Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01


Tawa menggelegar dari empat pemuda tersebut—lebih tepatnya tiga dari empat, sementara salah satu dari mereka hanya menggerutu kesal dan menundukkan kepalanya, kedua tangannya ia kepalkan sampai mulai bergetar. Ketiga temannya masih saja tertawa, ada yang sampai bersandar satu sama lain, ada yang sampai meneteskan air mata.


"Kau... kau benar-benar melakukannya?!" tanya salah satu dari mereka. Ia masih tertawa lagi dan bersandar pada temannya. "Aku tidak percaya! Ahaha! Kau hebat! Benar-benar hebat!" katanya lagi sembari menepuk kedua tangannya heboh, dia sama sekali tidak mempedulikan beberapa murid yang menonton dengan penuh rasa ingin tahu.


Temannya yang ia jadikan sandaran tertawa—setidaknya lebih pelan dari yang lainnya. "Benar-benar mengejutkan. Kau yakin ini bukan candaanmu untuk April Mop? Kau juga tahu kalau bulan April sudah lewat satu bulan yang lalu bukan?" tanyanya. Ketika melihat ekspresi kesal dari teman yang ia tertawai, kedua alis tebalnya terangkat dan dia hanya tersenyum geli. "Oh, astaga.. kau... serius?!"


"Aku lebih kaget kalau ternyata ada perempuan yang dia sukai!" jerit temannya satu lagi dengan rambut cokelatnya. Ia tertawa—nyaris terpingkal-pingkal—namun berusaha menjauhi temannya agar tidak terkena pukulan dari temannya tersayang. "Kau serius menyatakannya begitu saja lalu pergi?!" tanyanya. "Aku tidak menyangkanya! Ahahaha!"


Ketiganya masih tertawa, sementara sang bahan tertawaan hanya bisa menahan amarahnya dan lanjut memakan makan siangnya. Ia berusaha sebisa mungkin untuk mengabaikan tawa temannya dan tatapan heran dari murid yang lewat. Mungkin memang pilihan yang buruk untuk bercerita kepada mereka tentang pernyataan cintanya kepada gadis yang kebetulan ia kenal di toko buku.


Ini bukan yang dia harapkan, tetapi dia hanya bisa pasrah menerimanya. Lagipula dia sudah terbiasa menjadi korban kejahilan temannya atau diganggu oleh ketiga teman satu angkatannya ini. Sudah hampir tiga tahun penuh mereka bersama dan sampai saat ini dia juga masih sering bertanya-tanya bagaimana caranya dia bisa menahan dirinya agar tidak membunuh ketiga temannya ini.


Iwaizumi Hajime sudah lelah.


"Sampai kapan kalian akan menertawaiku, ha?" gerutu Iwaizumi kesal sembari menghantamkan tangannya di meja. Ketiga temannya berhenti tertawa sejenak, namun tertawa lagi saat mereka menatapi mata Iwaizumi dengan terkejut. "Brengsek kalian semua," umpatnya.


"Kau sendiri yang melakukannya dengan cara seperti itu!" jerit Hanamaki Takahiro sembari berusaha menenangkan tawanya. "Maksudku—kau mengatakannya langsung, seperti itu?! Di depan orang-orang? Tanpa memberikan tanda apa pun lalu kau menyatakan perasaanmu?" tanyanya memastikan. Ia tertawa lagi saat Iwaizumi mengangguk dengan kesal. "Bro! Kau hebat! Aku salut padamu, Iwaizumi!"


Matsukawa Issei di sebelahnya hanya terkekeh pelan. "Hey, Iwaizumi, ajari aku untuk menjadi seberani itu," godanya. "Kau tahu, kurasa Oikawa sendiri tidak akan bisa seberani itu. Tapi kau hebat! Kau bisa menyatakan perasaanmu dengan jujur! Selamat!" katanya sembari bertepuk tangan. Hanamaki di sebelahnya tertawa lagi dan bersandar lebih dekat kepadanya.


Ketika Iwaizumi merasakan sebuah tepukan pelan di bahunya, dia langsung menatapi sinis teman masa kecilnya yang tertawa di sebelahnya. "Iwa-chan, ternyata kau bisa mengajak seorang perempuan untuk pergi kencan, ya?" tanya Oikawa Tooru sembari menahan tawanya agar bisa berbicara dengan lancar. "Kau yakin kau tidak menakutinya? Dan jangan katakan kalau perempuan yang kau sukai itu adalah seorang perempuan kekar!"


Tanpa pikir panjang Iwaizumi memukul kepalanya dan menggeram pelan. "Jangan meremehkanku karena kau itu terkenal, Kusokawa," ia menutup kotak bekalnya dan menatapi Oikawa dengan sinis. "Setidaknya aku tahu kalau aku tidak akan mempermainkan hatinya lalu meninggalkannya sendirian," sambungnya.


"Jahat! Lagipula aku tidak sejahat itu, Iwa-chan!" sanggah Oikawa sembari mengusap kepalanya. "Jangan katakan kalau kau diam-diam iri dengan Oikawa-san yang hebat ini? Kau tahu aku tidak keberatan kalau kau mengatakannya. Jangan malu Iwa—AAAHH!!" ia menjerit panik dan melompat dari tempat duduknya, menjauhi kepalan tangan sahabatnya. "Iwa-chan, kejam!"


"Aku tidak ingin mendengarnya darimu!" gerutunya kesal sembari mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya menunjukkan betapa marahnya dia, tetapi rona merah di pipinya hanya membuat ketiga temannya tersenyum beribu makna. "Jangan tersenyum seperti itu, sialan!" umpatnya kesal.


Oikawa hanya tertawa pelan sebelum dengan hati-hati duduk kembali di sebelah Iwaizumi. Tanpa memikirkan resikonya, dia melingkarkan salah satu lengannya pada bahu sahabatnya. "Ooh, Iwa-chan manis sekali! Tidak kusangka kau sudah dewasa sampai berani mengajak kencan seorang perempuan," katanya sembari mengusap air mata imajiner dari matanya.


Lagi-lagi Iwaizumi menggeram, sebelum ia menghantamkan kepalanya ke kepala Oikawa hingga sang kapten tim volinya melepaskan lengannya dari Iwaizumi. "Jangan berlagak seperti ayahku, kau tidak berhak melakukannya," desisnya kesal. "Dan apa salahnya kalau misalkan aku mengajak orang yang kusukai pergi kencan?!"


"Kau terlalu terus terang, itu bukan hanya akan mempermalukanmu, tetapi menambah resiko kau ditolak," jawab Matsukawa sembari menghabiskan sisa susu kotaknya. "Tetapi meskipun begitu Iwaizumi itu tampan dan gagah, jadi jangan khawatir kalau kau akan ditolak mentah-mentah oleh pujaan hatimu itu," katanya sembari berusaha untuk menyemangati temannya lagi.


Tiba-tiba saja Hanamaki menghantamkan tangannya pada meja, membuat ketiga temannya tersentak kaget. "Lupakan tentang membuat Iwaizumi lebih tertekan lagi!" katanya. "Sekarang aku lebih tertarik dengan perempuan ini. Jadi, sebenarnya siapa perempuan yang kau maksud?" tanya sang wing spiker berambut cokelat-muda-hampir-merah-muda tersebut. "Apakah dia salah satu penggemar Oikawa yang kau temui? Atau jangan-jangan teman masa kecilmu yang lain?"


"Memangnya Iwa-chan memiliki teman masa kecil selain aku? Kuyakin yang ada para perempuan hanyalah ketakutan melihatnya—itte!" Oikawa merintih pelan sembari mengusap kepalanya. "Iwa-chan, jahat sekali.." rengeknya.


"Pukul Oikawa nanti saja, Iwaizumi," kata Matsukawa. "Katakan saja siapa perempuan ini, aku juga ingin tahu," katanya dengan jujur sembari menatapi temannya dengan senyuman khasnya. "Apakah dia juga berada di Seijoh? Dari kelas mana? Apakah dia manis? Apa yang membuatmu tertarik dengannya? Oh, apa mungkin dia juga bermain voli?" ia langsung melemparkan berbagai pertanyaan, membuat Iwaizumi mengerang pelan.


"Pertama-tama, dia bukan siswi Seijoh—kalau boleh jujur, bahkan aku tidak tahu di mana ia bersekolah," jawab Iwaizumi. Ia terdiam sesaat ketika melihat ekspresi kecewa teman-temannya. "Dan dia adalah temanku dari toko buku yang sering kukunjungi itu. Kami sudah kenal hampir satu tahun lebih, setidaknya aku tidak seperti Oikawa yang berpacaran dengan seseorang yang baru ditemui pada hari itu juga."


Oikawa hanya bisa terkesiap, sebelum meremas seragamnya sendiri. "Iwa-chan, aku terhina!" katanya. "Lagipula aku tidak benar-benar berpacaran dengan mereka! Hanya satu kencan biasa untuk memuaskan keinginan penggemarku, itu saja!" ia menambahkan sembari melipat kedua lengannya di depan dadanya. "Lagipula aku masih ingin fokus pada voli."


Iwaizumi hanya menatapi sinis Oikawa untuk sejenak, sebelum menggeram pelan. Matsukawa dan Hanamaki pun juga hanya menatapi Oikawa dengan datar, sebelum menghela nafas. "Bagaimana ceritanya kau bisa terkenal kalau kau terkadang seperti ini," desah Matsukawa sembari menghela nafas panjang. Sebelum Oikawa bisa membalasnya, Matsukawa sudah mendahului, "Ngomong-ngomong, Iwaizumi. Ceritakan pada kami tentang perempuan ini!" katanya.


Sang wakil kapten hanya bisa terdiam untuk beberapa saat. Ia menatapi wajah teman-temannya yang terlihat tidak sabar untuk mendengar cerita darinya, namun Iwaizumi hanya bisa menggeleng pelan. "Tidak banyak yang bisa kuceritakan—tidak bisakah aku membiarkan ini hanya untukku?" tanyanya kesal. "Yang pasti dia tidak bersekolah di Seijoh dan setahun lebih muda dariku."


"Setidaknya beri kami nama!" celetuk Oikawa kesal. "Aku juga ingin mengenal perempuan yang disukai oleh Iwa-chan! Kenalkan dia padaku!" katanya.


Iwaizumi hanya bisa menghela nafas kesal. "Akan kuberitahu kepada kalian kapan-kapan saja," katanya sembari berdiri dan berjalan pergi meninggalkan ketiga temannya di kantin. Ia terus mengabaikan panggilan dari teman-temannya dan mempercepat langkahnya.


⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


"Eh?! Apa kau serius?!"


"Jadi dia tiba-tiba saja mengatakan itu lalu kabur meninggalkanmu sebelum kau bisa memberikannya jawaban? Bohong!"


"Aku tidak meminta kalian untuk mempercayaiku, untuk saat ini aku hanya meminta kalian untuk bantu aku kalau semisalnya itu benar," gerutu sang siswi berambut (h/c) sembari menggigit sedotan pada minuman kotak favoritnya. Ia menggertakkan giginya sesaat, rona merah menghiasi pipinya. "Tapi, Chiyo, Hitomi, tolong jangan keras-keras," pintanya pelan.


Sayangnya kedua temannya tidak mendengarkan, bahkan tertawa lepas dan merangkul satu sama lain. Gadis yang duduk di hadapan mereka hanya bisa menghela nafas pasrah dan menghabiskan sisa minumannya, sebelum tanpa ampun meremas minuman kotak kosong di tangannya dengan kesal. 'Aku sedikit menyesal bercerita kepada mereka. Tapi hanya mereka yang bisa kupercayai,' batinnya.


Di sinilah dia, (Surname) (Name), sang protagonis cerita ini yang baru-baru saja mendapatkan sebuah ajakan kencan dari seorang laki-laki yang mulai menjadi teman dekatnya di toko buku favoritnya. Mungkin kalau laki-laki itu semacam tetangga dekat atau setidaknya orang biasa, (Name) tidak akan memikirkannya sampai tidak bisa tidur. Tetapi yang mengajaknya bukanlah 'seorang laki-laki biasa' yang diharapkan oleh (Name).


Hitomi mengusap matanya sesaat, sebelum ia berusaha menenagnkan tawanya. "T-Tapi.. tunggu dulu," ketika tawanya mulai mereda, barulah dia mencondongkan badannya menuju (Name). "Aku tahu betul kalau (Name) itu hampir selalu jujur setiap saat dan kau tidak mungkin bercanda mengenai hal seperti ini. Jadi.. kau serius?"


Ketika (Name) mengangguk pelan, giliran Chiyo yang mencondongkan badannya. "(Name), yang kau bicarakan ini bukan sebatas laki-laki biasa, lho," ia mengingatkan. "Kau tahu, 'kan? Yang mengajakmu kencan itu adalah Iwaizumi Hajime. Sang Iwaizumi Hajime! Ace dan wakil kapten dari Seijoh itu!" ia menambahkan sembari mengepalkan kedua tangannya.


"Itu yang membuatku kesulitan tidur, kau tahu," gumam (Name) sembari mengurut batang hidungnya sendiri. "Bertemu dengan sang Iwaizumi Hajime sendiri di toko buku itu saja sudah membuatku jantungan, apalagi ketika dia pertama kali mengajakku berbicara," ungkap sang gadis pelan. "Dan ini.. aku benar-benar tidak menyangkanya. Tuhan, sebenarnya apa niatmu?!"


Chiyo melepas tawa lagi. "Tenang saja, (Name)!" katanya. "Setidaknya ini berarti ada seseorang yang menganggapmu seorang perempuan!" ia menambahkan. "Kalau kau diajak kencan dengan seorang laki-laki, itu berarti kau perempuan, bukan?"


"Chiyo, sebenarnya kau mau menyemangatiku atau menyakitiku, ha?" (Name) menggeram kesal, sebelum ia mulai menggaruk-garuk kepalanya. "Tapi, aku masih belum siap untuk hubungan seperti ini."


Hitomi terkekeh pelan. "Kalau begitu apa yang akan kau lakukan?" tanyanya. "Maksudku saat kau bertemu dengannya lagi. Apakah kau akan menerimanya? Atau menolaknya?" ia bertanya lagi. "Rasanya aneh, bukan? Padahal kau bercerita kalian belum bertukar nomor," ia terkekeh lagi.


(Name) terdiam untuk beberapa saat. Ia menatapi kedua tangannya sendiri, sebelum mulai mengacak-acak rambut (h/l)nya. "Entahlah, tetapi sepertinya aku belum bisa menerimanya," gumamnya pelan. "M-Maksudku.. memang Iwaizumi-san itu baik, dia juga tegas dan hebat saat bermain voli. Tapi tetap saja.." ia menghela nafas panjang dan perlahan menghantamkan kepalanya di meja. "Kalau begini, semuanya hanya akan semakin canggung."


"Jangan lupakan soal tubuhnya, (Name)," bisik Chiyo pelan. Dia hanya tertawa ketika (Name) dan Hitomi memukul lengannya sebagai peringatan. "Hei! Jangan berbohong kalau kalian sendiri berpikir tubuh Iwaizumi itu sesuatu!" katanya, setidaknya tidak sekeras sebelumnya.


"..Memang sih," cibir (Name) pelan. Sesaat rona merah menghiasi kedua pipinya.


Hitomi tertawa keras. "Aah, aku iri padamu, tetapi aku juga kasihan padamu!" katanya di sela tawanya. "Kalau dibayangkan sebenarnya kisah kalian berdua nanti akan terasa seperti Romeo dan Juliet, bukan?" tanyanya. "Habisnya, Iwaizumi-san berada di Aoba Johsai, dan kau—"


"Kalian berdua selalu ramai, ya. Aku bingung bagaimana ceritanya (Surname) bisa bertahan bersama kalian berdua."


Ketiga siswi tersebut tersentak kaget dan berbalik menatapi asal suara tersebut. Sementara Chiyo dan Hitomi tertawa malu, (Name) hanya menghela nafas panjang dan perlahan menumpu kepalanya pada tangannya sendiri. Ia menatapi dua pendatang baru di mejanya, masih berdiri di sisi meja dan menatapi (Name) dan teman-temannya. Untuk sesaat ia dan siswa berambut cokelat dengan poni rambut tidak rata menatapi sinis satu sama lain, sebelum keduanya sama-sama mengalihkan pandangan mereka.



Siswa di sebelah si poni tidak rata hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan keduanya. "Sepertinya kebanyakan perempuan memang seperti ini, ya?" gumam siswa berambut cokelat muda sembari ikut memperhatikan ketiga perempuan itu. "Suka bercerita dan romansa. Sampai-sampai kalian berbicara tentang Romeo dan Juliet, apa kalian mulai tertarik dengan sastra klasik?"


"Bukan itu, Kawanishi-kun, Shirabu-kun!" sanggah Chiyo. "Tapi, kau tahu, kemarin saat akhir minggu (Name) mendapatkan pernyataan cinta dari seorang laki-laki yang dia kenal!" katanya dengan girang sebelum (Name) bisa menghentikannya untuk bercerita. "Dan mereka berdua terasa seperti Romeo dan Juliet karena—"


"Chiyooo!!" jerit (Name) panik sembari melempar sampah minuman kotaknya ke kepala temannya sendiri. "Sudahlah! Jangan diceritakan! Setidaknya biarkan saja ini menjadi cerita untuk kita bertiga saja!" katanya kesal.


(Name) mengepalkan tangannya erat-erat. Sesaat ia memikirkan kembali kata-kata Chiyo—'seperti Romeo dan Juliet'. (Name) ingin sekali mengelak ungkapan dari temannya, tetapi di sisi lain dia tidak bisa berbohong kalau ungkapan itu ada benarnya juga.


Lagipula (Surname) (Name) adalah siswi Akademi Shiratorizawa, yang tim volinya adalah semacam musuh bebuyutan tim voli Aoba Johsai.


Sialnya lagi (Name) adalah manajer tim voli sekolahnya.


Perhatian (Name) teralihkan ketika ia mendengar dari suara tawa mengejek kecil dari salah satu siswa yang menghampiri mejanya. Ia memicingkan matanya, menatapi sinis sang setter berponi tidak rata, sebagai gantinya siswa itu balik menatapinya sinis. "Kalau boleh jujur aku terkejut. Ternyata ada juga laki-laki yang menyukaimu," katanya. "Habisnya terkadang kau terlihat seperti laki-laki."


(Name) mendesis geram. "Setidaknya aku tahu cara berpakaian yang baik dan tahu cara memotong poniku dengan rapi!" balasnya geram. Sesaat ia yakin Kawanishi dan Chiyo nyaris tertawa di tempat. "Dan.. apa jangan-jangan kau iri, Shirabu? Ya, maaf saja kalau tinggi kita hampir sama."


"Jarak tinggi kita adalah 5cm, dan itu bukan berarti kita berdua hampir sama," sanggah Shirabu sembari mengepalkan kedua tangannya.


"Lebih tepatnya 4cm. Jangan lupa kalau aku punya catatan pertumbuhanmu dari kelas satu dan aku hafal tinggi semua anggota tim voli," (Name) membalas.


"Tidak di saat latihan, tidak di luar latihan. Kalian berdua selalu saja kekanak-kanakan," gumam Kawanishi sembari menatapi kedua siswa-siswi yang tengah menatapi satu sama lain dengan penuh kekesalan. Kawanishi yakin mereka berdua sudah sekarat kalau tatapan bisa membunuh. "Hentikan, kalian berdua," ia mengingatkan.


"Shirabu yang memulainya," gerutu (Name) kesal. Ia menatapi Shirabu dengan sinis untuk terakhir kalinya, sebelum tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dengan kasar. "Ah, sudahlah! Aku mau pergi!" katanya kesal sembari berbalik dan berjalan pergi.


Tanpa pikir panjang Kawanishi menahan kerah seragam sang gadis, membuat (Name) tercekik dan berhenti melangkah. "Mau ke mana kau pergi? Setelah ini kau harus segera pergi ke kelas, kau ingat," ia mengingatkan gadis itu, selaku teman satu kelasnya.


(Name) merintih dan menepuk tangan Kawanishi agar melepaskannya. "Hanya ke perpustakaan sebentar!" kata (Name). "Aku ingin meminjam buku yang baru-baru ini kutemukan di sana, aku berjanji akan segera ke kelas setelah itu," dia tidak menunggu balasan dari Kawanishi dan segera berjalan cepat meninggalkan kantin.


Hitomi dan Chiyo hanya bisa tertawa pelan melihat temannya. Sesaat pandangan mereka terfokus pada Kawanishi dan Shirabu yang terlihat sedikit keheranan. "(Name) kurang tidur," Hitomi menjelaskan dengan pendek. "Seperti kata Chiyo tadi, dia mendapat pernyataan cinta yang mengejutkan!" ia menambahkan.


"Ha? Kukira kalian hanya bercanda," kata Shirabu sembari menatapi kedua siswi tersebut. "Dan apa yang membuatnya sampai kekurangan tidur seperti itu? Sekalinya kurang tidur, (Surname) bisa menyebalkan."


Chiyo tertawa mendengarnya. "Oh, itu karena dia mendapatkan pernyataan cinta dari seorang siswa Seijoh!" katanya.


"Oh, begitu—HA?!"



⌠ ᴸᵎᵇᵉʳᵒˢᵎˢ⌡


Hoiyoy!

Uyeeee~ akhirnya sudah chapter 1 dan muncul karakter Haikyuu-nya!!! (?)
Jujur sebenernya juga rada nyangkut di bagian artwork juga, bingung bagian mana yang mau digambar (?)

Sejujurnya Demy rada minder sewaktu ngetik chapter ini, pikirannya mulai ke sana kemari. Tapi juga pada akhirnya udah jadi  mode"au ah dobo" dan berharap yang membaca bisa terhibur

Oh iya, sebagai informasi tambahan.


Yep! Reader itu tinggi! Dia sekitar 170cm!


Thank you for reading! See you next time!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro