-Tangled-
[Tangled - Kusut]
Bingung.
Aku tidak terlalu ingat bagaimana reaksiku malam itu. Namun aku mengingat satu hal; aku hanya mampu diam mematung selama perjalanan pulang.
Aku mengetahui hal baru yang sepertinya memang tidak diketahui oleh siapapun, kecuali keluarganya. Rasanya seperti berdiam diri di satu titik di sebuah lapangan besar dimana aku mengetahui dengan pasti bahwa lapangan itu dipenuhi ranjau.
Kabar buruknya, aku telah menginjaknya secara tidak sengaja.
Arlan Pratama tidak pernah mengatakan apapun selama ibunya menjelaskan banyak hal kepadaku. Dia hanya diam dan malah ikut menyimak, tetapi tidak memberikan komentar apapun. Bahkan ketika aku dengan sengaja bertanya dan menatap langsung ke arahnya, dia menolehkan kepalanya, seolah menghindar, seperti membenci kenyataan bahwa aku akan mengetahui rahasia besarnya.
Ya, rahasia besar yang dia sembunyikan rapat-rapat.
Pertama-tama, mereka menceritakan dari namanya, karena itu adalah awal dari bagaimana kisah ini dimulai. Akan kuceritakan semuanya secara ringkas, karena aku mendapatkan informasinya dari berbagai sumber dan juga analisa pribadiku.
Nama aslinya adalah Aerland. Aku lupa nama belakangnya, tapi ibunya menjelaskan bahwa semua anak-anaknya memiliki nama yang dipakai di publik. Dan nama publik Aerland adalah Arlan, memang cukup dekat karena mereka hanya menghilangkan beberapa huruf.
Ada alasan mengapa namanya dirahasiakan, salah satunya adalah agar mereka bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi anak-anak "normal" dan hidup lebih aman. Aku tidak menanyakan hal ini lebih lanjut, tetapi aku menarik kesimpulan bahwa Arlan Pratama lahir di keluarga yang sangat berada, sehingga harus dapat menyesuaikan ancaman dan pola hidup yang ada.
Pihak sekolah tampaknya menyetujui, sebab mereka mengizinkannya menggunakan nama alias-nya dan tanpa pikir panjang pula meletakan nama absensinya di nomor pertama. Selama ini kupikir nomor absensinya bisa berada di urutan pertama karena dia adalah Pratama yang memang selalu berhak atas nomor satu. Namun sepertinya aku salah.
Pada bulan Desember ketika kami liburan pergantian semester ganjil ke genap, Arlan Pratama bersama dengan keluarganya berencana untuk pergi ke suatu tempat dengan kereta api. Aku yakin mereka memiliki alasan--berhubung karena rupanya mereka sampai sangat niat menyewa seluruh gerbong untuk perjalanan itu--tetapi aku tidak mempertanyakannya, karena aku yakin ibunya menceritakan kejadian itu sesingkat-singkatnya dan mudah dipahami.
Sebenarnya, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi rupanya gerbong mereka mengalami kecelakaan. Kakak tertua Arlan Pratama jatuh dari gerbong yang sedang bergerak dan berhasil selamat dalam keadaan yang buruk.
Arlan Pratama, sejak itu pula menanggung semua perasaan bersalah atas kecelakaan kakaknya.
Aku pernah merasa bersalah dan aku ingin segera mengakhirinya dengan meminta maaf. Namun, apa yang Arlan Pratama lakukan selama ini? Menahan perasaan yang berat itu, sendirian, tanpa bisa melakukan apapun kecuali terus menyalahkan dirinya. Menanggung perasaan sedalam itu, dia pasti menahannya mati-matian.
Selama dua bulan setelah kejadian itu, Arlan Pratama izin dari sekolah. Itu membuat semua orang bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi padanya. Mungkin hanya aku, orang tidak peduli yang tidak menyadari hilangnya Arlan Pratama saat itu dan baru menyadarinya setelah pengumuman mid-semester diumumkan. Aku menyesalinya.
Pihak sekolah mengetahui masalah Arlan Pratama dikarenakan media meliput mengenai kecelakaan itu. Banyak yang bertanya-tanya dan sekolah tetap teguh untuk merahasiakan informasi privat siswanya. Memang itu yang harus dilakukan oleh sekolah favorit di kota, bukankah begitu?
Kembali ke rumah yang penuh kenangan dengan kakaknya adalah hal yang menyakitkan. Namun ibunya juga tidak bisa membiarkan anak itu terus-terusan menunggu ketidakpastian di rumah sakit. Karena itu, ibunya memindahkannya ke salah satu apartemen yang konon katanya hampir setengahnya memang mengatasnamakan kepemilikan Aerland.
Oh ya, benar, sepertinya aku melewatkan sesuatu.
Aku pernah menceritakan tentang gedung apartemen itu. Sebagian besarnya adalah milik pengusaha besar, itu isu yang paling sering kudengar tentang apartemen itu. Dan berakhir, rupanya itu adalah properti milik keluarga Arlan Pratama.
Saat mendengar tentang ini, aku makin yakin bahwa mereka memang sangat berada. Dan tampaknya aku terlibat secara langsung maupun tidak langsung.
Lalu katanya, paman yang pernah bermasalah denganku dan Arlan Pratama sudah tidak lagi tinggal di apartemen itu. Dan mengingat ibunya mempertanyakan hal itu kepadaku, kurasa Arlan Pratama melakukan sesuatu tentang itu. Aku tidak terlalu ingin menduga-duga, jadi akan kubiarkan bagian ini sampai Arlan Pratama sendiri yang akan menjawabnya.
Seharusnya aku tidak lagi memanggilnya Arlan Pratama, aku tahu. Namun aku sudah sangat terbiasa dan menghilangkan kebiasaan lebih sulit daripada mencoba terbiasa.
Aku menemukan Arlan Pratama ketika dia tidak kuat menahan rasa bersalahnya dan hampir melakukan percobaan bunuh diri. Untungnya, aku menemukannya tepat waktu, aku sangat bersyukur.
Lalu, satu rahasia besar lagi yang Arlan Pratama sembunyikan tentang identitasnya. Matanya.
Matanya yang katanya berbisa itu, kini hanya kata-kata belaka.
Semua yang kuketahui terdengar palsu, penuh kebohongan, walaupun aku tahu bahwa Arlan Pratama tidak pernah mencoba berbohong.
Tapi tetap saja, kata-katanya hari itu terus berputar bagai kaset rusak.
"Setidaknya kamu satu-satunya yang tahu keadaanku yang sebenarnya. Entah mengapa, aku tidak bisa berbohong padamu."
Arlan Pratama berbohong.
... atau mungkin tidak.
Karena akulah yang sebenarnya menganalisa sesuka hati, membuat persepsi sendiri, membuat dugaan tanpa sepengetahuan Arlan Pratama. Padahal, akulah yang selalu memintanya berhenti berekspektasi.
Dan aku, sedikit pun tidak punya hak untuk merasa kecewa.
Karena ... aku juga mempunyai rahasia yang tidak pernah kuceritakan kepada siapapun.
Mengenai benang merah, hal yang sebenarnya sudah kurencanakan untuk kupendam dalam-dalam seorang diri.
Logikaku masih sama seperti saat awal aku mengetahui tentang hal yang mustahil ini.
Tidak akan ada yang percaya.
***Tangled_End***
7 September 2019, Sabtu.
Cindyana's Note
Ini adalah bagian yang ada di luar benang, analisa panjang Alenna yang tidak akan kutulis lagi di rangkaian chapter.
Tangled sama dengan Tunnel dalam cerita Air Train. Dan akan ada satu chapter lagi yang mengakhiri Tangled. Aku akan fast update, jadi ditunggu saja,
Top komen di chapter lalu:
1. HAH?
2. GILA.
3. PLOTTWIST.
4. GA PEKA / GA SADAR.
5. Tepuk tangan untuk Kak Paus.
Hehehe. I am so happy.
Oh ya, kalau kalian sudah berada di atas chapter 31, it's ok to fangirl Aerland. ASALKAN JANGAN BALIK KE AIR TRAIN BUAT KOMEN "Arlan" di bagian Aerland. Apalagi kalo sampai balik ke chapter awal Red String (Prolog-30) buat mention Aerland di bagian Arlan.
Jangan ya! Aku capek tau harus hapus-hapus komenan unfaedah kayak gitu. Kalau mau spoiler, mending nggak usah komen.
Aku tau kalian kesel karena ga nyadar plottwist, tapi ngelakuin itu? Sangat kekanak-kanakan dan tidak etis. Mungkin ada yang tidak senang karena tidak berhasil nebak, TAPI HELOOOO? Ada lho yang seneng karena ga berhasil nebak.
Ruin another person's happiness is rude.
Bukan hanya orang yang kena spoiler, tapi AKU juga kesal.
Aku merencanakan dan menulis cerita ini sejak SMA 3, berhasil namatin Air Train saat kuliah semester dua dan berhasil jaga bagian Aerland saat semester 6. Don't you think it's rude if you just spoil around?
Mungkin ada yang beranggapan kalau aku terlalu berlebihan, tapi kalian tidak tahu bagaimana usahaku. Aku berusaha menulis dan melakukan yang terbaik.
DAN sangat tidak etis jika aku stop Red String hanya karena beberapa orang yang tidak bisa menahan jari. So, aku akan block siapapun yang spoiler secara sengaja atau tidak sengaja per hari ini.
Kalau kalian sudah melakukannya, renungilah perbuatan dan alasan kalian. Aku belum block siapapun dan sudah hapus komentar itu, jadi gaperlu susah payah nyari komentar lama kalian.
Mungkin ini ga seberapa, tapi aku ingin kalian tahu bahwa setiap tempat punya aturan mereka sendiri. Di lapak author lain juga pasti punya aturan tersendiri. Aturanku tidak banyak, aku hanya minta kalian jangan spoiler, jangan promosi cerita dan jangan komentar dengan kata-kata kasar.
Kritik berbeda dengan kata-kata kasar, jadi buat yang mau ngasih kritik, silakan banget.
Kita semua (termasuk aku) harus senang karena PrythaLize--alter ego-ku yang nulis--tidak labil dan ngambekan.
Sebelumnya chapter ini (yang judulnya "Bukan Update" ditulis oleh PrythaLize. Apa dia kelihatan marah? Hahaha.
Oh ya, karena notenya sudah sangat panjang, aku tebar satu rahasia lagi dan penjelasan defenisi clue sad ending di next chapter saja.
Tenang, kawan. Paling cepat tengah malam ini dan paling lambat lusa. Kalem.
BTW, setelah Red String tamat nanti, yang akan kugarap lebih dulu adalah Mamerah. Jadi sebenarnya harus ada jangka dalam menggarap LFS, karena vibe pembawaan cerita di setiap heroine berbeda-beda.
Dan juga, aku udah diterror terus sama Bang Andhy, jadi aku akan tamatin Mamerah dulu, baru lanjut ke LFS 3. Sama-sama horror sih wkwkwkwkw.
Oke itu aja, see you so soon!
Cindyana / Prythalize
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro