8. Candu
💫💫💫
Kini aku tengah bersiap-siap pergi sekolah, merias diri di depan cermin. Senyumku juga tak pernah pudar sejak semalam, bahkan aku sulit tidur karenanya. Aku segera keluar kamar, berpamitan pada orang tuaku tanpa ikut sarapan bersama. Membuat orang tuaku menatap bingung dengan senyumanku hari ini yang tak biasa.
Aku tersenyum, saat seseorang tengah duduk di atas motor tepat di depan rumahku.
"Udah lama?" tanyaku.
"Gak kok, yu naik!" perintahnya membuatku segera menaiki motornya.
Tidak banyak percakapan kami di motor, karena Raffa memang sudah wataknya irit dalam bicara. Sedangkan aku? Aku tidak bisa berbicara jika orang di depanku terlalu banyak diam. Jatuhnya aku bicara pada patung, dan ini membuatku gugup karena untuk pertama kalinya aku dijemput oleh Raffa. Meski aku pernah diantar pulang, tapi tetap saja rasanya berbeda.
Tidak terasa kami sudah sampai di parkiran sekolah, kenapa rasanya singkat sekali. Dan untungnya di parkiran tidak banyak orang, hanya ada beberapa kakak kelas yang masih nongkrong di atas motornya.
"Makasih yah," ujarku setelah turun dari motor Raffa.
Kulihat Raffa hanya membalas dengan senyuman tipisnya, "Duluan yah," pamitku diangguki Raffa.
Aku sedikit mengerucutkan bibir setelah berjalan meninggalkan Raffa, "Gini yah deket sama orang yang kelewat dingin, harus sabar-sabar aja dicuekin. Bukan dicuekin, cuma sabar aja kalau cuma dibalas sama anggukan atau senyum doang," gumamku sembari menghela napas panjang.
Saat aku sedang berjalan menuju kelas, tiba-tiba terdengar seseorang memanggil namaku.
"Ra, Rara." Aku celingukan mencari sumber suara yang memanggilku, kulihat Alfi berjalan menghampiriku.
"Kenapa?" tanyaku.
Dia tersenyum, mensejajarkan langkahnya denganku, "Enggak, mau ke kelas?" tanyanya membuatku mengangguk sebagai jawaban.
"Gue anterin yah."
Tawarannya membuatku terkekeh, "Apaan sih, emang gue anak kecil harus dianterin, gue bisa sendiri kok. Kelas kita juga beda arah, kan?" ujarku.
"Gak apa-apa, biar gue---"
"Dia bareng gue," timpal seseorang yang tiba-tiba sudah berjalan di sampingku yang lain.
"Raffa," lirihku.
Kulihat Alfi menatap tak suka pada Raffa, lalu berkata, "Yaudah gue duluan yah Ra." Sekali lagi aku mengangguk sebagai jawaban.
Aku melirik pada Raffa yang diam setelah kepergian Alfi, membuatku ikut diam tanpa bertanya.
Aku menghentikan langkahku, otomatis membuat langkah Raffa ikut berhenti. Ia menatapku, lalu bertanya, "Kok berhenti?"
Aku menggeleng, "Enggak, duluan aja!"
"Oke."
Aku menatap jengkel pada Raffa, "Dasar gak peka."
Aku kembali berjalan mendahului Raffa, biarlah jika dia heran melihatku. Namun pada akhirnya aku dan Raffa masuk secara bersamaan, membuat penghuni kelas melihat ke arah pintu.
Dengan spontan, aku bertanya, "Ada apa?"
"Ada yang baru jadian nih," seru Risa.
Aku meringis bersamaan dengan senyumku yang kutahan, "Jangan bikin gosip Ris!"
"Oh salah yah?" ujarnya dengan cengengesannya.
Aku hanya menggeleng-geleng sembari tersenyum, lalu aku segera duduk di bangkuku. Entah kenapa saat aku berhenti sepertinya Raffa yang di belakangku ikut berhenti, lalu kembali berjalan saat aku segera melangkah ke tempat duduk.
"Jadian lo?" Kudengar dari arah belakang yang pasti sedang bertanya pada Raffa.
Namun aku tidak mendengar Raffa membalasnya, sudah pasti Raffa hanya diam saja atau mungkin memberi senyuman tipisnya.
💫💫💫
"Jadi?" tanya Raffa.
Kini sudah waktunya pulang sekolah, tapi suasana kelas masih terlihat ramai. Ada tugas yang harus dikumpulkan lusa, maka dari itu kami sama-sama mengerjakannya pada hari ini di sekolah selepas pulang sekolah.
Namun tugasku sudah selesai, kini aku hanya akan membantu Raffa untuk menyelesaikan tugasnya. Bukan dia yang minta, tapi aku terus mengingatkannya agar segera menyelesaikan tugasnya. Maka dari itu aku menawarkan diri untuk membantunya, dan lagi sebagian teman sekelasku juga banyak mengerjakannya pada hari ini. Jadi aku dan Raffa tidak berdua di kelas, meski aku yakini akan ada gosip antara aku dan Raffa.
"Sebutin poin-poinnya yah, biar aku ketik," ujarku yang diangguki Raffa.
Saat sedang fokus mengetik kata perkata, aku mendengar suara Dea yang ku yakini dia sedang menghampiriku.
"Ra," panggilnya membuatku menoleh.
"Lho, kok belum pulang? Katanya mau pulang duluan?" tanyaku menatap Dea heran.
"Pulang bareng yah nanti, masih pingin di sini dulu," balasnya membuatku mengerutkan dahi.
Aku tersenyum, "Pingin di sini dulu, apa mau apel dulu," ledekku.
"Ya gitu deh, tar chat aja yah kalau mau pulang. Gue keluar lagi yah, bye ...," pamitnya langsung pergi tanpa menunggu jawabanku.
Aku menatap Raffa sekilas, "Yuk lanjut!"
"Ra," panggil Raffa.
"Kenapa?"
"Tar pulangnya hati-hati yah, udah sore soalnya," ujarnya sembari tersenyum manis.
Aku tersenyum membalas senyumannya, "Iya, nah gitu kek."
"Gitu apa?"
"Kalau senyum tuh yang manis, jangan tipis-tipis. Apa-apa irit, huh," ledekku diiringi kekehan kecil.
"Ngeledek?" tanyanya sembari tersenyum.
"Adududuh, kita lagi sibuk ngerjain tugas, yang di belakang ternyata anteng pacaran." Seruan seseorang membuat kami menoleh ke sumber suara.
"Sirik aja lo," balas Raffa membuatku menatapnya tak percaya.
"Dih serius, kalian pacaran?" Tuhkan apa-apa pasti dianggap serius, aku tahu Raffa hanya bercanda.
"Lanjut aja tuh ngerjain tugas, gak usah kepo!" ujar Raffa membuat yang lain bersorak meledek.
"Hari ini lo banyak senyum," ujarku jujur.
"Dingin salah, senyum juga kayaknya sal---"
"Eh enggak-enggak, gak salah kok, bagus malah," timpalku terkekeh.
"Udah lanjut," titahnya sembari mengusap rambutku.
Aku tersenyum, senyumannya itu akan menjadi candu bagiku.
💫💫💫
A/n : Raffa oh Raffa senyumanmu sepertinya mahal yah, wkwk
Jangan lupa vote dan komen 😉
23 Juni 2020
-ar-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro