Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Haruskah?

💫💫💫

"Raffa."

Dengan spontan aku menoleh, meski itu bukan namaku. Entah kenapa organ tubuhku bergerak untuk mencari sumber suara itu, seseorang yang memanggil nama 'Raffa'.

"Mau kamu apa sih?" Aku semakin mempertajam pendengaranku, saat seseorang berbicara dengan kesal namun intonasinya terdengar sangat rendah. Mungkin dia tidak ingin orang lain menatap curiga pada mereka.

"Kenapa?" Kudengar Raffa bertanya. Bukan aku tidak sopan mendengarkan pembicaraan orang lain, tapi mau bagaimana lagi jika hasrat kekepoanku menjadi-jadi.

"Udah cukup kamu ngorbanin hati aku yah, Raf."

"Kamu gak bisa terus berkorban buat kebahagiaan orang lain, bahkan dengan cara itu kamu sekaligus menghancurkan hati seseorang."

"Maksud kamu apa sih, Sal?" Salsa?

"Aku udah tau kamu Raf, tapi please pertahankan dia!" Dia siapa?

"Aku tau, akan berakhir seperti apa hubungan kalian...,"

"jadi tolong, pertahankan!"

Setelah kalimat terakhir yang kudengar dari percakapan mereka, aku mengintip sedikit saat tak ada lagi dialog yang mereka lontarkan. Ternyata sudah tidak ada siapapun, mungkin saja Salsa pergi tanpa ada kata-kata yang mengakhiri percakapan mereka. Lalu aku yakin, setelah itu Raffa segera pergi.

Aku duduk di bangku panjang yang menghadap langsung ke arah lapangan sekolah, menutup wajahku dengan telapak tangan.

Aku berdesis kesal, "Kenapa sih rumit banget? Tentang apa yang diucapkan Alfi aja, gue belum ngerti. Ini ditambah Salsa, maksud Salsa apa coba tadi? Semisterius itu gitu si Raffa, sampe gue gak tau apa-apa tentang dia."

"Gue juga harus sabar menghadapi para kurcaci yang mengejar-ngejar Raffa, dasar cewek-cewek agresif," gerutuku semakin kesal, aku hanya menatap lurus ke lapangan yang terlihat kosong.

"Jangan ngelamun, masih pagi." Suara seseorang di sampingku membuyarkan lamunanku, aku menoleh menatapnya lalu kembali menatap lurus ke depan.

"Ra," panggilnya yang hanya aku balas dengan deheman.

"Gue gak suka kalau lo nangis." Kalimatnya membuat air mataku yang sejak tadi kubendung menetes perlahan, meski Raffa menggunakan kata 'gue' tapi itu lebih terdengar tulus. Karena saat itu Raffa menjadi dirinya, meski aku tahu Raffa yang meminta mengganti kosa kata kami. Tapi aku yakin, Raffa hanya melakukannya demi aku, agar aku merasa menjadi orang spesial untuk Raffa.

"Kalau karena adanya gue yang masuk dikehidupan lo, apa lebih baik kita udahan aja?" Aku menatap Raffa dengan mataku yang sejak tadi sudah berkaca-kaca bahkan sebelumnya sudah menetes membasahi pipi.

"Itu mungkin akan lebih baik buat kamu Ra, aku gak mau ganggu kamu," ujarnya terdiam sejenak, "kamu harus jadi Rara yang selalu percaya diri, Rara si pintar, dan Rara yang gak pernah galau."

"Ini adalah kedua kalinya keputusan kamu yang gak pernah terdengar benar ditelinga aku," balasku.

"Pertama, saat kamu gak mau buat aku kesal gara-gara kamu gak pernah bertanggung jawab dengan posisi kamu yang menjadi wakil ketua kelas, kedua keputusan tentang hubungan kita."

"Kenapa harus sesimpel itu sih pemikiran kamu, memangnya dengan keputusan kamu ini. Itu ngebuat aku jadi Rara yang dulu? Belum tentu, Raffa."

"Sekarang aku baru ngerti, hubungan kamu sama Salsa berakhir karena kamu so soan berkorban buat kebahagian orang lain? Dan kamu mau melakukannya lagi untuk hubungan kita? Iya?" tanyaku yang masih menatap Raffa.

"Jujur aku memang banyak menemukan hal rumit saat sama kamu, tapi aku akan baik-baik aja jika kamu gak pernah berpikir ingin mengakhiri hubungan yang kamu buat sendiri."

"Aku emang gak pernah serius sama kamu, Ra."

Aku bergeming, mendengar kalimat yang terasa menusuk hati. Tanpa sadar air mataku lolos begitu saja, aku hanya bisa menatap Raffa dalam diam. Lidahku kelu untuk mengungkapkan rasa sakit yang aku terima, sehingga hanya diam yang aku pilih.

"Maaf, Ra." Aku menahan lengannya saat Raffa mulai beranjak pergi, membuat Ia kembali duduk di hadapanku.

"Lo gak suka gue nangis, kan? Kamu pikir apa yang baru aja kamu ucapin itu sebuah hiburan? Yang bisa ngebuat aku ketawa?"

Perlahan aku melepaskan genggamanku, "Makasih, aku terhibur." Setelah itu aku pergi meninggalkan Raffa, tujuanku hanya kamar mandi sekolah. Jika saat bel tiba, aku bisa langsung mencuci wajahku agar mataku terlihat baik-baik saja. Iya, hanya mata yang baik-baik saja, belum sampai hati.

"Aku emang gak pernah serius sama kamu, Ra." Bahkan kalimat itu tanpa diminta terus mengitari pikiranku, dan masih terasa jelas terdengar ditelingaku.

💫💫💫

A/n : Raffa Jahat 😭 satu chapter lagi end, huhu

Jangan lupa vote dan komen 😉

29 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro