Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Three

Senyuman itu bak bulan sabit yang hadir di malam hari, menerangi gelapnya semesta dengan cahayanya yang indah.

©Letter of Destiny©

🕊🕊🕊🕊

Haidar menuruni undukan tangga dengan lemas, kedua matanya tampak sayup, sesekali juga menutup mulut saat dia menguap. Semalam, dia tidak tidur saat menjaga mamanya di rumah sakit bersama dengan Gavin dan Nizam. Memang, jika mereka sudah bersama, maka akan ada saja yang mereka bicarakan sampai lupa waktu.

Saat akan menuju pintu utama, netranya tidak sengaja mengkap seorang pria paruh baya yang duduk di sofa sembari membaca koran. Dia kembali berjalan, melewati pria paruh baya yang mirip dengan wajahnya itu.

Namun, baru saja tangannya akan membuka pintu, terurungkan saat suara berat memanggil namanya dari arah belakang.

"Ada apa?" tanya Haidar tanpa berbalik.

"Ayo, sarapan dulu sama Papa," ajak pria paruh baya itu.

"Nggak usah, aku sudah kenyang," ucap Haidar. Makan angin, lanjutnya dalam hati.

Pergerakan tangan Haidar yang akan membuka pintu lagi-lagi terhenti saat papanya kembali bersuara. "Kuliahmu selesai jam berapa?" tanya papa Haidar--Abrisam.

"Jam satu," jawab Haidar sekenannya.

"Bagus, berarti jam setengah dua nanti kamu bisa menjemput Olaf di bandara," ujar Abrisam.

Mendengar nama Olaf seketika membuat Haidar membalikkan tubuh menghadap Abrisam. "Kenapa harus aku? Aku bukan supirnya, lagi pula dia juga orang kaya, kan? Pasti dia punya supir yang banyak," ucap Haidar seraya menegaskan kata 'orang kaya' yang dia sebutkan tadi.

"Kamu calon tunangannya dan sudah menjadi kewa ...."

"Bukan! Dia bukan calon tunangan aku. Sudah berapa kali aku kasih tahu Papa kalau sampai kapan pun, aku nggak akan nerima perjodohan ini," sergah Haidar dengan kening yang berkerut marah.

"Tidak bisa! Kamu harus menerima perjodohan ini!" Wajah Abrisam terlihat begitu santai hingga membuat Haidar geram melihatnya.

"Tidak akan pernah! Sudah berapa kali aku bilang kalau aku nggak suka sama gadis manja seperti dia," ucap Haidar, lalu berdecih. "Memuakkan!"

"Haidar! Jaga ucapannu!" bentak Abrisam dengan wajah yang mulai terlihat emosi.

Haidar mengabaikan bentakan Abrisam. "Aku tekankan sekali lagi sama Papa kalau aku nggak akan sudi terima perjodohan ini!"

Setelah mengatakan hal itu, Haidar segera pergi dari rumah berlantai tiga itu. Rumah yang dulunya terasa hangat, kini tidak lagi setelah papa dan mamanya memilih untuk berpisah saat dia masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama.

••••

Saat ini Haidar dan juga Nizam sedang berdiri di depan perpustakaan. Mereka sedang menunggu Gavin yang berada di dalam perpustakaan. Tidak ada obrolan di antara keduanya, sebab sedari tadi Haidar terus saja diam dan hal itu membuat Nizam menatap iba ke arah sahabatnya itu.

"Dar, tumben lo diam-diam aja. Lagi ada masalah lo?" tanya Nizam. Bersahabat dengan Haidar bertahun-tahun lamanya membuat Nizam tahu kebiasaan sahabatnya itu.

Sebenarnya tanpa Nizam bertanya pun. Dia bisa menebak hal apa yang membuat Haidar lebih memilih diam sedari tadi. Jika bukan karena bertengkar dengan papanya berarti keadaan mamanya yang mungkin bertambah parah. Namun, semalam dia dan Haidar menginap di rumah sakit dan tidak terjadi sesuatu apa pun pada mamanya, itu berarti persepsi Nizam jatuh pada opsi pertama.

Sebelum menjawab pertanyaan Nizam, Haidar mengusap wajahnya dengan kasar, helaan napasnya terdengar begitu berat di rungu Nizam juga Gavin yang baru saja keluar dari perpustakaan.

"Hari ini dia pulang dan bokap nyuruh gue jemput dia di bandara," ucap Haidar dengan tatapan lurus ke arah depan.

Keduanya mengangguk paham. Dengan menyebut kata 'dia' Gavin dan Nizam bisa mengetahui siapa nama seseorang di balik kata 'dia' itu. Memang Haidar begitu anti menyebutkan nama wanita itu.

"Jadi, lo mau jemput dia?" tanya Gavin.

"Ya nggaklah! Ogah gue. Lagian gue bukan supirnya tuh cewek manja," ucap Haidar dengan santai. Dia tidak akan membuang waktu berharganya untuk mengurusi cewek manja seperti Olaf, seorang wanita yang sudah dijodohkan dengannya.

"Mantap! Dari pada lo buang-buang waktu untuk jemput tuh cewek, mending sekarang kita ngeliatin dedek-dedek gummus," ucap Nizam, lalu merangkul pundak Haidar dengan semangat.

"Dedek gummus?" tanya Gavin tidak mengerti.

"Lo nggak tahu?" Gavin menggeleng. "Hari ini hari pertama maba masuk kampus setelah ngejalanin ospek lima hari kemarin," ucap Nizam dengan senyum lebarnya.

"Kayaknya lo senang banget ada maba?" sindir Haidar pada Nizam.

"Ya jelas dong! Dengan begitu gue bisa cari gandengan, siapa tahu aja ada salah satu maba jodoh gue, iya, kan?" Nizam menaik turunkan kedua alisnya dengan senyum kepercayaan dirinya.

"Dasar jomlo karatan, lo!" ujar Haidar yang diakhiri dengan kekehan. Sepertinya mood-nya sudah kembali.

Nizam mendelik pada Haidar. "Lo juga jomlo, mohon kesadaran dirinya, Kanda."

"Siapa bilang, kalau gue itu jomlo?" tanya Haidar dengan tampang pongahnya.

"Gue barusan. Nggak denger lo?"

"Gue itu nggak jomlo, karena sebentar lagi gue bakalan ketemu sama jodoh gue yang sesungguhnya," ucap Haidar dengan penuh kepercayaan dirinya. Belum lagi kilasan pertemuannya seminggu lalu dengan wanita berjilbab lebar dan pemilik mata hazel yang indah itu terlintas di pikirannya, hingga dia tak mampu untuk menyembunyikan senyumnya.

"Alah, alasan! Kalau lo belum ada hubungan apa-apa sama jodoh yang lo maksud itu, berarti kata jomlo masih ada dalam diri lo."

"Gue nggak akan jadiin dia pacar gue," ucap Haidar dengan masih mempertahankan senyum kepercayaan dirinya.

"Terus?" tanya Nizam dan Gavin bersamaan.

"Gue akan langsung jadiin dia istri gue," ucap Haidar lalu diakhiri dengan kekehannya.

Gavin tersenyum miring. "Jadi, lo udah yakin bakalan diterima sama jodoh yang lo maksud itu?" tanya Gavin.

Dengan semangat empat lima, Haidar menganggukkan kepalanya. "Gue yakin seratus persen, dia akan terima gue jadi suaminya. Lagian, kita memang harus optimis, kan?" Haidar menaik turunkan kedua alisnya.

"Emang lo sama jodoh yang lo maksud itu udah saling kenal?" tanya Nizam.

Haidar menggelengkan kepalanya. "Nggak."

"Gimana, sih lo. Tapi, lo udah tahu namanya, kan?" tanya Nizam lagi

Haidar kembali menggeleng. "Belum."

"Si, Bego!" Nizam yang emosi mendengar jawaban Haidar langsung mendorong bahu Haidar dengan cukup kuat, hingga Haidar mundur beberapa langkah dan tidak sengaja menabrak tubuh seorang wanita.

"Eh." Wanita itu segera memundurkan langkahnya saat merasa jaraknya dengan pria yang tadi menabraknya sangat dekat.

Haidar segera membalikkan tubuhnya, hendak meminta maaf pada seseorang yang tidak sengaja dia tabrak karena dorongan Nizam. Namun, perkataan maaf itu tertelan kembali di kerongkongan saat netranya kembali menangkap seorang wanita yang baru saja muncul di dalam pikirannya.

Dia lagi, batin Haidar tanpa berkedip menatap wanita yang sedang berdiri di hadapannya dengan sedikit menunduk.

"Eh, maaf. Tadi gue nggak sengaja ngedorong dia. Lo nggak apa-apa, kan?" Nizam segera menghampiri wanita itu, tetapi wanita bertubuh mungil itu kembali memundurkan langkah saat Nizam begitu dekat di hadapannya.

"Iya, saya tidak apa-apa, Kak." Wanita bernetra hazel itu mengakat kepalanya lalu tersenyum tipis, tetapi detik berikutnya kembali menunduk.

"Kalau begitu saya pergi dulu. Permisi, Kak." Wanita itu segera pergi dari hadapan Haidar, Gavin, dan Nizam.

Sementara itu, Haidar masih terpaku di tempatnya, dia tidak menyangka setelah satu minggu berlalu dia kembali bertemu dengan wanita bernetra indah itu. Belum lagi senyum tipisnya tadi mampu membuat jantung Haidar berdetak cepat.

Gue kenapa? Tanya Haidar sembari memegang dadanya.

.
.
.
.
.

To be continued.

Halluuu, assalamualaikum dan selamat pagi semuanya 👋.

Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara pencet gambar bintang yang ada di bagian pojok kiri, terus jangan lupa komen juga, komen krisar boleh banget, dan jangan lupa follow authornya juga yaww, wkwkwk.

Maaf, kalau misal kalian banyak nemuin kata yang typo :( But, setelah cerita ini selesai Insya Allah bakalan direvisi, kok.

Sampai jumpa di bagian selanjutnya👋.

Wassalamualaikum.


Jazakumullah Khairan.


Ay.

Pinrang, 08, April, 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro