Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Eighteen

"Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan."

~Q.S Ash-Sharh Ayat Enam.~

🕊🕊🕊🕊

Adira menghela napas panjang setelah Pak Amir--salah satu dosen killer yang ada di kampus keluar dari kelas, dia juga meregangkan otot-ototnya yang terasa begitu kaku, terutama otot lehernya. Bukan tanpa alasan otot-otot Adira sebegitu pegalnya, karena selama kelas berlangsung tadi, dia tidak berani melirik ke arah samping ataupun belakang, tatapannya selalu tertuju ke arah Pak Amir yang sedang menjelaskan. Jadi, wajar saja jika Adira merasa sepegal itu.

"Yuk, ke kantin!" ajak Adira setelah meregangkan ototnya. "Masih ada waktu tiga puluh menit lagi, kelas selanjutnya dimulai," ujarnya setelah melihat jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangannya.

"Yuk!" Azura beranjak dari duduknya setelah memasukkan binder ke dalam tote bag-nya.

Keduanya pun berjalan keluar dari kelas menuju kantin yang tidak terlalu jauh dari kelas yang tadi mereka gunakan untuk belajar. Saat tiba di kantin, keduanya mengedarkan pandangan ke segala arah, guna mencari meja dan kursi yang kosong.

"Di sana, Ra!" seru Adira, lalu menarik tangan Azura untuk berjalan cepat menuju meja yang kosong itu, sebelum ada orang yang mendahului mereka.

"Ya Allah, Dir pelan-pelan! Kalau aku jatuh gimana?" tegur Azura.

"Ya, nggak gimana-gimana. Paling kalau kamu jatuh cuman dua yang kamu rasain ... kalau nggak sakit ya malu," ujar Adira sekenannya.

Mendengar ucapan Adira, Azura hanya bisa menghela napas sembari menggeleng pelan. Bahkan, dia sampai beristigfar karena ucapan sepupunya itu.

"Nah, kamu duduk di sini! Biar aku yang pergi pesan makanannya," ucap Adira setelah tiba di meja yang kosong tadi.

Setelah mendapat anggukan dari Azura. Adira pun berlalu untuk memesan makanan untuk mereka berdua. Sembari menunggu Adira memesan makanan, Azura mengeluarkan sebuah buku Fiqih Sunnah For Ukhti, Tuntunan Menjadi Wanita Saleha dari dalam tote bag-nya, lalu setelah itu membacanya.

"Hukum tentang pakaian dan hijab."

Azura seketika berbalik saat mendengar sebuah suara dari arah belakangnya. "Kak Haidar," ucap Azura, lalu sedikit memundurkan tubuhnya saat posisi Haidar setengah membungkuk tepat di hadapannya.

"Hai," sapa Haidar, lalu berjalan ke kursi yang berada di depan Azura.

"Lo ngapain di sini sendirian?" tanya Haidar, setelah mendudukkan tubuhnya.

"Aku nggak sendirian, Kak. Ada Adira juga, tapi dia lagi pesan makanan," jawab Azura, "Kak Haidar sendiri ngapain ke kampus?"

"Biasa, habis ketemu sama dosen pembimbing gue tuh."

Azura mengangguk. "Oh iya, keadaan Tante Rumaisha gimana? Udah agak baikan?" tanya Azura.

"Alhamdulillah, nyokap udah mendingan, tapi dia belum bisa berdiri, soalnya masih lemas banget," jawab Haidar.

Rumaisha memang telah sadar sehari setelah dia dianggap meninggal dunia. Haidar dan Haura tidak lagi bisa membendung air mata dan juga kegembiraannya saat Rumaisha membuka mata untuk yang pertama kalinya setelah tidur panjangnya itu.

Selama Rumaisha sadar pun, Azura belum pernah lagi menjenguk perempuan hebat itu, karena akhir-akhir ini dia begitu sibuk dengan kegiatan kuliahnya.

"Syukur alhamdulillah, ya, Kak. Akhirnya Tante Rumaisha bisa bangun dari komanya," ujar Azura seraya tersenyum. Sementara Haidar hanya menangguk dengan senyum lebarnya.

"Allah memang maha baik, Kak. Allah tahu, Kakak dan Haura mampu melewati semua ujian yang Ia berikan, maka dari itu Allah memberikan cobaan yang berat. Karena nggak mungkin, Allah memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya."

"Kakak tahu nggak?" tanya Azura dan mendapat gelengan dari Haidar.

"Di dalam surah As-Sharsh ayat enam sudah dijelaskan, jika 'sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan'. Jadi, Allah itu udah nyiapin kebahagiaan untuk Kakak dan Haura, tapi sebelum itu Allah menguji kalian berdua, agar kalian mau berdoa dan meminta kepada-Nya. Baru setelah itu Allah memberikan kebahagiaan yang dia maksud," nasihat Azura.

"Wah, keren!"

Untuk kedua kalinya Azura berbalik setelah mendengar seruan dari arah belakangnya. Azura mengernyit bingung saat melihat dua orang lelaki yang menatapnya, tetapi Azura segera membuang pandangan, saat merasa sudah terlalu lama dia memandangi kedua lelaki itu.

"Gue salut sama ucapan lo barusan. Lihat, gara-gara ucapan lo barusan sahabat gue sampe nggak berkedip ngeliatin lo."

Azura kembali berbalik dan menatap Haidar yang ternyata memang menatap dirinya. Azura segera melihat ke arah samping, jantungnya kembali berdetak begitu saja saat melihat tatapan intens Haidar tadi.

Astagfirullah al-'azim ....

"Kedip, woi!" tegur lelaki yang tadi tiba-tiba saja bersuara.

Azura tidak mengenal lelaki itu, tetapi dia tidak begitu asing dengan wajahnya. Namun, jika lelaki yang satunya lagi, Azura sudah mengingatnya. Lelaki itu adalah Gavin, dia yang dulu mengantar motornya dengan Haidar waktu itu.

"Kalian sejak kapan di sini?" tanya Haidar setelah tersadar dari kekagumannya terhadap Azura.

"Sejak lo mandangin dia sampe nggak berkedip setelah dia ngucapin kata-kata yang ngebuat gue kagum," ujar lelaki itu--Nizam.

Haidar melirik ke arah Azura yang tengah menunduk sembari memegang bukunya. Haidar tahu, jika saat ini Azura tampak risih dikelilingi oleh tiga orang lelaki. Hal itu, terlalu mudah dibaca Haidar hanya dengan melihat gestur tubuh Azura yang mulai tidak nyaman dengan tempat duduknya.

"Sok tahu lo!" balas Haidar setelah memperhatikan Azura.

"Ngeles aja terus. Lo pikir gue percaya? Sorry, ya Mabro gue cuman percaya sama Allah," ucap Nizam dengan begitu bangganya.

"Betewe, ini kita nggak disuruh duduk. Gue tahu, kalau Gavin udah lelah berdiri, lelahnya kek nunggu dia dapetin jodoh. Iya nggak, Vin?" tanya Nizam seraya menaik turunkan alisnya. Bermaksud untuk menggoda Gavin, yang sayangnya hanya dibalas oleh tatapan datar dan alis yang dinaikkan sebelah oleh lelaki itu.

"Ah! Nggak asik lo!" sungut Nizam, seraya meninju pelan lengan Gavin.

"Em ... kalau gitu aku permisi dulu, Kak ...."

"Nggak usah, biar kita aja yang pergi. Pesanan lo juga udah datang tuh," potong Haidar seraya menunjuk Adira yang berjalan ke arah mereka sembari membawa sebuah baki yang berisi makanan.

"Kalau gitu gue duluan. Abis makan jangan lupa minum, ya. Awas kelupaan," ucap Haidar dengan senyum yang membuat Azura merona karena teringat dengan ceritanya yang dia ceritakan pada Haura waktu di rumah sakit saat itu.

Jadi, waktu itu Kak Haidar nggak bener-bener tidur, dan itu berarti dia ngedengar semua obrolan aku dengan Haura, dong?

"Ya Allah malunya!" ucap Azura seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Lalu menempelkannya ke meja.

"Malu kenapa kamu?" tanya Adira yang baru saja tiba, sembari meletakkan baki yang tadi dibawanya di atas meja.

Azura segera mengangkat kepalanya, lalu menatap Adira dengan serius. "Tadi, kan Kak Haidar sama dua temennya ada di sini. Kan, aku risih tuh, karena cuman ada aku yang perempuannya. Nah, pas aku mau pergi, Kak Haidar nahan aku dan akhirnya mereka yang pergi ...."

"Ih, kok sweet, sih?" potong Adira yang membuat Azura menatap Adira dengan kernyitan dahi.

"Tapi, sebelum mereka pergi Kak Haidar bilang gini 'abis makan jangan lupa minum, ya. Awas kelupaan'. Kan, a ...."

"Kan, kan ... fix, Kak Haidar suka sama kamu." Adira kembali memotong ucapan Azura dengan begitu semangatnya.

"Heh! Jangan bicara sembarangan, ya, Dir. Awas suuzon!" tegur Azura.

"Ih, siapa yang suuzon? Aku ngomong fakta, kok. Kamu aja yang nggak sadar kalau Kak Haidar tuh suka ngeliatin kamu. Aku liat tatapannya ke kamu aja udah beda." Adira membela diri seraya mendorong semangkok bakso umtuk Azura.

"Sok tahu kamu, Dir."

"Lah, nggak percaya? Ya udah, kalau nggak percaya, mah. Yang penting aku yakin kalau Kak Haidar tuh suka sama kamu," final Adira lalu mulai memakan nasi goreng pesanannya.

Sementara Azura tampak melamun, sembari memikirkan perkataan Adira barusan. Apa memang benar Haidar menyukainya? Pikirnya. Memikirkan jika Haidar benar-benar menyukainya, membuat jantung Azura berdetak cepat.

Astagfirullah al-'azim ....

.
.
.
.
.

To be continued.

Assalamualaikum semua. Maaf, ya aku baru bisa update hari ini. Karena kemarin-kemarin sibuk ngisi perut dan ngejar THR, wkwkwk canda. Aku kemarin-kemarin nggak ada kesempatan nulis karena abis silaturahim ke rumah keluarga, dan aku paling nggak bisa nulis kalau suasananya tuh lagi rame. Makanya aku baru bisa nulis sekarang karena suasanya sunyi banget, ngedukung banget, wkwwk.

Oh iya aku juga mau ngucapin buat kalian semua. Minal aidzin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin, ya semua. Maafin, kalau aku pernah buat kalian tersinggung. Maaf kalau aku ada salah sama kalian, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Seperti biasa jangan lupa dibintangi, komen dan follow, ya semua.

Sampai jumpa di bagian selanjutnya.

Wassalamualaikum.

Jazakumullah Khairan.

Ay.

Pinrang, 15, Mei, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro