Nineteen
Beberapa perempuan memang seperti itu. Lebih memilih menghindari pembahasan yang merujuk tentang perasaan. Sebab, mereka ingin menjaga hati agar tidak salah dalam menempatkan perasaannya.
©Letter of Destiny©
🕊🕊🕊🕊
Haidar merebahkan tubuhnya di sofa, setelah mematikan dan menutup laptopnya. Akhir-akhir ini dia dibuat lelah dan pusing oleh skripsinya. Dia benar-benar ingin jika skripsinya segera selesai, tetapi sayangnya tidak semudah itu.
Haidar menatap langit-langit ruangan Rumaisha dengan pikiran yang berkelana. Kalian salah jika berpikir Haidar tengah memikirkan skripsinya, sebab saat ini Azura-lah yang sedang dia pikirkan. Entah mengapa, di setiap dia melamun seperti saat ini, pasti bayangan Azura kerap muncul memenuhi setiap ruang yang ada di kepalanya.
Sepertinya dia memang sudah yakin, jika dia benar-benar mencintai perempuan itu.
Haidar mengambil ponselnya yang berada di atas meja--tepat di samping laptopnya. Kemudian dia mencari kontak Azura, lalu mengiriminya sebuah pesan. Yang mungkin saja akan membuat Azura mengernyitkan dahi, karena merasa aneh saat membaca pesannya.
Ra. Gue mau nyanyi.
Setelah mengirim pesan itu pada Azura. Perempuan itu tidak langsung membalas atau membacanya padahal dia sedang online. Namun, setelah menunggu sekitar lima belas menit, barulah pesannya dibalas oleh Azura.
Bismillah, Calon Istri.
Harus melapor dulu gitu, Kak sama aku?
Haidar tertawa kecil setelah membaca balasan pesan dari Azura. Kemudian kembali mengetik pesan untuk Azura.
Harus, dong. Karena lagu ini ngungkapin perasaan gue banget.
Bismillah, Calon Istri.
Ya udah, nyanyi aja kalau gitu, Kak.
Saat pertama kumengenalmu
Kurasa sesuatu yang berbeda
Kuingin mendekatimu
Tapi kutakut kau menjauh
Semakin lama rasa ini terpendam
Semakin aku ingin mendekatimu
Dari kejauhan kumelihatmu
Kuberharap kau pun merasakan
Iman dan takwamu yang meluluhkan
Rasa ini menjadi cinta
Kekasih idaman yang kuharapkan
Semoga cinta ini menjadi nyata
Ana uhibbuki fillah
Kumencintaimu karena Allah
Jika dia yang terbaik untukku
Dekatkanlah hati kami ya Allah ....
Bismillah, Calon Istri.
Aku pikir Kak Haidar mau nyanyi pake VN.
Semakin lama rasa ini terpendam
Semakin aku ingin mendekatimu
Dari kejauhan kumelihatmu
Kuberharap kau pun merasakan
Iman dan takwamu yang meluluhkan
Rasa ini menjadi cinta
Kekasih idaman yang ku harapkan
Semoga cinta ini menjadi nyata
Ana uhibbuki fillah
Kumencintaimu karena Allah
Jika dia yang terbaik untukku
Dekatkanlah hati kami ya Allah ....
Haidar menyelesaikan ketikan lirik lagunya setelah mengirimnya kembali kepada Azura. Dia tidak perduli jika Azura menganggap biasa lagu yang dia kirimkan itu, sebab ini adalah latihan awal untuk menyatakan perasaannya kepada Azura, sebelum nanti dia benar-benar mengungkapkannya di depan wajah perempuan itu.
Haidar mengetahui lagu yang berjudul Ana Uhibbuka Filla ini dari film yang dia tonton bersama Haura tadi malam. Entah mengapa Haidar langsung suka dan langsung mengingat Azura saat pertama kali mendengar lagu tersebut. Entahlah, Haidar hanya merasa jika lirik dari lagu tersebut seperti mewakili perasaannya selama ini.
Haidar kembali mengetik pesan untuk Azura saat melihat jika pesan terakhirnya hanya dibaca tanpa adanya balasan dari perempuan itu.
Ra, lo tahu nggak. Kalau sebenarnya lagu itu ngewakilin perasaan gue banget ke lo.
Read, Azura hanya men-read pesannya tanpa ada balasan. Bahkan tulisan typing di bawah nama kontak Azura saja tidak ada. Tentu saja, hal itu membuat Haidar mulai uring-uringan. Dengan cepat kedua jempolnya kembali mengetik di atas keyboard.
Ra, tega banget. Masa pesan gue cuman dibaca doang. Bales kek!
Setelah mengirim pesan yang berisi protesannya pada Azura. Haidar langsung melempar ponselnya ke atas meja, kemudian dia melipat kedua tangannya di dada sembari matanya yang menatap awas ke arah ponselnya.
"Tante, Tante. Anaknya kayak lagi kessel nih. Soalnya pesan dia dikacangin sama calon istrinya." Seruan dengan nada iklan Oreo itu terdengar dari arah belakang Haidar. Langsung saja Haidar menoleh dan mendapati cengiran Nizam yang lebar.
"Lo ngintip, ya?" tanya Haidar sembari menunjuk wajah Nizam yang masih menyengir. "Nggak sopan lo!"
Nizam menjulurkan lidahnya saat dia berhasil menghindari pukulan dari Haidar. Sembari berlari kecil menghampiri Rumaisha yang ternyata sudah bangun dari tidurnya, Nizam menjawab pertanyaan Haidar barusan. "Gue nggak ngintip, cuman kebaca aja chat lo."
Lalu setelah itu tawa Nizam terdengar yang membuat Haidar berdecak, sementara Rumaisha menggeleng pelan seraya tersenyum tipis. Wanita paruh baya itu sudah terbiasa menonton pertengkaran putranya dengan Nizam, dan juga dia sangat merindukannya.
Saat Haidar akan bangkit dari duduknya untuk mengejar Nizam, terurungkan saat sebuah notifikasi masuk. Dengan secepat kilat dia mengambil ponselnya dan ternyata sebuah pesan masuk itu dari Azura.
Bismillah, Calon Istri.
Maaf, Kak. Aku lagi sibuk.
Oh, ya udah. Maaf, ya gue ganggu.
Read. Azura kembali men-read pesannya. Haidar tersenyum kecil, dia tahu Azura tidak sibuk, perempuan itu hanya menghindari percakapan seputar itu. Sebab, bukan pertama kalinya Haidar membahas hal semacam itu pada Azura.
"Kan, kan ... Tan, kayakanya anaknya tante lagi jatuh cinta deh. Tadi aja dia kelihatan kessel, sekarang malah senyum-senyum." Nizam kembali bersuara.
Haidar memasukkan ponselnya di saku celana, lalu berjalan santai menghampiri Nizam yang sedang berdiri di sisi kanan brankar Rumaisha. Saat tiba di sampingnya, dengan segera Haidar merangkul Nizam dan menarik telinga lelaki itu dengan kuat.
"Aduuuh, woeee! Sakit, Bego. Lepasin!" Nizam meringis sembari menepuk-nepuk punggung tangan Haidar yang menarik telinganya.
"Aduuuh, Tan. Ini anaknya dianu dulu. Telinga Nizam bisa copot ini, Tan," adu Nizam pada Rumaisha.
Rumaisha yang melihat Nizam terlihat sangat kesakitan mulai menegur Haidar, tetapi lelaki itu justru mengatakan, "Biarin aja, Ma. Udah lama juga aku nggak narik telinga nih anak."
"Tante, please!" Nizam memelas menatap Rumaisha dan dia kembali meringis saat Haidar menarik lebih kuat daun telinganya. "Woeee, lepas! Astaga kuping gue bener-bener copot entar."
"Abang!" Untuk kedua kalinya Rumaisha menegur Haidar, dan berhasil. Haidar mendorong bahu Nizam, lalu setelah itu berpindah tempat di sisi kiri brankar Rumaisha.
"Lo, ya bener-bener sahabat nggak ada akhlak, nggak berperikesahabatan!" umpat Nizam sembari mengusap telinganya yang terasa berdenyut.
Haidar hanya memutar bola matanya, lalu mendudukkan dirinya di kursi. Saat dia akan berbicara, terurungkan saat Nizam juga mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Haidar menatap lelaki itu dengan tajam.
"Tante, masa, kan ... Haidar kayaknya lagi jatuh cinta deh sama cewek." Nizam kembali berulah menjahili Haidar.
"Oh iya?" Nizam mengangguk mantap. "Sama siapa? Olaf?"
"Bukan dong, Tan ...."
"Zam," potong Haidar tetapi diabaikan oleh Nizam.
"Boro-boro, Tan si Haidar suka sama Olaf. Dia nih, Tan setiap sama Olaf bawaannya emosi mulu. Haidar ngeliat Olaf tuh kayak ngeliat kuman yang harus dijauhin," cerita Nizam. Bahkan saking seriusnya bercerita, dia sampai mendudukkan tubuhnya di kursi.
"Terus, siapa?" tanya Rumasiha penasaran.
"Aku belum tahu namanya, Tan. Tapi, dia itu cewek yang jilbaban lebar, terus kelihatan saleha, nggak mau pandangan lama-lama sama cowok, kalau senyum sama cowok juga senyumnya tipis, dia juga kelihatan lemah lembut. Pokoknya cewek itu kelihatan bidadari surga banget, Tan. Pantes aja anak Tante satu itu suka ngelamun sambil senyum-senyum nggak jelas. Pasti lagi mikirin cewek itu."
"Yang bener, Zam?" raut wajah Rumaisha tampak berbinar setelah mendengar cerita dari Nizam. Bahkan kini dia beralih menatap Haidar setelah mendapat anggukan dari Nizam.
"Ng ...."
"Bohong sama orang tua berdosa lo, Dar. Inget dosa lo udah banyak, jangan tambahin lagi dengan bohong sama Mama lo."
Haidar mendengkus setelah niat berbohongnya dipotong dengan ucapan yang menusuk dari Nizam. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas akhirnya Haidar hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Rumaisha barusan.
"Kalau Mama boleh tahu namanya siapa?"
"Azura. Namanya Azura, Ma," jawab Haidar.
"Oooh, jadi namanya Azura? Cantik, kayak orangnya," celetuk Nizam seraya mengangguk-angguk paham.
"Jangan nikung lo, ya!" Haidar menunjuk Nizam yang tengah tersenyum menjengkelkan padanya.
"Diliat nanti aja. Kalau semisal lo nggak jadi sama dia, ya gue bolehlah ya ngedekatin dia," ucap Nizam sembari menaik turunkan alisnya. Berniat menggoda Haidar.
"Ngedekatin dia, itu artinya lo nyari mati sama gue." Nizam langsung terkekeh setelah mendengar ancaman Haidar barusan. Perutnya benar-benar terasa tergelitik, baru pertama kalinya dia menggoda Haidar seperti ini dan sahabatnya itu malah menanggapi godaannya.
"Abang, omongannya dijaga, ih!" Rumaisha kembali menegur Haidar, saat merasa ucapan Haidar barusan terdengar begitu kasar.
.
.
.
.
.
To be continued.
Assalamulaikum semua. Selamat malam.
Maaf, ya minggu kemarin aku nggak publish tiga part, hehehe. Insya Allah minggu ini sampai minggu berikutnya aku bakalan usahain untuk konsisten publish tiga part tiap minggunya.
Seperti biasa jangan lupa tekan gambar bintang yang ada di bagian bawah pojok kiri, ya. Komenan kalian juga jangan lupa. Oh, iya jangan lupa follow akun wattpad aku dan Ig aku juga ya.
Ig @ayuniswy.story
Sampai jumpa di bagian selanjutnya.
Wassalamualaikum.
Jazakumullah Khairan.
Ay.
Pinrang, 17, Mei, 2021.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro