Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[8] Why Do You Live? / 사는 이유가 뭡니까?

Apa yang membuatmu bertahan dalam hidup?

Kadang pertanyaan itu seringkali mengusik Eun Hyo. Di masa-masa dia sendiri, tanpa musik, tanpa pekerjaannya, tanpa lampu yang menerangi seluruh ruangan. Di saat-saat tergelap dalam hidupnya, pertanyaan itu berputar tanpa henti dan menuntut jawaban, lebih dari seorang wartawan mencecar narasumber untuk menggali informasi.

Namun, hingga umurnya yang ke 28, jawaban itu masih belum juga ditemukan Eun Hyo. Berulang kali dia merekayasa pikiran, membentuk alasan-alasan pembelaan yang terdengar paling mendekati, tapi pada akhirnya, dia tahu semua itu palsu. Dia tak pernah tahu, apa yang membuatnya bertahan dalam hidup.

Sebagian orang mungkin akan menjawab, orang-orang yang mereka sayangi lah yang menjadi alasan mereka bertahan. Yang lainnya mungkin impian. Ada juga hasrat untuk mengembangkan kemampuan diri. Dan semua itu membuat Eun Hyo semakin terpuruk. Tidak ada orang-orang yang disayangi, tidak juga pernah merasa punya mimpi. Lalu untuk kemampuan? Dia hanya ingin melakukannya, tanpa obsesi untuk jadi yang terbaik. Bahkan selama ini, lagu-lagu yang dibuatnya tidak banyak berkembang.

Eun Hyo pernah mendengar suatu wawancara dari grup penyanyi yang menciptakan lagunya sendiri. Katanya, mereka membuat lagu itu supaya dunia bisa jadi lebih baik. Karena pernah berada di posisi yang sama, membuat mereka ingin merangkul orang-orang yang merasakan hal serupa. Mereka ingin orang-orang tahu kalau mereka tidak sendiri, hingga akhirnya bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Eun Hyo tidak merasakan hal yang sama. Dia bahkan tidak pernah memikirkan apa pun ketika menciptakan lagu. Tujuannya tidak semulia itu, bahkan lebih tepatnya, dia benar-benar tidak punya tujuan. Lirik dan melodi dari lagu-lagu yang pernah dibuatnya hanya terputar begitu saja di otaknya. Secara terus-menerus hingga terasa mengganggu dan harus disalurkan. Dia tidak pernah berpikir akan melakukan apa terhadap lagu-lagu itu sampai ada produser yang menemukannya.

Terkadang Eun Hyo penasaran dengan orang lain. Apa mereka juga pernah memikirkan hal yang sama? Apa pertanyaan itu juga pernah melintas dan begitu mengganggu bagi orang lain?

Mungkin iya, tapi bisa jadi juga tidak. Adakalanya manusia hanya berjalan tanpa memikirkan kenapa harus tetap hidup, karena mereka melakukannya secara naluriah, tanpa sadar. Seperti Eun Hyo yang selama hidupnya, hanya berjalan tanpa tujuan. Dia bekerja untuk makan. Lalu makan untuk bertahan hidup. Namun di ujung, dia tidak tahu bertahan hidup untuk apa, untuk siapa. Bahkan ketika sudah memutuskan untuk mengakhiri hidup pun, manusia masih akan berusaha menyelamatkan diri dan ada tanda-tanda keraguan saat napas-napas terakhirnya mulai terenggut.

Namun adakalanya juga alasan-alasan seperti yang Eun Hyo pikirkan tidak sanggup untuk membuat seseorang tetap bisa bertahan. Orang-orang yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri pun ada yang punya impian yang masih belum dicapai dan ingin terus dikejarnya. Mereka juga berat meninggalkan orang-orang yang disayangi, dan sadar betul orang-orang itu akan bersedih ketika mereka benar-benar pergi dari dunia. Mereka pun masih punya kemampuan yang ingin dikembangkan.

Karena manusia dan perkara hidupnya memang serumit itu.

Walau tahu apa yang ingin dikerjakan, jalan menuju ke sana tidak selalu mudah. Terkadang kemampuan diri pun tidak mendukung. Berulang kali jatuh hingga terpukul mundur.

Walau sudah berhasil mencapai sesuatu, akan ada target baru yang ingin diraih lagi, karena manusia tidak pernah benar-benar puas. Belum lagi kalau dibandingkan, baik oleh diri sendiri atau pun oleh orang lain. Manusia memang punya kodrat untuk selalu iri dengan apa yang tidak dimilikinya.

Walau sadar betul akan apa yang harus dilakukan, nyatanya mewujudkan tak pernah semudah berucap.

Walau jalan di depannya terang, terkadang semua bagai tertutup. Jalan mana pun yang diambil, selalu seolah buntu. Hingga akhirnya jiwanya lelah dan memilih menyerah.

Dan walau tahu untuk siapa dan apa dia bertahan, terkadang hidup masih membawanya hingga tersudut dan tak ada lagi jalan selain mengakhirinya.

Manusia dan hati serta pikirannya memang tidak pernah bisa dimengerti dengan mudah, bahkan oleh orang yang mengalami hal sama persis pun.

Eun Hyo menarik selimut hingga menutupi kepala dan menenggelamkan diri sepenuhnya di dalam sana. Dia lelah, dengan pikirannya. Dia lelah, terus bertanya tanpa pernah menemukan jawaban. Dia lelah, bertahan tanpa tahu apa tujuannya. Yang dia inginkan hanya tertidur, lelap, dalam waktu yang lama. Yang sangat lama.

***

Ruangan yang sangat luas tapi kosong. Gelap. Tidak ada sedikit pun yang bisa dilihat hingga sepercik sinar tiba-tiba datang. Di sudut paling jauh, seorang anak kecil meringkuk sambil memeluk lutut. Kepalanya menunduk. Terus menunduk. Perlahan tubuhnya bergetar, seperti orang menggigil. Tapi kepalanya tetap menunduk.

Kenapa kau bahkan lahir ke dunia?!

Tiba-tiba sebuah suara terdengar, begitu menggelegar. Namun, tidak ada siapa pun di ruangan ini selain anak kecil itu. Selanjutnya, suara-suara lain ikut menerjang. Suara barang berjatuhan, teriaka-teriakan, tangisan-tangisan. Tapi, ruangan itu tetap kosong. Anak kecil itu tetap menunduk. Hanya tubuhnya yang bergetar.

Ingatan tentang mimpinya semalam kembali menyerang Seong Joon. Napasnya terengah-engah. Detak jantungnya melonjak. Tubuhnya mulai limbung sampai dia harus menopang diri dengan tangannya yang ditekan di meja kasir. Namun, tangan itu ikut bergetar sekarang. Pelan. Pelan. Lalu getarannya semakin hebat.

Dengan susah payah, tangan kanannya yang bebas merogoh saku dalam jaket. Dikeluarkannya botol plastik kecil dan meneguk beberapa isinya. Matanya masih terpejam, berusaha menenangkan diri. Napasnya masih terasa berat, tapi sudah tidak terengah seperti tadi. Lalu perlahan, semuanya kembali normal. Pandangannya bisa kembali jelas, walau penampilannya jadi sedikit acak-acakan.

"Oppa, ini harus ditaruh di mana?" Suara Ji Yeol mendistraksi Seong Joon, membuatnya ingat kalau dirinya sedang tidak sendirian di sini.

Seong Joon segera menoleh, dengan wajah yang sudah kembali normal. Dia berdeham sekali untuk meyakinkan kalau suaranya baik-baik saja dan tidak terdengar aneh. "Oh itu, di rak ujung kanan."

Ji Yeol mengangguk tanpa melihat ke arahnya dan langsung berjalan menuju rak ujung kanan, seperti yang tadi Seong Joon arahkan. Dia menarik napas lega. Setidaknya gadis itu tidak melihat dan sepertinya juga tidak curiga. Akan merepotkan kalau sampai harus membuat Ji Yeol khawatir. Gadis itu pasti akan menerornya tiap detik untuk bertanya apa dia baik-baik saja.

"Ji Yeol-a!" panggil Seong Joon pelan. Ketika Ji Yeol menoleh, dia melanjutkan, "Bolehkah hari ini aku libur?"

Bahkan dari ujung rak yang cukup jauh, Seong Joon bisa melihat jelas kerutan di dahi Ji Yeol. "Tidak biasanya. Ada apa?"

"Tidak ada yang spesial," Seong Joon menggeleng. "Aku hanya ingin menghirup udara segar. Setelah kupikir-pikir, sudah lama juga aku tidak mengambil libur."

Ji Yeol mengangguk-angguk, masih sambil menyusun nasi dalam kemasan yang tadi dibawanya ke rak. Ada benarnya. Seong Joon bekerja terlalu keras. Dia mengambil kerja paruh waktu di dua tempat berbeda yang jaraknya tidak saling berdekatan, juga cukup jauh dari rumahnya. Seingat Ji Yeol, terakhir lelaki itu libur adalah akhir musim panas tahun lalu. Itu pun karena dia baru keluar dari pekerjaan satunya dan sedang mencari yang baru.

"Baik! Oppa nikmati saja hari ini untuk liburan. Aku yang akan membereskan semua hal di sini." Nada riang terdengar dari Ji Yeol, membuat senyum Seong Joon juga mengembang. "Tapi kau ada rencana ke mana untuk libur mendadakmu ini, Oppa?"

"Taman Naksan," jawab Seong Joon sambil sedikit tertawa.

"Bukankah itu terlalu dekat?!"

Seong Joon masih bisa mendengar jelas protes dari Ji Yeol ketika dirinya keluar dari tempat kerja sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi. Dia sudah menebak apa yang akan dikatakan gadis itu, karena Taman Naksan memang sedekat itu dari tempat kerja mereka. Hanya berjalan melewati tanjakan yang sama untuk menuju rumah Eun Hyo dan kini Seong Joon sudah tiba.

Langit mulai menggelap, tapi pesona Taman Naksan belum memudar, bahkan semakin bersinar, dalam arti sebenarnya. Karena ketika malam tiba, Taman Naksan memang dipenuhi lampu di sepanjang benteng hingga mencapai bawah. Belum lagi lampu-lampu dari seluruh kota Seoul yang bergabung dan menambah pesonanya.

Ada begitu banyak orang di sini, menikmati kegiatannya masing-masing. Ada yang berpasangan, ada yang bergerombol dengan teman-temannya, ada juga yang berjalan sambil membawa anjing peliharaannya. Ada yang berfoto-foto di sepanjang benteng, bahkan ada yang makan chimaek(3).

"Seong Joon."

Panggilan itu membuat Seong Joon menoleh. Di sampingnya sudah berdiri seorang perempuan dengan rambut bergelombang yang dikucir satu. Celana bahan, kemeja dengan mantel biru muda, pakaian yang terlihat terlalu rapi untuk orang yang hanya sekadar jalan-jalan di taman malam hari.

Sudut bibirnya terangkat. Dari balik kacamata kotak yang begitu cocok di wajahnya, mata itu menatap Seong Joon dalam. Tatapan itu .... Senyum itu .... Terasa begitu familier. Seong Joon ingat pernah melihatnya di suatu tempat. Dia berusaha mencari, di setiap sudut otaknya. Tapi tiba-tiba saja, otaknya kosong. Gelap. Satu bayangan atau nama pun tidak melintas walau dia sudah berusaha sekuat tenaga hingga kepalanya sakit.

"Kau tidak ingat aku?" tanya perempuan itu, sepertinya sadar kalau Seong Joon tidak menemukannya dalam ingatan. "Aku Dokter Jae In."

Dokter Jae In .... Semua ingatan tentang perempuan itu langsung menyerang otak Seong Joon seketika. "Ah ... iya, Dokter Jae In."

Jae In berdecak sekali sambil menyipitkan mata. "Memang sudah cukup lama kau tidak ke rumah sakit, tapi aku tidak menyangka kau melupakanku secepat itu," ledeknya, yang hanya dibalas tawa kikuk oleh Seong Joon.

"Maaf ... maaf. Aku ingat pernah melihatmu, tapi tadi otakku seolah-olah langsung kosong."

Jawaban itu membuat Jae In mengernyit. "Kau merasa otakmu tiba-tiba kosong?"

Seong Joon mengangguk. "Aku berusaha mengingat, tapi tidak sedikit pun keluar, bahkan untuk memberi petunjuk."

"Hei, kau masih meminum ...."

"Ah, Dokter!" Seong Joon langsung berdiri tiba-tiba. Dia melirik jam di tangannya dan tersenyum menyesal. "Maaf, tapi aku harus ke tempat kerja. Sudah jam masukku."

"Begitukah?" Jae In agak terkejut, matanya masih mengerjap-ngerjap saat Seong Joon mengangguk lagi berkali-kali. Lalu pergi dari hadapannya dengan tergesa. "Kapan kau ke rumah sakit lagi?" teriaknya, tapi tidak mendapat jawaban.

Seong Joon mendengar itu, tapi tetap berlari. Baru ketika dia menemukan seseorang yang mengadang di depan jalannya, langkahnya terhenti. Eun Hyo di hadapannya, menatap tajam seperti biasa. Namun kali ini, dari dua mata itu tersirat begitu banyak pertanyaan, yang belum bisa dijawab Seong Joon saat ini.

(3) Perpaduan ayam goreng dengan bir

****

Maafkan update yang terlambat dan subuh-subuh ini 🙏

Apa komentar buat part ini? Seong Joon kenapa? Eun Hyo kenapa? 😅

Addicted Series:

Senin & Kamis: Comedor by YouRa_muriz

Selasa & Jumat: Sexy Secret by IndahHanaco

Rabu & Sabtu: Let Us Be Happy by junabei

Kosa kata korea:

사는: sa-neun (eu dibaca cepat) asal kata dari 살다 (sal-da) artinya hidup
이유: i-yu artinya alasan
뭡니까: mweom-ni-ka artinya apa (bahasa formal)
Aslinya 뭡 itu dibacanya mweob; ㅂ = b, tapi karena di belakangnya ada n, dibacanya jadi m

Ditunggu komen dan votenya ya

junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro