juga kasihan karena Washijou-sensei benar-benar menghabisinya dengan berbagai teguran dan nama panggilan aneh," dia menjelaskan.
Keduanya tertawa bersama-sama, meskipun Iwaizumi sendiri terlihat berusaha menahan tawanya—mungkin untuk mempertahankan kesan menghargai tim lawan dengan cara itu. Ketika tawa mereka mulai berhenti, (Name) terfokus pada minumannya sendiri, mengaduk-aduk isi gelasnya dengan sendok sembari terdiam. Saat dia sadar Iwaizumi masih diam, barulah dia menengok.
Mata mereka bertemu. Sepasang hijau zaitun dengan (e/c). Mereka hanya menatapi satu sama lain, sampai akhirnya (Name) mengalihkan pandangannya untuk menahan malunya. Iwaizumi tidak bisa menahan dirinya dari tertawa, rona merah menghiasi pipinya dengan perlahan. Mereka masih duduk dalam keheningan untuk beberapa saat, sampai akhirnya Iwaizumi berdehem.
"Hei, (Surname)," panggilnya perlahan. "Kau tahu... sebenarnya kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk pergi keluar kencan bersamaku kalau kau merasa bersalah. Mungkin saja kata-kata Oikawa memang pedas, tetapi bagaimana pun juga kau tidak perlu mendengarkannya," dia menjelaskan, dari matanya tersirat rasa bersalah.
Gadis di hadapannya hanya bisa terdiam. Dia menatapi Iwaizumi untuk sesaat, sebelum mengusap kepalanya. "Aku tidak memaksakan diriku. Aku hanya berpikir, mungkin saja sekali-kali pergi keluar bersamamu tidak ada salahnya," jelasnya. "Kalau kau menganggapku melakukan ini karena aku kasihan... itu salah. Lagipula aku menikmati waktu kita di sini," dia tersenyum ramah.
Iwaizumi hanya bisa tersenyum. "Kau terlalu baik, (Surname)," gumamnya. "Tapi, aku senang kau bisa menikmati waktumu. Mungkin kita harus pergi bersama lebih sering lagi," usulnya. Pemuda itu diam sejenak, sebelum dia tersadar dengan kata-katanya sendiri. "M-Maksudku... kita harus pergi bersama dengan yang lainnya! Kau tahu, mungkin saja suatu saat kita bisa menikmati waktu dengan yang lainnya tanpa ada pertikaian atau sejenisnya. Itu kalau mungkin timmu tidak keberatan..."
(Name) terdiam untuk sesaat, sebelum dia tersenyum. "Sepertinya pertandingan latihan bersama tidak buruk," katanya sebelum menghabiskan sisa minumannya. "Kau tahu... kalau semisalnya kalian tertarik, aku tidak keberatan membujuk Washijou-sensei untuk melakukan latihan dengan kalian. Anggota lainnya perlu berinteraksi dengan kelompok yang seusia dengan mereka, bukan yang lebih dewasa terus menerus," jelasnya. Dia dapat melihat Iwaizumi baru saja akan membalas, namun suaranya kalah dari jeritan lainnya.
"Eh?! Tidak mau! Aku tidak mau bertanding melawan mereka di luar pertandingan resmi!"
"Tidak! (Name)-chan apa yang kau lakukan?!"
Ketika mendengar namanya sendiri disebut, (Name) langsung menatapi Iwaizumi dengan keheranan. Keduanya menengok bersama-sama menuju asal suara tersebut. Mereka sama-sama mencari orang yang mereka duga sebagai pemilik suara tersebut, sebelum masing-masing menemukan pemilik suara yang familiar itu, duduk bersama kelompok mereka sendiri dan tidak jauh dari meja Iwaizumi dan (Name).
Pasangan itu hanya bisa menatapi penguntit mereka dengan sinis dan penuh kekesalan, sebelum mereka menghela nafas pasrah bersama-sama. Tentu saja, pikir mereka. Pantas saja mereka beberapa kali merasa seakan-akan sedang diperhatikan, pantas saja (Name) beberapa kali melihat wajah yang mirip di antara kerumunan orang, pantas saja mereka punya kegelisahan saat menikmati waktu mereka di sini.
Bagaimana tidak? Teman mereka membututi kencan mereka.
"Kau pasti bercanda—Apa yang kau lakukan di sini, Kusokawa?!" jerit Iwaizumi kesal. Dia segera berdiri dari tempat duduknya, namun tidak mendekati temannya yang tidak jauh darinya. "Matsukawa dan Hanamaki juga? Apa-apaan ini!? Kalian mengikutiku?!"
"Hei, jangan salahkan kami," Hanamaki tersenyum canggung, tangannya perlahan memutar topi baseball yang ia pakai. "Oikawa memaksa kami, karena ingin tahu aku ikut saja! Tolong jangan lukai aku—ngomong-ngomong, kau terlihat manis, (Surname)-chan!" dia menambahkan sembari tersenyum polos kepada (Name).
Gadis itu sendiri hanya bisa menatapi Hanamaki keheranan, sebelum dia berbalik dan menatapi Tendou bersama Semi, Kawanishi, dan Shirabu di sana—(Name) hanya bisa bersyukur tidak ada Ushijima, atau yang ada adalah adu mulut yang heboh. Perlahan ia mengusap keningnya sendiri, sebelum menyembunyikan wajahnya di balik lengannya. "Kau pasti bercanda," rengeknya pelan.
"Oh! (Name)-chan jangan kau menangis!" seru Tendou dengan penuh khawatir. "Hei, kau! Rambut jabrik dari Seijoh! Tanggung jawab! (Name)-chan menangis karenamu!" tuduhnya sembari menunjuk ke arah Iwaizumi, yang hanya bisa menatapi pemuda berambut merah itu keheranan.
"Tapi aku tidak—"
"Wah, bagaimana ini... kau membuatnya menangis," Matsukawa terkekeh geli sembari menatapi Iwaizumi. "Bertanggung jawablah, Iwaizumi. Kau tidak bisa membuat pasangan kencanmu menangis di tengah kencan, kau tahu," godanya sembari bersandar pada tempat duduknya.
"Sudah kukatakan—"
"Oh, tidak! Iwa-chan betapa kejamnya dirimu!" kali ini Oikawa-lah yang memotong ucapan dari Iwaizumi. Tidak perlu waktu lama sampai beberapa orang mulai menonton, namun ada juga yang segera pergi agar tidak ikut terlibat. "Kau brengsek sekali, Iwa-chan! Itu tidak baik!"
"Kusokawa, jangan berani kau panggil aku begitu dasar—"
Iwaizumi belum sempat menyelesaikan kata-katanya, ketika tiba-tiba sebuah boneka ikan fugu melesat melewatinya—langsung mengenai wajah Matsukawa. Untuk beberapa saat semuanya terdiam, menatapi Matsukawa dengan terkejut, sebelum beralih menuju pelempar boneka itu—(Name) sendiri.
Manajer tim voli itu hanya mendengus kesal, matanya menatapi sinis dua kelompok yang sudah membututinya dari tadi pagi. Perlahan ia memijit keningnya sendiri, mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu—hanya saja tidak ada yang keluar.
Pada akhirnya dia hanya bisa mengalihkan pandangannya. "Sudahlah, aku tidak mau peduli apa yang kalian lakukan di sini," gerutunya, sebelum berbalik menuju pelanggan lainnya. "Mohon maaf sudah membuat keramaian di sini dan mengganggu waktu makan siang kalian. Kami akan segera pergi," katanya, diikuti dengan sebuah senyuman ramah yang dibuat-buat.
Tendou baru saja akan mengeluh, namun berhenti ketika (Name) menatapi middle blocker itu dengan sinis. Tanpa mengucapkan apa pun mereka semua segera berdiri dari tempat duduk masing-masing dan berjalan pergi meninggalkan café tersebut.
⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡
"Aku tidak percaya, setengah dari kegiatan kita diganggu oleh teman kita sendiri," gumam (Name) sembari berjalan menuju gerbang keluar bersama kelompoknya. Iwaizumi di sebelahnya hanya bisa diam saja, tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. "Iwaizumi-san... maaf, sepertinya kita tidak bisa tidak diganggu oleh teman kita sendiri."
Iwaizumi hanya bisa mengangkat bahunya santai. "Bukan berarti kita bisa melakukan sesuatu tentang itu," gumamnya. "Memang menyebalkan..."—dia menatapi sinis Oikawa—"...tapi mau bagaimana lagi, mereka memang suka ikut campur," gerutu pemuda itu sembari menatapi jalan dengan kesal.
Delapan penguntit kedua orang itu hanya bisa diam saja, menatapi satu sama lain dengan kesal, namun tetap diam saja. Sudah cukup (Name) memarahi mereka tadi, karena tidak memberi dia dan Iwaizumi waktu luang serta membuat kekacauan di depan umum, setidaknya tujuh dari mereka bersyukur tidak ada yang terkena lemparan yang sama seperti yang dirasakan oleh Matsukawa.
Meskipun (Name) meminta delapan orang tidak diundang itu untuk menikmati waktu mereka sendiri, yang ada mereka tetap memastikan tidak jauh dari Iwaizumi dan (Name)—kali ini keduanya bisa merasakan hal itu lebih jelas, tentunya mereka nyaris tidak bisa menikmati waktu mereka sampai akhirnya sore hari tiba.
Kesepuluh orang itu hanya bisa berjalan dalam diam menuju stasiun, dengan dua di antaranya terlihat kesal bukan main sedangkan sisanya berusaha untuk tidak mengungkit kembali kejadian tadi. Hanya saja Iwaizumi sempat melirik empat siswa dari Shiratorizawa yang tengah menatapinya dengan sinis dan penuh emosi—'Sudah kuduga mereka membenciku,' batinnya.
Tidak perlu waktu lama bagi mereka sampai mereka semua tiba di peron kereta. (Name) hanya mengucapkan perpisahan kecil-kecilan kepada Iwaizumi dan teman satu sekolahnya, sebelum berjalan menuju peron yang berbeda sendiri. Murid Aoba Johsai dan Shiratorizawa itu hanya bisa diam saja, sampai mereka sadar ada satu orang yang masih mengikuti (Name).
"Hey, Matsun!" tanpa pikir panjang Oikawa segera memanggil teman beralis tebalnya itu. "Ke mana kau akan pergi? Kau tidak bersama kami?" tanyanya heran.
Matsukawa hanya diam saja, sebelum dia menatapi Oikawa keheranan. "Pulang, tentunya," katanya. "Kalian tidak perlu khawatir, aku akan menjaga (Name)—bukan melakukan hal yang aneh-aneh padanya," dia menambahkan sembari tersenyum jahil. (Name) hanya bisa mendengus kesal dan memukul punggung Matsukawa.
Siswa-siswa dari Aoba Johsai hanya bisa diam saja—lagipula, bukan berarti mereka tidak tahu. Hanya saja Tendou-lah yang terlihat tidak dapat menerima fakta tersebut. Dia segera memanggil nama sang manajer dan memintanya untuk pulang bersama mereka menuju asrama Shiratorizawa, namun langsung diam ketika Shirabu dan Kawanishi mengomentari senior mereka itu.
(Name) hanya bisa menonton dari kejauhan, juga menahan tawanya sendiri ketika melihat Semi menegur Tendou karena kelakuannya. Perhatiannya segera teralihkan menuju para siswa dari Aoba Johsai, sebelum membungkuk pada mereka dan berbalik menuju kereta yang telah tiba. (Name), dan Matsukawa segera memasuki kereta tersebut—setidaknya tidak sebelum melihat teman mereka pergi menuju peron masing-masing untuk pulang. Matsukawa sendiri hanya menatapi Iwaizumi dari kereta untuk cukup lama, sampai akhirnya kereta meninggalkan stasiun.
Harapannya adalah perjalanan di kereta tetaplah tenang dan hening, hanya saja pupuslah harapannya ketika Matsukawa berbicara. "Jadi sekarang kau punya hubungan tetap dengan Iwaizumi?" tanyanya. "Apa kau menyukainya?"
(Name) melirik Matsukawa heran. "Kalau kau berpikir kami sudah berpacaran sekarang, kau salah," katanya pelan. "Untuk sekarang aku hanya ingin untuk tetap sebagai teman. Mungkin terdengar kejam, tapi Iwaizumi-san sendiri sudah tahu, aku mengajaknya pergi bersama untuk mengubah kecanggungan di antara kami. Setidaknya aku tidak ingin pertemanan kami rusak," jelasnya.
Matsukawa hanya diam saja dan bersandar pada tempat duduknya. Tawa pelan keluar dari sela bibirnya. "Kau sama sekali tidak berubah, ya," katanya sebelum mengusap rambut (Name). "Masih (Name) kecil yang sayang dengan teman dan keluarganya, gadis manis yang peduli dengan sekitar," godanya.
Gadis itu hanya diam saja, sebelum menepis tangan besar Matsukawa dari kepalanya. "Aku tidak seperti itu," gumamnya pelan, rona merah menghiasi pipinya.
Tetapi, Matsukawa hanya tertawa. "Oh, baiklah kalau begitu," gumamnya. Dia diam lagi untuk beberapa saat, sebelum menoleh menuju teman masa kecilnya dan menatapinya dengan intens. "Tapi, (Name), kau tahu..." katanya. Dia melihat (Name) berbalik menghadapnya dan menatapi manik (e/c) itu lekat-lekat. Setelah cukup lama, barulah dia menyunggingkan sebuah senyuman lembut.
"Aku tidak akan kalah..."
Ada sesuatu dari senyuman yang Matsukawa berikan yang membuat jantung (Name) sempat berdegup kencang. Gadis itu hanya diam saja, namun dia tetap tidak mengerti maksud dari Matsukawa. Pemuda itu sendiri hanya tertawa saja dan menarik kepala (Name) agar bersandar pada bahunya. (Name) sempat memberontak, namun pada akhirnya dia menurut saja dan tetap diam.
Matsukawa tersenyum puas ketika gadis itu akhirnya tetap menyandarkan kepalanya pada bahu besarnya. Sesekali melirik gadis itu untuk memastikan kalau dia tertidur atau tidak. Senyuman di bibirnya hanya mengembang, diikuti dengan semburat merah yang menghiasi wajahnya dengan tipis. Dia hanya tertawa pelan, setidaknya kalau afeksi yang bisa ia dapat dan merikan masih sebatas ini, dia tak apa. Itu lebih dari cukup.
⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡
Hoiyoy!
Akhirnya selesai juga chapter 16 hhhhhhh
Yay! Reader kencan bersama Iwaizumi! Dan akhirnya Demy pilih untuk kencan di kebun binatang! Lagian kebun binatang banyak hewan lucunya! //?
Sayang ya tetep ada gangguan, tapi ya intinya sekarang relationship bersama Iwaizumi masih bagus //?
Oh, mengenai penggambaran baju yang Iwaizumi dan Reader pakai, sekiranya terlihat seperti ini:
Referensi pakaian yang digunakan:
illustration by Sashikizu/Gusari
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro