Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14

"Shinju, ayo cepat!"


"Tunggu sebentar!"


(Name) menghela nafas sembari keluar dari rumahnya. Ia mengusap kepalanya sesaat sembari berjalan menuju pagar rumahnya—tentunya bukan bermaksud meninggalkan adiknya sendiri. Namun, langkahnya terhenti ketika dia melihat seseorang sedang menunggu di depan rumahnya, saat ini sedang memainkan ponselnya.


"Issei? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya (Name) begitu saja. Secara tidak langsung mengejutkan pemuda yang tengah menunggu tersebut. Gadis itu membuka pintu pagar dan melangkah keluar, menatapi tetangganya keheranan. "Bukankah kau ada latihan pagi? Kenapa kau masih di sini?"


Matsukawa tertawa canggung, sebelum menggaruk kepalanya. "Ah, senangnya kau peduli padaku~" candanya, ia terlihat puas ketika melihat ekspresi kesal dari (Name). "Tapi, kau tidak perlu khawatir. Ini masih terlalu pagi untuk latihan dimulai. Semalam aku teringat kalau kau selalu datang ke sekolah pagi-pagi sekali! Kukira itu masih kebiasaanmu," katanya.


Untuk beberapa saat, (Name) menatapi pemuda tersebut dengan kesal, sebelum akhirnya dia mengalihkan pandangannya. "Kau mengingat hal-hal yang tidak perlu," katanya. "Kenapa tidak gunakan ingatanmu itu untuk mengingat materi-materi pelajaran?" tanyanya.


"Apa kau baru saja meledekku?" Matsukawa balik bertanya dengan kesal. (Name) hanya menjulurkan lidahnya pada tetangganya tersebut, sebelum mengalihkan pandangannya lagi. Untuk beberapa saat Matsukawa hanya memperhatikan (Name), sebelum dia menghela nafas. "Kalau aku boleh jujur... kau berubah banyak semenjak tiga tahun kita tidak bertemu ya?" tanyanya perlahan.


(Name) tersentak kaget saat mendengarnya. Dia hanya menggerutu pelan sebelum menundukkan kepalanya. Gadis itu bersyukur atas kedatangan adiknya, yang membuatnya tidak perlu menjawab atau membalas Matsukawa dan segera berangkat menuju sekolah. Sebagai tambahan, (Name) memastikan agar adiknya berada di antaranya dan Matsukawa.


Matsukawa tentunya segera menyadari apa yang gadis itu lakukan, namun dia diam saja dan lebih terfokus untuk berbincang pada Shinju. (Name) bersyukur Matsukawa tidak mengungkit hal yang sama, sepertinya juga segera melupakannya seiring berjalannya waktu. Meskipun begitu, dia tahu Matsukawa sesekali melirikinya dengan kebingungan.


Beberapa kali Matsukawa berusaha menarik (Name) menuju perbincangannya bersama dengan Shinju, namun gadis itu tetap berhasil untuk mengakhiri percakapan atau setidaknya mengeluarkan dirinya dari percakapan itu. Matsukawa hanya bisa mengeluh kesal dan mengomentari beberapa hal tentang kelakuan teman masa kecilnya itu, namun (Name) tidak mempedulikannya dan lebih terfokus pada jalan di depannya.


Perjalanan mereka pun berlalu begitu saja, tidak dengan cepat atau mungkin terasa lambat. Mereka bertiga sempat bertemu di tengah jalan dengan Hanamaki, yang langsung terlihat girang ketika melihat Matsukawa dan (Surname) bersaudara. Sama seperti sebelumnya, (Name) lebih menjauhi untuk berbicara lebih sering. Akhirnya Hanamaki bersama dua laki-laki lainnya hanya bisa berasumsi dia kurang nyaman karena satu-satunya perempuan di antara mereka.


Pada akhirnya (Name) hampir tidak mengikuti satu pun percakapan di antara ketika laki-laki itu selama perjalanan sekolah. Ketika gerbang sekolah SMA Aoba Johsai sudah terlihat, tanpa pikir panjang gadis itu mengucapkan salam perpisahan, setidaknya tidak sebelum dia mengingatkan Shinju untuk pulang tepat waktu.


"Bagaimana dengan kami?" sebelum (Name) bisa berjalan pergi, Matsukawa dan Hanamaki menghentikan gadis itu. Keduanya menyunggingkan senyuman yang mirip, senyuman jahil yang tentunya sesuatu yang (Name) sering lihat. "Tidak ada ucapan perpisahan untuk kami?"


(Name) hanya diam untuk beberapa saat, sebelum dia membungkuk pada mereka. "Sampai jumpa lain waktu, Hanamaki-san, Matsukawa-san," katanya, tentu saja membuat Matsukawa kecewa seketika. Dia tidak menunggu ucapan lainnya dan segera melanjutkan perjalanannya menuju stasiun.


Perjalanann lainnya lebih terasa cepat bagi (Name), mungkin juga karena langkah (Name) terbilang cepat atau lebar. Beberapa kali dia membayangkan sendiri timnya yang sedang berlatih—Reon dan Ushijima biasanya selalu datang jauh lebih pagi dari biasa untuk memulai latihan sendiri. Biasanya setelah itu Shirabu, Goshiki, Semi dan Yamagata akan mengikuti, sampai akhirnya yang tersisa baru akan tiba. (Name) hanya bisa menghela nafas, bersyukur hari ini dia tidak perlu membangunkan Tendou atau Kawanishi yang terkadang ditemukan masih terlelap di asrama masing-masing.


Setibanya di stasiun, gadis itu menyempatkan dirinya untuk membeli (f.drink) sebelum memasuki kereta yang baru saja tiba. Dia bersyukur bisa mendapatkan tempat duduk, berhubung gerbong yang ia naiki juga terbilang cukup ramai—(Name) sedikit terkejut mengingat dia sengaja berangkat pagi agar tidak mendapatkan gerbong yang krodit, tetapi sepertinya orang-orang tetap saja berdatangan.


Perlahan (Name) mengeluarkan ponselnya sendiri, terkejut ketika melihat adanya beberapa pesan dari anggota tim sekolahnya. Dia hanya bisa menahan tawa saat melihat pesan dari Shirabu yang meminta air minumnya tidak terlalu dingin, namun segera mengirimkan pesan permintaan maaf karena teringat sang manajer tidak ikut latihan pagi. Ia hanya membaca pesan-pesan tersebut sampai akhirnya tiba di pesan dari Tendou.


[Tendou-san]

(Name)-chaaaan

Aku sangat merindukanmu! Apakah kau merindukanku?

Tolong berangkatlah jauh lebih pagi dari biasanya agar kau bisa ikut latihan pagi! ( '•̥̥̥ω•̥̥̥' )


(Name) hanya bisa tertawa pelan melihatnya. Tanpa pikir panjang dia segera mengetik balasannya, beberapa kali berpikir apakah sebaiknya dia membalas atau tidak—mengingat kemungkinan Tendou sedang pemanasan saat ini. Namun dia membuang pikiran itu dan tetap mengirimkan pesannya.


[(Name)-chan]

Ah, aku tidak bisa bangun sepagi itu. Lagipula ada adikku yang perlu kujaga, dan aku perlu memasak untuk adik-adikku.

Dan tidak, aku tidak merasa rindu sedikit pun (ơ ₃ ơ)


Gadis itu baru saja akan meletakkan ponselnya kembali, namun berhenti ketika menyadari Tendou baru saja membaca pesannya. 'Tendou-san membuka ponselnya ditengah latihan? Berani sekali,' pikirnya, mengingat Washijou tentunya tidak akan suka melihat ada yang bermain ponselnya ditengah latihan—bahkan (Name) sendiri mendapatkan izin karena dia pernah telat membaca pesan penting dari ibunya yang memintanya untuk pulang sesegera mungkin.


[Tendou-san]

Eeeeeeh?! Jahat sekaliii! º·(˚ ˃̣̣̥˂̣̣̥ )º·˚

Oh! Aku harus segera pergi! Tanji-kun marah, hehe!

Sampai jumpa nanti~ ( ˘ ³˘)


(Name) hanya menghela nafas pasrah, sebelum akhirnya menutup ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku seragamnya. Meskipun sesaat dia merasa kurang nyaman karena kegiatan paginya berganti, dia hanya bisa berusaha untuk tetap menikmatinya. 'Lagipula tidak untuk waktu yang lama,' pikirnya pada dirinya sendiri.


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


Ketika (Name) tiba di kelasnya, yang pertama kali menarik perhatiannya adalah Kawanishi yang sepertinya berusaha untuk tidur di bangkunya sendiri. Perlahan (Name) menggantung tasnya pada sisi mejanya, sebelum mengambil tempat duduk di sebelah bangku milik Kawanishi. Dia hanya diam di tempat duduknya, menatapi Kawanishi untuk beberapa saat, setidaknya sampai Kawanishi menoleh ke arah gadis itu.


Keduanya menatapi satu sama lain untuk beberapa saat, sebelum Kawanishi duduk tegak sembari mengusap rambut berantakannya. Dia masih diam saja, sementara (Name) memperhatikan gerak-geriknya, setidaknya menunggu sampai Kawanishi terlihat lebih bersemangat.


"Kau tahu, Shirabu tidak pernah berhati-hati saat membangunkanku," kata Kawanishi tiba-tiba. "Dia benar-benar mendorongku dari ranjang agar aku mau terbangun. Dan kudengar dari Tendou-san kalau Semi menyiramnya dengan air agar dia tidak perlu repot-repot membangunkan Tendou," dia menambahkan sembari menatapi (Name).


Sesuai dugaan pemuda itu, (Name) terlihat sedang menahan tawanya. Kawanishi menatapi (Name) kesal, sebelum mendengus. "Bukankah aku pernah mendorongmu dari ranjang?" tanya (Name) memastikan. "Saat itu kau benar-benar terlelap, bahkan memanggilku ibu. Tanpa pikir panjang aku menarik selimutmu sampai kau ikut berguling dan jatuh di lantai."


Kawanishi mengusap tengkuknya. "Tapi kau tidak langsung melakukannya. Kau tetap membangunkanku dengan hati-hati awalnya," jelasnya. "Sedangkan Shirabu... dia... ugh," ia memijit batang hidungnya untuk sesaat, sebelum menggertakkan giginya. "Dia selalu seperti itu. Mana saat latihan tadi dia terlihat kesal karena minumannya dingin..."


"Manja sekali," gumam (Name). Dia bersandar pada tempat duduknya. "Bertahan ya, aku tidak ikut latihan pagi sampai Jum'at nanti. Lagipula, kalian sudah SMA, jaga diri kalian sendiri dan hidup mandiri. Kau tinggal di asrama, lho," dia mengingatkan.


Untuk sesaat Kawanishi hanya diam saja, sebelum dia menghela nafas. "Iya, iya," gumamnya. "Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan rumahmu sekarang? Dan juga adikmu?" tanyanya. "Apa hubunganmu dengan adikmu membaik? Kudengar kau kurang nyaman untuk menjemputnya."


(Name) diam untuk sesaat. "Adikku baik-baik saja. Demamnya mulai membaik, ibuku juga bisa fokus pada pekerjaannya," jelasnya. "Dan juga... hubunganku dengan adik laki-lakiku tidak seburuk itu. Kami dekat, hanya saja aku memang kurang nyaman menjemputnya. Tidak ada yang salah dari hubungan kami," dia menjelaskan.


Kawanishi menatapi (Name) heran. "Kukira kau sempat bertengkar dengan adikmu pada pertemuan sebelumnya," jelasnya. "Tapi syukurlah kalau keluargamu baik-baik saja. Semoga adikmu lekas sembuh dan kau bisa melanjutkan tugasmu sebagai manajer," kata Kawanishi. Dia diam untuk beberapa saat, sebelum menutup mulutnya sendiri. "Maksudku..."


"Baru satu hari dan kau sudah seperti ini?" tanya (Name), senyuman simpul terukir pada bibirnya—tapi jelas-jelas bukan senyuman tersipu atau bersyukur, melainkan senyuman jahil. Dia tertawa pelan. "Rasanya aneh sekali kau menjadi seperti ini, tidak seperti biasa. Bersabarlah, hanya sampai hari Jum'at, tidak akan lama," dia menambahkan.


Lagi-lagi Kawanishi terdiam, sebelum dia menggaruk kepalanya. "Mau bagaimana lagi, kadang ada yang perlu di awasi di dalam tim," katanya. "Aku... kami hanya merasa berbeda tidak ada satu orang di dalam gedung gym," jelasnya.


"Kehadiranku tidak terlalu penting kecuali untuk urusan tim seperti bibs dan minuman bukan?" tanya (Name) keheranan. "Lagipula, urusan mencuci bibs, seragam serta menyiapkan handuk dan minuman bisa dilakukan siapa pun. Satou-sensei bisa melakukannya, kalau tidak para kelas satu bisa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Tidak ada yang tidak mungkin," dia menambahkan. "Aku hanya meringankan sebagian kecil dari urusan klub."


Untuk beberapa saat Kawanishi hanya menatapi (Name). Gadis itu sendiri tidak menghadap pemuda itu, melainkan mengeluarkan buku catatannya dan mulai membuka halaman-halaman bukunya. Keduanya hanya duduk bersama dalam keadaan begitu, meskipun beberapa murid lain sampai menyadari situasi keduanya dan ikut merasa canggung. Bahkan Hitomi yang tadinya berniat untuk menyapa sahabatnya berakhir diam dan kembali pada tempat duduknya.


Setelah beberapa saat, Kawanishi pun menghela nafas pendek. "Omong kosong," katanya. "Tugas-tugas seperti itu tidak bisa diremehkan. Lagipula kau bukan hanya mengurusi hal-hal itu, tetapi juga anggota klub lainnya," jelasnya. "Semua anggota itu penting, kau tahu. Entah manajer, pemain cadangan, atau anggota yang bukan bagian dari tim reguler. Setidaknya itu yang pernah dikatakan senior tahun lalu," dia menambahkan.


(Name) hanya diam untuk beberapa saat, sebelum dia menghela nafas panjang. Perlahan ia mengusap kepalanya. "Begitu ya? Aku hampir lupa," gumamnya. Gadis itu diam lagi untuk beberapa saat. "Aku sedikit terkejut kau akan mengatakannya. Kukira kau tidak akan mempedulikan hal seperti itu," jelasnya.


Kawanishi menatapi (Name), sebelum tertawa pelan. "Apakah salah kalau aku peduli padamu?" tanyanya. "Lagipula, aku yakin yang lainnya juga ingin kau segera hadir di setiap latihan dengan waktu biasanya. Tentunya, mereka tidak kenapa-napa kalau kau tidak bisa karena urusan keluarga," jelasnya.


Perlahan semburat merah menghiasi wajah (Name). Dia hanya diam saja dan menundukkan kepalanya agar Kawanishi tidak bisa melihatnya, namun temannya tersebut tetap saja berhasil melihat telinganya yang ikut memerah. Senyuman bangga muncul di bibir pemuda itu, namun dia tidak mengucapkan apa pun.


Keduanya duduk dalam diam lagi sembari menunggu guru untuk datang. (Name) kerap kali membaca ulang buku catatannya untuk mengalihkan perhatiannya, setidaknya sampai Kawanishi memanggilnya lagi. "Apa hari ini kau akan menjemput adikmu lagi?" tanyanya.


(Name) diam untuk sesaat, menggunakan waktunya untuk melupakan kata-kata Kawanishi sebelum pertanyaan itu. Setelah beberapa saat, barulah dia mengangguk. "Adikku terkadang tidak langsung pulang. Kemarin ibuku menjelaskan karena aku ada di rumah, dia ingin agar semuanya di rumah dan melakukan family bonding, seperti itu," jelasnya. "...Meskipun aku keberatan menjemputnya di sekolahnya. Padahal Shin bisa menjemputku di stasiun," bisiknya.


Kawanishi menatapi (Name) keheranan. "Memangnya di mana adikmu bersekolah?" tanyanya. "Sejauh itu kah sampai kau harus menaiki stasiun? Ngomong-ngomong, aku tidak menerima jawaban 'bukan urusanmu', jadi kumohon jawab saja," pintanya sembari menumpu wajahnya di telapak tangannya sendiri. "Aku tidak akan menganggapmu buruk atau apa dari letak sekolah adikmu, tenang saja," jelasnya.


Sang manajer mengalihkan pandangannya. Dia menatapi jam yang tersedia di ruang kelas, sebelum melihat keluar jendela—setidaknya mana pun selain mata Kawanishi. Meskipun dia berharap Kawanishi akan melupakan pertanyaannya, pemuda itu tetap saja bersabar menunggu, menatapi (Name) lekat-lekat.


Akhirnya (Name) menghela nafas. "Berjanji kau akan menenangkan Ushijima-san dan Tendou-san kalau mereka tahu," pintanya. Kawanishi hanya menatapinya keheranan, setidaknya tidak sampai (Name) melanjutkan kata-katanya—bertepatan saat guru memasuki ruangan. "Adikku bersekolah di Seijoh. Sekian."


Kawanishi mengerjapkan matanya terkejut, sebelum dia duduk tegak dan menatapi (Name) dengan kedua mata terbuka lebar. "...hah?"


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


(Name) melangkah menuju SMA Aoba Johsai lagi dengan sedikit lesu. Meskipun dia sudah menjelaskan tentang adiknya yang bersekolah di Aoba Johsai tidak akan mempengaruhi pilihan sekolahnya sendiri, Tendou tetap saja mendramatisirkan keadaan—bahkan sampai menarik Goshiki untuk meminta (Name) agar tidak pindah. Lagi-lagi, gadis itu hampir tertinggal kereta karena klubnya sendiri—hanya saja Ushijima juga ikut menahannya, bukan menahan Tendou untuk tidak mengganggu (Name).


Gadis itu menghela nafas panjang, rambut (h/c)nya sedikit berantakan dari sebelumnya karena dia berlari dari Shiratorizawa menuju stasiun untuk memastikan dia tidak akan terlambat. Tepat saat dia merapikan rambutnya sendiri, manik (e/c)nya melihat kelompok yang familiar berjalan keluar dari halaman sekolah.


"Oh, (Surname)-chan! Selamat sore!" sapa Hanamaki dengan girang, dia melambaikan lengannya dengan penuh semangat. "Menunggu adikmu lagi? Kurasa aku melihatnya sedang bersama klubnya sendiri tadi. Bersabar sedikit ya~" katanya sembari mengedipkan matanya jahil. (Name) hanya mengangguk pelan.


Matsukawa segera berbalik menuju teman masa kecilnya dan melambai pelan. "Yo! Maaf, hari ini kau pulang bersama adikmu saja ya. Aku perlu menjemput Yuuko dari sekolahnya!" katanya sembari menyatukan kedua telapak tangannya. "Sampai jumpa nanti!" serunya sembari berlari meninggalkan sekolah, Hanamaki menyunggingkan senyuman pada (Name) untuk beberapa saat sebelum mengikuti sahabatnya.


(Name) menatapi Matsukawa dan Hanamaki keheranan untuk beberapa saat, sebelum menoleh menuju anggota lainnya yang juga segera mengucapkan salam perpisahan kepada siswi Shiratorizawa tersebut. Gadis itu hanya bisa mengangguk sesaat dan melambai pada mereka, merasa canggung seketika sehingga tidak tahu harus membalas apa.


Semua anggota voli segera berjalan pergi, setidaknya hingga tersisa (Name) bersama sang ace di depan gerbang. Keduanya berdiri berdampingan dengan canggung, keduanya menatapi anggota tim voli putra Aoba Johsai berjalan pergi sampai mereka benar-benar tidak terlihat dari jarak pandang keduanya.


Saat yakin bagian gerbang terlihat sepi lagi, Iwaizumi menghela nafas dan melipat kedua lengannya di depan dada—sembari bergumam tentang, "Sampai kapan anak itu akan membuatku menunggu?" dengan kesal. (Name) sendiri merasa jauh lebih canggung dari biasanya sembari memainkan tali tasnya untuk membuang-buang waktu.


Setelah merasa lebih percaya diri, (Name) menoleh menuju Iwaizumi dan terkejut ketika bertepatan saat Iwaizumi menengok. Keduanya menatapi satu sama lain dengan canggung, sampai (Name) terbatuk pelan. "Iwaizumi-san... sedang menunggu Oikawa-san?" tebaknya.


Iwaizumi mendengus kesal. "Siapa lagi?" tanyanya. "Dia meminta latihan sedikit lebih lama dan berjanji untuk segera keluar setelah sepuluh jump serves. Anak itu selalu berlatih tiap hari," gerutunya. "Baru saja dia memberiku pesan kalau ada perempuan yang memanggilnya, mana menambahkan ejekan yang tidak perlu," dia menggaruk kepalanya kesal. "Lalu, bagaimana denganmu?"


(Name) tertawa canggung, sebelum menghela nafas. "Mungkin dia akan mendapatkan hadiah atau bahkan surat cinta? Kau sering bercerita tentang itu, bukan?" tanyanya sembari tersenyum kecil. "Sama seperti kemarin, menunggu adikku."


Iwaizumi hanya diam untuk beberapa saat, sebelum dia menghela nafas. "Apakah pernyataan cinta itu biasa memakan waktu lama? Tidak bisakah perempuan-perempuan itu langsung menyatakan perasaannya?" tanyanya heran.


Keheningan mengisi mereka beberapa saat, setidaknya sampai (Name) menghela nafas. "Tidak semua orang itu seberani dirimu, Iwaizumi-san," katanya. Dia tertawa pelan ketika melihat wajah Iwaizumi memerah seketika. "Ah, mungkin tidak sebaiknya kuungkit lagi. Mohon maaf," pintanya.


"T-Tidak, kau tidak perlu meminta maaf," kata Iwaizumi sembari mengusap tengkuknya, wajahnya semakin memerah seiring berjalannya waktu. "Kau tahu... sebetulnya aku sedikit berterima kasih kau mengingatkan hal itu. Aku teringat sesuatu," katanya pelan.


Untuk beberapa saat, (Name) hanya diam saja. Perlahan dia berbalik menghadap Iwaizumi dan menatapinya keheranan. Meskipun jantungnya berdegup kencang, gadis itu berusaha mengabaikannya dan tetap berpikir lurus—atau setidaknya berusaha mempertahankan ekspresi datar. "Teringat apa?" tanyanya, suaranya sempat terdengar pecah karena rasa gugup.


Iwaizumi mengusap kepalanya dengan pelan. Dia tidak berbicara untuk beberapa saat, setidaknya tidak sampai dia terbatuk pelan. "Aku tahu kau menolakku—setidaknya kau berkata kalau kau tidak ingin pertemanan kita akan hancur kalau kita akan... berpacaran," katanya perlahan. Pemuda itu segera menyadari (Name) yang mulai terlihat kurang nyaman, namun dia melanjutkan kata-katanya. "Tapi, kau belum menjawab ajakanku."


"Huh?" (Name) menatapi Iwaizumi dengan terkejut dan heran. "A-Aku... aku belum menjawabnya?" dia bertanya. Gadis itu tidak mengucapkan apa pun lagi dan berpikir kembali, (Name) ingat beberapa hari yang lalu dia sudah memberikan jawaban—meskipun sebuah penolakan. Dia tetap diam untuk beberapa saat lagi, setidaknya menunggu Iwaizumi mengucapkan sesuatu.


Di luar dugaannya Iwaizumi tertawa pelan. "Kau tahu, aku mengajakmu untuk kencan," katanya. "Mungkin kau bisa menganggapnya sama seperti aku memintamu menjadi kekasihmu. Tapi, aku berharap kau bisa menganggapnya hal yang berbeda," dia menjelaskan.


(Name) menatapi Iwaizumi heran. "Maksudmu... kau ingin aku menganggap mengajakku kencan dan berpacaran itu hal yang berbeda?" tanyanya, yang segera dijawab dengan anggokan oleh Iwaizumi. "Jadi... maksudmu..."


"Langsung saja pada intinya," Iwaizumi memotong ucapan (Name). "Pergilah kencan bersamaku," pintanya. "Sama seperti sebelumnya, aku tidak memaksamu, jadi aku akan menerimanya kalau kau menolakku... lagi," meskipun Iwaizumi hanya berbisik saat mengucapkan bagian terakhir, (Name) masih bisa mendengarnya. "Dan maaf... kalau aku terkesan putus asa."



Keduanya berdiri dalam keheningan, sama-sama menatapi satu sama lain. Dari ujung matanya (Name) bisa melihat adiknya sedang berjalan menuju gerbang, meskipun dia bersyukur Shinju sudah keluar, (Name) tahu dia tidak bisa membiarkan ajakan Iwaizumi tidak terjawab.


Gadis itu memikirkannya berulang kali. Sesaat berpikir kalau menolak akan lebih baik, tetapi tetap saja rasa bersalah muncul hanya dengan memikirkannya saja. Perlahan (Name) mulai mengepalkan tangannya dan menggigit bibirnya, dia terlalu fokus pada pikirannya sendiri sampai tidak sadar Shinju sudah tiba dan menatapi kakak dan seniornya keheranan.


Pada akhirnya, (Name) menarik nafas dalam-dalam. "Baiklah," katanya, mengejutkan Iwaizumi. "Detailnya akan kuminta lewat pesan saja. Sampai jumpa lain waktu, Iwaizumi-san," dia membungkuk pada pemuda itu, sebelum segera menarik lengan Shinju meninggalkan sekolahnya.


Shinju hanya bisa menatapi Iwaizumi kebingungan, sebelum menatapi kakaknya. Dia baru saja akan menanyakan apa yang terjadi, namun berhenti ketika melihat telinga kakaknya yang sudah menjadi merah. Shinju terus menerus melihat kakaknya, sebelum melirik kembali menuju gerbang sekolahnya.


Sementara itu, Iwaizumi hanya bisa menatapi (Surname) bersaudara pergi meninggalkannya begitu saja. Dia terdiam untuk beberapa saat, sebelum tersenyum lebar dan mengangkat kepalan tangannya. Rasanya seakan-akan ada kupu-kupu di perutnya ketika (Name) menerima ajakannya—jantungnya saja sudah berdebar-debar saat dia bertanya.


Meskipun Iwaizumi tahu (Name) mungkin menerimanya karena memiliki rasa bersalah kepadanya, Iwaizumi tetap bersyukur. Senyuman di bibirnya hanya mengembang saat memikirkan kembali ajakannya yang diterima, sampai-sampai Oikawa yang akhirnya keluar hanya bisa menatapi sahabat masa kecilnya keheranan.


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡  


Hoiyoy!

Yeeee update! Kali ini akhirnya bakal ada pergerakan juga

Ah, btw sebenernya Demy ngerasa gambarnya ga konsisten gimana gitu per karakter

Sedari tadi agak nyantol gambar Iwaizumi karena dibandingin sama gambar di chapter 9 sama 10, di chapter yang ini dia malah keliatan kecil dan muda gitu :"


Tapi ya, alhamdulillah bisa update, yaaaaay~


Ah, kira-kira kalau kencan... kalian mau kencan sama Iwaizumi ke mana?


jangan bilang nemenin dia nonton Godzilla? //oi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro