Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Twenty Seven

Don't worry about the world, if you are close to Allah.

©Letter of Destiny©

🕊🕊🕊🕊

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, dan hari berganti minggu. Hari ini sudah tepat tiga minggu lebih Haidar tinggal di pesantren. Selama itu pula, dia belajar mati-matian untuk memperdalam ilmu agama sembari mengerjakan skripsinya. Bahkan, skripsinya sudah selesai, entah perasaan Haidar atau memang hal itu benar-benar terjadi.

Di saat dulu dia begitu jauh dengan Allah, dia merasa begitu kesulit untuk mengerjakan skripsinya. Namun sekarang, di saat dia mulai mendekati Allah, seketika kemudahan datang menghampirinya. Saat dia mengatakan hal itu pada Farhan, pria itu mengatakan sesuatu yang benar-benar dirasakan oleh Haidar.

Dengan senyum ramahnya waktu itu Farhan pun berkata, "Memang seperti itu, Dar. Barang siapa yang mengejar dunia dia akan jauh dari akhirat dan juga Allah. Namun, jika dia mengejar akhirat dan mendekati Allah, dunia juga pasti akan mengikutinya." Lalu Farhan memberi tahukan sebuah hadis yang dia ketahui kepada Haidar. "Dari Zaid bin Tsabit R.A beliau berkata ; kami pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya 'Barang siapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barang siapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina (tidak bernilai di hadapannya)¹'."

Haidar mengembuskan napas dengan pelan. Kemudian mendongak menatap hamparan nabastala yang dipenuhi dengan bintang-bintang, tampak indah dan mengagungkan. Seketika Haidar teringat salah satu surah yang di dalamnya terdapat sebuah ayat yang kerap kali dibaca berulang-ulang saat membaca surah itu.

Masih menatap ke atas sana Haidar pun menyebutkan ayat ke tiga belas dari surah Ar-Rahman, lalu menyebutkan artinya. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

"Belum tidur?" Suara itu terdengar yang kemudian dilanjutkan dengan salam. "Assalamualaikum."

Haidar sontak menoleh dan detik berikutnya menunduk sopan, sembari meraih tangan Abrar—pemilik suara yang menanyainya barusan. "Waalaikumsalam, Ustaz," balas Haidar, "saya belum ngantuk, Ust."

Abrar tampak mengangguk, lalu duduk di pondok kecil yang beberapa minggu belakangan ini Haidar gunakan untuk mengerjakan skripsi atau mengulang pelajaran yang dia dapatkan setelah mengikuti beberapa kelas di pesantren, dan yang menjadi kelas favorit Haidar saat ini adalah kelas yang diajarkan oleh Fajar yaitu Quran Hadis, dan dari kelas Fajar jugalah Haidar mengetahui ayat tiga belas surah Ar-Rahman beserta artinya.

"Gimana sama skripsi kamu?" tanya Abrar seraya memandang Haidar dengan senyum ramahnya.

Haidar membalas senyum Abrar, lalu ikut duduk di samping pria yang belakangan ini sangat dekat dengannya. Bahkan, berdekatan dengan Abrar beberapa minggu ini membuat dia bisa merasakan sosok ayah yang sebenarnya dia inginkan sejak lama. Tentu saja dia sangat bersyukur kepada Allah karena dipertemukan dengan orang-orang seperti ini.

"Alhamdulillah banget, Ust. Skripsi saya sudah selesai tadi. Bersyukur banget bisa selesai secepat ini. Bahkan saya nggak nyangka bisa nyelesainnya sebelum waktu yang sudah saya perkirakan."

Abrar tertawa pelan melihat keantusiasan Haidar, lalu menepuk pundak Haidar beberapa kali. "Syukur Alhamdulillah. Jadi, besok kamu mau ke kampus?"

"Kok Ustaz tahu?" tanya Haidar terkejut.

"Hanya menebak, Nak." Abrar kembali tertawa kecil sembari menepuk pundak Haidar pelan.

Haidar ikut tertawa. "Saya fikir, Ustaz bisa baca fikiran," ujar Haidar yang kemudian menyengir.

Abrar hanya menjawab dengan gelengan pelan, lalu kembali tersenyum. "Gimana sama hafalan surah-surah pendek kamu?"

Haidar menggaruk tengkuk belakanganya, lalu tersenyum canggung pada Abrar. Rasanya dia malu memberi tahu Abrar tentang hafalan surahnya yang masih sedikit. "Alhamdulillah, Ust saya udah hafal beberapa surah," ujar Haidar masih dengan senyum canggungnya.

Abrar yang mengerti dengan senyum Haidar yang berbeda dengan sebelumnya, kembali menepuk pundak lelaki itu beberapa kali, lalu memberi senyum terbaik serta dukungannya. "Nggak apa-apa, lama-lama juga akan bertambah jika kamu sering menghafal."

Haidar menatap Abrar dengan serius. "Insya Allah, Ustaz. Kalau bisa rasanya saya juga ingin menghafal 30 jus Alquran. Biar bisa jadi imam yang baik untuk ...." Haidar tidak melanjutkan ucapannya, saat dia sadar jika tidak seharusnya dia mengatakan hal itu di depan Abrar yang notabenenya adalah buya dari nama seorang perempuan yang hampir saja dia sebutkan namanya tadi.

"Azura?" tanya Abrar sembari menatap Haidar dengan intens.

Mendapat tatapan seperti itu dari Abrar, membuat Haidar seketika menunduk. "Maaf, Ustaz."

"Fokus saja dulu memperbaiki hubunganmu dengan Allah, dan jika kamu merasa benar-benar sudah siap menjadi imam yang baik buat Azura maka datanglah kembali untuk mengkhitbahnya bersama dengan keluargamu. Insya Allah saya sudah merestui kamu, jika kamu benar-benar serius dengan Azura."

Setelah mengatakan hal itu, Abrar pun pamit dan pergi setelah mengucapkan salam. Pria paruh baya itu meninggalkan Haidar yang tampak termangu di tempat dengan perasaan yang begitu bahagia dan juga terharu. Apa ini salah satu nikmat yang Kau berikan, ya Allah? batin Haidar bertanya.

••••

Nizam menatap kedua sahabatnya dengan raut wajah memberenggut. Namun, dua manusia yang ditatapnya itu sama sekali tidak acuh. Keduanya justru fokus menyantap nasi goreng yang baru saja dibawakan oleh pelayan kantin. Haidar mengambil air botol, lalu menenggaknya sampai tersisa setengah botol akibat kepedasan karena nasi gorengnya. Walaupun begitu, dia kembali melanjutkan memakan nasi gorengnya.

Haidar yang merasa diperhatikan segera menatap Nizam yang masih menatapnya. Haidar bahkan mengerutkan dahinya saat Nizam terus saja menatapnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. "Ngapain Lo ngeliatin gue?" tanya Haidar, lalu pandangannya beralih melihat mangkuk bakso Nizam yang masih terlihat utuh.

Gavin yang sudah selesai menghabiskan makanannya, ikut melihat ke arah Nizam setelah meletakkan botol yang baru saja diminumnya. "Kan, gue udah ingetin lo untuk nggak nge-game mulu. Batu, sih!"

Haidar menatap bingung ke arah Gavin, lalu kembali menatap Nizam yang sudah misuh-misuh, bahkan lelaki itu mengentak-entakkan kakinya di lantai. "Lo kenapa, sih?" tanya Haidar pada akhirnya.

"Kalian jahat banget tahu nggak! Harusnya sebagai sahabat kalian tungguin skripsi gue kelar juga, biar kita ajuinnya sama-sama. Lah, lo berdua malah ninggalin gue. Jahat emang!"

"Kalaupun kita ngajuinnya bareng-bareng belum tentu juga di-ACC sama Dosen pembimbingnya. Mungkin kebetulan aja tadi skripsi gue sama Gavin di-ACC. Em, nggak ... lebih tepatnya mungkin karena hari ini rezeki gue aja makanya langsung di-ACC. Kalau Gavin, mah gue udah yakin bakalan langsung di-ACC sama dosen pembimbingnya," jelas Haidar, "emang selama ini lo ngapain aja? Sampai-sampai skripsi lo belum kelar-kelar juga. Gue fikir, di antara kita bertiga, gue yang paling malas. Ternyata masih ada lo yang lebih parah malesnya dari gue."

"Ya, ya ... ng ... nggak ngapa-ngapain."

"Bohong! Dia selama ini nge-game aja, nggak merhatiin skripsinya," adu Gavin sembari memainkan ponselnya. Mengabaikan tatapan tajam dari Nizam.

"Yee, pantesan aja tuh kerjaan nggak kelar-kelar. Lo, sih game diprioritasin," ujar Haidar seraya mengerling. "Dahlah, gue mau balik dulu." Haidar beranjak dari duduknya, lalu memakai ranselnya.

"Ke mana?" tanya Gavin.

"Gue ada janji sama orang," jawab Haidar, lalu pandangannya tertuju pada Nizam. "Kalau Lo mau wisuda bareng sama kita, jangan nge-game mulu, kelarin dulu tuh skripsi." Haidar menepuk pundak Nizam beberapa kali, lalu mengucap salam setelah itu pergi dari hadapan kedua sahabatnya.

••••

"Assalamualaikum, Kak Haidar."

Suara lembut yang sangat familiar beberapa bulan belakangan ini terdengar, hingga membuat Haidar yang tadinya fokus pada ponselnya beralih menatap si pemilik suara lembut itu. "Waalaikumsalam."

Haidar yang saat ini duduk di anak tangga musala yang ada di kampus segera berdiri. Lalu, menatap Azura yang justru tidak menatap ke arahnya. Haidar tersenyum kecil, tangannya ingin sekali mengusap kepala Azura seperti yang sering dia lakukan pada Haura, tetapi tentu saja dia tidak berani karena dia tahu batasan.

"Ada apa, ya Kak Haidar manggil aku?" tanya Azura saat Haidar tidak juga mengeluarkan suara. Azura tidak berani menatap Haidar karena dia tahu jika saat ini, lelaki itu sedang menatapnya.

Mendengar pertanyaan Azura, Haidar tidak langsung menjawab. Dia justru membuka ranselnya, lalu mengeluarkan sebuah paper bag. "Ini, Ustaza ngirim ini buat lo." Haidar memberikan paper bag itu pada Azura.

"Ini isinya apa, Kak?" tanya Azura sembari memperhatikan paper bag yang ada di tangannya.

"Itu isinya nasi goreng kesukaan lo kata ustaza. Beliau juga bilang jangan lupa bagi dua sama Adira," jelas Haidar dan mendapat anggukan paham dari Azura.

"Em ... Kak Haidar juga mau nggak?"

Haidar tertawa pelan saat mendengar pertanyaan Azura yang terselip nada keraguan di dalamnya. Sungguh, sifat malu-malu Azura kerap kali membuatnya gemas, tetapi lagi-lagi di harus menahannya karena sekali lagi dia tahu batasan.

"Nggak usah. Gue udah makan tadi di kantin bareng Gavin sama Nizam. Mending sekarang lo makan nasi goreng itu bareng Adira," titah Haidar dan lagi-lagi mendapat anggukan dari Azura.

"Ya udah kalau gitu aku duluan, ya, Kak. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Setelah Haidar menjawab salamnya Azura pun berbalik meninggalkan Haidar, tetapi di langkah ketiga perempuan itu kembali berbalik menatap Haidar.

"Kenapa?"

"Makasih, Kak," ujar Azura seraya mengangkat paper bag itu, lalu tersenyum. Setelah itu benar-benar pergi meninggalkan Haidar yang sudah tersenyum lebar di tempatnya.

.
.
.
.
.

To be continued.

Assalamualaikum, selamat malam semua!

Maaf, ya aku upnya agak telat hehehe. Oh iya karena ku ngetik ini pas lagi ngantuk, jadi aku mau mohon maaf sebesar-besarnya kalau kalian banyak nemuin kata yang typo yah😭.

Udah itu aja, seperti biasa jangan lupa vote, komen, dan follow yah.

Jangan lupa follow Ig : @ayuniswy.stort

Sampai jumpa di bagian selanjutnya.

Wassalamu'alaikum.

Jazakumullah Khairan.

Ay.

Pinrang, 05, Mei, 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro