Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[9] Like a Crazy / 미친 것 같다

"Oh, kau tinggal di daerah sini?" Seong Joon tidak menyangka akan bertemu secara kebetulan dengan Eun Hyo di taman Naksan ini.

KAU TINGGAL DI DAERAH SINI?! ulang Eun Hyo dalam hati dengan nada tinggi. Dia tidak menyangka kalau Seong Joon orang yang sepelupa itu. Wajahnya terlihat santai ketika bertanya, seperti tidak ada tanda-tanda akan mengingat, apalagi bercanda. Sepertinya juga dia bukan tipe orang yang akan memakai candaan seperti itu.

Eun Hyo mengangguk dengan wajah jengkel yang kentara. "Kau bahkan pernah datang ke sana," sindirnya.

Kening Seong Joon berkerut dalam. Kembali dia mengorek ingatannya, mencari sampai sudut-sudut terdalam. Entah apa yang salah dengan otaknya hari ini, kenapa selalu kosong mendadak saat dia ingin memikirkan sesuatu. Hingga akhirnya sekelebat bayangan itu datang. Waktu dia membawakan belanjaan Eun Hyo.

"Ah, ya. Karena kantongmu sobek, aku membawakan belanjaanmu sampai rumah. Sekarang aku ingat. Maaf," ujar Seong Joon penuh sesal. Tangannya memegang tengkuk, tidak tahu harus berbuat apa.

Apa hanya itu yang diingatnya? Eun Hyo bertanya dalam hati. Entah bagaimana, mendapati kenyataan Seong Joon tidak ingat pernah ke rumahnya sampai membantu memperbaiki leding dan makan ramyeon bersama membuatnya kesal. Bagaimana seseorang bisa dengan begitu mudah lupa padahal kejadiannya belum lama berlalu.

Namun Eun Hyo tetap Eun Hyo. Dia tidak merasa perlu untuk memperjelas semuanya dengan Seong Joon. Untuk apa? Kalau memang lelaki itu tidak mengingatnya, berarti memang itu bukan hal yang istimewa. Mungkin dia sering melakukannya terhadap orang lain. Mungkin dia terlalu baik hati hingga sering memberi bantuan pada perempuan mana pun yang membutuhkan sampai tidak bisa mengingat bagian Eun Hyo.

"Kau ke sini untuk jalan-jalan?" tanya Seong Joon, yang tiba-tiba merasa pertanyaan itu salah. Jawabannya sudah jelas, kan? Bodoh, umpatnya dalam hati.

"Untuk tidur."

Nah, kan. Jawaban itu membuat umpatan dalam diri Seong Joon semakin kencang. Dia memang benar-benar memilih pertanyaan yang bodoh. Tentu saja ke taman untuk berjalan-jalan. Sebuntu apa pun dalam memilih topik pembicaraan, harusnya dia bisa lebih pintar. Apalagi yang dihadapi perempuan seperti Eun Hyo.

Eun Hyo berjalan lebih dulu, ke arah puncak taman Naksan lagi. Seong Joon ingin mengikuti, tapi itu juga artinya dia harus kembali bertemu dengan dokter Jae In, dan dia tidak mau itu. Dengan cepat dia meraih pergelangan tangan Eun Hyo, walau setelahnya dia merasa lagi-lagi telah memilih sesuatu yang salah.

Dengan alis bertaut, Eun Hyo menoleh. Matanya menatap tajam pada tangan Seong Joon yang mencekal pergelangan tangannya. Lewat tatapan itu, dia bertanya. Tanpa suara, dia mengintimidasi. Dan itu berhasil memengaruhi Seong Joon, yang langsung melepaskan tangannya dan mengangguk berkali-kali untuk menyampaikan maaf.

"Aku hanya ingin mengajakmu minum kopi bersama, tapi sepertinya caraku salah. Maaf, itu hanya refleks. Aku melakukannya tanpa berpikir," sesal Seong Joon.

"Untuk apa diberikan otak kalau kau tidak menggunakannya sebelum melakukan sesuatu? Tahukah kau dunia jadi tambah kacau karena orang-orang bertindak sebelum berpikir, sepertimu?" Suara Eun Hyo terdengar tajam, dingin, dan datar. Begitu pula tatapannya.

Seong Joon terdiam. Kepalanya menunduk dalam-dalam. Lagi-lagi, dia melakukan kesalahan. Bukan hanya tindakannya barusan, tapi pilihan kata-katanya juga, membuat emosi Eun Hyo semakin tersulut. Kapan dia baru akan melakukan segala sesuatu dengan benar? Kapan dia baru bisa tidak memancing emosi orang-orang di sekitarnya?

Masih dengan tatapan tajam, Eun Hyo melirik ke arah Seong Joon yang menunduk semakin dalam. Wajahnya disembunyikan sedemikian rupa hingga yang terlihat hanya rambut tebalnya yang agak ikal. Sampai saat ini Eun Hyo masih heran, kenapa lelaki itu sepertinya mudah sekali terintimidasi? Ketika orang meninggikan suara dan memperlihatkan raut kesal sedikit saja, dia akan langsung meminta maaf berkali-kali lalu menunduk dalam-dalam, seperti sekarang ini. Persis seperti tersangka yang mendapat tuduhan dari banyak orang, atau anak-anak yang sering dirundung oleh teman-temannya.

Namun itu bukan urusannya. Untuk sekali lagi Eun Hyo meyakinkan, itu bukan urusannya. Apa pun yang dilakukan dan dialami Seong Joon, sama sekali bukan urusannya, bukan sesuatu yang harus mengganggu pikirannya. Lelaki itu hanya orang asing, yang belum lama ini jadi sering bertemu karena memang lingkungan yang mereka datangi selalu sama.

"Mau minum kopi?" tanya Seong Joon tiba-tiba. Terlalu tiba-tiba, bahkan, tapi dia merasa harus mulai berani dan mengubah topik. Melihat Eun Hyo mengernyit, Seong Joon buru-buru menjelaskan. "Hari ini aku mengambil libur karena suasana hati yang sedang buruk. Mungkin kalau ada teman minum kopi, bisa membaik. Kau mau?"

Kadang Seong Joon tidak mengerti dengan diri dan sikapnya sendiri. Biasanya dia akan memikirkan segala sesuatu secara matang sebelum berbicara, menahan diri sebaik mungkin agar tidak terlalu banyak berkata-kata. Namun dalam beberapa waktu, dia juga bisa menjadi sosok yang tidak dikenali dirinya sendiri. Banyak berbicara, bahkan ucapannya sering di luar batas logika. Mungkin karena itu juga dia sering memancing amarah orang lain. Namun tidak ada yang bisa dilakukannya. Semua terjadi tanpa sadar, tanpa bisa dicegah.

"Hanya karena kau libur dan sedang dalam suasana hati yang buruk, harus selalu ada yang menemanimu. Begitu?" Suara Eun Hyo terdengar lebih tajam dari yang bisa dibayangkan Seong Joon.

Orang-orang seperti Seong Joon adalah tipikal orang yang paling dibenci Eun Hyo. Orang yang tidak bisa sendirian dan menganggap orang lain harus menemani ketika mereka ingin dan butuh, hanya karena mereka tidak ingin sendiri. Apa sendirian sebegitu sulit bagi mereka? Terlalu menyedihkan hingga mereka tidak pernah mau berada dalam situasi itu?

Untungnya, ponsel Eun Hyo berbunyi di saat yang tepat hingga dia tidak perlu menghadapi Seong Joon dan memberi respons apa pun. "Baik, aku ke sana," ujarnya pada seseorang di seberang telepon lalu segera berlalu tanpa memedulikan Seong Joon lagi.

***

Sejak bertemu Jina di ruangan Yong Suk, Eun Hyo tidak pernah lagi memikirkan untuk bekerja sebagai komponis di Blossom Entertainment mengingat begitu menyebalkannya sifat penyanyi satu itu. Rasanya dia akan lebih baik bekerja di agensi kecil daripada harus menghadapi gadis angkuh seperti Jina. Namun, mau bagaimana lagi, persediaan uang di tabungannya semakin menipis sedangkan tuntutan hidup tidak berkurang.

"Song Eun Hyo, komponis pujaanku, selamat datang kembali," lagi-lagi sambutan dari Yong Suk berlebihan, membuat Eun Hyo bergidik. Dia bahkan hampir kembali keluar kalau tidak ingat jumlah sisa tabungannya. "Sudah kubilang, aku tidak akan menyia-nyiakan komponis sehebat dirimu. Silakan duduk," tambahnya.

Dengan kikuk dan agak enggan, Eun Hyo duduk di sofa panjang yang ditunjuk Yong Suk. Dari deretan panjang itu, dia memilih posisi agak di tengah, supaya tidak terlalu dekat dengan pemilik agensi yang kelewat ramah itu. Jelas Eun Hyo sangat risi dengan sikap Yong Suk. Baginya, sikap pria itu terlalu berlebihan dan dibuat-buat. Radar Eun Hyo menilainya sebagai jenis orang yang harus diwaspadai.

"Baiklah, ini kontrakmu," Yong Suk menyerahkan map besar yang di dalamnya terdapat surat perjanjian kerja sama. "Baca baik-baik dan silakan tanda tangan. Aku yakin kau tidak akan berpikir dua kali untuk setuju."

Bisa Eun Hyo lihat betapa lebar senyum di wajah Yong Suk ketika mengucapkan kalimat terakhir. Entah calon bosnya ini terlalu percaya diri atau agak tidak waras karena senyum itu tidak memudar sama sekali sejak Eun Hyo masuk, malah kian lama kian lebar. Gaya duduknya santai, dengan bahu menyandar pada punggung sofa tunggal dan tangan menggelayut di lengan sofanya. Sementara kakinya menyilang. Sepertinya dia berusaha terlihat anggun dan berwibawa, tapi nyatanya itu malah membuat Eun Hyo mual. Semua tingkahnya terlalu dibuat-buat, termasuk ekspresi wajahnya yang sepertinya dibuat seolah sangat tampan, padahal umurnya hampir dua kali lipat dari Eun Hyo.

Eun Hyo mengamati surat kontrak itu dan mau tidak mau terkesan dengan penawaran yang diberikan. Gaji yang dijanjikan dua kali lipat dari yang didapat Eun Hyo di King Entertainment. Mungkin ini maksud ucapan Yong Suk tadi, walau dia tidak yakin bagaimana pria itu bisa mengetahui persis masalah gaji yang urusannya sangat privasi.

"Bagaimana akhirnya Jina mau bekerja sama denganku?" Eun Hyo tidak bisa menutupi hal yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Bagaimanapun itu pasti tidak mudah, bahkan Eun Hyo merasa perlu waspada dengan keputusan ini. Bisa-bisa Jina menjebak atau merencanakan sesuatu, atau lebih parahnya dua orang ini bekerja sama untuk mempermainkan dirinya. Tapi untuk apa? Tidak ada keuntungan yang bisa diambil dari Eun Hyo.

Yong Suk tertawa keras. Aneh. Padahal tidak ada yang lucu dengan pertanyaan Eun Hyo barusan. Ternyata selain suka bersikap berlebihan, pria di hadapannya juga sepertinya punya kelainan. "Aku bisa melakukan semuanya. Membujuk Jina itu hal mudah."

Aku memaksanya, dengan memberi sedikit ancaman.

Itulah yang didengar Eun Hyo. Mau bagaimanapun dijelaskan, dia tidak akan percaya dengan bualan Yong Suk. Gadis menyebalkan seperti Jina tidak akan mudah ditaklukkan hanya dengan bujukan. Kecuali tawarannya honor lima kali lipat, itu mungkin akan menggoyahkan sifat keras kepala Jina, tapi kelihatannya itu mustahil. Jadi Eun Hyo tetap yakin, ada paksaan di dalamnya. Tapi siapa peduli, selama bukan dirinya yang dipaksa kali ini. Dia hanya perlu menandatangani kontrak, membuat lagu lalu menerima upahnya. Itu saja.

"Aku akan bekerja keras mulai sekarang. Kalau sudah selesai, aku permisi," ucap Eun Hyo setelah selesai membubuhkan tanda tangan di surat kontrak. Namun, baru juga berdiri, kata-kata Yong Suk membuatnya mematung dengan kening mengerut dalam.

"Kau punya acara nanti malam? Bagaimana kalau kita makan malam bersama?"

Kakek-kakek ini benar-benar sudah gila rupanya.

****

Maafkan bolos yang terlalu lama ini 🙏🙏🙏🙏
Semoga abis ini bisa update teratur 🙏
Terus gimana part ini? Pemilik agensinya horor ya 😓

Addicted Series:

Senin & Kamis: Comedor by YouRa_muriz

Selasa & Jumat: Sexy Secret by IndahHanaco

Rabu & Sabtu: Let Us Be Happy by junabei

Kosa kata korea:

미친: gila, asal dari kata 미치다 dikasih tambahan ㄴ di bawah sebagai penanda sifat
것 같다: seperti (kemungkinan)

Ditunggu komen dan votenya yaaa

junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro